e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id

PENAMPILAN SAPI BALI YANG DIBERI RANSUM BERBASIS LIMBAH PERTANIAN TERFERMENTASI INOKULAN CAIRAN RUMEN DAN RAYAP

ARIWIBAWA, G. P, I M. MUDITA, A. A. P. P. WIBAWA DAN I W. WIRAWAN Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: putra1ari@yahoo.com, HP. 085739999071

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan cairan rumen dan rayap terhadap penampilan sapi bali jantan. Penelitian dilaksanakan di kandang Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Penelitian berlangsung selama 6 bulan. Analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Bersama Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Penelitian menggunakan 12 ekor sapi bali jantan dengan bobot badan awal 118,33 ± 22,99 kg. Perlakuan yang diberikan terdiri atas ransum tanpa terfermentasi (RBo), ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2 % rayap (RBR2T2), ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3 % rayap (RBR1T3) dan ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3 % rayap (RBR2T3).Variabel yang diamati meliputi Pertambahan Bobot Badan Harian, Feed Conversion Ratio, Konsumsi Bahan Kering, Konsumsi Bahan Organik, Konsumsi Serat Kasar, Konsumsi Protein Kasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan inokulan cairan rumen dan rayap (RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3) sebagai fermentor ransum berbasis limbah pertanian mampu meningkatkan konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, dan konsumsi protein kasar, menurunkan konsumsi serat kasar, meningkatkan pertambahan bobot badan harian sapi bali serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan ransum dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa terfermentasi inokulan. Dapat disumpulkan bahwa pemanfaatan inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap sebagai Fermentor ransum berbasis limbah pertanian dapat meningkatkan penampilan sapi bali yang lebih baik.

Kata kunci: Pakan Fermentasi, cairan rumen dan rayap, sapi bali

THE APPEREANCE OF BALI CATTLE WHO GIVEN RATION BASED ON AGRICULTURAL WASTE PERMENTED BY INOCULAN RUMEN LIQUID AND TERMITE

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect of fermentation based inoculant rumen liquid and termites in the ration based agricultural waste rice straw to the appearance of Bull bali cattle. The field research was taken place in the cage, which belongs to Faculty of Animal Husbandary, Udayana University Bukit Jimbaran. The research was done during 6 months. The laboratory research for sample analyses was taken place in Faculty of Animal Husbandary Laboratory, udayana university. This research is deigned by Randomized Block Design 4 treatments and 3 repeated. This study used 12 Bull bali cattle who have start weigh 118,33 ± 22,99 kg. There are tri treatments given, they are : ration without fermentation (RBo), ration with inoculant fermentation 20% rumen liquid and 0,2% termites (RBR2T2), ration with inoculant fermentation 10% rumen liquid and 0,3% termites (RBR1T3) and ration

with inoculan fermentation 20% rumen liquid and 0,3% termites (RBR2T3). Some variables are observing, those are; Daily body weight gain, Feed conversion ratio, Dry matter , Dry organic, rough fiber, rough protein. The result of research shows that the using of inoculant which liquid rumen and termite (RBR1T3, RBR2T2, RBR2T3) as fermentor of ration based on agricultural waste can improve Dry matter consumption, Dry organic consumption and rough protein consumption, can decrease rough fiber ration consumption, can improve the daily weight of Bull bali cattle and can improve the efficient of using ration compared with ration giving without inoculant fermentation From these results it can be concluded utilization inoculant 20% rumen liquid and 0,3% termite, as fermentor ration based on agriculture waste with inoculan be able produce better appearance of bali cattle research.

Key Words: Ration Fermentation, Rumen Liquid, and Termite, Bali cattle.

PENDAHULUAN

Pemanfaatan sumber daya lokal asal limbah pertanian dalam pengembangan usaha peternakan merupakan salah satu kebijakan nasional dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Langkah ini semakin strategis bagi sub sektor peternakan seiring pencanangan Bali menjadi Bali Clean and Green Province.

Badan pusat statistik melaporkan produksi padi, jagung dan kedele di Bali Tahun 2012 menghasilkan produk limbah sebesar 1.354.891 ton yang dapat mencukupi kebutuhan 380.721 satuan ternak selama setahun (Anggraeny dan Umiyasih, 2008). Disisi lain, pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan mempunyai berbagai keterbatasan salah satunya adalah tingkat kecernaan yang rendah akibat tingginya kandungan lignoselulosa yang mengakibatkan kandungan nutrien tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh ternak (Anindyawati, 2010).

Mudita et al. (2010) menunjukkan pemanfaatan limbah sebagai pakan tanpa aplikasi teknologi menurunkan produktivitas sapi bali maupun kambing dibandingkan dengan aplikasi teknologi fermentasi inokulan. Sehingga pemanfaatan limbah dalam pengembangan peternakan harus dibarengi dengan aplikasi teknologi. Teknologi fermentasi inokulan dari cairan rumen dan rayap disinyalir mampu mengatasi permasalahan tersebut dan dapat meningkatkan produktivitas ternak.

Limbah isi rumen merupakan limbah rumah potong yang mengandung berbagai mikroba pendegradasi serat seperti bakteri, protozoa maupun fungi dan dengan berbagai enzim serta nutrien ready fermentable dan mengandung berbagai senyawa organik yang penting bagi ternak (Firkins et al. 2006). Putri et al. (2009) menyatakan pemanfaatan 2-6% cairan rumen sapi bali sebagai bioinokulan ransum limbah pertanian dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sapi bali sebesar 59,09-100% dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa terfermentasi. Penelitian Mudita et al. (2010) menunjukkan penggunaan cairan

rumen 50-200 ml/liter menghasilkan bioinokulan dengan kandungan nutrien dan mikrobiologi tinggi yang efektif dimanfaatkan sebagai starter maupun suplemen ransum limbah inkonvensional

Rayap (Termites) adalah serangga pemakan kayu yang kaya senyawa lignoselulosa. Wanatabe et al. (1998) menyatakan sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan rayap mengandung berbagai mikroba dan enzim pendegradasi serat. Purwadaria et al. (2003) juga menyatakan dalam saluran pencernaan rayap terdapat bakteri, protozoa dan fungi yang mampu menghasilkan enzim selulase dan hemiselulase. Purwadaria et al. (2003) mengungkapkan ekstrak rayap segar mempunyai aktivitas enzim pada dedak padi sebesar 25,30 µmol/g BK rayap, 8,32 µmol/g BK rayap pada polard, dan 0,17 µmol/g BK rayap pada tepung jagung.

Hasil penelitian Mudite et al. (2012) menunjukkan, pemanfaatan limbah cairan rumen sapi bali dengan level 10-20% dan 0,1-0,3% rayap mampu menghasilkan bioinokulan dengan kandungan nutrien dengan populasi mikroba, aktifitas enzim dengan efektivitas sebagai starter fermentasi ransum berbasis limbah yang cukup baik. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa inokulan yang diproduksi dari kombinasi cairan rumen dan rayap yaitu 10% cairan rumen dan 0,3% rayap, 20% cairan rumen dan 0,2% rayap dan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap menunjukkan ketiga inokulan unggul yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari kombinasi lainya.

Ketiga inokulan tersebut mempunyai kandungan nutrien Protein terlarut, Phospor/P, Ca, S dan Zn masing-masing 4,37%-4,56%, 159,14%-161,22%, 969,17%-975,76%, 246,00%-247,00% dan 8,07%-8,09%. Dengan Populasi bakteri 19,01%-9,99% dan aktivitas ensim selulase/CMC-ase dan silanase yaitu 20,28% dan 39,55% dan mempunyai efektivitas sebagai starter ransum limbah inkonvensional yang cukup baik yang ditunjukkan dengan adanya tingkat kecernaan bahan kering/Kc.BK dan kecernaan bahan organik/Kc.BO yaitu 65,63%-67,13% dan 67,55%-69,45%. Namun efektivitas ketiga inokulan tersebut dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali belum dilaksanakan, untuk itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan ketiga inokulan tersebut terhadap penampilan sapi bali penggemukkan. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan unggul yang diproduksi dari cairan rumen sapi bali dan rayap terhadap penampilan sapi bali. Manfaat dari penelitian

adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah tentang pengaruh teknologi fermentasi inokulan berbasis cairan rumen dan rayap dalam ransum terhadap penampilan sapi bali.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Sapi Bali

Sapi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 ekor sapi bali jantan dengan bobot badan awal yaitu 118,33 ± 22,99 kg. milik Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang ditempatkan secara acak dalam kandang individu yang telah dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang penelitian yang digunakan adalah kandang individu sebanyak 12 petak, tiap petak memiliki ukuran panjang x lebar =200 cm x 150 cm yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kemiringan lantai kandang adalah 5. Atap kandang terbuat dari asbes, sedangkan lantai kandang dan tempat pakan terbuat dari beton.

Ransum dan Air Minum

Ransum diproduksi dalam penelitian ini adalah ransum basal dan ransum terfermentasi yang disusun menggunakan sumber daya lokal yang berasal dari limbah pertanian dengan komposisi bahan penyusun ransum yang disajikan pada (Tabel 2.1).

Pembuatan ransum basal dilakukan dengan cara terlebih dahulu membuat campuran homogen antara dedak padi, bungkil kelapa, dan serbuk gergaji kayu (campuran 1). Pada tempat yang terpisah, dibuat juga campuran homogen antara gula aren, kapur, garam dapur, urea, minyak kelapa dan pignox (Campuran 2). Kemudian campuran 1 dan 2 dicampur hingga homogen, selanjutnya ditambahkan jerami padi di campur kembali hingga homogen. Setelah campuran homogen dapat dipakai sebagai ransum basal pada perlakuan (RB0), atau untuk produksi ransum terfermentasi.

Fermentasi ransum dilakukan dengan cara setiap 100 kg ransum basal (kandungan Bahan Kering ransum basal 85%) ditambahkan dengan 2 liter larutan inokulan (sesuai perlakuan), 0,5 kg gula aren dan 70 liter air bersih (kadar air bakalan ransum terfermentasi ± 50%). Kemudian dicampur hingga homogen. Fermentasi dilakukan menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo selama 7 hari dalam kondisi anaerob.

Pemberian ransum diberikan secara ad libitum mulai dari pagi harinya sampai pagi keesokan harinya. Monitoring ketersediaan ransum dilakukan setiap saat sehingga ternak tidak sampai kekurangan pakan. Khusus untuk ransum terfermentasi (RBR1T3, RBR2T2,

RBR2T3) sebelum diberikan pada ternak, ransum yang baru diambil dari silo terlebih dahulu diangin-anginkan sebentar ±15 menit, kemudian baru diberikan dalam kondisi segar.

Inokulan

Inokulan yang dimanfaatkanadalah tiga inokulan unggul hasil penelitian Mudita et al. (2012) yaitu (BR2E2, BR1E3 dan BR2E3) yang diproduksi menggunakan sumber isolat dari limbah cairan isi rumen sapi bali dan rayap serta dibiakkan menggunakan medium kombinasi bahan alami dan sintetis (Tabel 3). Komposisi medium inokulan yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu gula aren, urea, CMC, Xylosa, Asam Tanat, Tepung jerami padi, serbuk gergaji kayu, dedak padi dan tepung tapioka, tepung dedak jagung, tepung kedele, CaCO3, garam dapur dan multivitamin-mineral “pignox dan ditambahkan air. Produksi inokulan dilakukan dengan cara mencampur medium inokulan dan sumber inokulan sesuai perlakuan (Tabel 4) dalam wadah tertutup rapat. Inokulan yang baru diproduksi selanjutnya diinkubasi dalam inkubator T 390C selama satu minggu. Kemudian setelah satu minggu, dilanjutkan dengan mencari kandungan nutrien inokulan (Tabel 5).

Tabel 1 Komposisi Bahan Penyusun Ransum Basal

Bahan Penyusun Ransum Basal

Komposisi (%)

Jerami Padi

50,0

Serbuk Gergaji kayu

5,0

Dedak Padi

20,0

Bungkil Kelapa

20,0

Minyak Kelapa

2,0

Gula Aren

1,0

Urea

1,0

Garam dapur

0,5

Kapur/CaCO3

0,4

Pignox

0,1

Jumlah                                         100.0

Tabel 2 Kandungan Bahan Kering dan Nutrien Ransum Terfermentasi Bioinokulan

Penelitian

KANDUNGAN NUTRIEN*

RANSUM PENELITIAN

RB0

RBR1T3

RBR2T2

RBR2T3

a.

Bahan Kering (% Asfed basis)

85,54

50,74

48,95

49,09

b.

Bahan Kering (% DW basis)

93,49

92,82

92,76

92,48

c.

Bahan Organik (% DM basis)

81,81

80,92

80,47

81,00

d.

Serat kasar (% DM basis)

21,01

15,93

15,21

14,07

e.

Protein Kasar (% DM Basis)

13,63

14,79

15,24

15,75

Keterangan : *Hasil Analisis Lab. Nutrisi Ternak-Lab. Bersama Fapet unud. (Desi, 2015,unpublished).

Tabel 3 Komposisi bahan penyusun medium inokulan

Bahan Penyusunan

Komposisi

Gula Aren (g)

50

Urea (g)

5

CMC (g)

0,02

Xylanosa (g)

0,02

Asam tanat (g)

0,02

Tepung Jerami Padi (g)

1

Tepung Dedak Padi (g)

1

Tepung Tapioka (g)

1

Tepung Dedak Jagung (g)

1

Tepung Kedele (g)

1

Serbuk Gergaji Kayu (g)

1

Kapur / CaCO3 (g)

0,1

Garam Dapur (g)

0,5

Pignox (g)

0,4

Air bersih

hingga volumenya menjadi 1 liter

Kandungan Nutrien*

a.

Kalsium/Ca

(mg/l)

936,07

b.

Phospor/P

(mg/l)

144,81

c.

Belerang/Sulfur/S

(mg/l)

214,67

d.

Seng/Zicum/Zn

(mg/l)

5,80

e.

Protein Terlarut

(%)

3,01

Keterangan: *Hasil analisis lab analitik unud (Putri, 2015, unpublished

Tabel 4 Tabel komposisi inokulan penelitian dalam 1 liter

No

Komposisi Campuran Inokulan

Inokulan           Cairan Rumen     Rayap     Medium Inokulan

(ml)             (g)              (ml)

1

2

3

BR1T3                  100            3              897

BR2T2                 200            2             798

BR2T3                 200            3              797

Tabel 7 Kandungan nutrien inokulan yang diproduksi dari limbah isi rumen sapi bali dan rayap

No          Kandungan Nutrien

Jenis Inokulan

BR1T3    BR2T2    BR2T3    SEM

1 Kalsium/Ca            (mg/l)

Phospor/P             (mg/l)

Belerang/Sulfur/S       (mg/l)

Seng/Zicum/Zn        (mg/l)

Protein Terlarut         (%)

980,54    979,17    979,09    44,73

171,26     172,47     174,55     3,26

245,67    246,00    247,00     4,97

7,98       8,07       8,09      0,55

7,67       7,82       7,85      0,04

Sumber: Mudita et al. (2013)

Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kandang Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, selama enam bulan dan analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi makan ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) empat perlakuan dan tiga ulangan. Tiap unit percobaan menggunakan satu ekor sapi bali jantan dengan bobot badan awal 118,33 ± 22,99 kg.

Perlakuan yang diberikan, yaitu:

  • 1.    Pemberian ransum tanpa terfermentasi/ransum basal. (RBo)

  • 2.    Pemberian ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap (RBR2T2)

  • 3.    Pemberian ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR1T3)

  • 4.    Pemberian ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3)

Pemberian Ransum dan Air Minum

Pemberan ransum penelitian dilaksanakan setelah ternak melewati fase adaptasi pakan (ternak sudah terbiasa mengkonsumsi ransum terfermentasi). Fase adaptasi pakan dilaksanakan selama dua minggu.

Hari pertama sampai hari ketiga ternak diberikan pakan hijauan ditambah ransum basal yang telah disiapkan sebelumnya, hari ke-4 sampai hari ke-7 ternak mulai dilatih diberikan ransum penelitian dengan terlebih dahulu dicampur dengan hijauan yang secara bertahap jumlah hijauan dikurangi hingga ternak terbiasa mengkonsumsi ransum penelitian. (Ransum penelitian telah terbiasa dikonsumsi tanpa tambahan hijauan segar).

Pada periode pengambilan data lapangan, ternak diberikan ransum penelitian secara ad libitum mulai pagi hari (08.00 wita) dan berakhir keesokan harinya (08.00 wita) untuk diinput sisa ransum yang ada. Monitoring ketersediaan pakan dan air minum serta penambahan ransum ke dalam tempat pakan dilakukan setiap saat untuk mencegah ternak kehabisan ransum.

Pengambilan Data

Penimbangan Bobot Badan

Penimbangan bobot badan ternak dilakukan setiap dua minggu sekali pada pagi hari menggunakan timbangan digital Weighing Indicator AD-4406, kapasitas 1000 kg.

Penimbangan dilakukan setelah ternak dipuasakan selama 12 jam, untuk mengetahui pertambahan berat badan harian masing-masing sapi penelitian.

Konsumsi Ransum

Penghitungan konsumsi ransum ternak diketahui dengan cara menghitung selisih jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah ransum yang tersisa. Pencatatan terlebih dahulu dilakukan berdasarkan kondisi segarnya (Asfed) yang selanjutnya baru dikonversikan berdasarkan data hasil analisis kandungan Bahan Kering dan nutrien ransum. Ternak diberikan ransum penelitian secara ad libitum mulai pagi hari dan berakhir ke esokan harinya untuk diinput sisa ransum yang ada.

Pengambilan dan Prosedur Analisis Sampel dan Sisa Ransum

Pengambilan sampel ransum dilakukan selama tiga kali yaitu setelah pencampuran ransum basal/panen ransum terfermentasi pertama, kedua, dan ketiga. Sedangkan pengambilan sampel sisa ransum dilakukan selama satu minggu pada periode koleksi total. Semua sampel yang diambil dibawa ke Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet Unud untuk dilaksanakan analisis kandungan bahan kering dan nutriennya (Bahan Organik, Serat Kasar, dan Protein Kasar).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Bobot Badan Ternak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ternak sapi bali yang diberi ransum basal tanpa terfermentasi inokulan (RB0) adalah 0,31 kg/e/h. Pemberian ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR1T3), ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap (RBR2T2) dan ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3) menghasilkan PBB yang berbeda lebih tinggi nyata (P<0,05), yaitu masing-masing sebesar 51,61%, 61,29% dan 70,97% dibandingkan dengan RB0 (Tabel 3.1).

Tabel 3 Produktivitas Sapi Bali yang diberi Ransum Penelitian

No Peubah

Perlakuan1                         3

RB0    RBR1T3   RBR2T2    RBR2T3   SEM

  • 1    PBBH (kg/ekor/hari)

  • 2   FCR

  • 3    Konsumsi BK Harian (g/e/h)

  • 4    Konsumsi BO harian (g/e/h)

  • 5    Konsumsi SK harian (g/e/h)

  • 6    Konsumsi PK harian (g/e/h)

0,31a2      0,47a        0,50a        0,53a   0,02

12,31a     8,68b        8,19b        7,53b   0,54

3752,87b  4025,01a    4026,99a    3976,64b  46,71

3055,93b  3256,88a    3240,68a    3221,25a  37,83

788,54a   641,23b     612,63c     559,54d   7,56

511,66c   595,12b    613,91ab      626,25a   7,05

Keterangan:

  • 1.    Ransum Perlakuan

  • a. RBR2T2 =    Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap

  • b. RBR1T3 =    Ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap

  • c. RBR2T3 =    Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap

  • d. RBo     =    Ransum tanpa terfermentasi

  • 2.    Hurup sama pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05)

  • 3.    SEM=Standard Error of the Treatment Means

Feed Conversion Ratio

Hasil penelitian menunjukan bahwa sapi bali penelitian yang diberi ransum berbasis limbah pertanian jerami padi tanpa terfermentasi inokulan (RB0) memiliki nilai FCR sebesar : 12,31 (Tabel 3.1). Sapi bali penelitian yang diberi ransum basal terfermentasi inokulan level 10% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR1T3), 20% cairan rumen dan 0,2% rayap (RBR2T2) dan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3) menghasilkan nilai FCR masing-masing: 29,49%, 33,47% dan 38,83% lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa terfermentasi inokulan (RB0).

Konsumsi Bahan Kering Ransum

Konsumsi Bahan Kering (DM) ransum, pada sapi bali yang diberi ransum basal tanpa terfermentasi adalah 3752,87 g/e/h (Tabel 3.1). Konsumsi ransum sapi bali yang diberi ransum terfermentasi inokulan RBR1T3 dan RBR2T2 menghasilkan jumlah konsumsi ransum yang nyata lebih tinggi (P<0,05) masing-masing sebesar 7,25% dan 7,30% dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa terfermentasi bioinokulan (RB0), sedangkan pemberian ransum terfermentasi inokulan RBR2T3 juga mampu menghasilkan konsumsi bahan kering lebih tinggi 5,96%, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan pemberian ransum RB0.

Konsumsi Bahan Organik Ransum

Konsumsi Bahan Organik (BO) ransum pada sapi bali yang diberi ransum basal tanpa terfermentasi inokulan (RB0) sebesar : 3055,93 g/e/h, (Tabel 3.1). Pemberian ransum terfermentasi inokulan dengan level inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap RBR1T3, nyata lebih tinggi (P<0,05) 6,58% dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan RB0, sedangkan pemberian RBR2T2 dan RBR2T3 juga menghasilkan konsumsi Bahan Organik (BO) yang lebih tinggi masing-masing : 6,05% dan 5,41% dibandingkan dengan pemberin RB0, tetapi secara statistik berbeda tidak nyata, dibandingkan perlakuan RB0.

Konsumsi Serat Kasar Ransum

Konsumsi serat kasar (SK) ransum, pada sapi bali yang diberi ransum basal tanpa terfermentasi inokulan RB0 adalah sebesar 788,54 g/e/h. (Tabel 3.1). Pemberian ransum terfermentasi dengan level inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap RBR1T3, level inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap RBR2T2 dan level inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap RBR2T3 terjadi penurunan secara nyata (P<0,05) konsumsi SK ransum masing-masing sebesar 18,68%, 22,31% dan 29,04% dibandingkan dengan pemberian RB0

Konsumsi Protein Kasar Ransum

Konsumsi protein kasar (PK) ransum, pada sapi bali yang diberi ransum basal tanpa terfermentasi inokulan RB0 adalah sebesar 511,65 g/e/h. (Tabel 3.1). Pemberian ransum terfermentasi RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 menghasilkan konsumsi protein kasar yang nyata lebih tinggi (P<0,05) masing-masing sebesar 16,31%, 19,98% dan 22,39% dibandingkan dengan pemberian RB0.

Pembahasan

Pertambahan Bobot Badan Ternak

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi bali perlakuan RB0, RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 berturut-turut adalah 0,31, 0,47 0,50 0,53 kg/ekor/hari. Analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) tersaji pada (Tabel 3.1). Pertambahan bobot badan perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 lebih tinggi dari perlakuan RB0 berturut-turut 51,61% 61,29% dan 70,97%. Pertambahan bobot badan tertinggi pada perlakuan RBR2T3 dan terendah pada perlakuan RB0.

Meningkatnya pertambahan bobot badan harian pada perlakuan pemberian ransum terfermentasi dengan cairan rumen dan rayap (P<0,05) disebabkan karena fermentasi cairan

rumen dan rayap akan meningkatkan konsumsi bahan kering dan nutrien ransum (Tabel 3.1). Konsumsi nutrien terutama konsumsi protein sangat besar pengaruhnya terhadap pertambahan bobot harian sapi bali disamping nutrien yang lain. Hal ini disebabkan karena protein merupakan salah satu nutrien yang sangat penting bagi ternak untuk hidup pokok maupun produksi. Anggorodi (1979) menyatakan bahwa fungsi protein didalam tubuh adalah memperbaiki jaringan tubuh yang rusak dan pertumbuhan jaringan baru. Guntoro (2006) menyatakan bahwa bila ternak kekurangan protein pakan maka ternak akan menggunakan cadangan protein yang ada didalam hati, darah, dan jaringan otot tubuhnya sendiri dan bila terjadi dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi kondisi kesehatan, penurunan bobot badan dan akhirnya ternak akan mati.

Hal lain yang menyebabkan peningkatan pertumbuhan bobot badan harian sapi bali yang mendapatkan perlakuan ransum terfermentasi dengan cairan rumen dan rayap adalah terjadinya penurunan populasi protozoa secara nyata (P<0,05) sebesar 70,43-83,19% dibandingkan dengan pemberian ransum basal tanpa terfermentasi inokulan (RB0) (Lampiran 1). Hal ini mengindikasikan terjadinya defaunasi rumen sebagai akibat pemberian ransum terfermentasi ketiga inokulan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan defaunasi rumen akan mampu meningkatkan produktivitas ternak sebagai akibat terjadinya peningkatan populasi bakteri khususnya bakteri pendegradasi serat (cellulolytic bacteria) sehingga kecernaan serat pakan akan meningkat dan suplai nutrien bagi induk semang akan meningkat pula. Defaunasi juga akan meningkatkan terjadinya suplai mikrobial protein/sintesis protein mikroba yang merupakan sumber protein utama bagi induk semang Mudita.et al. (2010), Russell et al. (2009) mengungkapkan sumbangan asam amino dari mikroba rumen ini bisa mencapai 90%. Pathak, (2008) mengungkapkan protein yang berasal dari mikroba rumen merupakan dua pertiga dari sumber asam amino yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia.

Pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi pada pemberian ransum terfermentasi RBR1T3, RBR2T2 maupun RBR2T3 menunjukkan kualitas ransum terfermentasi inokulan yang lebih tinggi (Tabel 2.2) dan ditunjang konsumsi bahan kering dan nutrien ransum (Tabel 3.1). Jumlah bahan kering dan nutrien tercerna yang lebih tinggi (lampiran 2) serta bioproses dalam rumen maupun pasca rumen yang lebih baik sudah tentu mendukung dihasilkannya produktivitas pertambahan bobot badan harian yang lebih baik.

Feed Conversion Ratio

Feed Conversion Ratio (FCR) mencerminkan suatu gambaran terhadap efesiensi penggunaan ransum yang dihasilkanya dari perbandingan antara jumlah ransum yang

dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan. Jadi semakin kecil nilai FCR maka ternak akan semakin efesien dalam penggunaan ransum untuk meningkatkan pertambahan bobot badanya. Pada penelitian ini, FCR pada perlakuan RB0, RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 berturut-turut adalah 12,31, 8,68, 8,19, dan 7,53 secara statistik berbeda nyata (P<0,05) (Tabel 3.1).

Perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 menghasilkan nilai FCR yang lebih rendah dari perlakuan RB0 berturut-turut sebesar : 29,49%, 33,47% dan 38,83%. Penurunan secara nyata (P<0,05) nilai FCR pada perlakuan ransum terfermentasi cairan rumen dan rayap disebabkan karena fermentasi ransum basal dengan cairan rumen dan rayap mampu meningkatkan kualitas ransum yang dihasilkan meningkatkan konsumsi bahan kering ransum sapi bali, meningkatnya konsumsi bahan kering tersebut juga diikuti dengan meningkatnya secara nyata (P<0,05) pertambahan bobot badan sapi bali. Peningkatan kualitas ransum akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecernaan dan jumlah nutrien yang terserap/terabsorsi sehingga jumlah nutrien yang terbang melalui feses akan semakin rendah sehingga efesiensi, pemanfaattan ransum akan semakin baik.

Nilai FCR terendah didapatkan pada perlakuan ransum basal terfermentasi dengan inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap RBR2T3, dimana untuk meningkatkan 1 kg bobot badan dibutuhkan 7,53 kg bahan kering ransum. Menurunya nilai FCR pada perlakuan terfermentasi cairan rumen dan rayap dalam ransum basal sapi bali menyebabkan efesiensi penggunaan ransum yang lebih baik. Semakin kecil nilai FCR yang dihasilkan maka semakin efesien penggunaan ransum pakan oleh ternak tersebut. Partama, (2006a) menyatakan bahwa nilai efesiensi penggunaan ransum memiliki arti yang sangat penting dalam managemen usaha penggemukan sapi potong dan sering di jadikan dasar untuk mengambil keputusan. Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering (BK) pada ternak ruminansia adalah pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga ternak akan berhenti makan apabila kebutuhan energi nya telah terpenuhi (Parakkasi, 1999). Disamping itu alat pencernaan terutama organ pencernaan fermentasi rumen akan menjadi faktor pembatas apabila ransum berserat tinggi atau energi ransum rendah. Sehingga ternak akan berhenti makan apabila kapasitas rumennya penuh walaupun masih membutuhkan energi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi bali penelitian pada perlakuan ransum tanpa terfermentasi inokulan RB0, mengkonsumsi bahan kering rata-rata: 3752,87 (g/e/h). pada perlakuan ransum terfermentasi inokulan RBR1T3, dan RBR2T2 meningkat secara nyata

(P<0,05) konsumsi bahan kering sebesar : 7,25% dan 7,30% dibandingkan RB0. Perlakuan BR2T3 meningkatkan konsumsi bahan kering ransum sebesar: 5,96% dibandingkan RB0 tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Hal ini disebabkan biofermentasi menggunakan ketiga inokulan tersebut mampu menghasilkan ransum asal limbah berserat tinggi menjadi lebih rendah (Tabel 2.2), sehingga akan menurunkan sifat bulky/mengembang dari ransum tatkala berada dalam rumen. Penurunan sifat bulky ransum akan meningkatkan jumlah ransum yang bisa ditampung oleh rumen ternak serta akan meningkatkan rate of passage (laju alir) ransum sebagai respon proses degradasi yang lebih mudah akibat kandungan serat yang lebih rendah sehingga jumlah konsumsi nutrien oleh ternak akan meningkat dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi pakan kembali sehingga terjadi peningkatan konsumsi ransum. Dijelaskan oleh Partama et al. (2006b) bahwa semakin rendah serat kasar ransum maka semakin cepat laju aliran partikel pakan dalam rumen maka waktu tinggal pakan dalam rumen juga relatif singkat yang memungkinkan pakan cepat meninggalkan saluran pencernaan sehingga akan meningkatkan konsumsi pakan.

Konsumsi Bahan Organik

Konsumsi Bahan Organik/BO ransum, pada sapi bali yang diberi ransum terfermentasi inokulan pada perlakuan RBR1T3 menghasilkan konsumsi BO ransum tertinggi (3256,89 g/e/h) yaitu 6,58% lebih tinggi dan berbeda nyata (P<0,05) dengan pemberian RB0, sedangkan pemberian RBR2T2 dan RBR2T3 juga menghasilkan konsumsi BO yang lebih tinggi masing-masing 6,05% dan 5,41% dibandingkan dengan pemberin RB0, namun secara statistik berbeda tidak nyata. Hal ini disebabkan pemanfaatan ketiga inokulan tersebut dapat meningkatkan konsumsi bahan kering ransum dan juga menghasilkan ransum dengan kandungan Bahan Organik/BO yang lebih tinggi, yaitu masing-masing sebesar 1,09% 1,64% dan 0,99% dibandingkan dengan kandungan bahan organik/BO ransum basal tidak terfermentasi yaitu 81,81% (Tabel 2.2). Dengan meningkatnya konsumsi bahan kering dan kandungan BO ransum maka konsumsi BO akan meningkat. Arora, (1995) menyatakan bahwa peningkatan jumlah konsumsi bahan kering akan diikuti oleh meningkatnya nutrien yang dikonsumsi.

Konsumsi Serat Kasar

Konsumsi Serat Kasar (SK) ransum, pada sapi bali yang diberi ketiga ransum terfermentasi RBR1T3, RBR2T2 dan BR2T3 mengakibatkan penurunan secara nyata (P<0,05)

konsumsi SK ransum masing-masing sebesar 17,41%, 22,31% dan 29,04%, dibandingkan dengan pemberian RB0 (Tabel 3.1).

Penurunan konsumsi serat kasar ransum pada pemberian RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 diakibatkan oleh karena cairan rumen dan rayap yang digunakan sebagai inokulan populasi mikrobanya tinggi dan mengandung enzim selulase. Tingginya populasi mikroba inokulan dan didukung dengan kemampuan degradasi substrat yang tinggi, serta aktivitas enzim selulase maupun silanase yang tinggi telah mampu menurunkan kandungan serat kasar ransum basal sehingga kualitas kandungan nutrient ransum terfermentasi yang dihasilkan meningkat.

Berdasarkan analisis kandungan serat kasar ransum yang terfermentasi didapatkan kandungan serat kasar ransum terfermentasi ketiga inokulan tersebut yang memang jauh lebih rendah, dari pada kandungan serat kasar ransum basal tanpa terfermentasi inokulan yaitu 15,93, 15,21, 14,07 Vs 21,01 (tabel 2.2). Hasil penelitian Mudita, (2009) menunjukkan suplementasi bioinokulan yang diproduksi dari 100 ml dan 200 ml cairan rumen/liter bioinokulan pada silase ransum limbah pertanian jerami padi terfermentasi cairan rumen menurunkan kadar serat kasar sebesar 4,49%-8,87%.

Konsumsi Protein Kasar

Konsumsi Protein Kasar (PK) pada sapi bali yang diberi ransum terfermentasi RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 nyata lebih tinggi (P>0,05) masing-masing sebesar 16,3% 19,9% dan 22,40% dibandingkan dengan RB0. Hal ini disebabkan karena proses fermentasi menggunakan cairan rumen dan rayap pada perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 mampu meningkatkan kandungan protein kasar ransum sapi bali sebesar 8,45%, 11,82% dan 15,51% dibandingkan perlakuan RB0 (Tabel 2.2) Peningkatan kandungan protein kasar ini disinyalir merupakan sumbangan dari protein mikroba inokulan. Mudita et al. (2009) menyatakan bahwa suplementasi bioinokulan yang diproduksi dari 100 dan 200 ml cairan rumen/liter pada ransum mampu meningkatkan kandungan protein kasar sebesar 0,18-2,29%.

Dengan meningkatnya kandungan protein kasar ransum yang terfermentasi cairan rumen dan rayap pada perlakuan RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3 dan juga meningkatnya konsumsi bahan kering ransum pada sapi bali maka konsumsi protein kasar juga akan meningkat. Partama et al. (2006) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering berkorelasi positif dengan konsumsi nutrien yakni semakin tinggi konsumsi bahan kering maka semakin tinggi pula konsumsi nutrien dan sabaliknya.

SIMPULAN

Simpulan

Pemanfaatan inokulan cairan rumen 20% dan 0,3% rayap sebagai fermentor ransum berbasis limbah pertanian dapat meningkatkan penampilan sapi bali jantan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Makalah ini merupakan hasil penelitian proyek bapak pembimbing yang telah bersedianya mengikut sertakan mahasiswa dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, saran dan bimbingan selama proses penelitian maupun penulisan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada bapak dekan fakultas peternakan beserta staf atas ijin pemanfaatan fasilitas farm dan laboratorium. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada bapak wayan wirawan selaku dosen fakultas peternakan atas motivasi, arahan, dalam proses penelitian maupun menulis makalah ini dan teman-teman TIM peneitian oksa, odon, putri dan desi.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. l979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Anindyawati, T. 2010. Potensi selulase dalam mendegradasi lignoselulosa limbah pertanian untuk pupuk organik. Berita Selulosa.Vol. 45 (2); 70-79

Anggaraeny, Y. N. dan U. Umiyasih. 2008. Evaluasi potensi pakan asal limbah tanaman Pangan dan Limbah Perkebunan di daerah Prioritas Kawin Alam Mendukung Program P2SDS. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan dari Microbial Digestion In Ruminants. Oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Firkins, J.L., A.N. Hristov, M.B. Hall, G.A. Varga, dan N.R.St-Pierre. 2006. Integration of ruminal metabolism in dairy cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51. American Dairy Science Association. [cited 2007 Novembre 30]. Available from: URL:http://jds.fass.org/cgi/content/abstract/89/e_suppl_1/E31

Guntoro, S. 2006. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan

Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. 2010. Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar.

Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P. Wibawa, dan I G. N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan sapi bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian. Hibah Unggulan Perguruan Tinggi Universitas Udayana Tahun Pertama, Denpasar.

Parakkasi, A.1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Partama, I.B.G. 2006a. Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Kereman Melalui Suplementasi Mineral dalam Ransum Berbentuk Wafer yang Berbasis Jerami Padi Amoniasi Urea.Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar

Partama, IBG. 2006b. Diversivikasi pakan sapi bali. Seminar Sehari: Prospek Pengembangan Agribisnis Sapi Bali di Bali. Program Pascasarjana Ilmu Ternak, Universitas Udayana, Denpasar. Denpasar-Bali, 15 Agustus 2006.

Pathak, A. K. 2008. Various factor affecting microbial protein synthesis in the rumen. Veterinary World, Vol. 1(6): 186-189.

Purwadaria, T., P A. M, Arnold P. Sinurat dan P. Ketaren. 2003. Perbandingan Aktivitas enzim selulase bakteri dan kapang hasil isolasi dari rayap. JITV Vol. 4 Th 2003

Putri, T. I., T.G.B. Yadnya, I M. Mudita, dan Budi Rahayu T. P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar

Russell, J. B., R. E. Muck and P. J. Weimer. 2009. Quantitative analysis of cellulose degradation and growth of cellulolytic bacteria in the rumen. FEMS Microbiol. Ecol. 67:183-197.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1986. Principle and Procedures of Statistisc. McGaw-Hill Book Co. Inc., New York.

Wanatabe H, N H, and Takauda G, Lo N. 1998. A celulase gene of terrmite origin. Nature 394: 330-331.

Ariwibawa et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 44 - 59

Page 59