e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email:

[email protected] email: [email protected]

SUPLEMENTASI PROBIOTIK Saccharomyces spp. G-7 DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG DAN KARKAS AYAM BROILER UMUR 6 MINGGU

EKA SAFITRI, I. GST. NYM. GEDE BIDURA, DAN DEWI AYU WARMADEWI

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman, Denpasar-Bali E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan level suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum berpengaruh terhadap bobot potong dan karkas ayam broiler umur 6 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, konsumsi protein, dan konsumsi lisin. Ketiga perlakuan yaitu: ayam broiler yang diberi ransum tanpa suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% probiotik Saccharomyces spp. G-7 (B), dan suplementasi 0,40% probiotik Saccharomyces spp. G-7 (C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi kultur Saccharomyces spp. G-7 0,20% dan 0,40% dalam ransum nyata (P<0,05) dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, konsumsi protein, dan konsumsi lisin dibandingkan kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum pada level 0,20% dan 0,40% dapat meningkatkan bobot potong dan karkas ayam broiler umur 6 minggu.

Kata kunci: probiotik, saccharomyces spp, karkas, broiler

SUPPLEMENTATION OF PROBIOTIC Saccharomyces spp. G-7 CULTURE IN DIETS ON SLAUGHTER WEIGHT AND CARCASS OF BROILERS AGED 6 WEEKS

ABSTRACT

This research was study the effect of supplementation Saccharomyces spp. G-7 as a probiotics in diets on slaughter weight and carcass of broilers aged 6 weeks. The experiment was used a Completely Randomized Design (CRD) with three treatments and six replications with two birds in replicates. The variables observed were slaughter weight, carcass weight, carcass percentages, protein consumption, and lysine consumption. The three treatments were the broiler


offered diets without supplementation Saccharomyces spp. G-7 as control (A), diets with 0,20% supplementation Saccharomyces spp. G-7 culture (B), and diest with 0,40% supplementation Saccharomyces spp. G-7 culture (C). The results showed that supplementation of 0.20% and 0.40% Saccharomyces spp. G-7 cultures in diets were variable significantly different (P<0.05) on slaughter weight, carcass weight, carcass percentages, protein consumption, and lysine consumption than control. Supplementation of 0,20% and 0,40% probiotic Saccharomyces spp. G-7 culture in diets were increased slaughter weight and carcass of broiler aged 6 weeks.

Keywords: probiotics, saccharomyces spp, carcass, broiler

PENDAHULUAN

Peternakan ayam pedaging merupakan sektor peternakan yang paling efisien dan paling cepat menyediakan bahan-bahan makanan yang bergizi tinggi dari sumber hewani. Peternakan ayam pedaging memiliki masa panen yang relatif cepat dan dapat menjamin ketersediaan daging serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia akan gizi. Selain memperhatikan gizi, masyarakat/konsumen juga memilih ayam pedaging yang memiliki bobot badan besar dengan persentase karkas yang tinggi sehingga berpengaruh pada tingginya permintaan akan ayam pedaging yang bobot badannya besar.

Dalam mengembangkan usaha ayam pedaging secara intensif memerlukan pengelolaan yang cukup memadai terutama dari aspek pakan yang harus tetap tersedia. Pada umumnya pemberian pakan komersil masih tetap dibutuhkan karena pakan komersil telah memenuhi standar kebutuhan zat–zat makanan yang telah ditetapkan. Harga pakan komersial relatif mahal karena beberapa bahan penyusunnya masih diimpor. Hal ini merupakan masalah dalam usaha peternakan, karena biaya pakan merupakan unsur terbesar yang mencapai 60-70 % dari total biaya produksi (Murtidjo, 1993). Untuk mengatasi masalah meningkatnya harga pakan dan permintaan masyarakat/konsumen yang menghendaki karkas yang berkualitas, maka dicoba untuk menggunakan probiotik

sehingga dapat menekan biaya pembuatan pakan, memaksimalkan pertumbuhan, efisiensi penggunaan ransum dan meningkatkan bobot potong serta karkas ayam broiler. Penambahan probiotik dapat memperbaiki kualitas ransum, karena adanya probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan.

Probiotik adalah zat aditif pakan yang merupakan kumpulan mikroorganisme yang dapat menyeimbangkan mikroflora dalam saluran pencernaan ternak unggas, sehingga mampu meningkatkan efisiensi penggunaan nutrien dalam ransum (Udayana, 2004). Haryanto (2004) mengatakan bahwa probiotik adalah produk penyokong kehidupan yang berisi bakteri atau mikroorganisme lain yang tergolong nonpatogen. Wiharto (1995) menyatakan bahwa penggunaan probiotik dalam ransum ternyata dapat meningkatkan kandungan gizi yang terserap dalam saluran pencernaan unggas. Sedangkan Owings et al. (1990) menyatakan bahwa penambahan supplemen probiotik sebanyak 0,1% dalam ransum ternyata dapat meningkatkan kualitas karkas yang memiliki kandungan lemak rendah.

Bidura (2012) melaporkan bahwa suplementasi khamir Saccharomyces spp. yang diisolasi dari ragi tape dalam ransum sebagai sumber probiotik dapat meningkatkan bobot potong dan efisiensi ransum pada itik. Lebih lanjut dinyatakan bahwa hasil seleksi khamir Saccharomyces cerevisiae sebagai agensia probiotik menghasilkan produk yang terkandung didalamnya khamir Saccharomyces spp. G-7. Selanjutnya (Higa, 1994) menyatakan bahwa penggunaan ragi tape dalam ransum unggas ternyata dapat meningkatkan bobot karkas, memperbaiki kualitas karkas dan meningkatkan pertumbuhan ayam broiler.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk mengamati suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum terhadap bobot potong dan karkas ayam broiler umur 6 minggu.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik petani peternak di Desa Dajan Peken, Kabupaten Tabanan, Bali. Penelitian ini berlangsung selama 4 minggu.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem battery colony yang terbuat dari rangkaian bambu dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm. Lantai kandang ditambahkan bambu memanjang dan plastik sebagai alas kotorannya, dengan tujuan agar kaki ayam umur 2 minggu tidak mudah terjepit dan memudahkan dalam pengambilan kotoran ayam atau pembersihan kandang. Susunan kandang bertingkat memanjang sebanyak 18 petak. Pada setiap petak berisi 2 ekor ayam. Tempat pakan terbuat dari kayu dan tempat air minum terbuat dari plastik dengan volume 1 liter. Pada masing-masing petak kandang terdapat 2 buah tempat air minum.

Ayam

Ayam yang digunakan adalah ayam broiler umur 2 minggu, diperoleh dari petani peternak di daerah Tabanan. Jumlah ayam yang digunakan adalah 36 ekor dengan bobot badan homogen (287,25 ± 14,36 g) dan tanpa membedakan jenis kelamin ternak (unsexed).

Ransum dan Air Minum

Ransum yang diberikan selama penelitian berlangsung merupakan ransum yang disusun sendiri komposisi bahan pakannya. Ransum disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 20%) sesuai dengan standar Scott et al. (1982). Bahan penyusun ransum terdiri dari: jagung kuning, dedak padi, bungkil kelapa, kacang kedelai, tepung ikan, minyak kelapa, kultur Saccharomyces spp. G-7, dan mineral mix. Komposisi bahan pakan dan zat-zat makanan dalam ransum ayam broiler umur 2-6 minggu tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2. Air minum yang

diberikan selama penelitian bersumber dari perusahaan air minum setempat (PAM Tabanan) dan diberikan secara ad libitum.

Tabel 1 Komposisi bahan pakan dalam ransum ayam broiler umur 2-6 minggu

Bahan Pakan (%)

Perlakuan1)

A

B

C

Jagung Kuning

50, 00

50, 00

50, 00

Dedak Padi

14, 00

13, 70

13, 37

Bungkil Kelapa

12, 00

12, 00

12, 00

Kacang Kedelai

8, 98

9, 02

9, 12

Tepung Ikan

13, 98

13, 98

13, 98

Minyak Kelapa

0, 80

0, 86

0, 89

Kultur Saccharomyces spp. G-7

0, 00

0, 20

0, 40

Mineral Mix

0, 24

0, 24

0, 24

Total

100,00

100,00

100,00

Keterangan:

1. Ayam broiler yang diberi ransum tanpa suplementasi probiotik saccharomyces spp. G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% probiotik Saccharomyces spp. G-7  (B), dengan suplementasi 0,40% probiotik

Saccharomyces spp. G-7 (C)

Tabel 2 Komposisi zat-zat makanan dalam ransum ayam broiler umur 2-6 minggu1).

Zat-zat makanan

Perlakuan           Standar2)

Satuan    A      B       C

Energi Metabolisme Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar Kalsium Fosfor Arginin Histidin Isoleusin Leusin

Lisin Metionin Fenilalanin Treosin Triptofan Valin

Kkal/kg

2900    2900    2900    2900

%      20      20      20      20

%      7, 71     7, 69     7, 69      5-43)

%       5, 07     5, 04     5, 00      3-53)

%       1, 15     1, 15     1, 15      1, 00

%      0, 67     0, 67     0, 67     0, 45

%       1, 58     1, 58     1, 58      1, 14

%      0, 50     0, 51     0, 50     0, 45

%       1, 02     1, 02     1, 02      0, 91

%       1, 83      1, 83     1, 83      1, 36

%       1, 41      1, 41      1, 41      1, 14

%      0, 46     0, 46     0, 46     0, 45

%      0, 97     0, 97     0, 97     0, 73

%      0, 86     0, 86     0, 86     0, 73

%      0, 22     0, 22     0, 22     0, 20

%       1, 07     1, 07     1, 07      0, 73

Keterangan:

1. Dihitung berdasarkan tabel konsumsi zat makanan menurut Scott et al. (1982) 2. Standar Scott et al. (1982)

  • 3.    Standar Morrison (1961)

Probiotik Saccharomyces spp. G-7

Saccharomyces spp. G-7 merupakan kultur Saccharomyces cerevisiae yang diisolasi dari ragi tape yang telah lolos uji berbagai level suhu, asam, dan garam empedu serta mampu mengasimilasi kolesterol, sehingga potensial sebagai agensia probiotik (Bidura, 2012). Kultur ini diproduksi di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

Alat - alat yang Digunakan

Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g, timbangan Tricle brand untuk menimbang kultur dengan kapasitas 100 g, kepekaan 0,1 g, gelas ukur dengan kapasitas 500 ml, lembaran plastik untuk mencampur ransum dan untuk menampung ransum yang jatuh, kantong plastik untuk tempat penyimpanan ransum, pisau untuk memotong bagian ayam, gunting, ember sebagai alat untuk perendaman sebelum dilakukan pencabutan bulu, pinset sebagai penjepit dalam proses pemisahan bagian tubuh ayam, dan alat tulis.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Ketiga macam perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum tanpa suplementasi Saccharomyces spp. G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% Saccharomyces spp. G-7 (B), dan suplementasi 0,40% Saccharomyces spp. G-7 (C). Tiap petak/unit percobaan diisi dengan dua ekor ayam broiler umur 2 minggu dengan bobot badan homogen.

Pengacakan Ayam

Pengacakan ayam dilakukan dengan memilih 50 ekor ayam dari 200 ekor ayam yang ada. Pemilihan 50 ekor ayam tersebut berdasarkan bobot badan rata-rata yang didapat dari menimbang ayam-ayam tersebut. Rata-rata bobot badan yang diperoleh adalah 287,25 ± 14,36 g. Setiap perlakuan terdiri dari 6 ulangan, sehingga terdapat 18 unit percobaan ayam. Masing-masing unit percobaan diisi 2 ekor ayam, sehingga jumlah ayam dalam perlakuan adalah 3 x 6 x 2 = 36 ekor.

Pemberian Ransum dan Air Minum

Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum dengan penambahan ransum 2 kali sehari, yaitu pagi hari pukul 07.00 Wita dan siang hari pukul 14.00 Wita. Pakan dibuat dalam bentuk mash dan diusahakan ransum yang diberikan tidak tercecer. Apabila tempat air minum kotor, maka harus dibersihkan sebelum mengganti airnya. Apabila air minum tersisa dan tempat air minum tidak kotor, maka air minum diberikan dengan mengukur terlebih dahulu sisa air minum sebelum diisi kembali. Air minum yang diberikan selama penelitian bersumber dari perusahaan air minum setempat (PAM Tabanan) dan diberikan secara ad libitum.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi: bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, konsumsi protein, dan konsumsi lisin.

  •    Bobot potong adalah berat hidup yang didapatkan pada waktu akhir penelitian yaitu umur enam minggu, yang telah dipuasakan lebih kurang 12 jam.

  •    Bobot karkas diperoleh setelah dilakukan pemotongan, pengeluaran darah, pencabutan bulu, pemisahan kepala, leher, dan kaki, serta pengeluaran organ dalam yaitu: jantung, limfa, saluran pencernaan, dan hati, kecuali ginjal dan paru-paru. Pada Gambar 2.4 tersaji gambar karkas ayam broiler.

  •    Persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot potong kemudian dikalikan dengan 100%.

  •    Konsumsi protein dan lisin diperoleh dengan cara mengalikan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan kandungan protein dan lisin ransum tersebut.

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan’s. Semua perhitungan didasarkan pada beda nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot potong ayam boiler tanpa penambahan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum basal sebagai kontrol (A) adalah 1889,33 g/ekor (Tabel 3). Bobot potong ayam broiler yang diberi ransum dengan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 sebanyak 0,20% (B) dan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7

sebanyak 0,40% (C) masing-masing adalah 10,30% dan 7,54% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada kontrol (A). Bobot potong ayam broiler yang mendapatkan perlakuan B adalah 2,50% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 pada level 0,20% dan 0,40% dapat meningkatkan bobot potong ayam broiler umur 6 minggu. Penggunaan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dapat meningkatkan konsumsi ransum (Mahartini, 2014). Peningkatan konsumsi ransum ini akan diikuti dengan peningkatan konsumsi zat-zat makanan lainnya, khususnya asam-asam amino dan mineral yang sangat erat sekali kaitannya dengan pertumbuhan.

Probiotik yang diberikan dalam jumlah yang sesuai akan memberikan efek yang menguntungkan pada tubuh ayam broiler. Probiotik merupakan suplemen mikroba hidup yang dapat menyeimbangkan bakteri dalam usus. Adanya zat probiotik dalam ransum juga dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan. Udayana (2004) mengatakan bahwa probiotik adalah zat aditif yang merupakan kumpulan mikroorganisme yang dapat menyeimbangkan mikroflora dalam

saluran pencernaan ternak unggas, sehingga mampu meningkatkan efisiensi penggunaan nutrien dalam ransum dan meningkatkan performans unggas. Dilaporkan juga oleh Candrawati et al. (2014) bahwa suplementasi kultur Saccharomyces spp yang diisolasi dari feses sapi bali nyata dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan dalam saluran pencernaan ayam.

Bobot karkas ayam broiler tanpa penambahan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum basal kontrol (A) adalah 1325,50 g/ekor (Tabel 3). Bobot karkas pada perlakuan pemberian ransum dengan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 sebanyak 0,20% (B) dan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 sebanyak 0,40% (C) masing-masing adalah 14,00% dan 11,10% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada kontrol (A). Bobot karkas yang mendapatkan perlakuan B adalah 2,55% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. Bobot karkas meningkat merupakan dampak langsung dari bobot potong. Haroen (2003) menjelaskan bahwa pencapaian bobot karkas sangat berkaitan dengan bobot potong dan pertambahan bobot badan. Tillman et al., (1991) menyatakan bahwa protein dalam pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bobot karkas ayam karena protein adalah zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan serta pembentukan dan perbaikan jaringan.

Tabel 3 Pengaruh suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum terhadap bobot potong dan karkas ayam broiler umur 6 minggu

Variabel

A

Perlakuan1) B

C

SEM2)

Bobot Potong (g/ekor)

1889,33c3)

2084a

2031,83b

12,38

Bobot Karkas (g/ekor)

1325,50b

1511,17a

1472,66a

8,53

Persentase Karkas (%)

70,16b

72,51a

72,48a

0,17

Konsumsi Protein (g/ekor/4minggu)

486,28c

524,67a

509,85b

3,05

Konsumsi Lisin (g/ekor/4minggu)

34,28c

36,99a

35,95b

0,05

Keterangan:

1. Ayam broiler yang diberi ransum tanpa suplementasi probiotik saccharomyces spp. G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% probiotik Saccharomyces spp. G-7  (B), dengan suplementasi 0,40% probiotik

Saccharomyces spp. G-7 (C)

2. SEM: “Standard Error of The Treatment Means”

3. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Persentase karkas ayam broiler yang mendapat perlakuan kontrol (A) adalah 70,16% (Tabel 3). Persentase karkas pada perlakuan pemberian ransum dengan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 sebanyak 0,20% (B) dan suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 sebanyak 0,40% (C) masing-masing adalah 3,35% dan 3,30% nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada kontrol (A). Persentase karkas yang mendapatkan perlakuan B adalah 0,04% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. Persentase bobot karkasnya juga meningkat dibandingkan kontrol. Persentase bobot karkas adalah hasil dari bobot karkas dibagi dengan bobot hidup dikalikan 100%. Persentase karkas ditentukan oleh besarnya bagian tubuh yang terbuang seperti kepala, leher, kaki, jeroan, bulu, dan darah. Djanah (1991) menyatakan persentase karkas berbanding lurus dengan bobot badan. Semakin meningkat bobot badan cenderung menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi. Rasyaf (2004) menyatakan bahwa persentase karkas ditentukan oleh bobot badan ayam. Pada bobot badan yang lebih besar mempunyai persentase bagian yang terbuang lebih kecil dibandingkan dengan bobot badan yang lebih kecil. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Wahidayatun (1983) dalam Anggorodi (1995) bahwa persentase bagian tubuh ayam yang terbuang dan umur selama penelitian, merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya persentase karkas.

Konsumsi protein ayam broiler yang mendapat perlakuan A adalah 486,28 g/ekor/4minggu (Tabel 3). Konsumsi protein pada perlakuan B dan C masing-masing adalah 7,89% dan 4,85% nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada kontrol (A). Konsumsi protein yang mendapatkan perlakuan B adalah 2,82% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan C. Sedangkan untuk konsumsi lisin ayam broiler yang mendapat perlakuan A adalah 34,28 g/ekor/4minggu (Tabel 3). Konsumsi lisin pada perlakuan B dan C masing-masing adalah 7,90% dan 4,87% nyata lebih tinggi (P<0,05) dari pada kontrol (A). Konsumsi lisin yang mendapatkan perlakuan B adalah 2,81% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan

perlakuan C. Konsumsi protein dan lisin pada perlakuan B dan C lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A, maka sebagai zat pembangun protein yang tersedia pada ayam broiler level B dan C lebih tinggi, sehingga pembentukan jaringan baru lebih banyak terjadi dan pertambahan bobot badan yang dihasilkan semakin besar yang juga berimbas pada bobot potong menjadi tinggi pula. Protein merupakan kumpulan dari asam amino. Asam amino berguna dalam pertumbuhan ayam pedaging (Wahju, 2004). Lisin merupakan salah satu asam amino esensial, asam amino esensial adalah asam amino yang dibutuhkan oleh ternak, tetapi tidak dapat dibuat dalam tubuh atau subtansi lain atau tidak dapat dibuat dalam jumlah yang banyak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum pada level suplementasi 0,20% dan 0,40% dapat meningkatkan bobot potong dan karkas ayam broiler umur 6 minggu. Suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum lebih efektif dibandingkan dengan suplementasi Saccharomyces spp. G-7 0,40%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada petani peternak ataupun industri pakan untuk menggunakan suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum, karena dapat meningkatkan bobot potong dan karkas ayam broiler umur 6 minggu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Universitas Udayana. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada I Gusti Ketut Astika BA, yang merupakan pemilik kandang tempat penulis melakukan penelitian yang telah mendukung penulis dalam melakukan penelitian hingga dapat terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Bidura, I.G. N.G. 2012. “Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae yang Diisolasi dari Ragi Tape untuk Tingkatkan Nilai Nutrisi Dedak Padi dan Penampilan Itik Bali Jantan”. Disertasi Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Denpasar.

Candrawati.D.P.M.A, Warmadewi.D.A, and Bidura.I.G. N.G. 2014. “Kulturion of Saccharomyces Spp from Manure of Beef Bali Cattle as a Probiotics properties and has CMC-ase Activity to Improve Nutrien Quality of Rice Bran”. J. Biol. Chem. Research. Vol. 31, No. 1: 39-52 (2014)

Djanah. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Haroen U. (2003) “Respon ayam broiler yang diberi tepung daun sengon (albizia falcataria) dalam ransum terhadap pertumbuhan dan hasil karkas”. Jurnal Ilmiah Ilmu Pet. 6 (1) : 34-41

Haryanto, R. (2004) “Antara Antibiotik, Probiotik dan Prebiotik”. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.8, No.4, hal. 170-173.

Higa, T. 1994. Em-4 Technology Serving The World Effective Microorganism for Suctainable Agriculture and Environment. International Nature Farming Research Center. Asauni, Japan.

Mahartini, N. (2014). “Suplementasi probiotik Saccharomyces spp. G-7 dalam ransum basal terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu”. Skripsi, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar

Morrison, F.B. 1961. Feed and Feeding. 9th. Ed. Arrangewill. Ontorio, Canada: The Morrison Publishing Co.

Murtidjo, B.A. 1993. Pedoman Peternakan Ayam Broiler. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Owings, W.J., D.L Reynolds, R.J. Hasiak and P.R. Ferket. 1990. Influence of Dietary Suplementation with Streptococus Faecium M-74 on Broiler Body Weigh, Feed Convertion, Carcass, Characteristic and Instestinal Microbial Colonization. Poultry Sci. 69: 1257-1264

Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Ke-25. Penerbit Swadaya. Jakarta

Scott, M.L, M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrient of Chickens 3rd Edition M.L. Scott Assoc. Ithaca, New York.

Tillman, A. D., S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosekejo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Udayana, Alit, I.G.D. 2004. Suplementasi Feed Additive (Antibiotik Probiotik dan Fitobiotik) dalam Pakan untuk Meningkatkan Performa Ternak Unggas. Karya Ilmiah Fakultas Peternakan Udayana.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wiharto, 1995. Petunjuk Beternak Ayam. Penerbit Lembaga Universitas Brawijaya. Malang.

Eka Savitri et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 309-321

Page 321