PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum cv. Trichoglume) YANG DIBERI PUPUK ORGANIK DENGAN DOSIS BERBEDA
on
e-journal
FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA
(Panicum maximum cv. Trichoglume) YANG DIBERI PUPUK ORGANIK DENGAN DOSIS BERBEDA
Arnawa, I. W., Budiasa, I. K. M., N. M. Witariadi
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: [email protected]. Hp. 085792923109
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan dosis pupuk organik yang paling baik untuk pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume). Penelitian dilaksanakan selama 10 minggu, di Rumah Kaca Laboratorium Tumbuhan Pakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, dengan menggunakan sobekan (pols) rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichogleme) sebagai bibit. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor pertama adalah jenis pupuk: kotoran kambing (K), kotoran sapi (S), limbah biogas (B), dan faktor kedua adalah dosis pupuk: tanpa pupuk (D0), dosis l0 ton/ha (D1), dosis 20 ton/ha (D2) dan dosis 30 ton/ha (D3). Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 48 pot penelitian. Variabel yang diamati yaitu: variabel pertumbuhan, produksi, dan karakteristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis dan dosis pupuk organik memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian jenis pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi, dan limbah biogas pada dosis 10-30 ton/ha memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume).
Kata kunci: rumput benggala, pupuk organik, pertumbuhan
GROWTH AND PRODUCTION OF BENGGALA GRASS (Panicum maximum cv. Trichoglume) GIVEN THE ORGANIC FERTILIZER WITH DIFFERENT DOSE
ABSTRACT
This study aimed to know the types and doses of organic fertilizer is best for the growth and production of benggala grass (Panicum maximum cv. Trichoglume). The experiment was conducted for 10 weeks, in Greenhouse Plant Feed Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, University of Udayana, using cutouts (pols) benggala grass (Panicum maximum cv. Trichogleme) as seeds. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) factorial with two factors, The first factor is the type of fertilizer: goat manure (K), cow dung (S), waste biogas (B), and the second factor is the dose of fertilizer: without fertilizer (D0), dose of l0 ton/ha (D1), a dose of 20 ton/ha (D2) and a dose of 30 ton/ha (D3). Of the two factors obtained 12 combined treatment and each treatment
combination was repeated 4 times so that there are 48 pots research. Observed variables, namely: variable growth, production, and characteristics. The results showed that the type and dose of organic fertilizer that is not a real effect on the growth and production of grass benggala (P> 0.05). Based on the results of this study concluded that administration of goat dung organic fertilizer, cow manure, and sewage biogas at a dose of 10-30 ton/ha having the same effect on the growth and production of benggala grass (Panicum maximum cv. Trichoglume).
Key words: benggala grass, organic fertilizers, growth
PENDAHULUAN
Hijauan merupakan sumber pakan ternak yang utama dan sangat besar peranannya bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) baik untuk pertumbuhan, produksi (daging dan susu) maupun reproduksi. Dalam mengembangkan usaha ternak ruminansia, penyediaan hijauan menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan, karena ketersediaan hijauan pakan yang cukup (kuantitas, kualitas dan kontinyuitas) merupakan faktor yang menentukan keberhasilan usaha peternakan ruminansia. Ditjen Peternakan (1992) menyatakan bahwa, jumlah hijauan segar (makanan berserat) yang dikatakan baik apabila diberikan 10-15 % dari berat badan. Pemberian hijauan lebih dari 15% dikatakan sedang, sementara pemberian kurang dari 10 % berat badan dikatakan kurang.
Salah satu jenis hijauan yang umum digunakan sebagai pakan ternak adalah. rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume). Rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) merupakan salah satu tanaman makanan ternak yang memiliki kualitas baik untuk memenuhi kebutuhan hijauan bagi ternak ruminansia, disamping itu rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) termasuk tanaman pakan berumur panjang, dapat beradaptasi pada semua jenis tanah, tahan terhadap naungan dan palatabel (disukai ternak). Aganga dan Tshwenyane (2004) menyatakan bahwa rumput benggala mengandung protein 5,0% sampai 5,6%.
Ketersedian rumput atau hijauan makanan ternak sangat erat kaitannya dengan tingkat produksi dari ternak ruminansia (Tillman dkk., 1983). Pada saat ini ketersediaan hijauan makanan ternak sangat terbatas, disamping itu produktivitas dan kualitasnya semakin menurun. Hal ini terjadi karena menurunnya kualitas tanah (degradasi lahan) yang disebabkan oleh kehadiran bahan-bahan pencemar di tanah. Penggunaan pupuk kimia secara
terus-menerus dalam jumlah banyak merupakan salah satu penyebab degradasi lahan (Kartini, 2000).
Kondisi tersebut dapat ditanggulangi dengan usaha mengembalikan unsur-unsur hara ke dalam tanah. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan cara pemupukan, yang pada dasarnya, dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan hara dalam tanah agar potensi genetik tanaman dapat dikembangkan secara maksimal (Kartika et al., 2004). Dengan pemupukan kesuburan lahan garapan dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas dari tanaman rumput yang dibudidayakan (Rustandi., 1982). Untuk memperoleh produksi yang tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat dilakukan dengan penggunaaan pupuk organik (Sajimin et al., 2001). Pupuk organik berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro dan mikro meskipun jumlahnya relative (Suriadikarta et al, 2006). Dalam teknologi penggunaan pupuk untuk pertanian ada tiga hal yang perlu diperhatikan ketepatan dan kecermatannya, yaitu dosis, waktu, dan cara pemupukan (Sabri., 1980).
Menurut Anwar dan Bambang (2000), bahwa pemberian pupuk kandang (kambing) dengan dosis 10 ton/ha mampu meningkatkan produksi dari rumput raja (Pennisetum purpupoides). Lugio (2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang (sapi, domba, kelinci) dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan produksi hijauan berat segar dan berat kering dari rumput Panicum maximum cv. Riversdale. Pemanfaatan limbah cair biogas dengan dosis 625 liter/ha dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kangkung darat (Marselius., 2010).
Informasi tentang hasil penelitian kotoran kambing, sapi dan limbah biogas pada tanaman pakan sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) yang diberi pupuk organik dengan dosis yang berbeda.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Tumbuhan Pakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa selama 10 minggu dari tanggal 2 Mei - 4 Juli 2014.
Bibit Rumput
Rumput yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) yang diperoleh dari Unit Sistem Tiga Strata (STS), Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Penanaman bibit rumput benggala pada penelitian ini dilakukan dengan menanam sobekan rumput (pols) sebagai bibit.
Tanah dan Air
Tanah yang digunakan untuk penelitian diambil dari lahan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Tanah yang digunakan, terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian tanah diayak dengan menggunakan ayakan kawat ukuran 2 mm × 2 mm. Air yang dipergunakan untuk menyiram berasal dari air sumur di tempat penelitian. Tanah yang dipakai dalam penelitian ini, dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Hasil analisis dapat disajikan pada Tabel. 3.1.
Tabel. 3.1. Hasil Analisis Tanah dan Pupuk
Parameter Satuan |
Hasil Analisis Tanah Kotoran Kambing Kotoran Sapi Serat Biogas |
pH (1 : 2,5) H2O DHL Mmmhos/cm C-organik % N total % P tersedia Ppm Kadar Air
Tekstur -
|
6,290 7,160 7,070 6,940 2,560 12,420 15,730 10,010 2,420 11,420 18,210 18,650 0,090 0,350 0,920 0,190 25,700 323,460 354,610 311,250 3,560 17,250 16,830 19,690 23,640 - - - Lempung 77,690 - - - 17,900 - - - 4,410 - - - |
Keterangan DHL = Daya Hantar Listrik KU = Kering Udara KL = Kapasitas Lapang C,N = Karbon, Nitrogen P = Posfor |
Metode C Organik = Metode Walkley & Black N Total = Metode Kjelhall KU& KL = Metode Graviment P = Metode Bray – 1 Tekstur = Metode Pipet |
Pupuk
a. Kotoran Kambing
Kotoran kambing yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari rumah potong milik Bapak Badrus di Jalan Maruti, Denpasar. Sebelum digunakan, kotoran kambing ini dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering, kotoran kambing ini ditumbuk dan selanjutnya diayak dengan ayakan kawat ukuran 2 mm × 2 mm. Kotoran kambing yang dipakai dalam penelitian ini, dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Hasil analisis disajikan pada Tabel. 3.1.
Kotoran sapi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Simantri 050 di Jalan Sedap Malam, Gang. Simantri, Denpasar Timur. Sebelum digunakan, kotoran sapi ini dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering, kotoran sapi ini ditumbuk dan selanjutnya diayak dengan ayakan kawat ukuran 2 mm × 2 mm. Kotoran sapi yang dipakai dalam penelitian ini, dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Hasil analisis disajikan pada Tabel. 3.1.
Limbah biogas yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Simantri 050 di Jalan Sedap Malam, Gang. Simantri, Denpasar Timur. Sebelum digunakan, limbah biogas ini dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering, limbah biogas ini dibersihkan terlebih dahulu dari sampah yang ada dan selanjutnya diayak dengan ayakan kawat ukuran 2 mm × 2 mm. Limbah biogas yang dipakai dalam penelitian ini, dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Hasil analisis disajikan pada Tabel. 3.1.
Pot
Pot yang digunakan dalam penelitian adalah pot plastik kapasitas 5 kg dengan diameter 20,5 cm. Setiap pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan selama penelitian terdiri dari:
-
- Ayakan kawat dengan ukuran lubang 2 mm × 2 mm,
-
- Penggaris untuk mengukur tinggi tanaman,
-
- Pisau dan gunting untuk memotong rumput pada saat panen dan untuk memisahkan bagian-bagian tanaman sebelum ditimbang dan dioven,
-
- Kantong kertas untuk tempat bagian-bagian tanaman yang akan dioven,
-
- Oven (Civilab Australia GC-2 Graving Convection Oven) untuk mengeringkan bagian tanaman,
-
- Timbangan kue kapasitas 5 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang tanah yang akan digunakan untuk penelitian.
-
- Timbangan elektrik Nagata dengan kapasitas 1200 g dan kepekaan 0,1 g untuk menimbang dosis pupuk, dan menimbang berat kering bagian tanaman berupa batang, daun dan akar.
-
- Portable leaf area meter untuk mengukur luas daun per pot.
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis pupuk, yaitu: K: pupuk kotoran kambing, S: pupuk kotoran sapi, B: pupuk limbah biogas. Faktor kedua, adalah dosis pupuk yaitu: D0: tanpa pemberian pupuk, D1: pemberian pupuk dosis 10 ton/ha (20 g/pot), D2: pemberian pupuk dosis 20 ton/ha (40 g/pot), D3: pemberian pupuk dosis 30 ton/ha (60 g/pot).
Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu: KD0, KD1, KD2, KD3, SD0, SD1, SD2, SD3, BD0, BD1, BD2, BD3 dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat (4) kali sehingga terdapat 48 pot penelitian.
Pelaksanaan Penelitian:
Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dimulai, dilakukan beberapa persiapan antara lain tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan kawat dengan ukuran lubang 2mm × 2mm, sehingga tanah menjadi homogen. Tanah ditimbang seberat 4 kg dan dimasukkan pada masing-masing pot.
Pemberian Pupuk
Kotoran sapi, kambing limbah biogas yang digunakan sebagai pupuk ditaburkan pada tanah sebelum penanaman bibit sesuai dosis masing–masing, yaitu: dosis 0 ton/ha (0g/pot), dosis 10 ton/ha (20g/pot), dosis 20 ton/ha (40g/ha), dan dosis 30 ton/ha (60g/pot). Pemberian pupuk ini dilakukan hanya satu kali selama penelitian berlangsung dan langsung dihomogenkan dengan tanah sebelum penanaman dilakukan.
Penanaman Bibit
Penanaman bibit dilakukan pada saat tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Bibit yang ditanam adalah bibit yang ukurannya hampir sama. Tiap pot ditanami dengan dua bibit dan setelah mulai hidup, salah satu bibit dicabut sehingga setiap pot hanya terdiri dari satu bibit saja, dan dipilih bibit yang pertumbuhannya seragam.
Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemberantasan hama dan gulma. Penyiraman dilakukan setiap 2 hari sekali dan dilakukan pada pagi hari, sedangkan untuk pembersihan gulma dilakukan setiap 1 minggu sekali.
Pemotongan
Pemotongan atau panen dilakukan saat rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) berbunga 25 % yaitu pada saat rumput berumur 7 minggu dan rumput dipotong pada permukaan tanah.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel pertumbuhan, produksi dan variabel karakteristik. Variabel pertumbuhan diamati setiap satu minggu, sedangkan variabel produksi dan karakteristik diamati pada saat panen.
-
1. Variabel pertumbuhan yang tediri dari: tinggi tanaman; jumlah daun; dan jumlah anakan
-
2. Variabel produksi yang terdiri dari: berat kering daun; berat kering batang; berat kering akar; dan berat kering total hijauan.
-
3. Variabel karakteristik yang terdiri dari: nisbah berat kering daun dengan berat kering batang; nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (top root ratio); dan luas daun.
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka perhitungan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan yang dilakuakan selama 7 minggu menunjukkan bahwa pemberian jenis dan dosis pupuk organik memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala. Pengaruh pemberian jenis pupuk organik (kambing, sapi, limbah biogas) terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, top root ratio, dan jumlah daun per pot secara statistika menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini terjadi karena respon dari pupuk organik yang tergolong lambat, sesuai dengan pendapat Widowati (2009) yang menyatakan bahwa, respon tanaman terhadap pupuk organik umumnya lambat karena proses penyediaan hara yang bertahap melalui proses dekomposisi. Kandungan nutrisi hara dalam pupuk organik juga tergolong rendah dan agak lambat tersedia, sehingga diperlukan dalam jumlah cukup banyak, namun pupuk organik yang telah dikomposkan dapat menyediakan hara dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dalam bentuk segar, karena selama proses pengomposan telah terjadi proses dekomposisi yang dilakukan oleh beberapa macam mikroba, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Dampak dari lambatnya proses dekomposisi dari pupuk organik mengakibatkan pada pengamatan pertumbuhan tanaman yang dilakukan selama 7 minggu atau pada pemotongan pertama menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) pada variabel yang diamati.
Tinggi tanaman rumput benggala yang diberi pupuk limbah biogas (B) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang diberi pupuk kambing (K) dan sapi (S). Hal ini karena adanya mikroba yang masih hidup di dalam limbah biogas sehingga ketika diaplikasikan ke tanah sebagai pupuk bisa beperan dalam proses dekomposisi lebih lanjut sehingga unsur hara lebih tersedia. Disaming itu, mikroba yang sudah mati bisa merupakan unsur hara yang bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
Tabel 4.1. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Rumput Benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume)
Perlakuan Jenis Pupuk
Variabel Pertumbuhan |
K2) |
S |
B |
SEM3) |
Tinggi Tanaman (cm) |
118.69a |
121.59a |
130.78a 1) |
5.00 |
Jumlah Daun (helai) |
32.69a |
33.25a |
31.94a |
2.41 |
Jumlah Anakan (batang) |
2.44a |
2.50a |
2.38a |
0.26 |
keterangan
1)Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05).
-
2)K = kotoran kambing
S = kotoran sapi
B = limbah biogas
-
3)SEM = Standar Error of the Treatmet Means
Jumlah daun dan jumlah anakan rumput benggala yang diberikan pupuk sapi (S) cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang diberi pupuk kambing (K) dan limbah biogas (B). Hal ini karena kandungan nitrogen (N) pada pupuk sapi lebih besar dari pupuk kambing dan limbah biogas (Tabel 3.1). Nitrogen (N) merupakan hara utama bagi pertumbuhan tanaman yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar (Sutedjo, 2002).
Tabel 4.3. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Produksi Rumput Benggala (Panicum
maximum cv. Trichoglume)
Variabel Produksi |
Perlakuan Jenis Pupuk | |||
K2) |
S |
B |
SEM3) | |
Berat Kering Daun (g) |
1.84a |
1.83a |
1.92a 1) |
0.17 |
Berat Kering Batang (g) |
4.32a |
4.24a |
4.95a |
0.42 |
Berat Kering Akar (g) |
1.24a |
1.30a |
1.18a |
0.16 |
Berat Kering Total Hijauan (g) |
6.16a |
6.07a |
6.87a |
0.55 |
keterangan
1)Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05) 2)K = kotoran kambing
S = kotoran sapi
B = limbah biogas
3)SEM = Standar Error of the Treatmet Means
Berat kering total hijauan rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang di beri pupuk sapi. Hal ini disebabkan oleh rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas mempunyai berat kering batang dan berat kering daun yang cenderung lebih tinggi dari tanaman rumput benggala yang diberi pupuk sapi (Tabel 4.3), disamping itu rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas memiliki luas daun yang lebih lebar, sehingga unsur hara dan sinar matahari yang diserap lebih banyak. Luas daun yang lebih lebar akan menyebabkan kapasitas fotosintesis yang berlangsung lebih tinggi sehingga karbohidrat dan protein yang dihasilkan akan maksimal. Hasil dari proses fotosintesa akan disebarkan keseluruh bagian tanaman sehingga berat kering tanaman akan meningkat. Karbohidrat dan protein merupakan komponen penyusun berat kering tanaman. Budiana (1993) menyatakan
semakin banyak kandungan karbohidrat dan protein dalam tanaman maka berat kering tanaman itu akan semakin tinggi.
Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang rumput benggala yang diberi pupuk sapi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas. Hal ini karena rumput benggala yang di beri pupuk sapi memiliki berat kering batang yang lebih rendah dan mempunyai berat kering daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas (Tabel 4.3). Tanaman rumput yang memiliki kualitas yang baik, apabila menunjukkan nilai nisbah berat kering daun dan berat kering batang yang tinggi. Persentase berat kering daun yang lebih banyak pada tanaman rumput, menyebabkan kandungan karbohidrat dan proteinnya akan semakin tinggi, tetapi apabila rumput itu memiliki persentase berat kering batang yang lebih banyak dari persentase berat kering daun, maka rumput tersebut mempunyai kualitas yang rendah, karena kandungan serat kasarnya akan semakin banyak.
Tabel 4.5. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Karakteristik Rumput Benggala
(Panicum maximum cv. Trichoglume)
Variabel Karakteristik |
Perlakuan Jenis Pupuk | |||
K2) |
S |
B |
SEM3) | |
Nisbah Berat Kering Daun | ||||
dengan Berat Kering Batang |
0.45a |
0.47a |
0.39a 1) |
0.04 |
Top Root Ratio |
5.20a |
5.12a |
6.35a |
0.49 |
Luas Daun per Pot (cm2) |
1176.25a |
1149.24a |
1192.13a |
102.38 |
keterangan
1)Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05) 2)K = kotoran kambing
S = kotoran sapi
B = limbah biogas
3)SEM = Standar Error of the Treatmet Means
Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (Top root ratio) rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang diberi pupuk sapi (Tabel 4.5). Hasil analisa top root ratio ini dipengaruhi oleh nilai berat kering total hijauan dan berat kering akar. Dari hasil pengamatan yang dilakukan berat kering total hijauan rumput benggala yang diberi pupuk kambing dan limbah biogas lebih tinggi dan mempunyai berat kering akar yang lebih rendah dari rumput benggala yang diberi pupuk sapi (Tabel 4.3). Semakin tinggi produksi total hijauan yang didukung dengan berat akar yang lebih rendah maka nilai top root ratio yang dihasilkan akan lebih tinggi. Top root ratio yang tinggi menujukkan produksi total hijauan yang tinggi.
Luas Daun per pot rumput benggala yang diberi pupuk limbah biogas cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumput benggala yang di beri pupuk kambing dan sapi (Tabel 4.5). Hal ini karena unsur C-organik dan kadar air yang terkandung di pupuk serat biogas lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kambing dan sapi (Tabel 3.1). Kadar uap air yang tinggi mengakibatkan tanah menjadi lembab sehingga mikroorganisme yang terdapat di dalam tanah dapat berkembang dan menguraikan bahan organik lebih cepat, sehingga unsur hara yang dibutuhkan tanaman dapat tersedia secara sempurna. Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Pengaruh dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, berat kering total hijauan, nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, top root ratio, dan jumlah daun per pot secara statistika menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini terjadi karena respon dari pupuk organik yang tergolong lambat. Respon tanaman terhadap pupuk organik umumnya lambat karena proses penyediaan hara yang bertahap melalui proses dekomposisi.
Tabel 4.2. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Rumput Benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume)
Perlakuan Dosis Pupuk
Variabel Pertumbuhan |
D02) |
D1 |
D2 |
D3 |
SEM3) |
Tinggi Tanaman (cm) |
111.46a |
125.25a |
129.13a |
128.92a 1) |
4.33 |
Jumlah Daun (helai) |
26.67a |
33.33a |
35.67a |
34.83a |
2.09 |
Jumlah Anakan (batang) |
2.08a |
2.42a |
2.67a |
2.58a |
0.22 |
Keterangan 1)Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama Perlakuan 2)D0 = tanpa pupuk Perlakuan D1 = pupuk dengan dosis l0 ton/ha Perlakuan D2 = pupuk dengan dosis 20 ton/ha Perlakuan D3 = pupuk dengan dosis 30 ton/ha 3)SEM = Standar Error of the Treatmet Means |
menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05) |
Tabel 4.6. Pengaruh Dosis Pupuk Organik Terhadap Karakteristik Rumput Benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume)
Variabel Karakteristik |
Perlakuan Dosis Pupuk | |||
D02) |
D1 D2 |
D3 |
SEM3) | |
Nisbah Berat Kering Daun dengan Berat Kering Batang |
0.40a |
0.41a 0.47a |
0.46a 1) |
0.03 |
Arnawa et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 225-239 |
Page 235 |
Top Root Ratio 5.41a 5.45a 5.80a 5.56a 0.42
Luas Daun per Pot (cm2) 1003.78a 1216.10a 1233.64a 1236.63a 88.66
Keterangan
1)Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Perlakuan 2)D0 = tanpa pupuk
Perlakuan D1 = pupuk dengan dosis l0 ton/ha
Perlakuan D2 = pupuk dengan dosis 20 ton/ha
Perlakuan D3 = pupuk dengan dosis 30 ton/ha
3)SEM = Standar Error of the Treatmet Means
Pemberian dosis pupuk yaitu tanpa pupuk (D0), l0 ton/ha (D1), 20 ton/ha (D2) dan 30 ton/ha (D3) pada variabel pertumbuhan dan karakteristik yang diamati, pencapaian tertinggi cenderung didapatkan pada perlakuan D2 yaitu pemberian pupuk dosis 20 ton/ha. Pada dosis 20 ton/ha (D2), unsur hara yang dibutuhkan tanaman dapat terpenuhi sehingga tanaman rumput yang dibudidayakan akan dapat tumbuh dengan optimal. Suwarno (2011) menyatakan bahwa, pemberian kompos pada tanaman jagung dengan dosis 20 ton/ha berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan panjang tongkol. Setyorini et al. (2006) melaporkan pemupukan pupuk kandang pada budidaya sayuran organik menunjukkan bahwa kompos pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha dapat memenuhi kebutuhan hara.
Tabel 4.4 . Pengaruh Dosis Pupuk Organik Terhadap Produksi Rumput Benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume)
Perlakuan Dosis Pupuk
Variabel Produksi |
D02) |
D1 |
D2 |
D3 |
SEM3) |
Berat Kering Daun (g) |
1.59a |
1.82a |
1.98a |
2.06a 1) |
0.14 |
Berat Kering Batang (g) |
4.08a |
4.40a |
4.61a |
4.93a |
0.36 |
Berat Kering Akar (g) |
1.08a |
1.23a |
1.31a |
1.35a |
0.14 |
Berat Kering Total Hijauan (g) |
5.68a |
6.22a |
6.58a |
6.98a |
0.48 |
Keterangan
1)Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05)
Perlakuan 2)D0 = tanpa pupuk
Perlakuan D1 = pupuk dengan dosis l0 ton/ha
Perlakuan D2 = pupuk dengan dosis 20 ton/ha
Perlakuan D3 = pupuk dengan dosis 30 ton/ha
3)SEM = Standar Error of the Treatmet Means
Pemberian berbagai dosis pupuk yaitu tanpa pupuk (D0), l0 ton/ha (D1), 20 ton/ha (D2) dan 30 ton/ha (D3) pada variable produksi cenderung meningkat dan tertinggi dicapai pada perlakuan D3 yaitu pemberian pupuk dengan dosis 30 ton/ha. Makin tinggi dosis pupuk yang diberikan maka produksi hijauan akan semakin meningkat, karena ketersedian unsur hara di dalam tanah akan bertambah dan akan berdampak positif terhadap produksi hijauan. Suwarno (2011) menyatakan bahwa, pemberian dosis kompos 30 ton/ha (D3) pada tanaman
jagung berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, brangkasan, dan produksi tanaman dibandingkan dengan pemberian dosis kompos dosis 10 ton/ha (D1). Hakim et al., (1986) menyatakan bahwa produksi hijauan pakan dapat dicapai seoptimal mungkin jika macam dan jumlah hara yang ditambahkan dalam jumlah yang cukup dan seimbang dengan kebutuhan tanaman. Pemberian pupuk organik harus memperhatikan konsentrasi atau dosis yang di aplikasikan terhadap tanaman. Pemilihan dosis yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti maupun petani dan hal itu dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan (Rahmi dan Jumiati, 2007).
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian jenis pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi, dan limbah biogas pada dosis 10-30 ton/ha memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume).
Saran
-
- Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) dapat disarankan menggunakan pupuk organik baik kotoran kambing, kotoran sapi, maupun limbah biogas dengan dosis 10 - 30 ton/ha dan disesuaikan dengan kondisi setempat.
-
- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, untuk mengetahui jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi dari rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) pada pemotongan berikutnya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Simantri 050 dan Bapak Badrus yang telah membantu dalam mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan saat penelitian. Kedua teman-teman kelompok penelitian yaitu I Wayan Sutresnawan dan Agus Arya Widana yang telah dengan tekun dan tidak mengenal lelah dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aganga, A.A. and S.Tshwenyane. 2004. Potentials of guinea grass (Panicum maximum) as forage crop in livestock production. Pakistan Journal of Nutrition 3: 1-4.
Anwar, M., dan K. Bambang. 2000. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Pupuk Terhadap Produksi Rumput Raja (Pennisetum purpureum) di Lapangan Percobaan Ciawi. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Budiana. 1993. Produksi Tanaman Hijauan Pakan Ternak Tropis, Fakultas Peternakan Gajah Mada, Yogyakarta.
Ditjen Peternakan. 1992. Pedoman Identifikasi Faktor Penentu Teknis Peternakan. Proyek Peningkatan Produksi Peternakan. Diklat Peternakan, Jakarta.
Hakim. 1986. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE, Yogyakarta.
Kartika, Oka., Nugari, I. K., Roni, N. G. K., N. M. Witariadi. 2004. Diktat Kesuburan Tanah dan Pemupukan, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Kartini, N. L. 2000. Pertanian Organik Sebagai Pertanian Masa Depan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan Universitas Udayana Denpasar.
Lugio. 2004. Pengaruh Pemberian Tiga Jenis Pupuk Kandang Terhadap Produksi Rumput Panicum Maximum cv. Riversdale. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor, 2004. Balai Penelitian Ternak. Hal 38-42.
Marselius O. Y. AW. MRA-MRA. 2010. Pemanfaatan Limbah Cair Biogas sebagai Pupuk Organik untuk Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) di daerah transmigrasi Masni-Manokwari. Jurusan Tanah Universitas Negeri Papua.
Rahmi, A. Jumiati, 2007. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu Penyemprotan Pupuk Organik Cair Sper ACI terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis, J. Agritrop.,26 (3).,105-109.
Rustandi. 1982. Pengaruh Tingkat Pemupukan Kalium dan Tinggi Pemotongan terhadap Produksi dan Mutu Hijauan Rumput Gajah. Skripsi, LPP. Unsrat Menado.
Sabri S. A. 1980. Tingkat Daya Guna Pemupukan Tanaman Padi Sawah di Wilayah III Cirebon. Majalah Pertanian No. 2, XXVII, th 1980. Departemen Pertanian .
Sajimin, I. P. Kompiang, Supriyati dan N. P. Suratmini. 2001. Penggunaan Biofertilizer untuk Penigkatan Produktifitas Hijauan Pakan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum cv. Afrika) pada Lahan Marjinal di Subang Jawa Barat. Media Peternakan, 24 (2): 46 - 50.
Setyorini, Kasno, A., D. dan E. Tuberkih. 2006. Pengaruh Pemupukan Fosfat terhadap Produktifitas Tanah Inceptisol dan Ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 8: 91-98.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suriadikarta, Didi Ardi., R.D.M. Simanungkalit. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jawa Barat: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 2. ISBN 978-979-9474-57-5.
Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk Dan Cara Penggunaan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwarno, M. 2011. Respon Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Aplikasi Pupuk Organik dari Limbah Kulit Buah Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang Diinkubasi Dengan 4 Jenis Biodekomposer. Dapartemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian Bogor.
Widowati, L. R. 2009. Peranan Pupuk Organik terhadap Efisiensi Pemupukan dan Tingkat Kebutuhannya untuk Tanaman Sayuran pada Tanah Inseptisols Ciherang, Bogor. Jurnal Tanah Tropika. Vol 14, No. 3. Lampung. Hal 221-228.
Arnawa et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 225-239
Page 239
Discussion and feedback