e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

KARAKTERISTIK SUSU KAMBING TERFERMENTASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESUKAAN PANELIS

Lizayanti. N. P, Miwada. I. N. S, dan Lindawati. S. A.

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar Hp; +6285333002354, E-mail: [email protected]

RINGKASAN

Potensi dari susu kambing terfementasi merupakan salah satu pangan fungsional yang mulai populer dan diminati masyarakat untuk kesehatan. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik susu kambing terfermentasi serta menentukan waktu simpan terbaik melalui respon panelis yang meliputi warna, aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan keseluruhan. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan yang meliputi perlakuan T0 (penyimpanan 0 hari), T4 ( penyimpanan 4 hari), T8 (penyimpanan 8 hari), T12 (penyimpanan 12 hari) dan T16 (penyimpanan 16 hari). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 3 bulan, dari tanggal 1 Agustus 2013 sampai 30 Oktober 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penyimpanan memberi pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kualitas susu kambing terfermentasi ditinjau dari segi organoleptik. Tingkat kesukaan panelis cenderung menurun seiring dengan peningkatan waktu simpan. Dari hasil penilaian panelis terhadap warna, aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan keseluruhan pada perlakuan T0-T8 masih disukai sedangkan T12-T16 tingkat kesukaan panelis terus menurun. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik susu kambing terfermentasi (warna, aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan keseluruhan) mengalami penurunan seiring dengan peningkatan waktu simpan. Penilaian terbaik oleh panelis terhadap uji warna, aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan keseluruhan terdapat pada perlakuan T8 (penyimpanan 8 hari) dengan nilai skor berturut-turut yaitu 3,65 (mengarah ke kriteria suka) ; 4,60 (mengarah ke kriteria sangat suka); 2,75 (mengarah ke kriteria biasa); 3,80 (mengarah ke kriteria suka); dan 3,50 (mengarah ke kriteria suka).

kata kunci : susu kambing, fermentasi, hedonik

CHARACTERISTICS OF FERMENTED GOAT MILK AND EFFECT ON HEDONIC VALUE

ABSTRACK

The potency of the fermented goat milk is expected to be able a popular functional food. This study is aimed to identify the characteristics of fermented goat milk as well as to decide its best length of the storage by hedonic value i.e colour, smell, taste, consistency, and the whole acceptance. The method of study completed random design (CRD) treatment are to T0 (0th day storage), T4 (4 th day storage), T8 (8 th day storage), T12 (12 th day storage) and T16 (16 th day storage). This research was conducted at Farming Result Laboratory of Animal


Husbandry, Udayana University, its started from 1 August 2013 to 30 October 2013.The result of the study showed that the length of the storage influenced the quality of the fermented goat milk (P<0.05), if it is seen from organoleptic side. The responce of panelist was decrased if the long storage time it. From the panelist judgment of the colour,smell, taste, consistency and whole acceptance of the goat milk on the treatment T0 th to T8 th had good quality and the panelist level of fondness was high on those treatment (T0 to T8), meanwhile on the treatment T12 th to T16 th the panelists level of fondness was decreasing. Based on the result of the study, the characteristics of fermented goat milk (colour, smell, taste, consistency, and the whole acceptance) got lower quality along with the longer storage time. The best hedonic value given at the T8 treatment (8 th day storage) with the score 3.65; 4.6; 2.75; 3.8; and 3.5 respectively.

keywords : goat milk, fermentation, hedonic

PENDAHULUAN

Tuntutan konsumen tentang keamanan pangan merupakan sebuah tantangan bagi produsen makanan untuk memenuhinya. Makanan sehat yang memenuhi unsur keamanan merupakan makanan yang mampu mencukupi kebutuhan tubuh dan memberi manfaat lain, seperti manfaat kesehatan. Kriteria makanan seperti tersebut dewasa ini dikenal dengan sebutan makanan fungsional. Salah satu makanan fungsional yang populer saat ini adalah susu fermentasi. Susu fermentasi adalah produk hasil fermentasi anaerob terhadap kandungan laktosa susu yang merupakan hasil kinerja mikrobia dalam proses fermentasi susu segar dan menghasilkan bentuk produk emulsi semi solid dengan rasa yang lebih asam. Menurut Widodo (2003) fermentasi adalah proses metabolisme karbohidrat dan komponen lainnya yang teroksidasi dan menghasilkan energi. Tujuan dari fermentasi adalah meningkatkan nilai gizi produk pangan, memberi cita rasa terhadap produk pangan tertentu serta mengawetkan produk pangan.

Selama ini produk susu fermentasi didominasi dari bahan baku susu sapi. Pada penelitian ini dikaji penggunaan susu kambing sebagai bahan bakunya. Menurut Blakely dan Bade (1991) menyatakan, bahwa susu kambing mempunyai manfaat yang lebih besar daripada susu sapi dan sangat bermanfaat bagi mereka yang mengalami gangguan pencernaan. Susu kambing tidak mengandung aglutinin yaitu senyawa yang dapat membuat molekul lemak menggumpal serta memiliki rantai asam lemak yang lebih pendek dibandingkan dengan susu sapi, sehingga susu kambing lebih mudah dicerna dan diserap oleh sistem pencernaan manusia (Darmajati, 2008). Keunggulan susu kambing dari segi warna

dibandingkan dengan susu sapi adalah warna susu kambing lebih terlihat putih serta mengandung mineral (kalsium dan fosfor) dan vitamin A, E dan B komplek yang lebih tinggi. Namun susu kambing memiliki kekurangan yakni baunya yang amis (prengus). Hal inilah yang membuat masyarakat kurang suka mengkonsumsi susu kambing. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode pengolahan susu kambing segar sehingga bisa mereduksi bau khas prengus dari susu kambing. Penggunaan tekhnologi fermentasi berbahan dasar susu kambing diduga dapat meningkatkan nutrisi dari susu kambing dan mengurangi kelemahannya.

Kualitas produk pangan ditentukan diantaranya oleh respon panelis, sebagai titik akhir penilaan suatu produk. Waktu simpan produk merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon panelis. Menurut Prasetyo (2010), bahwa susu fermentasi memiliki daya simpan yang berbeda terhadap suhu dan waktu penyimpanan. Lebih lanjut disebutkan bahwa tingkat kesukaan tertinggi didapatkan pada hari pertama dan cenderung menurun hingga empat hari penyimpanan. Hal ini disebabkan karena mikroba dalam proses fermentasi itu dapat mempengaruhi warna, aroma, citarasa dari produk tersebut. Lindawati dan Dewantari (2008) menyatakan bahwa produk susu fermentasi dengan perlakuan waktu simpan 0, 3, 6, 9, 12 masih mempunyai kualitas yang baik dan memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen. Ditambahkan oleh Miwada et al. (2006) menyebutkan bahwa perbedaan masa simpan produk susu fermentasi dari segi organoleptik memberi respon yang berbeda terhadap kualitas penerimaan konsumen. Lebih lanjut disebutkan efektivitas penggunaan starter Bakteri Asam Laktat memberikan hasil yang cenderung menurun dalam memfermentasi laktosa susu menjadi yoghurt. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka pada penelitian ini dikaji kualitas produk susu fermentasi dengan meningkatkan waktu simpan menjadi empat sehingga diperoleh perlakuan 0, 4, 8, 12, 16. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik susu kambing terfermentasi terhadap respon panelis (warna, aroma, citarasa, konsistensi, penerimaan keseluruhan) pada produk susu kambing terfermentasi dan menentukan waktu simpan terbaik produk susu kambing terfermentasi melalui respon panelis.

MATERI DAN METODE

Materi

Materi-materi dalam melaksanakan penelitian adalah (1) Susu yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kambing peranakan etawah (PE) yang diperoleh di Desa Pucak Sari, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng. (2) Starter yang digunakan yakni yoghurt plain “Cheseeworks” (Lactobacillus bulgariccus dan Streptococcus thermophillus) yang diperoleh dari swalayan di Denpasar.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Agustus sampai dengan 30 Oktober 2013, di Laboratorium Tekhnologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yakni meggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan 20 ulangan, lima perlakuan tersebut antara lain : Penyimpanan yoghurt susu kambing (PE) selama 0 hari (T0), penyimpanan yoghurt susu kambing (PE) selama 4 hari (T4). penyimpanan yoghurt susu kambing (PE) selama 8 hari (T8). penyimpanan yoghurt susu kambing (PE) selama 12 hari (T12), penyimpanan yoghurt susu kambing (PE) selama 16 hari (T16).

Alur Penelitian

Pembuatan susu kambing terfermentasi diawali dengan proses homogenisasi susu dengan cara diaduk, kemudian disaring agar susu bebas dari kontaminasi. Dilanjutkan dengan proses pasteurisasi pada suhu 850C selama 30 menit. Tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan hingga suhu mencapai ± 270C, kemudian dilakukan penambahan starter sebanyak 3% dari jumlah susu yang digunakan. Susu yang telah dicampur starter lalu di tuangkan ke dalam toples dan diinkubasi dalam inkubator selama 8 jam. Kemudian Susu Kambing Terfermentasi dipindahkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 70C dan disimpan sampai 16 hari kedepan agar memperoleh perlakuan T16. Empat hari kemudian susu kambing segar kembali diproses menjadi susu kambing terfermentasi melalui tahapan yang sama yaitu proses pasteurisasi dan penambahan stater. Susu kambing terfermentasi yang telah jadi kemudian kembali disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 70C selama 12 hari kedepan sehingga diperoleh perlakuan T12. Begitu selanjutnya susu kambing segar diolah

menjadi susu kambing terfermentasi setiap empat hari sekali dengan proses pembuatan yang sama sehingga diperoleh perlakuan T8, T4 dan T0. Susu kambing terfermentasi yang telah disimpan sesuai perlakuan kemudian dilakukan pengujian secara serentak pada hari ke-16. Untuk lebih jelasnya proses pembuatan susu kambing terfermentasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengujian terhadap sampel dilakukan secara serentak pada hari ke-16 terhadap semua susu kambing terfermentasi yang telah dibuat. Sampel susu kambing terfermentasi disajikan dalam cup plastik yang telah diberi kode dengan ukuran dan jumlah yang seragam. Kode sampel menggunakan tiga angka secara acak. Pemberian kode dilakukan sedemikian rupa, sehingga panelis tidak mengetahui isi sampel tersebut. Setelah sampel susu kambing terfermentasi siap disajikan dilakukan pengujian organoleptik oleh panelis, dimana masing-masing panelis telah diberi format uji untuk diisi sebagai hasil dari pengujian sampel.

Susu Kambing (segar)



Pasteurisasi susu kambing pada suhu 850 C selama 30 menit

Turunkan suhu susu kambing mencapai 270 C

Simpan pada Lemari es (70C)

Inkubasi selama 8 jam di dalam inkubator

Dibagi ke dalam toples sesuai dengan perlakuan (500 ml)

Inokulasi starter

Sebanyak 3%

T12

T8

T4

T16

T0


UJI ORGANOLEPTIK

Warna

Aroma

Cita rasa Konsistensi Keseluruhan

Gambar 1 Skema pembuatan susu kambing terfermentasi

Panelis yang digunakan untuk uji organoleptik menggunakan panelis semi terlatih yang sudah terbiasa melakukan uji panel khususnya produk susu fermentasi sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Panelis dalam uji ini terdiri dari 20 orang, dengan pengujian

berdasarkan tingkat kesukaaan menggunakan kisaran angka penilaian dari angka satu sampai lima yang menunjukan nilai dengan urutan yaitu 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (biasa); 4 (suka) dan 5 (sangat suka), terhadap aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan produk secara keseluruhan. Dalam uji hedonik metode yang digunakan adalah “Metode Consumer Preference Test” yaitu metode pengujian secara langsung dilakukan oleh panelis, yang menilai suatu sifat atau kualitas dari suatu bahan yang digunakan, panelis menilai menurut tanggapan pribadi terhadap sifat hedonik dari susu kambing terfermentasi. Format uji dapat dilihat pada Gambar 2. Berikut merupakan salah satu contoh sifat subyektif yang diujikan kepada panelis yang responnya dituangkan di dalam format uji.

Nama Panelis :

Hari/Tanggal :

Instruksi       : Berikan tanda “√” pada pernyataan sesuai dengan       penilaian

saudara terhadap warna

Kriteria Penilaian

Kode Sampel

123

132

213

231

312

Sangat Suka

Suka

Biasa

Tidak Suka

Sangat Tidak Suka

Gambar 2. Format Uji Organoleptik

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis non-parametrik (Kruskal-Wallis), apabila terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Siegel, 1959) dengan bantuan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna susu kambing terfermentasi pada perlakuan T0 berbeda nyata (P<0,05) dengan keempat perlakuan lainnya. Perbedaan tertinggi ditunjukkan berturut-turut pada perlakuan T16; T12; T8; T4 terhadap perlakuan T0 dengan perbedaan persentase sebesar 64,44%; 46,67%; 18,89%; 15,56%. Namun demikian, antara perlakuan T4 dan T8 tidak menunjukan perbedaan yang

nyata (P>0.05) terhadap warna produk yang dihasilkan, sementara dengan perlakuan lainnya

berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan T8 berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan T12

sebesar 34,25% dan 56,16% dengan perlakuan T16. Sementara itu perlakuan T12 berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan T16 sebesar 33,33% (Tabel 1).

Tabel 1. Uji Organoleptik Susu Kambing Terfermentasi dengan lama simpan berbeda.

Peubah

Perlakuan

T0           T4           T8          T12          T16

Warna Aroma

Cita Rasa Konsistensi Penerimaan Keseluruhan

4,50 ± 0,136 a 3,80 ± 0,186 b 3,65 ± 0,131 b 2,40 ± 0,134 c 1,60 ± 0,152 d 4,45 ± 0,135 a 4,35 ± 0,150 a 4,60 ± 0,112 a 3,05 ± 0,170 b 2,70 ± 0,147 b 4,15 ± 0,131 a 3,70 ± 0,147 a 2,75 ± 0,143 b 2,75 ± 0,099 b 2,50 ± 0,135 b 4,60 ± 0,112 a 4,30 ± 0,128 a 3,80 ± 0,156 b 3,40 ± 0,112 b 2,85 ± 0,167 c

4,35 ± 0,109 a 3,70 ± 0,128 b 3,50 ± 0,115 c 2,55 ± 0,153 d 2,45 ± 0,114 d

Keterangan :

- Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris dan kolom berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

- Perlakuan T0 (kontrol); T4 (penyimpanan selama 4 hari); T8 (penyimpanan selama 8 hari); T12 (penyimpanan selama 12 hari); T16 (penyimpanan selama 16 hari).

Dari Tabel 1. terlihat penilaian panelis terhadap warna susu kambing terfermentasi

cenderung menurun seiring perlakuan waktu simpan dengan nilai rata-rata 4,50 sampai 1,60 (mengarah ke kriteria sangat suka sampai tidak suka). Tingkat kesukaan panelis terhadap warna produk susu kambing terfermentasi menggunakan rata-rata skor cenderung menurun seiring dengan peningkatan waktu simpan produk hingga hari ke-16 (Gambar 3). Pengujian organoleptik yang dilakukan pada susu kambing terfermentasi dimana rata-rata kesukaan panelis terhadap warna selama penyimpanan untuk semua variasi perlakuan adalah 1,6 (mengarah ke kriteria sangat tidak suka) sampai 4,5 (mengarah ke kriteria sangat suka).

Gambar 3. Pengaruh waktu simpan terhadap warna susu kambing terfermentasi

Tingkat kesukaan panelis tertinggi terhadap warna susu kambing terfermentasi melalui uji ranking terdapat pada perlakuan T0, karena warna dasar susu kambing segar Lizayanti et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 201-213 Page 207

setelah di fermentasi belum dipengaruhi secara nyata oleh daya kerja bakteri asam laktat. Warna susu kambing terfermentasi yang dihasilkan pada penelitian ini mulai dari warna putih hingga agak kekuningan (krem) yang ditunjukkan pada perlakuan T0 – T8 sementara pada perlakuan T12 dan T16 berwarna kekuningan (krem). Lusiastuti (1991) berpendapat bahwa warna merupakan hasil pengamatan menggunakan indra penglihatan yang dapat membedakan antara satu warna dengan warna lainnya seperti warna cerah, buram maupun bening. Warna susu fermentasi menurut Dewan Standarisasi Nasional (1992) menyatakan bahwa warna susu fermentasi yang ideal adalah berwarna putih (normal). Menurut Khoiriyah et al. (2013) mengatakan bahwa warna putih pada produk susu kambing terfermentasi disebabkan karena kandungan kasein dan tidak adanya kandungan karoten, sedangkan warna yang agak kekuning-kuningan disebabkan oleh butiran lemak yang terdapat didalam susu kambing.

Hasil uji organoleptik produk susu kambing terfermentasi terhadap aroma selama masa penyimpanan hari ke-0 hingga hari kedelapan (T0 –T8) belum mengalami perbedaan aroma yang begitu nyata (Tabel 1). Perbedaan aroma secara nyata mulai terlihat pada masa penyimpanan hari ke-12 hingga ke-16 (T12- T16). Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma produk susu kambing terfermentasi selama penyimpanan untuk semua variasi perlakuan adalah 2,7 (mengarah ke kriteria biasa) sampai 4,45 (mengarah ke kriteria sangat suka). Tingkat kesukaan panelis tertinggi dengan uji ranking terhadap aroma khas produk susu fermentasi terdapat pada perlakuan T8 (penyimpanan 8 hari) (Gambar 4). Bau khas prengus dari susu kambing segar tidak tercium lagi pada produk susu kambing terfermentasi yang dihasilkan. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa melalui proses fermentasi bau khas prengus dari susu kambing segar dapat dikurangi. Aroma khas produk susu fermentasi disebabkan oleh adanya pembentukan senyawa asetaldehid, diasetil, asam asetat serta kelompok asam lainnya dalam jumlah kecil. Ramadzanti (2006) menyatakan bahwa asam-asam lemak berantai pendek pada susu kambing, seperti: kaproat, kaprilat, dan kaprat dapat menimbulkan bau yang khas. Effendi (2001) menyatakan bahwa komponen utama dalam yoghurt adalah sifat asam dari asam laktat dan substansi aroma yang dihasilkan Lactobacilli.

Gambar 4. Pengaruh waktu simpan terhadap aroma susu kambing terfermentasi

Tingkat kesukaan panelis berbeda-beda, karena citarasa sangat menentukan selera dan daya terima panelis, pada umumnya panelis lebih menyukai rasa yang sedikit asam. Menurut Naruki dan Kanoni (1992), menyatakan bahwa peran rasa dalam mempengaruhi selera dan daya terima konsumen sangat besar. Penilaian panelis cenderung menurung seiring dengan peningkatan waktu simpan produk terhadap citarasa produk susu kambing terfermentasi (Gambar 5). Citarasa khas produk susu fermentasi diperoleh dari Streptococcus thermophillus. Citarasa khas yang timbul dari susu fermentasi diakibatkan adanya asam laktat, asam asetat, karbonil, asetaldehida, aseton, asetoin dan diasetil. Widodo, (2003) senyawa-senyawa ini yang menyebabkan lemak terkoagulasi sehingga terbentuk citarasa yang disukai.

Gambar 5. Pengaruh waktu simpan terhadap citarasa susu kambing terfermentasi

Tekstur menyangkut konsistensi atau kekentalan produk susu fermentasi. Tekstur susu fermentasi antara kental dan semi padat karena terkoagulasinya protein susu membentuk

struktur gel yang ditandai dengan terbentuknynya konsistensi atau tekstur menyerupai pudding (Widodo, 2003). Perlakuan masa simpan produk susu kambing terfermentasi menyebabkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap konsistensi produk (Gambar 6). Pada perlakuan penyimpanan hari ke-0 dan keempat (T0-T4) belum ada perubahan tekstur produk sedangkan perubahan terhadap tekstur mulai menurun dari penyimpanan hari kedelapan hingga ke-16 (T8-T16) susu kambing terfermentasi mulai menghasilkan lendir. Hal inilah yang menyebabkan berkurangnya tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur produk susu kambing terfermentasi.

Gambar 6. Pengaruh waktu simpan terhadap konsistensi susu kambing terfermentasi

Tekstur pada yoghurt pada umumnya lembut karena adanya pemecahan molekul protein menjadi peptida-peptida sehingga butiran-butiran pada susu akan berubah menjadi molekul yang lebih kecil yang disebabkan karena aktivitas dari Bakteri Asam Laktat (BAL) pada saat fermentasi. Bakteri Asam Laktat (BAL) yang menghasilkan enzim laktase dapat juga mempengaruhi kekentalan susu. Enzim laktase dihasilkan karena adanya aktivitas Streptococcus thermophilus (Susilorini dan Sawitri, 2006). Enzim laktase dalam susu digunakan untuk menguraikan laktosa serta menghasilkan asam laktat yang menyebabkan ketidakstabilan protein susu sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatan kekentalan.

Gambar 4.5. Pengaruh waktu simpan terhadap penerimaan keseluruhan susu kambing terfermentasi

Penerimaan keseluruhan sebagai hasil akhir dari penilaian panelis terhadap produk susu kambing terfermentasi menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor cenderung menurun pada produk selama perlakuan masa simpan (Gambar 7). Kisaran nilai skor secara berturut-turut yaitu perlakuan kontrol (T0) nilai skor 4,35 (mengarah ke kriteria sangat suka), perlakuan T4-T8 nilai skor 3.7-3,5 (mengarah ke kriteria suka) dan perlakuan T12-T16 dengan nilai skor 2,55-2,45 (mengarah ke kriteria biasa). Penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap produk susu kambing terfermentasi dari segi organoleptik terhadap warna, aroma, citarasa serta konsistensi disebabkan karena kualitas produk mulai menurun selama waktu simpan. Sunarlim et al. (2001) yang menyatakan bahwa penyimpanan yoghurt pada suhu 10oC menyebabkan tingkat keasaman semakin meningkat dari 59,7 sampai dengan 79,8oSH dan penurunan pH dari 3,9 sampai 3,36.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakteristik Susu Kambing Terfermentasi (warna, aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan keseluruhan) mengalami penurunan seiring dengan peningkatan waktu simpan. Penilaian terbaik oleh panelis terhadap uji warna, aroma, citarasa, konsistensi dan penerimaan keseluruhan terdapat pada perlakuan T8 (penyimpanan s8 hari) dengan nilai skor berturut-turut yaitu 3,65 (mengarah ke kriteria suka); 4,6 (mengarah ke kriteria sangat suka); 2,75 (mengarah ke kriteria biasa); 3,8 (mengarah ke kriteria suka) dan 3,5 (mengarah ke kriteria suka).

Saran

Hasil penelitian membuktikan bahwa waktu simpan memberi pengaruh terhadap kualitas susu kambing terfermentasi. Oleh karena itu perlu dipikirkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang persentase pemakaian jumlah stater sehingga dapat ditentukan presentase optimal dengan waktu simpan terbaik serta respon positif dari panelis.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjani perkulihaan. Kepada Alm. bapak Putu Tegik yang telah mengarahkan dan memberikan petunjuk pada saat melakukan penelitian, dan rekan-rekan penelitian saya yakni Ni Luh Gede Putri Andini dan I Wayan Tangkas Juniarta atas kerjasamanya sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Darmajati. 2008. Informasi Susu Kambing Etawa. Buletin Pikiran Rakyat. Himpunan Studi Ternak Produktif. Jawa Tengah.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Yoghurt. SNI 01-2981-1992. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Effendi, M. H. 2001. Perbandingan kualitas yoghurt dari susu kambing dengan suhu pemeraman yang berbeda. media kedokteran hewan,17 (1) : 144 – 147.

Khoiriyah, L. K. dan Fatchiyah. 2001. Karakter biokimia dan profil protein yoghurt kambing pe difermentasi bakteri asam laktat (BAL). J.Exp. Life Sci. 3 (1) : 1-9

Lindawati, S.A. dan M. Dewantari. 2008. Daya Hambat Antimikroba Kefir Konsumsi terhadap Mikroba Patogen secara In-Vitro. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.

Lusiastuti, A.M., 1991. Pengaruh Beberapa Inokulan dan Suhu Pemeraman terhadap Sifat Organoleptis dan Jumlah Mikrobia dari Yoghurt, Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya

Miwada, I.N.S., S. A. Lindawati., dan W. Tatang. 2006. Tingkat efektifitas “starter” bakteri asam laktat pada proses fermentasi laktosa susu (the effectiveness of lactic acid bacteria on milk lactose fermentation process). J.Indon.Trop.Anim.Agric

Naruki, S. dan S. Kanoni, 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil Hewani. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogayakarta.

Prasetyo, H. 2010. Pengaruh Penggunaan Starter Yoghurt Pada Level Tertentu Terhadap Karakteristik Yoghurt Yang Dihasilkan. Sripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Ramadzanti, A. 2006. Aktivitas Protease dan Kandungan Asam Laktat pada Yoghurt yang Dimodifikasi Bifidobacterium bifidum. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Siegel, S. 1977. Nonparametric Statistics for The Behavioral Sciences. International Student Edition.

Sunarlim., Roswita. dan H. Setiyanto. 2001. Penggunaan berbagai tingkat kadar lemak susu kambing dan susu sapi terhadap mutu dan citarasa yoghurt. pros. seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. 2 (10) : 371–378.

Susilorini, T. E. dan M. E. Sawitri, 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Depok. Jawa Barat

Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

Lizayanti et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Th. 2014: 201-213

Page 213