SUPLEMENTASI KULTUR Saccharomyces spp.G-7 SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK DALAM RANSUM BASAL TERHADAP PENAMPILAN BROILER UMUR 2-6 MINGGU
on

e-journal FAPET UNUD
e-Journal

Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id
SUPLEMENTASI KULTUR Saccharomyces spp.G-7 SEBAGAI SUMBER PROBIOTIK DALAM RANSUM BASAL TERHADAP
PENAMPILAN BROILER UMUR 2-6 MINGGU
Mahartini N. K. N, I G..N.K.Bidura dan I. A. P.Utami
Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. PB Sudirman,Denpasar
HP. 0878615451241 E-mail: nauviekadek@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan level optimal suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu. Ayam yang digunakan adalah ayam broiler umur 2 minggu sebanyak 36 ekor dengan berat badan homogen(±287,5 g) tanpa membedakan jenis kelamin. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Ketiga perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum basal tanpa suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp.G-7(B), dan suplementasi 0,40% kultur Saccharomyces spp.G-7 (C). Tiap petak/unit percobaan diisi dengan dua ekor ayam broiler umur 2 minggu dengan berat badan homogen. Variabel yang diamati yaitu konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, “Feed Convertion Ratio”(FCR). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 pada level 0,20% dan 0,40% dalam ransum basal nyata (P<0,05) dapat meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan kontrol. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum dapat meningkatkan penampilan broiler umur 2-6 minggu
Kata kunci: Probiotik, Saccharomyces spp.G-7, penampilan, broiler
SUPLEMENTATION OF Saccharomycesspp .G-7 CULTURE AS A PROBIOTICS SOURCE IN BASAL DIETS ON PERFORMANCE
OF BROILER AGED 2-6 WEEK
ABSTRACT
The aim of this study is to obtain the optimum level of supplementation of Saccharomyces spp.G-7 culture as a source of probiotics in the ration against performance of broilers aged 2-6 weeks. About 36 chickens were chosen in average 2 week old broiler chickens with homogeneous weight, without considering the sex of the chickens. Complete randomized design (CRD) method used with three treatments and six repetitions. The third treatment was chicken which were given basal rations without supplementation of cultures of Saccharomyces spp.G-7 as a control (A), with 0,20% supplementation of cultures of Saccharomyces spp.G-7 (B), and 0.40% supplementation of cultures of Saccharomyces spp

-
. G-7 (C). Each experimental unit were filled with two of 2 weeks of age broiler chickens with homogeneous weight. Variables which were observed including: ration consumption, water consumption, final body weight, weight gain, "Feed Conversion Ratio" (FCR). Based on the results above that supplementation of cultures of Saccharomyces spp.G-7 at the level of 0,20% and 0,40% in the basal diet (P<0.05) was obviously increased the feed consumption, water consumption, final body weight, weight gain , and efficiency of feed utilization compared to control. It is concluded that supplementation of 0,20% Saccharomyces spp.G-7 culture as a source of probiotics in diets were increased performance of broiler aged 2-6 week.
Keywords: Probiotics,Saccharomyces spp G-7, performance, broiler
PENDAHULUAN
Seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, serta kesadaran akan pentingnya makanan bergizi, maka kebutuhan terhadap protein hewani juga semakin meningkat. Salah satu produk peternakan yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani adalah daging. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain ikan dan telur.Ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging dan umumnya digunakan untuk konsumsi sehari hari sebagai pemenuh kebutuhan protein hewani dalam meningkatkan kecerdasan anak bangsa, karena daging ayam merupakan sumber hewani yang mudah dan murah didapat.
Usaha peningkatan mutu pakan pada ternak unggas dapat dilakukan antara lain melalui manipulasi pakan, yaitu salah satunya dengan penggunaan antibiotic pemacu pertumbuhan “growth promotor”untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Penggunaan antibiotic pada ternak di beberapa negara di Eropa sudah dilarang karena adanya residu pada hasil ternak yang dapat membahayakan konsumen (Barton, 2000). Sehingga perlu dicari imbuhan pakan pengganti antibiotik yang pemakaiannya aman untuk dikonsumsi.
Berdasarkan masalah tersebut, sebagai pengganti antibiotik, pada penelitian ini akan dicoba menggunakan probiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak. Klaim (2006) mengungkapkan bahwa probiotik ikut berperan dalam meningkatkan kekebalan tubuh melalui stimulasi sel-sel tertentu di usus. Fuller (2002) menyatakan bahwa keseimbangan mikroba usus tercapai apabila mikroorganisme yang menguntungkan dapat menekan mikroorganisme yang merugikan. Cara kerja probiotik adalah dengan membantu
menurunkan derajat keasaman dan menghambat pertumbuhan organisme pengganggu dalam system pencernaan unggas
Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu probiotik pada unggas yang dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat (Ahmad, 2005). Suplementasi ragi tape dalam ransum nyata meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum, serta meningkatkan kecernaan zat makanan (Bidura et al.,2009). Selanjutnya Kompiang (2002) menggunakan khamir (ragi laut) dengan Saccharonryces cerevisiae di dalam pakan ayam dan mendapatkan hasil yang positif, yaitu meningkatnya berat badan. Saccharomyces spp.G-7 yang merupakan isolat Saccharomyces cerevisiae yang diisolasi dari ragi tape yang telah lolos uji berbagai level suhu, asam dan garam empedu serta mampu mengasimilasi kolesterol, sehingga potensial sebagai sumber probiotik (Bidura, 2012).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka penelitian ini dilakuka nuntuk mengamati penggunaan suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 dalam ransum basal sebagai sumber probiotik terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi data ilmiah untuk peternak maupun industri pakan ternak, serta informasi data untuk penelitian-penelitian lebih lanjut khususnya mengenai pengaruh suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum basal untuk meningkatkan penampilan broiler umur 2-6 minggu.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu: Apakah suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum basal dapat meningktkan penampilan ayam broiler umur 2-6 minggu?
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan level optimal suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum basal terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu.
MATERI DAN METODE
Materi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini antaralain; Ayam broiler strain CP 707 berumur 2minggu sebanyak 36 ekor dengan berat badan homogen (± 287,5 g) tanpa membedakan jenis kelamin. Kultur Saccharomyces spp.G-7 yang merupakan isolat
Saccharomyces cerevisiae yang diisolasi dari ragi tape yang telah lolos uji berbagai level suhu, asam dan garam empedu serta mampu mengasimilasi kolesterol, sehingga potensial sebagai sumber probiotik (Bidura, 2012). Saccharomyces spp.G-7 diproduksi di Lab Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini dihitung berdasarkan tabel komposisi zat makanan menurut Scott et al. (1982) yang tersaji pada Tabel 1. Semua perlakuan ransum disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 20%). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum selama penelitian. Air minum diambil dari perusahaan air minum (PAM).
Metode
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Ketiga perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum basal tanpa suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp.G-7 (B), dengan suplementasi 0,40% kultur Saccharomyces spp.G-7 (C). Tiap petak/unit percobaan diisi dengan dua ekor ayam broiler umur 2 minggu dengan berat badan homogen.
Tabel 1. Komposisi Pakan Dalam Ransum Ayam Broiler Umur 2-6 Minggu
Bahan pakan (%) |
Perlakuan1) | ||
A |
B |
C | |
Jagung Kuning |
50,00 |
50,00 |
50,00 |
Dedak Padi |
14,00 |
13,70 |
13,37 |
Bungkil Kelapa |
12,00 |
12,00 |
12,00 |
kacang Kedelai |
8,92 |
9,02 |
9,12 |
Tepung Ikan |
13,98 |
13,98 |
13,98 |
Minyak Kelapa |
0,86 |
0,86 |
0,89 |
Kultur Saccharomyces | |||
spp.G-7 |
0,00 |
0,20 |
0,40 |
Mineral Mix |
0,24 |
0,24 |
0,24 |
Total |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
Keterangan :
-
1. Ayam yang diberi ransum basal tanpa suplementasi kultur Saccharomyces spp. G-7 sebagai kontrol (A), dengan suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp.G-7 (B), dengan suplementasi 0,40% kultur Saccharomyces spp.G-7 (C)
Dari 200 ekor ayam broiler berumur 2 minggu diambil 50 ekor yang mempunyai berat badan rata- rata. Dari 50 ekor ayam ditimbang untuk mengetahui berat badannya, rata-rata berat badan yang diperoleh dipakai untuk membuat kisaran berat badan ( x ± 5%). Ayam yang digunakan adalah ayam yang masuk dalam kisaran berat badan yang dibuat. Kemudian dimasukkan kedalam petak/unit percobaan secara acak. Selanjutnya dilaksanakan pengacakan perlakuan dan nomor kandang. Setiap perlakuan terdiri dari enam ulangan, sehingga terdapat 18 unit percobaan, masing-masing unit percobaan diisi dua ekor ayam. Jumlah total ayam yang digunakan adalah 3 x 6 x 2 = 36 ekor.
Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik petani peternak di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Bali. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan(1 bulan persiapan dan 1 bulan penelitian).
Variabel yang diamati dalam penelitian yaitu 1. Konsumsi ransum, 2. Konsumsi air, 3. Berat badan akhir, 4. Pertambahan berat badan, 5.“Feed Conversion Ratio” (FCR)
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian Suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum basal terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 pada level 0,20% dan 0,40% dalam ransum basal nyata (P<0,05) dapat meningkatkan konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan kontrol.
Rataan konsumsi ransum broiler selama empat minggu pemeliharaan berkisar antara 2623,33-2542,00 g/ekor /4 minggu (Tabel 3). Suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum nyata meningkatkan konsumsi ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Cavaazoni et al. (1998) yang menyatakan bahwa manfaat langsung dari probiotik tersebut bagi ternak adalah meningkatkan nafsu makan, menyediakan unsur nutrisi dan membantu proses pencernaan makanan serta menghambat perkembangan bakteri patogen. Menurut Fuller (1989) keberadaan probiotik dalam saluran
pencernaan ayam akan dapat meningkatkan proses pencernaan dan aktifitas enzimatis sehingga penyerapan zat makanan meningkat yang akan berdampak pada pertumbuhan ayam. Dilaporkan juga oleh Bidura (2012), probiotik dalam saluran pencernaan dapat menekan E.choli dan kadar gas amonia dalam ekskreta, sehinggga ayam akan menjadi nyaman. Dalam keadaan nyaman, ayam akan meningkatkan konsumsi pakan maupun air minumnya. Tingkat energi di dalam ransum menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi dan sebagian besar pakan yang dikonsumsi digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan (Anggorodi, 1994)
Tabel 2. Suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7sebagai sumber probiotik dalam
ransum basal terhadap penampilan broiler umur 2-6 minggu
Variabel |
A |
Perlakuan1) B |
C |
SEM2) |
Konsumsi ransum (g/ekor/4 minggu) |
2431,42c3) |
2623,33a |
2542,00b |
15,34 |
Konsumsi air (ml/ekor/4 minggu) |
4862,83c |
5246,67a |
5084,00b |
30,68 |
Berat badan akhir (g/ekor/4 minggu) |
1891,83c |
2086,08a |
2034,40b |
12,49 |
Pertambahan berat badan (g/ekor/ 4 minggu) |
1604,25c |
1799,08a |
1747,25b |
12,53 |
“Feed Convertion Ratio” |
1,52a |
1,46b |
1,45b |
0,005 |
Keterangan:
-
1. Ayam yang diberi ransum basal tanpa suplementasi kultur Saccharomyces spp. G-7sebagai kontrol (A), ayam yang diberi ransum basal dengan suplementasi 0,20% kultur Saccharomyces spp.G-7 (B), ayam yang diberi ransum basal dengan suplementasi 0,40% kultur Saccharomyces spp. G-7 (C)
-
2. SEM : “Standar Error of The Treatment Means”
-
3. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Suplementasi kultur Saccharomyces spp G-7 sebagai sumber probiotik dalam ransum nyata dapat meningkatkan konsumsi air minum. Konsumsi air minum meningkat sejalan meningkatnya konsumsi ransum. Ayam mengkonsumsi air minum dua kali lebih besar dari jumlah pakan yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ensminger (1990) yang menyatakan bahwa pada umumnya ayam mengonsumsi air minum dua kali lebih besar dari jumlah pakan yang dikonsumsi, karena air minum berfungsi sebagai pelarut dan alat transportasi zat-zat makanan untuk disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dibutuhkan lebih banyak air dari pada makanannya. Menurut Wahju (2004) konsumsi air
minum pada unggas dipengaruhi oleh jenis dan jumlah ransum yang dikonsumsi, suhu lingkungan, serta besar kecilnya tubuh ternak. Dalam penelitian yang dilakukan, jenis ransum, suhu lingkungan dan berat badan ayam yang dipelihara homogen, jadi yang mempengaruhi konsumsi air minum dalam penilitian tersebut yaitu jumlah ransum yang dikonsumsi. Jumlah Konsumsi air minum akan meningkat sejalan meningkatnya konsumsi ransum. Hal ini bertujuan untuk menstabilkan suhu tubuh ayam sehingga mampu berproduksi maksimal.
Berat badan akhir dan pertambahan berat badan meningkat pada suplementasi 0.20,40% kultur Saccharomyces spp.G-7 sejalan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Moritz et al. (2002) yang menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi besar kecilnya pertambahan bobot badan ayam pedaging adalah konsumsi pakan dan terpenuhinya kebutuhan zat makanan. Konsumsi pakan seharusnya memiliki korelasi positif dengan pertambahan bobot badan. Kumprechtova et al. (2000) menyatakan bahwa suplementasi dengan Saccharomyces dapat memperbaiki kinerja ayam pedaging, terutama bila kandungan protein dari ransumnya rendah. Dilaporkan juga bahwa suplementasi tersebut, juga dapat menurunkan ekskresi nitrogen, yang mana memberikan indikasi pemanfaatan protein yang lebih baik. Dengan menurunnya kadar nitrogen dalam feses, secara langsung juga akan mengurangi kadar amonia dari kotoran ayam tersebut yang mana akan mengurangi polusi dan memperbaiki lingkungan, yang akan berdampak positif terhadap kinerja ternak meliputi pertambahan berat badan dan “Feed Convertion Ratio” (FCR). Hasil penelitian sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bidura et al.(2012) mendapatkan bahwa, suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 diisolasi dari ragi tape dalam ransum basal nyata dapat meningkatkan berat badan akhir dan pertambahan berat badan itik. Peningkatan tersebut disebabkan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan sehingga kebutuhan ternak akan zat makanan dapat terpenuhi, khususnya protein untuk nutrisi protein tubuh sehingga berat badan meningkat.
“Feed Convertion Ratio” (FCR) merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah angka“Feed Convertion Ratio”(FCR), maka semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan ransumnya (Anggorodi, 1994). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa suplementasi 0,20% dan 0,40% kultur Saccharomyces spp.G-7 nyata dapat meningkatkan efisiensi penggunaan
ransum. Hal ini dikarenakan kultur Saccharomyces spp. G-7 sebagai sumber probiotik, dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim saluran pencernaan unggas sehingga lebih memudahkan proses pencernaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mountzouris et al. (2010) yang menyatakan bahwa probiotik dapat mengubah pergerakan mucin dan populasi mikroba didalam usus halus ayam, sehingga keberadaannya dapat meningkatkan fungsi dan kesehatan usus, memperbaiki komposisi mikroflora pada sekum, serta meningkatkan penyerapan zat makanan. Jin et al. (1997) menyatakan bahwa ransum unggas yang mengandung probiotik, memiliki angka“Feed Convertion Ratio” (FCR) lebih kecil dari dua.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 dalam ransum basal sebagai sumber probiotik dapat meningkatkan penampilan ayam broiler umur 2-6 minggu. Level optimal suplementasi kultur Saccharomyces spp.G-7 dalam ransum basal sebagai sumber probiotik untuk meningkatkan penampilan broiler umur 2-6 minggu adalah 0,20%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang setulusnya kepada Bapak Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjani perkulihaan. Kepada teman seperjuangan (Eka Safitri, Tika, Wima, Tya, Didik, Tangkas, Mahardika) yang telah memberikan dukungan serta bantuan selama penelitian maupun selama penyusunan skripsi ini.sehingga dapat berlangsung lancer dan dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak. Wartazoa Vol.15(1) :49-55
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Barton, M.D. 2000. Antibiotic Use in Animal Feed and its Impact on Human Health. Nutr. Res. Rev. 13: 279 – 299.
Bidura, I.G.N.G., D.A. Warmadewi, D.P.M.A. Candrawati,I.G.A.Istri Aryani, I.A.Putri Utami, I.B. Gaga Partama, and D.A. Astuti. 2009. The Effect Of ragi tape Fermentation product in diets on nutrient digestibility and growth perfomance of Bali drake. Proceeding. The 1st international Seminar on Animal Industry 2009. Sustainable animal Production for Food Security an Safety. 23-24 November 2009. Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. Pp:180-187
Bidura, I.G. N. G. 2012. “Pemanfaatan Khamir Saccharomyces Cerevisiae Yang Diisolasi Dari Ragi Tape Untuk Tingkatkan Nilai Nutrisi Dedak Padi Dan Penampilan Itik Bali Jantan” (Disertasi). Denpasar: Program Pascasarjana, Universitas Udayana.
Cavazzoni, V., A.Adami and C. Castrovilli, 1998. Performance of broiler chickens suplementedwith Bacillus coagulans as probiotic.
Ensminger. 1990. Joint FAO/WHO ExpertConsultation on Evaluation of Health and Nutritional Properties of Probiotics in Food Including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. Amerian Córdoba Park Hotel, Córdoba, Argentina.Hammond. 1994. The effect of Lactobacillus acidophilus on the production and chemical composition of hen eggs. Poultry Sci. 75: 491-494.
Fuller, R. 1989. History and Development ofProbiotics.
Fuller, R.2002, Probiotic- What they are and what they do. http://D:/Probiotic. What they and what do, html. Diakses tanggal 20 November 2013
Jin, L.Z., Y., Y.W Ho., N. Abdullah and Jalaludin.1997. Probiotics In Poultry: Modes of Action. World Poultry Sci. J. 53(4) :351-368
Klaim. 2006. The Online Encyclopaedia. Wikipedia. Probiotik juga ikut berperan alam meningkatkan kekebalan tubuh. Diakses tanggal 21 November 2013.
Kompiang, I.P. 2002. Pengaruh ragi Saccaromyces cerevisiae dan Ragi Laut sebagai Pakan Imbuhan Probiotik Terhadap Kinerja Unggas. JITV.7(1):18-21
Kumprechtova. D.p. zobac danI. Kumprecht. 2000. The effect of Saccharomyces cerevisiae Sc47 on chicken broiler performance andnitrogen output. Czech. J. Anim. Sci.44(5): 169-177.
Moritz, J.S., K.J. Wilson, K.R. Cramer, R.S. Beyer, L.J. McKinney, W.B. Cavalcanti, and X. Mo. 2002. Effect of Formulation Density, Moisture, and Surfactant on Feed Manufacturing, Pellet Quality, and Broiler Performance. http://japr.fass.org/cgi/reprint/11/2/155. Diakses tanggal 3 April 2014.
Morrison, F.B. 1961. Feeds and Feeding, Abridged. 9th. Ed., The Morrison Publishing Co., Clington, New York.
Mountzouris K.C. P. Tsitrsikos, I. Palamidi, A. Arvaniti, M. Mohnl, G. Schatzmayr and K. Fegeros. 2010. Effects of probiotik inclusion levels in broiler nutrion on growth performance, nutrient digestibility, plasma immunoglobulins, and cecal micrroflora compostion. Poult. Sci. 89:58-67.
Scott, M.L.,M.C.Neisheim and R.J.Young.1982.Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Ithaca, New York : Publishing by : M.L. Scott and Assoc.
Steel, R.G.D and J.H.Torrie. 1989. Principles and Procedures of Statistic. 2nd Ed. London: McGraw-Hill International Book Co.
Wahyu, J.2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Mahartini et al. Peternakan Tropika Vol. 2 No. 1 Th. 2014 : 30 - 39
Page 39
Discussion and feedback