ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: May 16, 2023

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & I Made Mudita

PERFORMA BROILER YANG DIBERIKAN RANSUM MENGANDUNG ULAT MAGGOT (Hermetia illucens) SEBAGAI

SUMBER PROTEIN

Putri, P. E. N., I G. Mahardika, dan I P. A. Astawa

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: erikaputri146@student.unud.ac.id Telp: +6282237228940

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ulat maggot dalam ransum terhadap performa ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali, yang berlangsung selama 8 minggu dari bulan September hingga Oktober 2022. Rancangan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan. Setiap ulangan berisi empat ekor ayam broiler. Perlakuan yang diberikan adalah ransum komersial tanpa penambahan ulat maggot (PO), ransum dengan 5% penambahan ulat maggot (P1), ransum dengan 10% penambahan ulat maggot (P2), dan ransum dengan 15% penambahan ulat maggot (P3). Variabel yang diamatti adalah konsumsi ransum, bobot awal dan akhir, pertambahan bobot badan, dan feed convertion ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan maggot pada taraf 5%, 10%, dan 15% dapat meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot, dan bobot akhir, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap FCR. Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan 5% maggot pada ransum broiler dapat meningkatkan produktivitas broiler dan mendapatkan nilai FCR terendah.

Kata kunci: broiler, performa, ulat maggot (Hermetia illucens)

PERFORMANCE OF BROILER GIVEN RATIONS CONTAINING MAGGOT (Hermetia illucens) AS A SOURCE OF PROTEIN

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of adding maggot in the ration on the performance of broiler. This research was conducted in Nyitdah Village, Kediri District, Tabanan Regency, Bali, which lasted for 8 weeks from September to October 2022. The design used was a completely randomized design (CRD) consisting of four treatments and four replications. Each replicate contained four broiler. The treatments given were commercial rations without the addition of maggot (P2), rations with 5% addition of maggot (P1), rations with 10% addition of maggot (P2), and rations with 15% addition of maggot (P3). The variables observed were ration consumption, initial and final weight gain, body weight gain, and feed conversion ratio. The


results showed that the addition of maggot at the 5%, 10%, and 15% levels increased ration consumption, weight gain, and final weight, but did not have a significant effect on FCR. Based on the results of this study it can be concluded that the use of 5% maggot in broiler rations can increase broiler productivity and get the lowest FCR value.

Keywords: broiler, performance, maggot (Hermetia illucens)

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah rumah tangga (organik). Selaras dengan pernyataan Salah satu cara menanggulangi sampah organik adalah menggunakan maggot Black soldier fly karena dapat menguraikan sampah organik. Selain berguna sebagai pengurai sampah maggot juga dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini dikarenakan kandungan nutrisi yang terdapat pada maggot berupa protein, lemak, dan serat kasar yang baik diberikan untuk ternak sebagai penambah atau pengganti pada ransum.

Tingginya harga ransum komersial saat ini disebabkan adanya peningkatan harga bahan baku utama yang sebagian besar diperoleh dengan cara impor. Untuk menekan harga pakan ternak maka perlu dicari alternatif pengganti sumber bahan baku pakan dengan bahan lain yang lebih murah dan mudah untuk diperoleh. Maggot H. illucens mampu menggantikan pelet sebagai pakan ternak alternatif. Menurut (Sugianto, 2007) maggot merupakan salah satu sumber protein hewani yang tinggi karena mengandung protein 30-45%. Protein ini sangat penting untuk pertumbuhan pada ternak. Selain kandungan protein yang tinggi, larva H. illucens juga ramah lingkungan karena tidak mengandung bahan pengawet dalam pembiakannya. Maggot yang diproduksi dari hasil biokonversi berbagai sampah organik diharapkan dapat menjadi pengganti bahan baku utama pakan ternak yang berkualitas sekaligus menjadi solusi atas permasalahan sampah selama ini. Menurut Knorr (1984) pada kulit maggot mengandung zat kitin sebesar 33,7%. Keberadaan kitin tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik, seperti ayam pedaging. Sejalan dengan pendapat Sanchez-Murosetal (2012) ayam memiliki enzim kitinase yang diproduksi dalam proventriculus, namun kemampuan broiler dalam memanfaatkan kitin sangat terbatas.

Broiler adalah jenis unggas hasil dari persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, terutama dalam tingkat produktivitas pertambahan bobot berat badan (daging). Selain itu ayam broiler merupakan salah satu penghasil protein hewani yang

sangat cepat dengan harga terjangkau. Pertumbuhan ayam broiler yang relatif singkat, dalam kurun waktu kurang dari 5 minggu broiler bisa menghasilkan bobot rata-rata 1,5kg. Kelebihan ayam broiler ialah pertumbuhannya yang cepat dan efisien dalam memanfaatkan pakan serta harga jual produk yang relatif terjangkau, yang membuat permintaan pasar broiler di Indonesia cukup tinggi (Bidura, 2007). Salah satu bahan alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan tambahan pada broiler adalah ulat yang berasal dari lalat Black solider fly dan salah satu sumber protein yang dapat dimanfaatkan dalam pakan ternak (Makkar et al., 2014).

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa menambahkan ulat maggot pada ransum ayam joper menunjukkan hasil yang nyata dan untuk hasil yang optimal disarankan menggunakan maggot tidak lebih dari 10% bahan pakan yang digunakan (Rizkinta, 2020). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menambahkan ulat maggot pada pakan broiler sebagai sumber protein untuk mengetahui pengaruh terhadap performa broiler.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali, yang berlangsung selama delapan minggu dari bulan September hingga Oktober 2022. Masa pemeliharaan dimulai dari 22 September – 25 Oktober 2022.

Broiler

Penelitian ini menggunakan broiler strain CP 707 produksi dari PT. Charoen Phokphand Indonesia, Tbk yang berumur satu hari (DOC) sebanyak 64 ekor tanpa membedakan jenis kelamin (unisex) dan memiliki bobot badan awal rata-rata 48,74g ± 2,80.

Ransum dan air minum

Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah ransum komersial produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk dengan kode S11 (umur 11-21 hari), S12 (umur 22-35 hari). Pemberian ransum dan air minum diberikan secara adlibitum. Ransum yang diberikan sesuai dengan kompisisi bahan penyusun ransum yang sudah tertera pada tabel. Pada (Tabel 3) kandungan nutrient ransum starter dan pada (Tabel 4) kandungan nutrient ransum finisher.

Tabel 1. Ransum S11 yang digunakan pada umur 11-21 hari

Ransum

P0

P1

P2

P3

S11

100%

95%

90%

85%

Maggot

0%

5%

10%

15%

Total

100%

100%

100%

100%

Keterangan :

1. P0 sebagai kontrol

2. P1 ransum S11 ditambah 5% ulat maggot

3. P2 ransum S11 ditambah 10% ulat maggot

4. P3 ransum S11 ditambah 15% ulat maggot

Tabel 2. Ransum S12 yang digunakan pada umur 22-35 hari

Ransum

P0

P1

P2

P3

S12

100%

95%

90%

85%

Maggot

0%

5%

10%

15%

Total

100%

100%

100%

100%

Keterangan :

1. P0 sebagai kontrol

2. P1 ransum S12 ditmabah 5% ulat maggot

3. P2 ransum S12 ditambah 10 % ulat maggot

4. P3 ransum S12 ditambah 15% ulat maggot

Tabel 3. Kandungan nutrient pada ransum starter

Komponen

Perlakuan(3)

Standar(2)

P0(1)

P1

P2

P3

Energi (kkal/kg)

3200

3227,75

3255,50

3283,25

Min 2900

Protein (%)

19,50

20,68

21,87

23,05

Min 19

Serat Kasar/SK (%)

4,00

5,833

5,766

6,649

Maks 6.0

Abu (%)

7,00

7,48

7,96

8,44

Maks 8.0

Kalsium Ca (%)

0,90

1,123

1,346

1,569

0.90-1.20

Fospor P (%)

0,60

0,614

0,628

0,642

Min 0.40

Keterangan:

1) Brosur makanan ternak Broiler PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

2) Standar nutrient menurut SNI (2006).

3) Perlakuan terdiri atas:

P0 sebagai kontrol

P1 ransum S12 ditambah 5% ulat maggot

P2 ransum S12 ditambah 10% ulat maggot

P3 ransum S12 ditambah 15% ulat maggot

Tabel 4. Kandungan nutrient pada ransum finisher

Komponen

Perlakuan(3)

Standar(2)

P0(1)

P1

P2

P3

Energi (kkal/kg)

3200

3227,75

3255,50

3283,25

Min 2900

Protein (%)

18,50

19,975

21,45

22,925

Min 18

Lemak Kasar/LK

5,00

6,15

7,3

8,45

Maks 8.0

(%)

Serat Kasar/SK (%)

5,00

5,833

6,666

7,499

Maks 6.0

Abu s(%)

7,00

7,48

7,96

8,44

Maks 8.0

Kalsium Ca (%)

0,90

1,123

1,346

1,569

0.90-1.20

Fospor P (%)

0,60

0,614

0,628

0,642

Min 0.40

Keterangan:

1) Brosur makanan ternak Broiler PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

2) Standar nutrient menurut SNI (2006).

3) Perlakuan terdiri atas:

P0 sebagai control

P1 ransum S12 ditambah 5% ulat maggot

P2 ransum S12 ditambah 10% ulat maggot

P3 ransum S12 ditambah 15% ulat maggot

Ulat maggot

Ulat maggot yang digunakan adalah ulat maggot kering yang dibeli dari peternak dengan harga Rp. 35.000/kg. Sebelum maggot dicampurkan pada ransum, maggot dihancurkan hingga berbentuk crumble. Adapun kandungan nutrisi pada ulat maggot tertera pada Tabel 5.

Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang petak. Petak kandang memiliki ukuran 85 cm x 95 cm. Masing-masing sekat terbuat dari triplek dan diisi 4 ekor ayam broiler serta dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Tempat pakan dan air minum terbuat dari bahan plastik dengan kapasitas air minum 3 liter dan pakan 5 kg yang berada dalam petak kandang. Penempatan tempat pakan dan air minum berada dalam kandang dengan cara digantung. Penerangan kandang menggunakan lampu berdaya 15 watt dan gasolec yang berfungsi untuk menjaga suhu pada kandang agar tetap hangat. Pada lantai kandang dilapisi dengan kapur dan ditutupi dengan sekam padi kemudian dilapisi koran dan dilepas satu hari kemudian, serta dilakukannya pembalikan sekam dan penebaran sekam setiap tiga hari sekali.

Tabel 5. Kandungan nutrisi maggot

Kandungan Nutrisi2)

Jumlah

Energi

3755 kkal/kg

Protein Kasar

48%

Bahan Kering

14%

Serat Kasar

5,89%

Lemak Kasar

31,76%

Kadar Air

86%

Abu

10,03%

Kandungan Mineral1)

Jumlah

P

0,88%

K

1,16%

Ca

5,36%

Mg

0,44%

Mn

348 ppm

Fe

776 ppm

Zn

271 ppm

Kandungan Asam Amino Esensial1)

Jumlah

Methionone

0,83%

Lysine

2,21%

Isoleucine

2,61%

Histidene

1,51%

Phenyllalanine

0,96%

Valine

2,23%

I-Arginine

1,77%

Threonine

1,41%

Trypyopan

0,59%

Sumber: 1) Newton et al. (2005)

2) Odesanya et al. (2011)

Peralatan dan perlengkapan

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer sebagai pengukur suhu, timbangan yang digunakan untuk mengukur bobot badan broiler dan juga ransum yang diberikan serta ransum yang tersisa. Adapun peralatan lain yang digunakan yaitu feeder chick tray, tempat air minum tiga liter medion, ember, koran bekas, gayung, alat tulis, dan lampu.

Metode

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan dengan empat ulangan dan tiap perlakuan menggunakan empat ekor ayam, sehingga total ayam yang digunakan adalah sebanyak 64 ekor. Adapun empat perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

P0 : Broiler yang diberi ransum komersial tanpa penambahan ulat maggot

P1 : Broiler yang diberi 5% ulat maggot sebagai pengganti 5% ransum komersial.

P2 : Broiler yang diberi 10% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial

P3 : Broiler yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial

Pemberian ransum S11 dilakukan selama 10 hari tanpa diberikan maggot, pada hari ke 11 sampai 21 diberikan S11 dengan perlakuan P0 tanpa penambahan ulat maggot karena pada saat DOC sistem pencernaan ayam belum terbentuk dengan baik untuk mengkonsumsi ransum yang ditambahkan maggot. Selanjutnya hari ke-11 sampai 21 diberikan ransum S11 dengan penambahan maggot. Pada hari ke-22 sampai dengan 35 diberikan ransum S12 dengan perlakuan yang sama.

Pengacakan

Pengacakan ayam dilakukan sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan bobot badan yang homogen, dengan menimbang 100 ekor ayam untuk mencari bobot badan rata-rata dan standar deviasinya. Kemudian ayam disebar secara acak pada petak kandang yang berjumlah 16 petak dengan jumlah ayam setiap petaknya yaitu 4 ekor ayam.

Pemberian ransum

Pemberian ransum untuk P0 : Ransum tanpa ulat maggot, P1 : Ransum dengan 5% ulat maggot, P2 : Ransum dengan 10% ulat maggot dan P3 : Ransum dengan 15% ulat maggot. Ransum yang diberikan pada penelitian ini adalah ransum komersial produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Pemberian dilakukan secara ad libitum.

Pemeliharaan

Sebelum DOC (Day Old Chick) masuk dilakukan persiapan kandang dan perlatan kandang setra sanitasi kandang terlebih dahulu. Pada awal kedatangan DOC, akan dilakukan penimbangan terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal DOC. Kemudian DOC diberikan larutan air gula pada tempat minum untuk meningkatkan energi pada ayam dan kemudian diganti menggunakan air biasa setelah 4 jam. Kemudian pada tempat pakan dimasukan campuran ransum sesuai dengan perlakuan. Pada dua minggu pertama pada setiap kandang dihidupkan lampu berdaya 15W selama 24 jam, sedangkan setelah dua minggu, lampu hanya dihidupkan pada malam hari saja. Pengontrolan pemberian pakan dan air minum dilakukan setiap hari.

Pencegahan penyakit

Sistem biosecurity dilakukan pada awal penelitian yaitu dengan cara menyemprotkan formaldehyde keseluruh kandang. Penyemprotan formaldehyde dilakukan dua minggu sebelum ayam dimasukan ke kandang. Ayam dimasukan pertama kali ke kandang dan diberikan air gula sebelum pemberian vitamin, vitamin yang digunakan adalah vita chicks. Pemberian vitamin dilakukan setiap satu minggu sekali.

Pemanenan broiler

Pemanenan dilakukan pada umur broiler mencapai 35 hari. Broiler dipuasakan 12 jam sebelum dilakukan pemanenan dan penimbangan agar isi dari saluran pencernaan kosong dan bobot badan yang didapat menjadi bobot bersih.

Variabel yang diamati

Variable yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1.    Jumlah konsumsi ransum: adalah jumlah ransum yang dikonsumsi setiap hari

  • 2.    Berat badan awal dan akhir : adalah bobot yang ditimbang saat awal kedatangan broiler dan pada saat pemanenan.

  • 3.    Pertambahan bobot badan: adalah pertambahan bobot badan yang dihitung dengan mengurangi bobot badan dari penimbangan dengan bobot badan minggu sebelumnya.

  • 4.    FCR (Feed Convertion Ratio): perbandingan antara jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan pada broiler. Adapun cara menghitungnya yaitu sebagai berikut:

FCR Jumlah konsumsi ransum (Kg)

Pertambahan Bobot BadanAyam (Kg)

Analisis data

Data dari penelitian ini akan dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan (P<0,05). Maka analisis akan dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian konsumsi ransum, berat badan awal dan akhir, pertambahan bobot badan, dan feed convertion ratio ayam broiler yang diberi ransum komersial dengan penambahan ulat maggot sebanyak 5% (P1), 10% (P2), dan 15% (P3) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan awal dan akhir, pertambahan bobot badan, dan feed convertion ratio broiler yang diberi ransum komersial dengan penambahan ulat maggot

Variabel

P0

Perl

P1

akuan1)

P2

P3

SEM2)

Bobot Awal (g/ekor)

49,00a3)

51,00a

50,25a

51,00a

0,94

Konsumsi Ransum (g/ekor)

2966,75b

3125,75a

2989,25b

3098,50a

14,19

Bobot Akhir (g/ekor)

1924,00c

2166,75a

2034,75bc

2102,50ab

39,79

Pertambahan Bobot Badan

(g/ekor)

1875,00b

2115,75a

1984,50ab

2051,50a

39,91

feed convertion ratio

1,585a

1,4825a

1,5075a

1,5125a

0,03

Keterangan:

1) P0: Ayam yang diberikan ransum control tanpa pemberian ulat maggot

P1: Ayam yang diberi 5% ulat maggot sebagai pengganti 5% ransum komersial

P2: Ayam yang diberi 10% ulat maggot sebagai pengganti 10% ransum komersial

P3: Ayam yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial.

2) Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

Konsumsi ransum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum ayam broiler pada perlakuan tanpa pemberian maggot (P0) adalah 2966,75 (Tabel 5). Rataan konsumsi ransum yang diberikan penambahan 5% maggot (P1) dan 15% maggot (P3), masing masing 5,36% dan 4,44% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa pemberian maggot (P0). Sedangkan penambahan 10% maggot (P2) 4,37% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan kontrol (P0). Pada perlakuan P2 memperoleh hasil yang sama dengan perlakuan P1 kemudian perlakuan P3 sebesar 0,87% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan P1. Persentase konsumsi ransum pada perlakuan P3 memperoleh hasil 3,65% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2.

Konsumsi ransum dengan penambahan maggot pada penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ransum komerisal tanpa penambahan maggot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum yang diberikan penambahan 5% maggot (P1), dan 15% maggot (P3), masing masing 5,36% dan 4,44% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian

maggot (P0), sedangkan penambahan 10% maggot (P2) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dalam konsumsi ransum dibandingkan dengan kontrol (P0). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian maggot pada ransum ayam broiler dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertumbuhan ayam (Rumpold et al., 2014) yang disebabkan oleh tingginya kandungan protein pada maggot. Tingginya kadar protein pada maggot disebabkan oleh jenis ukuran dan usia maggot itu sendiri, sejalan dengan pendapat Karr et al. (2016) yang menyatakan bahwa maggot dengan ukuran lebih kecil memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan maggot yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh maggot yang lebih kecil masih dalam tahap pertumbuhan dan membutuhkan lebih banyak protein untuk membangun tubuh mereka.

Menurut Rasyaf (2011) terdapat dua faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum pada broiler, yaitu faktor dominan dan faktor minor. Faktor dominan tersebut adalah kualitas ransum, kandungan energi ransum dan juga suhu lingkungan dari broiler, sedangkan faktor minor tersebut meliputi bobot awal, aktifitas broiler, strain, dan tingkat stress. Kandungan energi pada ransum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi, jika energi dalam ransum meningkat maka konsumsi ransum akan menurun karena faktor utama yang mempengaruhi jumlah konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolis, bobot badan broiler, suhu, dan kandungan serat kasar pada ransum (Scott et all., 1982). Sejalan dengan pendapat (Mahardika et all., 2013) hal ini menunjukkan bahwa broiler yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi dan protein yang lebih tinggi akan mempunyai pertumbuhan yang lebih baik. Konsumsi ransum yang rendah pada broiler tidak berpengaruh pada bobot badan jika kebutuhan nutrisinya terpenuhi dengan baik serta proses metabolisme nutrien berlangsung dengan lancar dan seimbang (Dewi et al., 2015). Menurut Fanani et al. (2015) ayam akan berhenti mengkonsumsi ransum jika kebutuhan energinya sudah terpenuhi.

Pertambahan bobot badan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam broiler pada perlakuan P1, P2, dan P3 berbeda nyata (P<0,05) meningkatkan masing-masing 12,84%, 5,84%, dan 11,48% dari perlakuan P0 yang memiliki rataan pertambahan bobot badan sebesar 1875,00 (Tabel 5). Pada perlakuan P2 dan P3 memperoleh nilai 6,20% dan 1,21% berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1. Pertambahan bobot badan ayam broiler pada perlakuan P3 memperoleh hasil 5,33% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2.

Pertambahan bobot badan ayam broiler menunjukkan perlakuan broiler yang diberi penambahan maggot pada ransum dengan perlakuan P1, P2, dan P3 berbeda nyata (P<0,05) Putri, P. E. N., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 470 – 484 Page 479

meningkatkan masing-masing 12,84%, 5,84%, dan 11,48% dari perlakuan P0. Hal ini didukung oleh Sarwar et al. (2012) yang menyatakan bahwa pakan yang diperkaya dengan protein hewani seperti maggot dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi ayam broiler. Peningkatan pertambahan bobot badan pada ayam broiler yang diberi pakan maggot dapat terjadi karena kandungan nutrisi yang terdapat pada maggot, terutama protein. Maggot juga mengandung asam lemak esensial dan asam amino yang lengkap, serta mineral dan vitamin (Jiang et al., 2020). Kandungan nutrisi yang lengkap tersebut dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan oleh ayam broiler dan pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan bobot badannya. Pertambahan bobot badan broiler dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan kualitas ransum serta bobot akhir broiler (Aliyani, 2002 dan Mulyatini, 2010).

Bobot akhir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot akhir broiler pada perlakuan P1, P2, dan P3 berbeda nyata meningkatkan masing-masing 12,62%, 5,76%, dan 9,28% (P<0,05) daripada perlakuan P0 (Tabel 5). Pada perlakuan P2 dan P3 jika dibandingkan dengan perlakuan P1 menghasilkan nilai berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah 6,09% dan 2,97% dari perlakuan P1, sedangkan pada perlakuan P3 menghasilkan nilai 3,33% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot akhir broiler yang diberi perlakuan P1, P2, dan P3 memiliki rataan bobot akhir yang tertinggi jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan ulat maggot (P0). Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi yang tinggi pada maggot, seperti protein, lemak, dan asam amino esensial yang dapat meningkatkan bobot akhir broiler. Selain itu, kandungan protein pada maggot juga lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh ayam broiler, sehingga dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan dan produksi pada ayam broiler. Pentingnya konsumsi ransum dalam pertumbuhan dari broiler karena semakin tinggi tingkat konsumsi ransum maka akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan dan feed convertion ratio menurut Miarsono dan Ainun (2020). Hal ini didukung oleh Dewi et al. (2020) bahwa peningkatan bobot badan dan bobot akhir disebabkan oleh peningkatan aktivitas enzim pencernaan dalam mengurai dan menyerap pakan menjadi lebih maksimal sehingga pakan yang diserap dengan maksimal akan dimanfaatkan dalam pertumbuhan jaringan dan pertumbuhan bobot badan pada broiler.

FCR (feed convertion ratio)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa feed convertion ratio pada broiler selama 35 hari pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing 6,47%, 4,89%, dan 4,57% tidak berbeda nyata Putri, P. E. N., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 470 – 484 Page 480

(P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P0. Pada perlakuan P2 dan P3 memperoleh nilai 1,69% dan 2,02% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1. Pada perlakuan P3 memperoleh nilai sebesar 0,33% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2.

Feed Conversion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa ayam broiler yang diberi ransum dengan penambahan ulat maggot 5% (P1) memiliki nilai FCR yang paling efisien yaitu memiliki angka 1,48 yang artinya untuk meningkatkan 1kg bobot badan broiler membutuhkan 1,48 kg ransum. Menurut Edjeng dan Kartasudjana (2006) bahwa besar kecilnya nilai konversi ransum disebabkan dari jumlah ransum yang dikonsumsi lebih sedikit untuk menghasilkan pertambahan bobot badan satu kilogram, sedangkan nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan bahwa ayam broiler membutuhkan banyak ransum untuk menaikkan bobot per satuan berat, maka semakin rendah nilai konversi ransumnya berarti kualitas ransum yang baik dapat menaikkan bobot badan yang optimum (Lacy dan Vest, 2000). Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa pemberian maggot dapat meningkatkan efisiensi pakan pada broiler (Sarwar et al., 2016). Hal ini diduga karena maggot mengandung protein dan lemak yang tinggi, serta asam lemak omega-3 dan omega-6 yang baik untuk pertumbuhan ternak (Van Huis et al., 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengunaan 5% maggot pada ransum broiler dapat meningkatkan produktivitas tertinggi pada broiler dan mendapatkan nilai FCR terendah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan pada peternak ayam broiler untuk memberikan maggot pada ransum hingga taraf tidak lebih dari 5% karena cukup optimal untuk meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, bobot akhir, dan memperbaiki FCR pada broiler. Penulis juga menyarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal lagi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Aliyani, A. 2002. Persentase Berat Karkas Dan Organ Dalam Broiler Yang Diberi Tepung Daun Talas (Colocasia Esculenta L. Schott) Dalam Ransumnya. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.

Dewi, G. A. M. K., I N. S. Sutama, I W. Wijana , dan I. M Mudita. 2015. Performans dan produksi karkas itik bali yang mendapat ransum biosuplemen berbasis limbah isi rumen. Proseding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal Ke-V dan Kongres Masyarakat Perunggasan Indonesia. Semarang 18-19 November 2015. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang: 355-365.

Dewi, R. A. S., I G. Mahardika dan I M. Mudita. 2020. Pengaruh pemberian probiotik bakteri bacillus subtilis strain br2cl atau bacillus sp. Strain bt3cl terhadap penampilan ayam broiler. Jurnal Peternakan Tropika. 8 (1): 74-88.

Edjeng S. dan R, Kartasudjana, 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Elamin, M. Z., Ilmi, K. N., Tahrirah, T., Zarnuzi, Y. A., Suci, Y. C., Rahmawati, D. R., Nafisa, I.

F. (2018). Analysis of Waste Management in The Village of Disanah, District of Sreseh Sampang, Madura. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 10(4), 368.

Fanani AF, N. Suthama dan B. Sukamto. 2015. Retensi nitrogen dan efisiensi protein ayam lokal persilangan dengan pemberian inulin dari umbi bunga dahlia (Dahlia variabillis). Jurnal Agromedia. 33(1):33-39.

Jiang, H., Zheng, L., Li, Y., Zhang, L., Li, W., and Guo, X. (2020). Nutritional composition of black soldier fly larvae (Hermetia illucens) and their potential as animal protein source: A review. Journal of Animal Science and Biotechnology, 11(1), 1-17.

Karr, A. L., Goh, Q. Z., and Tanga, C. M. 2016. Comparison of Black Soldier Fly Larvae (Hermetia illucens) Raised on Different Waste Materials: Larval Growth, Development, and Nutrient Composition. Insects, 7(4), 22.

Knorr D. 1984. Functional properties of chitin and chitosan. Food Technology 38(1): 85-97.

Lacy, M. and L. R. Vest. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler : A Guide for Growers. Springer Science and Business Media Inc, New York.

Mahardika, I. G., G. A. M. K. Dewi., I. K. Sumadi., dan I. M Suasta. 2013. Kebutuhan Energi dan Protein Untuk Hidup Pokok dan Pertumbuhan pada Ayam Kampung Umur 10-20 Minggu. Majalah Ilmiah Peternakan 16 (1): 6-11.

Makkar H. P., Tran G., Heuze V., and Ankreas P. 2014. State of the art on use of insects as animal feed. Anim Feed Sci Technol. 197(1): 1-33.

Miarsono, S. dan N. Ainun. 2020. Pengaruh pemberian air minum dan herbal berbasis magnetic water treatment terhadap performa ayam pedaging. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia. 5(1). 30-35.

Mulyatini N. G. A. 2010. Ilmu manajemen ternak unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Newton GL, Sheppard D.C.,Watson D.W., Burtle G.J., Dove C.R. 2005. Using The Black Soldier Fly, Hermetia illucens, As a Value-Added Tool For the Management of Swine. Director of the Animal and Poultry Waste Managmenent Center North Carolina State University, Raleigh, NC.

Odesanya, B. O., S. O. Ajayi, B. K. O. Agbaogun, and B. Okuneye. (2011). Comparative evaluation of nutritive value of maggots. Int. J. Sci. Eng. Res. 2(11): 1-5.

Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rizkinta, G. 2020. Pemberian Ulat Maggot BSF Terhadap Performance Ayam Kampung Joper Umur 1 Sampai 90. Skripsi Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi, 2(2), 109-109.

Rumpold, B.A., Schlüter, O.K., Holzhauser, T., Roth, A., and Vogel, R.F. 2014. Sustainable production of Black Soldier Fly (Hermetia illucens) larvae for feed and food - A review. Agronomy for Sustainable Development, 34(3), 483-498.

Sanchez-Murosetal M. J., Barroso F. G., and Manzano Agugliaro F. 2012. Insect meal as renewable source of food for animal feeding: A review. J Clean Prod 65: 16-27.

Sarwar, M., Ashraf, S., Bibi, S., Nisa, M., and Mehmood, S. (2016). Maggot meal as an alternate source of protein in broiler rations. Journal of Animal and Plant Sciences, 26(3), 758-764.

Sarwar, M., Khan, S. H., and Sultan, A. (2012). Maggot meal as a potential replacement for fishmeal in the diets of Japanese quail. Journal of the World's Poultry Science, 68(1), 19-26.

Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3rd Ed. ML. Scott and ASS, Ithaca.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama, Jakarta.

Sugianto, D. 2007. Pengaruh Tingkat Pemberian Maggot Terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pemberian Pakan Benih Ikan Gurame (Osphronemus gouramy). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Van Huis, A., Van Itterbeeck, J., Klunder, H., Mertens, E., Halloran, A., Muir, G., and Vantomme, P. 2013. Edible insects: Future prospects for food and feed security (No. 171). FAO.

Putri, P. E. N., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 470 – 484

Page 484