PHYSICAL QUALITY OF ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum) SILAGE ON DIFFERENT LEVELS OF Indigofera zollingeriana LEAF MEAL ADDITION
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: May 13, 2023
Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & I Made Mudita
KUALITAS FISIK SILASE RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum) PADA PENAMBAHAN TEPUNG DAUN INDIGOFERA DENGAN LEVEL
YANG BERBEDA
Nurcahyati, R., I G. L. O. Cakra, dan A. A. A. S. Trisnadewi
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: reninurcahyati@student.unud.ac.id , Telp. +62 857-3826-5519
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung daun Indigofera terhadap kualitas fisik silase rumput gajah (Penisetum purpureum). Dilakukan di Stasiun Penelitian Sesetan dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan, menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari empat perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan terdiri atas R1 (95% rumput gajah + 5% molases + 0% tepung daun Indigofera), R2 (85% rumput gajah + 5% molases + 10% tepung daun Indigofera) R3 (75% rumput gajah + 5% molases + 20% tepung daun Indigofera), dan R4 (65% rumput gajah + 5% molases + 30% tepung daun Indigofera). Terdapat lima variabel yang diamati yaitu warna, bau, tekstur, keberadaan jamur dan pH silase. Data pH dianalisis menggunakan sidik ragam dan data kualitas fisik dianalisis dengan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan tepung daun Indigofera pada silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) sampai dengan dosis 30% tidak menunjukkan perbedaan pada kualitas fisik silase rumput gajah. Kesimpulan penelitian ini adalah penambahan tepung Indigofera pada silase rumput gajah tidak berpengaruh pada kualitas fisik silase.
Kata kunci : kualitas fisik, rumput gajah, silase, tepung daun Indigofera
PHYSICAL QUALITY OF ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum) SILAGE ON DIFFERENT LEVELS OF Indigofera zollingeriana LEAF MEAL ADDITION
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of the addition of Indigofera leaf meal on the physical quality of elephant grass (Penisetum purpureum) silage. This research was conducted at the Sesetan Research Station and Animal Feed Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. This study conducted for one month, using a completely randomized design consisted of four treatments and five replications. The treatments consisted of R1 (95% elephant

grass + 5% molases + 0% Indigofera leaf meal), R2 (85% elephant grass + 5% molases + 10% Indigofera leaf meal) R3 (75% elephant grass + 5% molases + 20% Indigofera leaf meal), and R4 (65% elephant grass + 5% molases + 30% Indigofera leaf meal). The variabel observed were: color, smell, texture, the presence of mold and silage pH. pH value data was analyzed with analysis of variance and physical quality data were analyzed using a frequency distribution. The results showed that the addition of Indigofera leaf meal to elephant grass silage (Pennisetum purpureum) up to a dose of 30% showed no difference in the physical quality of elephant grass silage. The conclusion of this study is the addition of Indigofera meal to elephant grass silage has no effect on the physical quality of the silage.
Keywords: physical quality, elephant grass, silage, Indigofera zollingeriana leaf meal
PENDAHULUAN
Ketersediaan pakan hijauan untuk ternak ruminansia merupakan hal yang terpenting dalam keberlangsungan hidup ternak untuk proses produksi dan reproduksi. Melimpahnya hijauan rumput gajah (Pennisetum purpureum) pada saat musim hujan dan pada saat musim kemarau produksi rumput gajah mengalami penurunan. Ketersediaan pakan terutama kualitas, kuantitas dan konsistensi yang baik merupakan salah satu faktor penting keberhasilan pada ternak ruminansia (Asmoro, 2017). Ketersediaan hijauan pakan yang tidak memadai baik kuantitas maupun kualitasnya, menjadi salah satu kendala dalam pengembangan usaha peternakan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk menyediakan hijauan pakan yang cukup baik dan bisa terjamin kontinuitasnya. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah memelihara, meningkatkan produksi, serta pertumbuhan dan perkembangan hijauan pakan. Salah satu hijauan pakan yang sangat potensial dan sering diberikan pada ternak ruminansia adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum). Menurut Thomas et al. (2017) salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung pengembangan agribisnis peternakan yang besar, melalui prosedur teknis untuk meningkatkan jumlah hewan ternak. Meningkatnya jumlah ternak khususnya ruminansia harus didukung dengan ketersediaan pakan baik secara kuantitas maupun kualitas sepanjang tahun.
Menurut Nurlaha et al. (2014) bahwa pakan hijauan tersedia bergantung pada lokasi, musim, cuaca, kualitas tanah, dan sebagainya. Kurangnya daya simpan pakan dalam bentuk segar menyebabkan pakan mudah rusak, sehingga perlu adanya teknologi pengolahan pakan dengan cara pembuatan silase. Selain itu, pakan ternak yang tersedia secara berlebih saat musim hujan atau musim panen, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ketersediaan pakan pada musim kemarau.
Silase pakan lengkap adalah hasil fermentasi campuran antara bahan pakan hijauan dan konsentrat dengan kadar air 60-70% dalam keadaan anaerob (Asmoro, 2017). Silase diharapkan mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak dan memiliki daya simpan yang cukup lama. Silase pakan lebih efisien dan efektif karena tidak perlu dicampur dengan nutrisi lain, sehingga mudah untuk diberikan pada ternak. Hal ini juga didukung oleh Allaily et al. (2011) dengan keunggulan silase utuh adalah lebih mudah diproduksi dengan fermentasi anaerob, menghasilkan nutrisi dalam jumlah besar dan memenuhi 70-90% kebutuhan gizi ternak dan memiliki aroma yang disukai oleh ternak. Prinsip pembuatan silase adalah mencegah pakan bersentuhan dengan oksigen, sehingga pada kondisi anaerob bakteri asam laktat dan mengubah karbohidrat larut menjadi asam laktat (Anjalani et al., 2017).
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah jenis rumput yang sangat baik dan memiliki produktivitas dan nutrisi yang tinggi, serta disukai oleh ternak ruminansia. Rumput gajah memiliki nilai gizi yang baik untuk ternak ruminansia. Selain sebagai pakan segar, rumput gajah juga dapat dimanfaatkan sebagai silase karena merupakan hijauan pakan yang cocok untuk dijadikan silase. Pembuatan silase rumput gajah dapat dengan atau tanpa penambahan bahan aditif silase (Allaily et al., 2011). Menurut Landupari et al. (2020) penambahan molases yang merupakan hasil sampingan dari pembuatan gula pasir dari tebu dapat dijadikan bahan tambahan untuk pembuatan silase tersebut. Molases sering disebut tetes tebu, tetes tebu rendah protein dan dalam proses silase protein sangat diperlukan untuk dirombak menjadi amoniak, asam amino, asam asetat.
Tanaman Indigofera merupakan salah satu tanaman legum yang tumbuh baik pada kondisi cahaya penuh, tetapi toleran dengan naungan, cekaman kekeringan, genangan, tanah masam, dan salinitas. Menurut Landupari et al. (2020) tanaman Indigofera memiliki produktivitas yang tinggi dan kandungan nutrient yang cukup baik, serta kandungan proteinnya yang tinggi. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya dalam nitrogen, fosfor dan kalsium. Menurut Saijo et al. (2018) bahwa Indigofera memiliki kandungan lemak kasar sebesar 3,62 %, protein kasar 29,16%, serat kasar 14,02%, vitamin A 5054 (IU/100 g), vitamin D 34,7 mg/ 100g, dan vitamin E 13,2 mg/100 g. Menurut Ndun et al. (2015) bahwa pada silase yang dicampurkan dengan daun gamal dapat mempengaruhi ratio dari protein kasar yang ada didalamnya yang menghasilkan protein tertinggi sebesar 13.08%.
Hasil penelitian Supriadi (2018) mendapatkan karakteristik fisik silase campuran rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan daun turi (Sesbania grandiflora) menghasilkan silase yang baik dari segi kualitas fisik (aroma, warna, tekstur, pH dan suhu), serta menghasilkan pH yang Nurcahyati, R., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 441 – 456 Page 443
rendah. Silase yang ditambahkan dengan limbah tanaman ubi dengan difermentasi 28 hari memiliki pH yang lebih rendah dan keberadaan jamur lebih sedikit (Novita, 2019). Silase pada umumnya difermentasi selama 21 hari, silase rumput gajah difermentasi selama 21 hari
Penelitian Wijaya et al. (2018) mendapatkan bahwa silase yang dicampurkan dengan daun Indigofera memiliki kecernaan serat kasar yang tinggi dan mempengaruhi terhadap kecernaan serat kasar karena faktor yang mempengaruhi tingginya kecernaan antara lain adalah faktor hewan dan komposisi pakan. Produksi bahan kering setiap panen tanaman Indigofera mencapai 2,6 ton sehingga tanaman Indigofera memiliki potensi ketersediaan pakan yang baik (Setyawan et al., 2016). Tanaman Indigofera mengandung beta caroten dan xantophyl, serta Indigofera segar dapat digunakan sebagai bahan pakan suplemen sehingga dapat berpengaruh terhadap produksi pada hasil ternak ruminansia namun juga pada unggas (Akbarillah et al., 2010).
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang penambahan tepung daun Indigofera pada silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Penelitian tentang penambahan tepung daun Indigofera pada silase rumput gajah sebagai pakan ternak ruminansia belum ada informasi yang akurat, oleh karena itu dilakukan penelitian lebih lanjut.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Sesetan, dan Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar Bali. Penelitian dilaksanakan ± selama 2 bulan.
Bahan – bahan penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput gajah yang diperoleh dari Desa Jimbaran Kecamatan Kuta Selatan. Pembuatan tepung daun Indigofera dilakukan di stasiun penelitian sesetan serta molases diperoleh dari Simantri di Desa Kelating.
Alat – alat penelitian
Alat – alat yang diperlukan sebagai penunjang penelitian ini adalah plastik, pisau, parang, ember, tali rafia, selotip, timbangan, alat tulis, pH meter, amplop coklat. dan tali.
Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu:
R1 = 95% rumput gajah + 5% molases + 0% tepung daun Indigofera
R2 = 85% rumput gajah + 5% molases + 10% tepung daun Indigofera
R3 = 75% rumput gajah + 5% molases + 20% tepung daun Indigofera
R4 = 65% rumput gajah + 5% molases + 30% tepung daun Indigofera
Pembuatan silase
Sebelum penelitian dilakukan persiapan antara lain: rumput gajah, tepung daun Indigofera, molases, dan alat – alat yang digunakan dalam penelitian. Rumput gajah terlebih dahulu dilayukan selama 1-2 hari pada ruang terbuka, setelah dilayukan rumput gajah dipotong - potong dengan ukuran 3-5 cm agar memudahkan saat dicampur dengan tepung daun Indigofera dan saat pemadatan. Pembuatan tepung daun Indigofera yaitu pertama mengumpulkan daun Indigofera, kemudian daun Indigofera dijemur selama 7 jam kemudian di oven pada suhu 70°C selama 24 jam. Setelah daun Indigofera kering maka daun digiling untuk dijadikan tepung.
Pembuatan silase dengan cara memotong tanaman rumput gajah dengan ukuran 3-5 cm (Trisnadewi et al., 2017). Lalu pada potongan tanaman rumput gajah tersebut dituangkan cairan molases hingga merata dan juga ditaburi bubuk daun Indigofera hingga merata. Pemberian tepung daun Indigofera sesuai perlakuan yang diberikan R1 (95% rumput gajah + 5% molases + 0% tepung daun Indigofera), R2 (85% rumput gajah + 5% molases + 10% tepung daun Indigofera) R3 (75% rumput gajah + 5% molases + 20% tepung daun Indigofera), dan R4 (5% rumput gajah + 5% molases + 30% tepung daun Indigofera). Pencampuran dilakukan hingga semua bahan tercampur homogen. Bahan yang sudah tercampur homogen kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan bahan dipadatkan agar kondisi didalam anaerob kemudian diikat dan dilapisi plastik ke-2 kemudian diikat. Fermentasi silase rumput gajah akan dilakukan selama 21 hari dalam keadaan anaerob.
Variable yang diamati
Variabel yang diamati adalah kualitas fisik meliputi warna, bau, tekstur, keberadaan jamur dan nilai pH silase.
Uji kualitas fisik silase dan pH
Kualitas fisik silase meliputi warna, bau, tekstur, dan keberadaan jamur diuji fisik dengan menggunakan 21 orang panelis semi terlatih yang berasal dari mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Udayana semester 4 sampai dengan 8. Penilaian warna berdasarkan tingkat perubahan warna atau kegelapan pada silase yang dihasilkan. Penilaian tekstur berdasarkan dengan mengambil sampel sebanyak 25 gram silase dari seluruh ulangan dan dirasakan dengan meraba silase yang dihasilkan tekstur silase (kasar, kurang halus, agak halus, dan halus). Penilaian bau dengan indra penciuman apakah silase berbau (busuk, kurang asam, asam dan sangat asam) (Departemen Pertanian, 1980). Pengukuran nilai pH menggunakan metode AOAC Nurcahyati, R., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 441 – 456 Page 445
(2005) (dimodifikasi) dengan cara 10 gram sampel yang sudah ditimbang dimasukan kedalam blender selanjutnya ditambahkan 100 ml aquadest, kemudian diblender selama 30 detik – 1 menit selanjutnya diukur dengan pH meter yang telah distandarisasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan pH 7.
Tabel 1. Nilai untuk setiap kriteria silase | ||||
Kriteria |
Skoring | |||
1 |
2 |
3 |
4 | |
Buruk |
Sedang |
Baik |
Sangat Baik | |
Warna |
Coklat Kehitaman |
Coklat |
Kuning |
Hijau Kekuningan |
Tekstur |
Kasar |
Kurang Halus |
Agak Halus |
Halus |
Bau |
Busuk |
Kurang Asam |
Asam |
Sangat Asam |
Keberadaan Jamur |
Banyak |
Cukup Banyak |
Sedikit |
Tidak Ada |
Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia (1980) |
Analisis statistik
Data pH dianalisis dengan sidik ragam apabila terdapat perlakuan berbeda nyata maka akan dianalisis dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1993). Dan data kualitas fisik akan dianalisis menggunakan distribusi frekuensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Fisik
Karakteristik fisik silase dibedakan menjadi 4 yang terdiri dari warna, tekstur, bau dan keberadaan jamur. Penilaian karakteristik warna dibedakan menjadi 4 yaitu hijau kekuningan, kuning, coklat, dan coklat kehitaman. Penilaian karakteristik tekstur dibedakan menjadi 4 yaitu halus, agak halus, kurang halus, dan kasar. Untuk penilaian karakteristik bau dibedakan menjadi 4 yaitu sangat asam, asam, kurang asam, dan busuk. Sedangkan penilaian karakteristik keberadaan jamur dibedakan menjadi 4 yaitu tidak ada, sedikit, cukup banyak, dan banyak.
Tabel 2. Persepsi responden terhadap kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum
purpureum) berbeda |
pada penambahan |
tepung daun |
Indigofera dengan |
level yang | |
Variabel |
Karakteristik |
Perlakuan | |||
1 |
2 |
3 |
4 | ||
Warnat |
Hijau kekuningan |
57% |
57% |
33% |
19% |
Kuning |
38% |
38% |
19% |
0% | |
Coklat |
5% |
5% |
48% |
10% | |
Coklat kehitaman |
0% |
0% |
0% |
71% | |
Tekstur |
Halus |
48% |
19% |
24% |
52% |
Agak halus |
19% |
52% |
52% |
5% | |
Kurang halus |
19% |
24% |
24% |
14% | |
Kasar |
14% |
5% |
0% |
29% | |
Bau / aroma |
Sangat asam |
14% |
4% |
14% |
33% |
Asam |
52% |
48% |
38% |
14% | |
Kurang asam |
29% |
48% |
48% |
29% | |
Busuk |
5% |
0% |
0% |
24% | |
Keberadaan jamur |
Tidak ada |
86% |
5% |
48% |
81% |
Sedikit |
14% |
52% |
48% |
19% | |
Cukup banyak |
0% |
38% |
4% |
0% | |
Banyak |
0% |
5% |
0% |
0% |
Keterangan:
R1 = 95% rumput gajah + 5% molases + 0% tepung daun Indigofera; R2 = 85% rumput gajah + 5% molases + 10% tepung daun Indigofera; R3 = 75% rumput gajah + 5% molases + 20% tepung daun Indigofera; R3 = 65% rumput gajah + 5% molases + 30% tepung daun Indigofera
Warna
Hasil penilaian warna silase pada perlakuan R1 menunjukkan bahwa silase memiliki warna hijau kekuningan yaitu 57% panelis, warna kuning yaitu 38% panelis, warna coklat yaitu 5% panelis, dan tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki warna coklat kehitaman. Perlakuan R2 menunjukkan bahwa silase memiliki warna hijau kekuningan yaitu 57% panelis, warna kuning yaitu 38% panelis, warna coklat yaitu 5% panelis, dan tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki warna coklat kehitaman. Perlakuan R3 menunjukkan bahwa silase memiliki warna hijau kekuningan yaitu 33% panelis, warna kuning yaitu 19% panelis, warna coklat yaitu 48% panelis, dan tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki warna coklat kehitaman. Perlakuan R4 menunjukkan bahwa silase memiliki warna hijau kekuningan yaitu 19% panelis, tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki warna kuning, warna coklat yaitu 10% panelis, dan yang menyatakan silase berwarna coklat kehitaman yaitu 71% panelis.
Penilaian warna silase dari yang terbaik adalah R2, R1, R3, dan R4 dengan nilai terbaik didapat pada R2. Warna silase yang baik memiliki warna seperti warna aslinya, warna yang seperti warna asal merupakan kualitas silase yang baik dan silase yang berwarna menyimpang dari warna asal merupakan silase yang berkualitas rendah. Peningkatan level penambahan tepung daun Indigofera warna silase yang didapat cenderung lebih coklat kehitaman. Perlakuan dengan perubahan warna silase dikarenakan adanya proses respirasi pada saat pembuatan silase sehingga gula teroksidasi menyadi CO2 dan H2O sehingga menyebabkan suhu naik (Asmoro, 2017). Perubahan warna pada silase dapat terjadi karena kandungan air yang tidak terlalu tinggi mampu mengatasi kenaikan suhu yang dapat membuat warna silase menjadi coklat, dan kadar air bahan 70-75% merupakan keadaan optimal dalam pembuatan silase (Prasetya, 2021). Silase yang baik akan berwarna normal, artinya tidak terjadi perubahan dari warna sebelum ensilase, sedangkan jika kelebihan asam butirat akan berlendir dan berwarna hijau kebiruan. Silase yang terlalu banyak mengandung asam asetat akan berwarna kekuningan (Dzulhidayat, 2022). Dari Zakir dan Rostini (2016) bahan yang digunakan pada saat pembuatan silase dapat mempengaruhi warna silase seperti berwarna hijau ataupun kuning.
Tekstur
Hasil penilaian tekstur silase pada perlakuan R1 menunjukkan bahwa silase memiliki tekstur halus yaitu 48% panelis, tekstur agak halus yaitu 19% panelis, kurang halus yaitu 19% panelis, dan pada tekstur kasar yaitu 14% panelis. Perlakuan R2 menunjukkan bahwa silase memiliki tekstur halus yaitu 19% panelis, tekstur agak halus yaitu 52% panelis, kurang halus yaitu 24% panelis, dan pada tekstur kasar yaitu 15% panelis. Perlakuan R3 menunjukkan bahwa silase memiliki tekstur halus yaitu 29% panelis, tekstur agak halus yaitu 52% panelis, kurang halus yaitu 24% panelis, dan tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki tekstur kasar pada perlakuan ini. Perlakuan R4 menunjukkan bahwa silase memiliki tekstur halus yaitu 52% panelis, tekstur agak halus yaitu 5% panelis, kurang halus yaitu 14% panelis, dan pada tekstur kasar yaitu 29% panelis.
Penilaian tekstur silase dari yang terbaik adalah R3, R1, R4, dan R2 dengan nilai terbaik didapat pada R3. Tekstur silase perlakuan menunjukkan silase dengan kualitas yang baik yaitu bertekstur halus. Tekstur merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas fisik silase. Ciri-ciri silase yang baik itu memiliki tekstur yang masih jelas, seperti asalnya. Semakin lembut dan halus menandakan silase yang baik (David et al., 2021). Lama fermentasi dapat mempengaruhi tekstur pada silase dikarenakan lama fermentasi mencapai fase stabil dimana produksi asam laktat mencapai optimal dan berhenti berkembang (Simanjuntak, 2020). Menurut
Kurniawan et al. (2015) bahwa dengan adanya penambahan starter dalam pembuatan silase dapat mempengaruhi tekstur dari silase tersebut (P<0,01). Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis jika proporsi bagian tanaman berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap tekstur silase rumput gajah pada setiap perlakuan, dan silase yang baik memiliki tekstur yang masih seperti hijauan segar, tidak berjamur, tidak berlendir dan banyak mengandung asam laktat (Abrar et al., 2019). Penelitian Wati et al. (2018) menunjukkan bahwa kadar air dalam silase juga mempengaruhi tekstur yang dimiliki oleh silase, serta fermentasi yang singkat menyebabkan kadar air silase tidak terlalu tinggi. Tekstur pada silase masih berbentuk rumput dan lebih lunak jika dibandingkan dengan rumput segar, serta masih terlihat jelas karena proses fermentasi yang dilakukan hanya 2 minggu. Menurut Patimah et al. (2020) bahwa jika pembuatan silase berhasil maka menghasilkan tekstur yang remah dan tidak berjamur.
Bau
Hasil penilaian bau silase pada perlakuan R1 menunjukkan bahwa silase memiliki bau sangat asam yaitu 14% panelis, bau asam yaitu 52% panelis, bau kurang asam yaitu 29% panelis, dan pada bau busuk yaitu 15% panelis. Perlakuan R2 menunjukkan bahwa silase memiliki bau sangat asam yaitu 4% panelis, bau asam yaitu 48% panelis, bau kurang asam yaitu 48% panelis, dan tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki bau busuk pada perlakuan ini. Perlakuan R3 menunjukkan bahwa silase memiliki bau sangat asam yaitu 14% panelis, bau asam yaitu 38% panelis, bau kurang asam yaitu 48% panelis, dan tidak ada panelis yang menyatakan jika silase memiliki bau busuk pada perlakuan ini. Perlakuan R4 menunjukkan bahwa silase memiliki bau sangat asam yaitu 33% panelis, bau asam yaitu 14% panelis, bau kurang asam yaitu 29% panelis, dan pada bau busuk yaitu 24% panelis.
Penilaian bau silase dari yang terbaik adalah R3, R1, R4, dan R2 dengan nilai terbaik didapat pada R3. Bau atau aroma silase merupakan salah satu indikator untuk menentukan kualitas fisik, karena warna dapat menunjukkan ada tidaknya penyimpangan aroma yang terjadi pada silase limbah pertanian dari bahan asalnya. Aroma silase yang baik akan mempunyai bau seperti susu fermentasi karena mengandung asam laktat, bukan bau yang menyengat. Bau silase yang baik adalah asam, jika bau yang dihasilkan tidak asam maka pembuatan silase mengalami kegagalan yang penyebabnya diantaranya pada proses pembuatan silase terjadi kebocoran silo sehingga tidak tercapai kondisi anaerob, tidak tersedia sumber energi dan memicu pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bahwa aroma silase yang baik asam yang disebabkan karena pH yang rendah pada saat proses ensilase. Silase yang baik memiliki bau yang asam (Ardih, 2015). Mutmainah et al. (2014) menyatakan jika silase yang baik itu tidak berbau apek ataupun busuk
lain, seperti bau ammonia, ataupun asam butirat. Serta penambahan starter memiliki aroma cenderung asam (Yuvita et al., 2021). Pada penambahan molases juga dapat mempengaruhi aroma yang dihasilkan oleh silase tersebut, serta dari hasil analisis perlakuan yang berbeda sangat nyata terhadap aroma silase (P<0,01) (Alvianto et al., 2015). Bau asam yang dihasilkan oleh silase disebabkan dalam proses fermentasi silase bakteri anaerob aktif bekerja dalam hal ini menghasilkan asam organik oleh karena itu asam laktat dapat terbentuk sehingga dapat menyebabkan bau asam pada silase. Utomo (1999) menambahkan bahwa aroma silase yang baik agak asam, bebas dari bau manis, bau ammonia dan bau H2S. Hasil penelitian Fauzi et al. (2021) bahwa bau silase dan pH memiliki keterkaitan didalamnya, dimana pada penelitian tersebut aktivitas mikroorganisme masih stabil dan belum adanya persaingan antara mikroba untuk bertahan.
Keberadaan Jamur
Hasil penilaian keberadaan jamur silase pada perlakuan R1 menunjukkan bahwa silase tidak memiliki jamur yaitu 86% panelis, sedikit yaitu 14% panelis, tidak ada panelis yang memiliki cukup banyak keberadaan jamur, dan tidak ada panelis yang memilih banyak keberadaan jamur pada silase perlakuan ini. R2 menunjukkan bahwa silase tidak memiliki jamur yaitu 5% panelis, sedikit yaitu 52% panelis, pada keberadaan jamur cukup banyak yaitu 38%, dan keberadaan jamur panelis yang memilih banyak yaitu 5%. R3 menunjukkan bahwa silase tidak memiliki jamur yaitu 48% panelis, sedikit yaitu 48% panelis, pada keberadaan jamur cukup banyak yaitu 4%, dan tidak ada panelis yang memilih banyak keberadaan jamur pada silase perlakuan ini. R4 menunjukkan bahwa silase tidak memiliki jamur yaitu 81% panelis, sedikit yaitu 19% panelis, tidak ada panelis yang memiliki cukup banyak keberadaan jamur,dan tidak ada panelis yang memilih banyak keberadaan jamur pada silase perlakuan ini. Silase yang memiliki kualitas yang bagus tidak terdapat keberadaan jamur, karena jamur dapat tumbuh karena kondisi anaerob tidak tercapai karena kurang bagusnya proses pembungkusan. Penilaian keberadaan jamur silase dari yang terbaik adalah R1, R4, R3, dan R2.
Penilaian keberadaan jamur silase dari yang terbaik adalah R1, R4, R3, dan R2 dengan tidak terdapat jamur didalamnya pada R1. R4 memiliki persentase tidak jauh dibanding R1 untuk tidak ada keberadaan jamur. Dari responden tersebut bahwa keberadaan jamur mempengaruhi kerusakan pada silase. Kualitas silase yang baik yaitu rasa keasaman, bau asam, warna masih seperti awalnya, tidak berlendir, dan fermentasi yang mempunyai permukaan tidak berjamur. Proses fermentasi yang optimal maka silase akan menghasilkan mikroorganisme yang tinggi dan jamur yang berwarna putih memiliki sifat yang tidak merusak dan tidak beracun, berbeda jika
terdapat jamur berwarna merah atau kehijau-hijauan maka jamur tersebut memiliki sifat sangat merusak dan berjamur (Zambro, 2022). Saat silase dipanen dan terdapat banyak jamur pada bagian permukaan silase sedangkan bagian lainnya tidak terdapat kontaminasi jamur, hal ini disebabkan karena adanya oksigen serta kelembaban yang tinggi (Foeh et al., 2020). Suwitary et al. (2018) menyatakan bahwa pemberian penambahan karbohidrat mudah larut dapat menyebabkan penurunan pH dan menghambat pertumbuhan jamur yang menyebabkan tekstur menjadi padat dan tidak berlendir. Kondisi silase yang baik dengan tidak adanya jamur didalamnya, akan memberikan palatabilitas yang tinggi pada ternak ruminansia (Hendarto et al., 2021). Proses ensilase dengan penambahan molases terdapat bakteri asam laktat yang berkembang dengan baik sehingga dapat menyebabkan tidak tumbuh jamur didalamnya (Landupari et al., 2020). Silase yang baik tidak ada atau sedikit sekali kerusakan dan tidak berjamur (Fariani dan Akhadiarto, 2012). Keberadaan jamur sangat erat kaitannya dengan keberadaan udara yang terperangkap pada silo saat masa ensilase ataupun akibat kebocoran silo selama penyimpanan (Putra et al., 2021). Sesuai dengan pernyataan Berampu et al. (2020) bahwa silase yang berkualitas baik sekali tidak terdapat jamur, silase berkualitas baik mempunyai jamur yang sedikit dan silase yang kurang berkualitas mempunyai jamur yang lebih banyak. Silase yang baik tidak memiliki jamur ataupun tidak berlendir (Sulistyo et al., 2020).
Nilai pH silase
Hasil pH silase pada perlakuan R1 menunjukkan bahwa silase rumput gajah tanpa penambahan tepung daun Indigofera didapatkan nilai rataan pH sebesar 4,18. Perlakuan R2 menunjukkan bahwa silase rumput gajah ditambahkan tepung daun Indigofera 10% didapatkan nilai rataan pH sebesar 4,17. Perlakuan R3 menunjukkan bahwa silase rumput gajah ditambahkan tepung daun Indigofera sebesar 20% didapatkan nilai pH sebesar 4,17. Perlakuan R4 menunjukkan bahwa silase rumput gajah ditambahkan tepung daun Indigofera sebesar 30% didapatkan nilai pH sebesar 4,22. Hasil penelitian ini secara statistika tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil nilai pH silase dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai pH silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) pada penambahan tepung daun Indigofera pada level berbeda
pH 4,18a1) 4,17a 4,17a 4,22a0,008
Keterangan:
-
1) Superskript dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P<0,05)
-
2) SEM = Standar Error of the Treatment Means
-
3) R1 = 95% rumput gajah + 5% molases + 0% tepung daun Indigofera; R2 = 85% rumput gajah + 5% molases + 10% tepung daun Indigofera; R3 = 75% rumput gajah + 5% molases + 20% tepung daun Indigofera ; R4 = 65% rumput gajah + 5% molases + 30% tepung daun Indigofera
Penambahan tepung daun Indigofera tidak berpengaruhi terhadap nilai pH. Tinggi rendah nilai pH pada silase dipengaruhi oleh terbentuknya asam organik dari pemecahan karbohidrat yang dilakukan oleh bakteri asam laktat. Semakin cepat terbentuk asam asam organik semakin cepat juga pH turun. Tingkat keasaman silase (pH) sangat penting untuk diperhatikan karena merupakan penilaian terhadap keberhasilan dari silase. Proses pembuatan silase yang baik dan menciptakan kondisi anaerob maka akan menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH pada silase. Nilai pH merupakan salah satu indikator penentu kualitas silase. Nilai derajat keasaman yang rendah menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur yang mengganggu proses ensilase serta mencegah silase mengalami kebusukan. Nilai pH dari silase dipengaruhi oleh aktifitas mikroba asam laktat selama proses fermentasi dimana bakteri asam laktat memecah karbohidrat menjadi asam laktat sehingga menurunkan nilai pH pada silase (Wakano et al., 2019). Menurut Novita (2019) bahwa nilai optimum pada pH silase yang berkualitas baik yaitu <4,2 dan pada kualitas yang buruk memiliki nilai pH >5,2. Santi et al. (2012) menyatakan bahwa pemberian karbohidrat mudah larut dapat menyebabkan penurunan pH dan menghambat pertumbuhan jamur yang menjadikan padat ataupun tidak berlendir. Menurut Yustisiana (2020) bahwa pada fase fermentasi terjadi saat oksigen sudah habis dan beralih ke bakteri asam laktat dan juga bakteri asam asetat yang meningkat, kemudian pH akan menurun dan membuat aktivitas bakteri asam asetat terhenti sehingga membuat pH semakin turun. Sesuai dengan pernyataan Rusdi et al. (2021) nilai pH silase rumput gajah ditambahkan dedak padi memiliki pH yang baik dan bernilai dibawah nilai pH optimum pada pH silases umumnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung daun Indigofera tidak berpengaruh pada kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum purpureum). Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan penelitian lebih lanjut berupa uji kualitas kimia, kualitas biologi melalui uji in vivo dan in vitro untuk melihat pengaruh penambahan tepung daun Indigofera pada silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan lebih menyeluruh.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU, Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS.,.IPU., ASEAN Eng., dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM, ASEAN Eng. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, A., A. Fariani., dan Fatonah. 2019. Pengaruh Proporsi bagian Tanaman terhadap Kualitas Fisik Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Jurnal Peternakan Sriwijaya. 8 (1): 21-27.
Akbarillah, T., Kususiyah., dan Hidayat. 2010. Pengaruh Penggunaan Daun Indigofera Segar Sebagai Suplemen Pakan Terhadap Produksi dan Warna Yolk Itik. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 5 (1): 27-33.
Allaily., N. Ramli., dan R. Ridwan. 2011. Kualitas silase ransum komplit berbahan baku pakan lokal. Jurnal Agripet. 11 (2):35-40.
Alviantoa, A., Muhtarudin., dan Erwanto. 2015. Pengaruh Penambahan Berbagai Jenis Sumber Karbohidrat Pada Silase Limbah Sayuran Terhadap Kualitas Fisik Dan Tingkat Palatabilitas Silase. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3 (4): 196-200.
Anjalani, R., L. Silitonga., dan M. H. Astuti. 2017. Kualitas silase rumput gajah yang diberi tepung umbi talas sebagai aditif silase. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 6 (1).
AOAC. 2005. Assocition of Official Analitycal Chemists of the Official Methods of Analysis. Nurcahyati, R., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 441 – 456 Page 453
Assocition of official Chemits. Washington, D.C.
Ardih. 2015. Analisis Serat Dan Kadar Air Silase Limbah Kulit Jagung Sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Program Studi Agroindustri D-IV Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Asmoro, S, D. 2017. Pengaruh Jenis Hijauan pada Pembuatan Silase Pakan Lengkap Terhadap Kualitas Fisik, pH, dan Kandungan Nutrisi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.
Beraampu, I., M. Delima., dan Asril. 2020. Kualitas Fisik Silase Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv.Mott) Akibat Pemberian Probiotik Em-4 Dengan Tambahan Bahan Aditif Yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 5 (1): 198-202.
David, L. A., B. Bagau., dam M. M. Telleng. 2021. Pengaruh lama pemeraman berbeda terhadap kualitas fisik dan pH silase sorgum varietas Samurai 2 Ratun ke satu. Zootec. 41 (2): 464471.
Dzulhidayat. 2022. Karakteristik Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Menggunakan Inokulan Bakteri Asam Laktat Dari Cairan Rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Fariani, A. dan S. Akhadiarto. 2012. Pengaruh Lama Ensilase Terhadap Kualitas Fraksi Serat Kasar Silase Limbah Pucuk Tebu (Saccharum officinarum) Yang Diinokulasi Dengan Bakteri Asam Laktat Terseleksi. Jurnal Teknik Lingkungan. 13 (1): 85-92.
Fauzi, E., Kusnadi, H., Ishak, A., Firison, J, dan Putra, W. E. (2022). Evaluasi teknis budidaya rumput gajah mini di Kabupaten Bengkulu Selatan (kasus Desa Gunung Kayo, Kecamatan Bunga Mas). Jurnal Peternakan Silampari. 11 (2) : 49-56.
Foeh, N., Ndaong, N., Maranatha, G, dan Datta, F. U. 2020. Pengaruh penyediaan fasilitas pengolahan pakan dan limbah terhadap produktivitas peternakan desa nggorang, manggarai barat. International Journal of Community Service Learning. 4(4): 282-289.
Hendarto, E., Utomo, D. S, dan Widiyastuti, T. (2021). Pengaruh berbagai macam dan dosis bahan tambahan terhadap kadar bahan kering dan asam laktat silase rumput padang golf. Journal of Animal Science and Technology.3 (3)..
Kurniawan, D., Erwanto., dan F. Fathul. 2015. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter Pada Pembuatan Silase Terhadap Kualitas Fisik Dan pH Silase Ransum Berbasis Limbah Pertanian. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(4): 191-195.
Landupari, M., A. H. B. Foekh., dan K. B. Utami. 2020. Pembuatan silase rumput gajah odot (Pennisetum purpureum cv. mott) dengan penambahan berbagai dosis molasses. Jurnal Peternakan Indonesia. 22 (2): 249-253.
Mutmainah, S., A. Muktiani., dan B. W. H. E. Prasetiyono. 2014. Kualiats Fisik Dan Ph Silase Total Mixed Ration Berbasis Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Dengan Penambahan Inokulan L.plantarum. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 6. 554-563.
Ndun, A. N., M. A. Hilakore., dan L. S. Enawati. 2015. Kualitas silase campuran rumput kume (Sorghum plumosum var. timorense) dan daun gamal (Gliricidiasepium) dengan rasio berbeda. Jurnal Nukleus Peternakan. 2 (1): 83-87.
Novita, Y. 2019. Kualitas Fisik Silase Berbagai Jenis Limbah Tanaman Ubi Kayu (Manihot esculenta) Dan Lama Fermentasi Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultas Syarif Kasim Riau.
Nurlaha., A. Setiana., dan N. S. Asminaya. 2014. Identifikasi jenis hijauan makanan ternak di lahan persawahan Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. JITRO. 1 (1).
Patimah, T., Asroh., K. Intansari., N. D. Meisani., R. Irawan., dan A. Atabany. 2020. Kualitas silase dengan penambahan molasses dan suplemen organik cair (soc) di Desa Sukamju, Kecamatan Cikeusal. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat. 2 (edisi khusus) 88-92.
Prasetya, B. 2021. Kualitas Fisik Dan Kimia Silase Batang Pisang (Musa paradisiaca) Yang Diberi Pollard Dengan Level Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana.
Putra, A. H., P. Anwar., dan Jiyanto. 2021. Kualitas Fisik Silase Daun Kelapa Sawit Dengan Penambahan Bahan Aditif Ekstrak Cairan Asam Laktat. 10 (3): 351-362.
Rusdi, M., A. E. Harahap., dan Elfawat. 2021. pH, Bahan Kering Dan Sifat Fisik Silase Limbah Kol Dengan Penambahan Level Dedak Padi. Jambura Journal of Animal Science. 4 (1): 14-23.
Saijo., Sudrajat., S. Yahya., dan Y. Hidayat. 2018. Adaptasi tanaman Indigofera zollingeriana (miquel 1855) (leguminosae: indigofereae) pada berbagai Tingkat Naungan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 23 (3): 240-245.
Santi, R. K., D. Fatmasari., S. D. Widyawati., dan W. P. S. Suprayogi. 2012. Kualitas dan nilai kecernaan in vitro silase batang pisang (musa paradisiaca) dengan penambahan beberapa akselerator. Tropical Animal Husbandry. 1 (1): 15-23.
Setyawan, Y., N. G. K. Roni., dan N. N. C. Kusumawati. 2016. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Indigofera zollingeriana Pada Berbagai Dosis Pupuk Fosfat. E-Journal Peternakan Tropika. 4 (3): 656-672.
Simanjuntak, M.C. 2020. Kualitas Fisik Silase Batang Pisang Terhadap Lama Fermentasi Yang Berbeda. Jurnal Ilmu Peternakan. 1 (2): 40-48.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sulistyo, H. E., I. Subagiyo., dan E. Yulinar. 2020. Kualitas silase rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan penambahan jus tape singkong. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 3 (2): 63-70.
Supriadi, W. 2018. Pengaruh Level Legum Terhadap Karakteristik Fisik Silase Campuran Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum) Dan Daun Turi (Sesbania Grandiflora) Dengan Additive Inhibitor Asam Formiat. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Suwitary, N. K. E., L. Suariani., dan N. M. Yusiastari. 2018. Kualitas Silase Komplit Berbasis Limbah Kulit Jagung Manis Dengan Berbagai Tingkat Penggunaan Starbio. Wicaksana, Jurnal Lingkungan dan Pembangunan. 2 (1): 1-7.
Thomas, N. C., C. H. L. Kaunang., dan M. Najoan. 2017. Potensi hijauan pakan dan kapasitas tampung ternak sapi di bawah pohon kelapa di Kecamatan Tabukan Utara Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi. 4 (2).
Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra., dan I. W. Suarna. 2017. Kandungan nutrisi silase jerami jagung melalui melalui fermentasi pollard dan molasses. Majalah Ilmiah Peternakan. 20 (2). https://ojs.unud.ac.id/index.php/JFSA/article/view/59800
Utomo, R. 1999. Teknologi Pakan Hijauan. Fakultas Peternakan.Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wakano, F., B. Nohong, dan Rinduwati. 2019. Pengaruh pemberian molases dan gula pasir terhadap ph dan produksi silase rumput gajah (Pennisetum purpureun sp ). Buletin Nutrisi dan Makan Ternak. 13 (1): 1–9. https://doi.org/10.20956/bnmt.v13i1.8188
Wati, W. S., Mashudi., dan A. Irsyammawati. 2018. Kualitas Silase Rumput Odot (Pennisetum purpureum cv.Mott) Dengan Penambahan Lactobacillus plantarum Dan Molases Pada Waktu Inkubasi Yang Berbeda. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis. 1 (1): 45-53.
Wijaya, A. S., T. Dhalika., dan S. Nurachma. 2018. Pengaruh Pemberian Silase Campuran Indigofera sp. dan Rumput Gajah Pada Berbagai Rasio terhadap Kecernaan Serat Kasar dan BETN Pada Domba Garut Jantan. Jurnal Ilmu Ternak. 18 (1): 47-52.
Yustisiana, S. R. T. U. 2020. Pengaruh Waktu Fermentasi Menggunakan Effective Microorganisms-4 (Em-4) Terhadap Kualitas Silase Tanaman Jagung Sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Raden Intan.
Yuvita, J. Mustabi., dan A. Asriany. 2021. Pengujian Karakteristik Dan Kandungan Lemak Kasar Silase Pakan Komplit Yang Berbahan Dasar Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Dengan Lama Fermentasi Yang Berbeda. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 14 (2): 14-27.
Zakir, M. I., dan T. Rostini. 2016. Kualitas Silase Rumput Gajah Yang Diberi Aditif Bakteri L.
Zambro, D. S. 2022. Kualitas Fisik Silase Berbagai Sumber Hijauan Dengan Penambahan Bahan Aditif Berbeda. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Nurcahyati, R., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 441 – 456
Page 456
Discussion and feedback