ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: May 8, 2023

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & I Made Mudita

KUALITAS FISIK DAGING BABI LANDRACE PERSILANGAN YANG DIBERIKAN KONSENTRAT PROTEIN LIMBAH PETERNAKAN BROILER

Hermawan, I M. J., I N.T. Ariana, dan I N. S. Miwada

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: imadejunahermawan@unud.ac.id Telp: +6281246324919

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler dalam ransum babi fase finisher. Babi yang digunakan adalah babi Landrace persilangan pada fase finisher. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan sehingga diperlukan 12 ekor babi fase finisher dengan rata-rata bobot badan 63,42±2,39 kg. Perlakuan terdiri atas ransum tanpa dengan KP-LB (0% KP-LB)/kontrol (A), ransum dengan 12% KP-LB (B), dan ransum dengan 24% KP-LB (C). Variabel yang diamati adalah nilai pH, warna daging, susut masak, susut mentah, dan daya ikat air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang diberi konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) berbeda nyata (P<0,05) terhadap warna kekuningan (b*) namun tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap nilai pH, susut masak, daya ikat air, susut mentah, warna kecerahan (L*) dan warna kemerahan (a*). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pemberian pakan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) diperoleh kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang dapat mempertahankan nilai pH, susut masak, susut mentah, daya ikat air, nilai warna kecerahan (L*) dan nilai warna kemerahan (a*) dan dapat meningkatkan nilai warna kekuningan (b*).

Kata kunci: kualitas fisik, daging, KP-LB, babi landrace persilangan

PHYSICAL QUALITIES OF CROSSBRED LANDRACE PORK GIVEN BROILER FARM WASTE PROTEIN CONCENTRATE

ABSTRACT

This study aimed to determine the physical quality of crossbred landrace pork given broiler farm waste protein concentrate in the finisher phase pig ration. The pigs used were crossbred Landrace pigs in the finisher phase. The design used was a Complete Random Design with 3 treatments and 4 repeats so that 12 finisher phase pigs were needed with an average body weight of 63.42±2.39 kg. The treatment consisted of rations without KP-LB (0% KP-LB)/control (A), rations with 12% KP-LB (B), and rations with 24% KP-LB (C). The variables observed were pH value, meat color, cooking loss, weep loss, and water holding capacity. The results


showed that the physical quality of crossbred landrace pork given broiler waste protein concentrate (KP-LB) was significantly different (P<0.05) against yellowish color (b*) but not significantly different (P>0.05) from pH value, cooking loss, weep loss, water holding capacity, brightness color (L*) and reddish color (a*). Based on the results of the study, it can be concluded that broiler farm waste protein concentrate feed (KP-LB) obtained the physical quality of crossbred landrace pork that can maintain the pH value, cooking loss, weep loss, water holding cpacity, brightness color value (L*) and reddish color value (a*) and can increase the yellowish color value (b*).

Keywords: physical quality, meat, KP-LB, landrace crossbreed pigs

PENDAHULUAN

Babi adalah salah satu ternak yang berpotensi besar untuk dikembangkan dalam usaha pemenuhan kebutuhan akan daging. Hal ini didukung oleh sifatnya yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang cepat, prolifik, efisien dalam mengkonversi pakan menjadi daging dan mempunyai daging dengan persentase karkas yang tinggi. Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena mengandung protein bermutu tinggi (Untoro et al., 2012). Produksi dan kualitas daging dipengaruhi oleh asupan nutrisi dalam pakan (Maeda dan Yamanaka, 2018). Beberapa faktor menjadi pertimbangan konsumen memilih jenis daging tertentu, untuk dikonsumsi antara lain cita rasa, budaya, kepercayaan kandungan nutrien dan kualitas fisik daging.

Kualitas fisik daging seekor ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, umur, jenis kelamin, dan pakan (Sriyani et al., 2016). Menurut Soeparno (2015) indikator yang dapat menggambarkan kualitas daging adalah nilai pH, susut masak (cooking loss), susut mentah (weep loss), daya ikat air, dan warna daging. Kualitas fisik daging dipengaruhi oleh pakan yang diberikan pada saat pemeliharaan, salah satu bahan pakan yang sangat berperan yaitu konsentrat dikarenakan konsentrat merupakan sumber protein dalam susunan ransum ternak babi. Tetapi dari segi harga konsentrat terbilang masih sangat mahal dibandingkan hasil yang diperoleh. Pemberian ransum yang relatif murah dengan kualitas rendah, ketidakseimbangan jumlah nutrisi ransum, serta pembatasan pemberiannya untuk menekan biaya tersebut, tentu akan mempengaruhi kualitas fisik daging yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu adanya usaha untuk mencari pakan alternatif dengan menggunakan sumber bahan pakan baru yang belum dimanfaatkan oleh manusia, tersedia dalam jumlah banyak, mudah diperoleh, mempunyai nilai nutrisi yang seimbang bagi ternak serta dapat mempertahankan kualitas fisik daging babi landrace persilangan. Salah satu upayanya adalah dengan pemanfaatan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) (Ariana et al., 2021).

Konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) memiliki kandungan protein pada litter yang bercampur pakan sekitar 22,42%, limbah broiler yang mati atau afkir dengan kandungan protein sekitar 56,97% (Ariana et al., 2021). Nilai gizi bahan tersebut sangat penting dalam penyusunan ransum pakan ternak sesuai dengan kebutuhan ternak. Bahan kering, protein kasar, serat kasar dan energi yang dapat dimetabolisme untuk non-ruminansia dan energi yang dapat dicerna untuk ruminansia terutama dibutuhkan dari bahan konsentrat pakan. Informasi kandungan kalsium dan fosfor, serta kandungan asam amino bahan gizi sebagai sumber protein sangat bermanfaat. Menurut Analisis Proksimat di laboratorium nutrisi dan makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) dapat digunakan sebagai suplemen protein untuk ternak babi, itik, ayam pedaging dan petelur, karena mengandung protein, serta mineral, kalsium dan pospor yang tinggi.

Merujuk pada penelitian terdahulu Ariana et al. (2022) melaporkan bahwa pemberian pakan dengan substitusi konsentrat protein berbasis limbah peternakan ayam pedaging (KPLA) 0% sampai 24% berpengaruh terhadap berat badan akhir babi. Substitusi KPLA pada ransum sampai 24% dapat meningkatkan susut berat potong, dan menurunkan berat potong, berat usus halus serta dapat menurunkan panjang usus halus. Sampai saat ini belum ada informasi terkait uji analisis kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler dengan level pemberian 12% KPLB dan 24% KPLB berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB).

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 maret 2022 sampai 05 Juni 2022 di kandang babi Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Kuta Selatan Kabupaten Badung, Bali dan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Obyek penelitian

Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi Landrace persilangan pada fase finisher dengan rataan berat badan 63,42±2,39 kg. Babi yang berjumlah 12 ekor, selanjutnya diacak berdasarkan berat badannya dan tidak membedakan jenis kelamin (unsex).

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang gdana koloni. Kontruksi kandang dibuat dari beton dengan atap asbes. Sarana produksi kandang (saprodi) terdiri dari: tempat pakan dari beton, tempat minum dari nipple otomatis. Ukuran kandang: 3 x 2,5 x tinggi 1 m. Timbangan Shalter yang digunakan untuk menimbang bobot pakan yang digunakan dalam penelitian dan timbangan elektrik kapasitas 300kg. Terpal, Sekop, spidol, cat pilox, tali, Alat tulis, pisau, talenan, baskom, timbangan analitik, gelas ukur, pH meter, waterbath, plastik bersegel, kertas tissu, aluminium foil, aqua gelas, sentrifugasi, tali, hunter lab Portable Colorimeter (PCE-CSM 5).

Konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB)

Konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) adalah konsentrat sumber protein yang berasal dari tepung limbah broiler dan tepung litter yang bercampur dengan ceceran pakan terfermentasi EM-4. Konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) dibuat dengan cara mengambil litter yang berisi sisa pakan broiler yang terjatuh di sekitar tempat pakan, kemudian litter dijemur hingga kering, setelah itu litter di giling untuk dijadikan tepung. Setelah menjadi tepung kemudian difermentasi selama tiga hari. Broiler afkir dan bangkai broiler dipotong hingga menjadi lunak, kemudian di oven di suhu 70 derajat celcius selama dua hari. Kemudian ketika sudah di oven, digiling menjadi tepung ayam. Jika kedua bahan sudah jadi, kemudian di campurkan dengan perbandingan 2:1 (Ariana et al., 2021).

Konsentrat CP.152

Konsentrat CP.152 Konsentrat murni produksi PT, Charoen Pokphdan dengan code: CP 152 adalah konsentrat sebagai sumber protein untuk campuran ransum babi pada fase grower sampai fase finisher. Kandungan nutrisi dari konsentrat CP.152 seperti (Tabel 1). konsentrat CP.152 akan dipakai sebagai campuran ransum perlakuan kontrol.

Ransum dan Air Minum

Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari setelah babi dimandikan. Jumlah ransum (kuantitas) yang diberikan perharinya adalah sesuai dengan kebutuhan babi, yaitu 3% dari bobot badannya. Untuk pencampuran dan susunan ransum mendekati dengan yang direkomendasi PT. Charoen Pokphand. Pemberian air minum dilakukan secara otomatis (nipple otomatis) dan ketersediaannya mencukupi kebutuhan ternak (ad libitum).

Tabel 1. Kandungan nutrisi konsentrat CP.152 dan KP-LB

No

Nutrient

CP.152 (%)*

KP-LB (%)**

1

Kadar Air

12,0

3,5191

2

Abu

20,0

10,4191

3

Bahan Organik

-

89,5810

4

Protein Kasar

37,0

39,6993

5

Lemak Kasar

3,0

17,6745

6

Serat Kasar

8,0

8,4325

7

BETN

-

20,5056

8

Calsium

3,0-5,0

15,2405

9

Fosfor

1,2-3,0

1,1640

10

Gross Energi

3,6537

5,1103

Keterangan: *): PT. Charoen Pokhpdan Indonesia.Tbk (2022)

**): Ariana et al. (2021)

Tabel 2. Susunan ransum babi fase finisher

Bahan

Perlakuan (%)

A (Kontrol)

B

C

Konsentrat CP.152

24

12

0

KP-LB

0

12

24

Polar

35

35

35

Jagung

40

40

40

Garam

1

1

1

Total

100

100

100

Keterangan : A: Ransum yang diberi 0% KPLB dan 24% konsentrat CP.152 sebagai kontrol

B: Ransum yang diberi 12% KPLB dan 12% konsentrat CP.152

C: Ransum yang diberi 24% KPLB dan 0% konsentrat CP.152

Tabel 3. Nutrisi ransum babi fase finisher (sesuai perlakuan)

No.

Analisa

Satuan

Perlakuan/Sampel*)

A

B

C

Standar**)

1

Bahan Kering

%

86,7099

87,7276

85,5874

-

2

Air

%

13,2901

12,2724

14,4126

Maks 14,0

3

Abu

%

12,3087

15,3184

11,3000

Maks 8,0

4

Bahan Organik

%

87,6913

84,6816

88,7000

-

5

Protein Kasar

%

22,8568

20,7816

18,4079

Min 13,0

6

Serat Kasar

%

4,0143

5,1731

7,1471

Maks 7,0

7

Lemak Kasar

%

4,6036

5,5244

5,9699

Maks 8,0

8

TDN

%

84,3244

71,6065

67,7626

-

9

BETN

%

32,9265

41,9301

45,7625

-

10

Gross energi

Kcal/g

3,7266

3,1487

3,3261

Min 2900

Keterangan :

  • A:    Ransum yang diberi 0% KPLB dan 24% konsentrat CP.152 sebagai kontrol

  • B:    Ransum yang diberi 12% KPLB dan 12% konsentrat CP.152

  • C:    Ransum yang diberi 24% KPLB dan 0% konsentrat CP.152

*) Hasil analisa proksimat di lab.nutrisi dan makanan ternak, Fapet. Unud.(2022).

**) Standar nutrient menurut SNI (2006)

Metode

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 4 kali, masing-masing ulangan menggunakan 1 ekor babi fase finisher sehingga diperlukan 12 ekor babi fase finisher. Adapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian yaitu:

  • A:    Ransum yang diberi 0% KPLB dan 24% konsentrat CP.152 sebagai kontrol

  • B:    Ransum yang diberi 12% KPLB dan 12% konsentrat CP.152

  • C:    Ransum yang diberi 24% KPLB dan 0% konsentrat CP.152

Pengacakan Babi

Pegacakan babi sebagai materi penelitian, sebelumnya ditimbang berat badannya untuk mendapatkan total berat, rataan berat badan dan standar deviasinya. Selanjutnya dikelompokan berdasarkan berat badan dan dilanjutkan dengan pemberian nomor babi dan kode kandang berdasarkan kelompok perlakuan yang akan diberikan.

Penimbangan

Penimbangan babi yang digunakan penelitian tersebut dilakukan setiap bulan dan dimulai pada awal penelitian. Penimbangan tersebut dilakukan untuk memperoleh data dari variabel yang dicari dalam penelitian.

Prosedur Pemotongan

Pada akhir periode penelitian, dilakukan pemotongan babi. Sebelum dipotong, babi akan dipuasakan terlebih dahulu selama 8 sampai 12 jam dengan tetap diberi air minum. Hal ini bertujuan untuk mendapat berat potong yang stabil dari ternak tanpa banyak berisi feses disaluran pencernaan ternak. Setelah dilakukan pemotongan, kemudian karkas dan seluruh pengukuran dan penimbangan data post mortem (setelah dipotong) dicatat. Untuk uji kualitas daging, sampel daging diambil pada daging bagian punggung (loin). Selanjutnya sampel daging dibawa ke laboratorum THT Fakultas Peternakan untuk pengujian kualitas fisik daging.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah nilai pH, warna daging, susut masak, susut mentah, dan daya ikat air.

  • 1.    Nilai pH = Pengukuran nilai pH dilakukan dengan pH meter berdasarkan (Soeparno, 2011).

  • 2.    Warna daging = Pengukuran warna daging dilakukan dengan metode CIELAB (CIE, 1978), menggunakan Portable Colorimeter (PCE-CSM 5).

berat sebelum dimasak - berat konstan setelah dimasak

3. susut masak =

berat sebelum dimasak

x 100%

berat awal - berat akhir

4. susut mentah =

x 100%

berat awal

berat residu daging

5. Daya ikat air = 100 -

x 100%

Berat sampel

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam, dengan bantuan program SPSS versi 26, jika terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data penelitian analisis Kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) dalam ransum babi fase finisher yang meliputi pH, susut masak, susut mentah, daya ikat air dan warna daging (L*, a*, b*) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB)

Variabel

Perlakuan1

Standar5

SEM2

A

B

C

pH

5,67a

5,62a

5,58a

5,4-5,8

0,0193

Susut masak (%)

35,50a

36,36a

40,02a

1,5-54

0,5948

Susut mentah (%)

10,80a

10,79a

12,77a

7,81-13,45

0,8579

Daya ikat air (%) Warna daging4

35,69a

35,48a

34,76a

20-60

1,2306

L*

14,53a

11,74a

16,96a

48,55-67,00

0,9690

a*

11,58a

10,23a

10,61a

4,89-11,61

0,3089

b*

9,16a

9,46a

11,04b

13,50-19,09

0,1825

Keterangan:

1. A: Ransum dengan 0% KP-LB (Kontrol), B: Ransum dengan 12% KP-LB, C: Ransum dengan 24% KP-LB (Konsentrat Protein Limbah Broiler)

2. SEM: Standard Error of the Treatment Means

3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

4. L* (kecerahan), a* (kemerahan), b* (kekuningan)

5. Standar berdasarkan dari (Soeparno, 2015; Sriyani et al., 2015; Karamucki et al., 2011)

Hasil analisis pH daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) tidak berbeda nyata (P>0,05). Adanya pH yang berbeda tidak nyata menunjukkan bahwa penggantian konsentrat komersial dengan KP-LB telah mampu menyediakan pasokan protein yang cukup bagi ternak sehingga mampu menghasilkan kualitas daging yang baik dengan pH yg ultimat. Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kualitas dan ketahanan daging sebagai bahan pangan adalah nilai pH daging. Pada penelitian ini menghasilkan nilai pH daging ultimat, nilai pH daging ultimat setelah ternak mengalami kematian ditentukan oleh kandungan asam laktat yang tertimbun pada otot. Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH ultimat daging tergantung jumlah glikogen otot pada saat pemotongan (Lawrie, 2003). Soeparno (2015) menyatakan pH ultimat normal daging postmortem adalah antara 5,4-5,8 yang sesuai dengan titik isoelektrik sebagian besar protein daging termasuk protein miofibril, hal ini disebabkan oleh penambahan konsentrat protein limbah broiler ke dalam ransum babi landrace persilangan memberikan simpanan glikogen otot yang cukup pada ternak untuk menghasilkan asam laktat, yang akhirnya membentuk pH ultimat. Hal ini sesuai dengan Empang et al. (2018) melaporkan bahwa kualitas fisik dan kimia daging dari babi Landrace persilangan yang diberi pakan berbasis sampah kota Denpasar mendapatkan hasil pH ultimat. Beberapa faktor yang dapat menjelaskan penurunan nilai pH daging secara kuantitatif dalam penelitian ini diantaranya kandungan energi dari pakan yang diberikan tidak berbeda jauh diantara perlakuan yang diberikan. Dapat dilihat pada (Tabel 4) semakin rendah energi dari perlakuan yang diberikan diikuti dengan penurunan secara kuantitatif.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian KP-LB dalam ransum babi tidak berbeda nyata terhadap susut mentah (P>0,05). Diduga hal ini disebabkan karena daya ikat air dan nilai pH menurun secara berturut-turut secara statistik menunjukkan tidak berbeda nyata. Ho et al. (2004) melaporkan terdapat beberapa parameter kebusukan daging, salah satunya yaitu perubahan tekstur yang disebabkan aktivitas mikroorganisme selama penyimpanan yang mengakibatkan terjadinya dekomposisi senyawa kimia daging. Pada saat dekomposisi, jaringan bagian dalam akan mengalami penguraian seperti katabolisme glikogen yang menghasilkan penumpukan asam laktat dan mengakibatkan pH turun. Turunnya pH yang tidak signifikan tersebut dapat menyebabkan pengerutan fibril dan protein kehilangan kemampuan mengikat cairan sehingga daging bertekstur longgar, lembek dan berair. Susut mentah merupakan berapa banyak hilangnya nutrien daging mentah yang ikut bersama keluarnya cairan daging yang menurut Soeparno (2015) dipengaruhi oleh besarnya cairan yang keluar dari daging dan daya ikat air (DIA). Daya ikat air yang rendah akan menghasilkan susut masak dan susut mentah yang

tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh cemaran bakteri yang merombak karbohidrat, lemak, dan protein daging sehingga daging menjadi rusak. Penelitian ini sejalan dengan Kwak et al. (2006) bahwa pengaruh pemberian pakan yang diproses secara aerobik dan kering vakum limbah ayam pedaging dan campuran produk sampingan roti terhadap babi finisher pada performa, karakteristik karkas, kualitas fisik daging dan uji panel rasa pada konsentrasi 25% mendapatkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap susut skor marbling, pH, daya ikat air, susut mentah, dan warna daging.

Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata persentase susut masak daging babi landrace persilangan yang diberikan konsentrat protein limbah peternakan broiler dalam Ransum babi pada perlakuan A (0% KP-LB) adalah 35,50%. Pada perlakuan B (12% KP-LB) menunjukkan rataan 36,36% dan pada perlakuan C (24% KP-LB) dengan rataan 40,02%. Susut masak merupakan salah satu penentu kualitas daging, karena berhubungan dengan banyak sedikitnya air yang hilang serta nutrien yang larut dalam air akibat pengaruh pemasakan. Soeparno (2015) menyatakan bahwa daging dengan jumlah susut masak rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat perebusan akan lebih sedikit. Pada umunya susut masak daging bervariasi antara 1,5-54% dengan kisaran 15-40% (Soeparno, 2015), dengan demikian persentase susut masak pada penelitian ini berada dalam kisaran normal. Menurut Soeparno (2015) menyatakan bahwa konsumsi pakan dapat memengaruhi besarnya susut masak. Pada penelitian ini kandungan protein pakan yang diberikan pada perlakuan yaitu berkisar antara 18,4079-22,8568% demikian juga dengan kandungan lemak pakan yaitu berkisar 4,60365,9699% (Tabel 4). Hal ini kemungkinan mengakibatkan tidak berpengaruh terhadap akumulasi lemak dalam daging, sehingga cairan yang keluar pada saat pemasakan daging jumlahnya hampir sama. Perbedaan level pemberian konsentrat protein limbah broiler memberikan nilai yang tidak signifikan terhadap nilai susut masak daging babi landrace persilangan. Hal ini disebabkan oleh nilai pH pada daging mecapai pH ultimat dan daya ikat air yang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata. Hasil penelitian ini sependapat dengan Soeparno (2011) yang menyatakan bahwa susut masak semakin menurun dengan meningkatnya level protein dari suatu ransum yang diberikan, susut masak berhubungan dengan daya ikat air, apabila daya ikat air meningkat maka susut masak menurun dan sebaliknya.

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian KP-LB dalam ransum babi tidak berbeda nyata terhadap daya ikat air (P>0,05). Daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air atau air yang ditambah selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan (Sriyani et al., 2015). Hal Hermawan, I M.J., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 355 – 368 Page 363

ini sesuai dengan pernyataan Shanks et al. (2002) melaporkan bahwa besarnya susut masak daging dipengaruhi oleh banyaknya air yang keluar dari daging. Daya ikat air dipengaruhi oleh pH akhir daging. Walaupun pada penelitian perlakuan yang diberikan dapat memberi pengaruh pada nilai pH yang mengalami penurunan nilai secara kuantitatif, namun penurunan nilai pH pada daging belum cukup untuk membuat daging mengalami denaturasi yang signifikan sehingga daya ikat air yang terjadi tidak berbeda secara nyata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian KP-LB dalam ransum babi memiliki daya ikat air dalam kisaran normal. Soeparno (2015) menyatakan bahwa persentase daya ikat air daging sekitar 20-60%. Pada dasarnya nilai pH lebih tinggi ataupun lebih rendah dari pH isoelektrik daging (5,4-5,8) akan menyebabkan daging mengalami peningkatan daya ikat air. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soeparno (2015) yang menyatakan bahwa pada saat pH daging diatas titik isoelektrik, sejumlah muatan positif akan dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif yang menyebabkan terjadinya penolakan miofilamen sehingga memberi lebih banyak ruang untuk molekul air yang dalam artian pH lebih tinggi atau lebih rendah dari titik isoelektrik daging akan meningkatkan daya ikat air. Setelah ternak dipotong, glikogen di dalam otot akan berubah menjadi asam laktat dalam keadaan anaerob dan nilai pH ultimat akan tercapai apabila glikogen otot menjadi habis, sehingga nilai daya ikat air daging meningkat. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air protein daging yakni pH, stress, bangsa, pembentukan akto-myosin (rigormortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2015). Daya ikat air menunjukkan nilai yang menurun walaupun tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein dalam daging juga semakin meningkat, dikarenakan protein bersifat mengikat molekul air. Semakin meningkatnya kualitas ransum maka kandungan nutrien pada daging pun akan meningkat. Pada penelitian ini jumlah protein yang diberikan pada perlakuan A sampai perlakuan C menunjukkan perbedaan nilai secara kuantitatif hal ini menghasilkan daya ikat air daging yang tidak berbeda nyata dikarenakan perbedaan kandungan protein yang mengikat air pada daging tidak berpengaruh terhadap daya ikat air.

Warna daging merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas daging secara fisik dan menjadi indikator kesegaran daging. Peranan itu sangat nyata pada tiga hal, yaitu daya tarik, tanda pengenal dan parameter mutu. Warna daging yang disukai konsumen adalah merah cerah yang menjadi mutu daging (Kuntoro et al., 2013). Pengujian warna dilakukan secara objektif menggunakan hunter lab colorimeter. Sistem penandaan warna Hunter ditandai dengan tiga parameter L*, a* dan b*. Nilai L* berkisar antara 0-100 hitam hingga putih. Hermawan, I M.J., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 355 – 368 Page 364

Semakin tinggi nilai L*, semakin tinggi derajat kecerahannya. Nilai a* dan b* antara nilai positif dan negatif. Dimana a* menunjukkan derajat dari hijau (a*-) sampai merah (a*+), sedangkan b* menunjukkan derajat dari kuning (b*+) sampai biru (b*-) (Mancini dan Hunt, 2005). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian KP-LB dalam Ransum Babi tidak berbeda nyata (P>0,05) pada warna daging (L*, a*) namun berbeda nyata (P>0,05) pada nilai warna (b*) kekuningan. Pada warna (L*) kecerahan mengalami peningkatan nilai secara kuantitatif, hal ini disebabkan oleh penggantian bahan pakan dengan bahan pakan terfermentasi, mampu menghambat oksidasi, karena produk fermentasi dapat menghasilkan senyawa yang bersifat antioksidan atau menangkal radikal bebas. Soeparno (2015) menyatakan bahwa warna daging juga mengalami perubahan akibat terjadi reaksi pigmen dengan bahan lain. Salah satu penyebab warna (b*) kekuningan meningkat hingga mendapatkan hasil berbeda nyata adalah senyawa beta-karoten, diduga senyawa beta-karoten yang ada pada dedak jagung serta pakan broiler yang tercecer pada litter pada perlakuan C memiliki kandungan beta-karoten yang cukup untuk mempengaruhi warna daging (b*) kekuningan sampai akhirnya menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kandeepan et al. (2009) bahwa ternak potong yang diberi pakan yang memiliki kandungan beta-karoten yang cukup tinggi akan menghasilkan lemak berwarna kekuningan. Dikarenakan lemak memiliki fungsi mengikat beta-karoten. Hal ini membuat daging menjadi memiliki warna kekuningan. Menurut Soeparno (2011) kandungan lemak otot sangat bervariasi dapat berkisar antara 1,5% - 13%. Warna daging juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bangsa, jenis kelamin, umur, spesies, oksigen, stres (tingkat aktivitas, tipe otot) dan pH (Purbowati et al., 2006). Faktor – faktor tersebut berperan secara langsung dalam perubahan konsentrasi myoglobin, yaitu pigmen penentu utama warna daging. Warna daging tergantung pada tipe molekul myoglobin, status kimia myoglobin, kondisi kimia dan fisik serta komponen lain dalam daging. Pengaruh pigmen kromo-protein, hemoglobin, sitikrom, flavin dan vitamin relatif sangat kecil. Daging yang terekspos dengan udara, myoglobin dan oksigen dalam daging akan bereaksi membentuk ferrousoxymyoglobin (OxyMb) sehingga daging akan berwarna merah cerah. Apabila waktu kontak antara myoglobin dengan oksigen berlangsung lama maka akan terjadi oksidasi membentuk ferricmetmyoglobin (MetMb) sehingga daging berwarna coklat dan tidak menarik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pemberian pakan konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) diperoleh kualitas fisik daging babi landrace persilangan yang dapat mempertahankan nilai pH, susut masak, susut mentah, daya ikat air, nilai warna kecerahan (L*) dan nilai warna kemerahan (a*) dan dapat meningkatkan nilai warna kekuningan (b*).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa pemberian konsentrat protein limbah peternakan broiler (KP-LB) dapat digunakan dalam ransum ternak babi dikarenakan dapat mempertahankan kualitas fisik daging babi landrace persilangan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S., IPU, ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP, IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Ariana, I.N.T, D.A. Warmadewi, B.R.T. Putri, dan I.N.S. Miwada. 2022. “Efek Penggunaan Konsentrat Berbasis Limbah Peternakan Ayam Pedaging Pada Ransum Terhadap Susut Berat     Badan     Dan     Organ     Pencernaan.”     25(3):      154–59.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip.

Ariana INT., IGN. Bidura, DA.Warmadewi, Budi Rahayu T.P., IN.S.Miwada. 2021. Pengembangan Teknologi Produksi Pakan Konsentrat Berbasis Limbah Peternakan Ayam Pedaging (system Closed House). Laporan Hibah Invensi. (Thn.I).LPPM. Univ.Udayana.Indonesia.Tbk

Ariana, I. N. T, dan Bulkaini. 2021. “Dampak Perbedaan Waktu Pemotongan Terhadap Offals Ayam Broiler Yang Dipelihara Dengan Sistem Closed House.” Majalah Ilmiah Peternakan 24(3): 141.

Badan Standarisasi Nasional. SNI 01-2891-1992. Pakan babi penggemukan (pig finisher). Badan Standarisasi Nasional: Jakarta

Bidura, I.G.N.G., I. B. G. Partama, dan T. G. O. Susila. 2008. Limbah, Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, Universitas Udayana, Denpasar.

CIE (1978). Recommendation on uniform colour spaces, colour difference equations, psychometric colour terms. Supplement No. 2 to publication CIE No.15 (E-1.3.1). Commission Internationale De LEclairage, Paris.

Ho, C P, N Y Huang, dan B J Chen. 2004. “A Survey of Microbial Contamination of Food Contact Surfaces at Broiler Slaughter Plants in Taiwan.” Journal of food protection 67(12): 2809–11.

Karamucki, T., Gardzielewska, J., Rybarczyk, A., Jakubowska, M., Natalczyk Szymkowska, W. (2011): Usefulness of selected methods of colour change measurement for pork quality assessment. Czech J. Food Sci., 29: 212–218.

Kandeepan, G., A. S. R. Anjaneyulu, V. K. Rao, U. K. Pal, P. K. Mondal dan C. K. Das. 2009. Feeding resigmens affecting meat qualitycharacteristics. Meso. 11(4):240-249

Kuntoro, B, R R A Mahesw Ari, and Dan H Nuraini. 2013. Mutu fisik dan mikrobiologi daging sapi asal rumah potong hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan 10(1).

Maeda, K, and K Yamanaka. 2018. “Masanaritoyoshi and Irea M. 2018. Effects of Dietary Protein and Fat Levels on Growth Performance and Meat Quality in Finishing Pigs While Maintaining Sufficient Lysine.” International Journal of Animal Science 2(3): 1–8.

Mancini, R.A., dan Hunt, M.C. (2005). Current research in meat color. Meat Science, 71, 100– 121. https://doi.org/10.1016/j.meatsci.2005.03.003

PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. 2022. Code; CP-152 (Pakan Konsentrat Untuk Ternak Babi Fase Grower-Finisher).

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2006. Karakteristik Fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J Protein 33 (2): 147- 153.

Shanks, B. C., D. M. Wulf, and R. J. Maddock. 2002. “Technical Note: The Effect of Freezing on Warner-Bratzler Shear Force Values of Beef Longissimus Steaks across Several Postmortem Aging Periods.” Journal of Animal Science 80(8): 2122–25.

Soeparno. 2015. Ilmu Dan Teknologi Daging. cetakan keenam. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi Dan Gizi Daging. Cetakan pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sriyani, N.L.P., I.W.E.E. Suandana, and M. Hartawan. 2016. “Studi Perbandingan Kualitas Organoleptik Daging Babi Bali Dengan Daging Babi Landrace.” Jurnal Peternakan Tropika 4(2):                                                                           405–18.

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/6e49b3ea85bbbe17459e93c60e9a8c

22.pdf.

Sriyani, NLP, A Tirta, Lindawati, and I N S Miwada. 2015. “Kajian Kualitas Fisik Daging Kambing Yang Dipotong Di Rph Tradisional Kota Denpasar.” : 48–51.

Steel, Robert G D, and James H Torrie. 1980. “Principles and Procedures of Statistics McGraw-Hill Book Co.” Inc., New York 481.

Untoro, N. S., Kusrahayu, and B.E. Setiani. 2012. “Kadar Air, Kekenyalan, Kadar Lemak Dan Citarasa Bakso Daging Sapi Dengan Penambahan Ikan Bandeng Presto (Channos Channos Forsk).” Animal Agriculture 1(1): 567–83. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj.

Hermawan, I M.J., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 355 – 368

Page 368