PHYSICAL QUALITY OF BALI BEEF MARINATED WITH PALM NIRA WATER (Arenga pinnata)
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: May 8, 2023
Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & A. A. Pt. Putra Wibawa
KUALITAS FISIK DAGING SAPI BALI HASIL MARINASI DENGAN AIR NIRA AREN (Arenga pinnata)
Situmorang, N., N.L.P Sriyani, dan A.A. Oka
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: nurhayatisitumorang@student.unud.ac.id, Telp : +62 813-8643-5329
ABSTRAK
Kualitas fisik daging merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam mengolah daging, karena kualitas fisik daging yang bagus akan menghasilkan produk yang bagus dan layak konsumsi. Penelitian berjudul Kualitas Fisik Daging Sapi Bali Hasil Marinasi dengan Air Nira Aren (Arenga pinnata) bertujuan untuk mengetahui pengaruh marinasi daging sapi bali dengan air nira aren terhadap kualitas fisik daging berdasarkan uji pH, daya ikat air, susut masak dan warna daging. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan tersebut adalah P0 menggunakan daging sapi bali segar tanpa marinasi, P1 daging sapi bali dimarinasi dengan 15% air nira aren, P2 daging sapi bali dimarinasi dengan 20% air nira aren dan P3 daging sapi bali dimarinasi dengan 25% air nira aren. Masing-masing perlakuan dimarinasi selama 40 menit. Hasil yang di dapat pada pH yaitu P0 (5,56), P1 (5,12), P2 (5,10) dan P3 (5,04). Warna secara berturut-turut didapatkan P0 (4,75), P1 ( 3,75), P2 (3,25) dan P3 ( 2,00). Daya ikat air yaitu P0 (30,69), P1 (26,85),P2 (25,30) dan P3 (22,50). Susut masak yang didapatkan yaitu P0 (32,77), P1 (34,44), P2 (35,15), dan P3 (35,44). pH, warna, dan daya ikat air mengalami penurunan yang signifikan tetapi susut masak tidak mendapatkan pengaruh yang signifikan. Secara keseluruhan, marinasi daging sapi bali dengan air nira aren tidak meningkatkan kualitas fisik daging sapi bali.
Kata kunci: Daging Sapi Bali, Nilai pH, Warna, Daya Ikat Air, Susut Masak
PHYSICAL QUALITY OF BALI BEEF MARINATED WITH PALM NIRA WATER (Arenga pinnata)
ABSTRACT
The physical quality of meat is a very important thing to consider in processing meat because the good physical quality of meat will produce good products that are suitable for consumption. The research entitled Physical Quality of Bali Beef Marinated with Palm Nira Water (Arenga pinnata) aims to determine the effect of marinating Bali beef with palm juice water on the physical quality of the meat based on pH tests, water holding capacity, cooking losses, and meat color. This study used a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications. The treatment is P0 using fresh balinese beef without marination, P1 Bali beef marinated with 15% palm juice water, P2 Bali beef marinated with 20% palm juice,

and P3 Bali beef marinated with 25% palm juice water. Each treatment was marinated for 40 minutes. The results obtained at pH are P0 (5,56), P1 (5,12), P2 (5,10), and P3 (5,04). Color is obtained consecutively P0 (4,75), P1 ( 3,75), P2 (3.25), and P3 (2.00). The water holding capacity is P0 (30,69), P1 (26,85, P2 (25.30), and P3 (22.50). The cooking losses obtained were P0 (32,77), P1 (34,44), P2 (35.15), and P3 (35.44). pH, meat color, and water holding capacity decreased significantly but cooking losses did not have a significant effect. Overall, the marination of bali beef with palm juice did not improve the physical quality of bali beef.
Keywords: Bali Beef, pH Value, Color, Water Holding Capacity, Cooking Loss
PENDAHULUAN
Marinasi daging adalah salah satu pengolahan daging yang sering dilakukan oleh masyarakat. Bahan marinasi yang biasanya digunakan oleh masyarakat di desa Pagindar, Pakpak Bharat, Sumatera Utara adalah air nira aren (Arenga pinnata). Menurut penuturan dari masyarakat penggunaan air nira sebagai bahan marinasi menambahkan kesan jus pada daging babi panggang. Masyarakat awalnya menggunakan air nira sebagai bahan marinasi dikarenakan pada daerah tersebut terdapat air nira aren yang cukup melimpah serta kebiasaan masyarakat yang sering mengonsumsi daging babi. Biasanya pada sore hari para lelaki berkumpul sambil minum tuak aren dan makan daging babi panggang sebagai cemilan (tambul), kemudian masyarakat mulai mencoba berbagai macam bahan marinasi daging. Salah satu yang masih bertahan hingga kini adalah air nira aren yang masih segar.
Air nira aren mengandung asam-asam organik seperti malat, asetat, askorbat, sitrat dan fumarate (Saputra et al., 2015). Senyawa yang terdapat dalam air nira tersebut diharapkan dapat memperbaiki kualitas fisik daging. Purnamasari (2010) bahwa marinasi dengan cara perendaman melibatkan kerjasama zat asam yang dapat merubah nilai pH daging. Birk et al. (2010) melaporkan bahwa perendaman daging dengan menggunakan asam-asam organik seperti asam asetat, asam sitrat, asam tartrat dan asam laktat dapat menurunkan nilai pH daging. Sunarlim dan Usmiati (2009) melaporkan bahwa nilai pH daging akan berpengaruh terhadap warna, nilai daya ikat air dan susut masak.
Sapi bali memiliki persentase karkas yang tergolong tinggi yaitu sekitar 53-56% dari bobot badan (Hafid dan Rugayah, 2009). Tekstur daging sapi lokal seperti sapi bali cenderung lebih alot dibandingkan daging sapi impor seperti daging sapi wagyu yang terkenal empuk (Agustina et al., 2017). Daging sapi lokal perlu diolah dengan lebih baik agar mendapatkan kualitas yang maksimal. Unsur utama daging yaitu air, protein, lemak, vitamin dan mineral
(Anastasya et al., 2020). Kandungan nutrisi tersebut dapat mempengaruhi daya ikat air dikarenakan salah satu peran dari protein adalah mengikat air dalam daging. Penurunan kualitas daging yang paling mudah dideteksi adalah menganalisis sifat fisik daging (Kuntoro et al., 2013). Kualitas fisik daging merupakan kriteria utama dalam memilih daging. Indikator yang dapat menggambarkan kualitas daging adalah nilai pH, daya ikat air protein daging, susut masak dan warna daging. Daging yang memiliki kualitas baik yaitu daging berwarna merah cerah (Suardana dan Swacita, 2009). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas fisik daging adalah marinasi menggunakan bahan yang aman bagi daging (Pramono, 2002).
Penggunaan air nira aren sebagai bahan marinasi telah ditelti oleh Kaparang el al. (2019), Perendaman ikan cakalang menggunakan air nira aren dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% . Konsentrasi 15% menghasilkan warna yang paling baik sehingga dapat dijadikan sebagai pewarna alami. Secara umum cakalang dengan konsentrasi 15% memiliki mutu dan daya awet yang lebih baik karena nilai kadar airnya rendah dan memiliki nilai pH rendah. Mengacu dari pernyataan tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh marinasi air nira aren terhadap kualitas fisik daging sapi bali.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian berlangsung bulan September 2022 yang dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Gedung Agrokomplek Lt.1. Jl. P.B. Sudirman, Denpasar. Daging sapi bali yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bali bagian has luar (loin) yang dibeli dari Rumah Potong Hewan (RPH) Mambal, Badung. Air nira aren yang digunakan dalam penelitian ini adalah air nira aren yang masih segar yang dibeli langsung dari petani air nira aren di Karangasem. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah aquades, larutan buffer 4 dan 7 dan digunakan untuk mengukur nilai pH dan alkohol 70% untuk sterilisasi alat dan tempat. Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pisau dan talenan untuk memotong daging sapi bali, waterbath digunakan untuk susut masak, timbangan analitik macrobalance dengan kepekaan 0,1 mg digunakan untuk menimbang daging sapi bali, plastik dan tissue untuk
menjaga kebersihan sekitar tempat penelitian, gelas beaker dan pH meter untuk analisis nilai pH, wadah pengujian sampel untuk merendam daging, kertas label digunakan sebagai penanda setiap perlakuan dan alat tulis untuk menulis.
Rancangan percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, sehingga keseluruhan menjadi 16 percobaan. Setiap sampel menggunakan satu potong daging sapi bagian has luar (loin) dengan berat 100 gram. Lama marinasi dilakukan selama 40 menit. Hal ini mengacu pada penelitian Esarianto (2015), lama penerapan marinasi perlu diperhatikan agar penetrasi bahan marinasi meresap kedalam daging. Proses marinasi biasanya berlangsung antara 15 menit sampai 2 jam karena peredaman daging yang terlalu lama dapat menyebabkan tekstur daging menjadi lembek. Perlakuan P0 sebagai kontrol yaitu daging segar tanpa perlakuan marinasi, P1 diberikan 15% (15 ml air nira aren :85 ml aquades), P2 diberikan 20% (20 ml air nira :80 ml aquades) dan P3 diberikan 25% (25 ml air nira aren :75 ml aquades). Masing- masing perlakuan di marinasi selama 40 menit. Daging sapi yang telah di marinasi ditiriskan selama 15 menit, lalu dilanjutkan dengan uji kualitas fisik daging (nilai pH, susut masak, daya ikat air).
Variabel penelitian
Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu pH yang diukur menggunakan pH meter (Soeparno, 2015), warna yang diuji berdasarkan beef colour standard (Susilawati, 2016), daya ikat air menggunakan metode sentrifugasi pada kecepatan tinggi (Ham,1986), dan susut masak dihitung menggunakan metode Soeparno (2015).
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Pengolahan data menggunakan SPSS Versi 28.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik pengujian kualitas fisik (pH, daya ikat air, susut masak dan warna) dari daging sapi bali yang diberi perlakuan marinasi dengan air nira. Disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Nilai kualitas daging sapi bali yang dimarinasi dengan air nira aren (Arenga
pinnata)
Variabel |
P0 |
Perlakuan 1) |
P3 |
Standar(3) | |
P1 |
P2 | ||||
pH |
5,56 a 2) |
5,12 b |
5,10 b |
5,04 b |
5,4-5,8 |
Warna |
4,75 a |
3,75 b |
3,25 b |
2,00 c |
6 |
Daya ikat air (%) |
30,69 a |
26,86b |
25,30 b |
22,50 c |
20%-60% |
Susut masak (%) |
32,77 a |
34,44 a |
35,15 a |
35,44 a |
1,5%-54% |
Keterangan:
1. P0 (daging segar tanpa perlakuan marinasi), P1 (daging sapi bali dimarinasi dengan air nira aren 15%), (P2 daging sapi bali dimarinasi dengan air nira aren 20%), P3 (daging sapi bali dimarinasi dengan air nira aren 25%. )
2. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata (P>0,05)
3. Standar pH, daya ikat air dan susut masak (Soeparno, 2015), Standar warna daging sapi (Susilawati, 2016).
Uji pH digunakan untuk mengukur tingkat keasaman dan kebasaan suatu bahan. pH disebut asam jika nilainya kurang dari 7 dan jika berada diatas 7 maka pH bahan tersebut adalah basa. Jika pH sama dengan 7 maka bahan tersebut bersifat netral. Hasil dari uji pH daging sapi bali yang dimarinasi dengan air nira aren disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis pH daging sapi pada perlakuan marinasi dengan air nira aren berbeda nyata (P<0,05). Terdapat penurunan yang signifikan terhadap pH pada daging setelah dimarinasi dengan air nira aren, hal ini disebabkan oleh pH air nira aren yang rendah yaitu 4,2. pH air nira yang rendah ini berkaitan dengan peran asam-asam organik yang terdapat pada air nira aren. Marzuki et al., (2010), melaporkan bahwa tingginya kandungan asam-asam organik pada suatu bahan dipengaruhi oleh banyaknya ion H+ yang dilepas oleh asam organik di dalam air. Semakin banyak ion H+ yang dilepas maka semakin banyak total asam yang terdapat dalam bahan. Peningkatan total asam tersebut akan membuat nilai pH semakin menurun. Pada P1, P2 dan P3 pH yang dapatkan berada dibawah pH ultimat daging, sedangkan pH daging P0 masih dalam pH. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Menurut Soeparno (2015) pH ultimat daging pada daging sapi adalah sekitar antara 5,4 –5,8. Rostini (2007) menyatakan bahwa daging dengan pH 3-5 dapat menekan kontaminasi oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme patogen dan mikroorganisme produsen racun.
Warna merupakan salah satu faktor penting dalam memilih daging, warna daging sering digunakan sebagai kesan utama dalam menentukan kesegaran ketika memilih daging. Warna daging yang disukai konsumen adalah merah cerah (Kuntoro et al., 2013). Faktor penentu pada warna daging dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress, pH dan oksigen (Purbowati et al., 2006). Terdapat 3 pigmen yang memberikan warna yang berbeda
pada jaringan otot yaitu mioglobin yang merah keunguan, oksimioglobin yang merah terang dan metmioglobin yang berwarna coklat akan menentukan intensitas warna daging (Syamsir, 2010).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi air nira aren dalam marinasi dapat mempengaruhi warna pada daging. Hal ini berkaitan dengan adanya penurunan pH, semakin rendah pH pada daging maka warna daging menjadi pucat. Nilai warna paling baik didapatkan adalah P0 yaitu daging sapi berwarna merah (4,75) dan warna dengan nilai terendah adalah P0 yaitu berwarna pucat (2,00). Menurut Sriyani et al. (2015) nilai pH daging yang berada dalam kisaran pH ultimat maka nilai warna daging yang dihasilkan adalah nilai yang normal merah cerah. Dalam penelitian ini pH daging yang dihasilkan dibawah pH ultimat yang menyebabkan daging menjadi pucat. Nilai pH yang rendah akan mengakibatkan denaturasi protein terutama pada protein myoglobin atau protein pemberi warna merah pada daging sehingga menyebabkan daging terlihat pucat.
Hasil uji analisis daya ikat air pada percobaan ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Pada P1, P2, P3 nilai daya ikat air menurun dari P0. Menurut Riyanto (2004), daya ikat air akan meningkat pada pH yang tinggi. Pada penelitian ini daya ikat air daging menurun seiring dengan penurunan pH pada daging. pH daging yang rendah menyebabkan struktur daging terbuka sehingga menurunkan daya ikat air.
Penurunan nilai pH daging yang dimarinasi membuat akumulasi asam laktat yang menyebabkan fibril menyusut dan protein kehilangan kemampuannya untuk mengikat cairan, akibatnya struktur protein mengendur. Pestariati (2008), menyatakan bahwa penurunan pH juga menyebabkan denaturasi protein, deregulasi proteolisis, menyebabkan daging menjadi lembek, berair dan pucat. Pendapat yang sama dalam penelitian Lawrie (2005), penurunan pH menyebabkan denaturasi protein daging, sehingga akan terjadi penurunan kelarutan protein yang menyebabkan daya ikat air berkurang. Penelitian Aberle et al. (2001), menyatakan bahwa komponen utama daging yang mengikat air adalah protein.
Hasil penelitian menunjukan bahwa daging sapi yang diberi marinasi air nira memiliki daya ikat air dalam kisaran normal. Menurut Soeparno (2015), nilai daya ikat air berkisar antara 20%-60%. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air protein daging yakni pH, stress, bangsa, pembentukan akto-myosin (rigor mortis), temperatur dan kelembaban, pelayuan karkas, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur, fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2015).
Susut masak merupakan salah satu penentu kualitas daging yang penting, karena berhubungan dengan banyak sedikitnya air yang hilang serta nutrien yang larut dalam air akibat
pengaruh pemasakan. Semakin kecil persen susut masak berarti semakin sedikit air yang hilang dan nutrien yang larut dalam air. Begitu juga sebaliknya semakin besar persen susut masak maka semakin banyak air yang hilang dan nutrien yang larut dalam air. Susut masak memiliki hubungan yang negatif terhadap daya ikat air. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambunan (2009), bahwa susut masak erat kaitannya dengan daya ikat air, Semakin tinggi daya mengikat air maka ketika proses pemanasan air cairan nutrisi akan sedikit yang keluar atau yang terbuang sehingga massa daging yang berkurangpun sedikit. Hasil analisis statistik pada susut masak menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Perbedaan yang tidak signifikan pada penelitian ini disebabkan oleh protein miofibril belum terdegradasi sehingga kemampuan daging untuk mengikat air masih baik. Hasil ini dapat dilihat pada signifikansi tempat menunjukan 0,68 dimana P>0,05. Hal lain yang menyebabkan marinasi daging dengan air nira aren pada susut masak tidak berbeda nyata disebabkan oleh lama pemasakan yang sama yaitu 30 menit dengan suhu yang sama 80, pernyataan ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2015) susut masak dapat dipengaruhi oleh temperatur pemasakan, umur ternak, bangsa ternak, dan konsumsi pakan. Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Dalam penelitian ini susut masak masih dalam kisaran normal, nilai susut masak bervariasi mulai dari 15%-54% (Lawrie, 2003).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil ini dapat disimpulkan perlakuan marinasi daging sapi bali dengan air nira aren selama 40 menit tidak meningkatkan kualitas fisik daging. Hal ini ditandai dengan terjadinya penurunan pH sampai dibawah pH normal, penurunan nilai warna, penurunan persentase daya ikat air, dan meningkatnya persentase susut masak.
Saran
Dilihat dari kualitas fisik tidak disarankan menggunakan air nira aren sebagai bahan marinasi pada daging sapi bali.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng, IPU, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, IPU, ASEAN Eng, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP, IPM, ASEAN Eng, atas fasilitas pendidikan dan pelayanan
administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, D.E., J.C. Forrest, D. E. Gerrard and E.W.Mills. 2001. Principles of Meat Science. Fourth Edition. W. H. Freeman and Company. San Fransisco,United States of America.
Agustina, K. K., I. M. R. D. Cahya, G. M. Widyantara., I. B. N. Swacita, A. A. G. O. Dharmayudha dan M. D. Rudyanto. 2017. Nutrition level and physical quality of Bali beef according to the sex and age of cattle. Buletin Veteriner Udayana.
Anastasya, S., I. B. N. Swacita dan I. K. Suada. 2020. Perbandingan kualitas fisik objektif daging sapi bali produksi rumah pemotongan hewan Karangasem, Klungkung, dan Gianyar. Indonesia Medicus Veterinus, 9(3), 361-369.
Birk, T., A.C. Gronlund, B.B. Christensen, S. Knochel, K. Lohse, and H. Rosenquist. 2010. Effect of organic acids and marination ingredients on the survival of Campylobacter jejuni on meat. J. Food Protect. 73: 258—265.
Esarianto, A., 2015. Pengaruh Level dan Waktu Marinasi Theobromine Terhadap Kualitas Organoleptik Daging Sapi Bali. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hafid, H dan Rugayah, N. 2009. Persentase karkas sapi bali pada berbagai berat badan dan lama pemuasaan sebelum dipotong. Dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Hamm, R. 1986. Functional properties of the myofibril system and their measurement in muscle as food. Academic Press. New York.
Kaparang, J. T., J.C. Palenewen dan H.W. Mewengkang. 2019. Pengaruh perendaman air nira terhadap mutu mikrobiologis dan organoleptik cakalang (Katsuwonus pelamis L) asap. Media Teknologi Hasil Perikanan, 7(3), 80-84.
Kuntoro, B, R. R. A. Mahesw dan H. Nuraini. 2013. Mutu fisik dan mikrobiologi daging sapi asal rumah potong hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan 10(1).
Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Jakarta: Penerbit UI Press
Lawrie, R. A. 2005. Ilmu Daging. Penerjemah:Aminuddin Parakkasi. UI Press.Jakarta
Pestariati. 2008. Pengaruh lama penyimpanan daging ayam pada suhu refrigerator terhadap jumlah total kuman, Salmonella sp, kadar protein dan derajat keasaman. Tesis. Program PascasarjanaUniversitas Airlangga.
Pramono. 2002. Penanganan dan Pengolahan Daging. PT Balai Pustaka (Persero). Jakarta.
Purbowati E., C.I. Sutrisno., E. Baliarti., S.P.S. Budhi., W. Lestariana. 2006. Karakteristik Fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J Protein 33 (2): 147-153.
Purnamasari, E., Mardiana, Y. Fazilah, W. H. S Nurwidada, dan D. Febriana. 2010. Sifat fisik dan kimia daging sapi yang dimarinasi jus buah pinang (Areca catechu L). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Riyanto, J. 2004. Tampilan kualitas fisik daging sapi peranakan ongole (PO). J. Pengembangan Tropis. Edisi Spesial, 2, 28-32.
Saputra, K. A. 2015. Analisis kandungan asam organik pada beberapa sampel gula aren. Jurnal MIPA, 4(1), 69-74.
Soeparno. 2015. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sriyani, N. L. P., A. Tirta., S.A. Lindawati dan I.N.S. Miwada. 2015. Kajian kualitas fisik daging kambing yang dipotong di RPH tradisional Kota Denpasar. Majalah Ilmiah Peternakan, 18(2), 164359.
Steel, R.G.D. dan J.H Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan oleh B. Sumantri. Cet. ke-2. PT. Gramedia, Jakarta.
Suardana I.W., I.B.N. Swacita. 2009. Higene Makanan. Kajian Teori dan Prinsip Dasar, Denpasar: Udayana University Press.
Sunarlim, R. dan S. Usmiati. 2009. Karakteristik Daging Kambing dengan Perendaman Enzim Papain. Proceding Siminar Nasional Teknologi dan Veteriner 2009. Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor.
Surabaya
Susilawati, T. 2016. Industri Sapi Potong . Universitas Brawijaya Press.
Syamsir E. 2010. Reaksi Perubahan Warna Daging. Shooving artikel.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1789390-reaksi-perubahan-warna-daging/ [22 Nov 2010].
Tambunan, R. D. 2009. Keempukan daging dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.
Situmorang, N., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 322 – 330
Page 330
Discussion and feedback