ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: January 23, 2023

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa

PENGARUH BENTUK FISIK DAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT GAJAH KATE (Pennisetum purpureum cv. Mott)

Manalu, K. A., N. M. Witariadi, dan N. N. C. Kusumawati

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: abednego.manalu099@student.unud.ac.id , Telp. 081380233054

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bentuk fisik dan dosis kotoran kambing terhadap pertumbuhan dan hasil Pennisetum purpureum cv. Mott Penelitian ini dilakukan di rumah kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Denpasar. Penelitian berlangsung selama dua belas minggu, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah perlakuan kotoran kambing. Bentuk butiran (BB) dan bentuk halus (BH) faktor kedua adalah perlakuan kotoran kambing dengan dosis 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D1), 20 ton ha-1 (D2) dan 30 ton ha-1 (D3). Terdapat delapan perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 32 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara bentuk fisik dan dosis terhadap variabel tinggi tanaman, berat kering akar, berat kering daun, berat kering total hijauan. Perlakuan bentuk pupuk halus memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan bentuk pupuk butiran. Dosis 30 ton ha-1 memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan hasil panen Pennisetum purpureum cv. Mott. Disimpulkan bahwa terjadi interaksi antar bentuk pupuk dan dosis serta perlakuan bentuk halus dan dosis 30 ton ha-1 memberikan respon terbaik pada pertumbuhan dan hasil panen tanaman Pennisetum purpureum cv. Mott.

Kata kunci:, bentuk fisik, dosis, hasil, kotoran kambing, Pennisetum purpureum cv. Mott

THE EFFECT OF FERTILIZATION PHYSICAL TEXTURES AND DOSAGES OF GOAT MANURE FERTILIZER ON PLANT GROWTH AND YIELD OF DWARF ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum cv. Mott)

ABSTRACT

This study aimed to determine the effect and interaction between physical texture and different dosage of goat manure fertilizer on plant growth and yield of pennisetum purpureum cv. Mott. The research was conducted at the Glasshouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University at Jalan Raya Sesetan, Denpasar. The study was conducted for 12 weeks, using a completely randomized design (CDR) with factorial pattern. The first factor was small oval shaped (BB), refined texturcy (BH). The second factor was levels dosages of goat manure: 0 tonnes ha-1 (D0), 10 tonness ha-1 (D2), 20 tonnes ha-1 (D2), and 30 tonness ha-1 (D3). There were eight treatment and each treatment was repeated four times, so there were 32 unit experimental units. Variables measured in this experiment were growth, yield, and plant growth characteristic variabels. The result showed that there was an interaction between physical textures and dosage of goat manure on height of grass, weight of dry leaf, weight of dry roots, total weight dry grass. The refined texture showed better result than the small shaped pellet. The best dosage of goat manure for growth and yield of Pennisetum purpureum cv. Mott was observed on 30 tonnes ha-1. Based on above results, it is concluded that Pennisetum purpureum cv. Mott response the best during refined type at 30 tons ha-1 goat manure fertilizer.

Keywords: Pennisetum purpureum cv. Mott, physical texture, yield, goat manure , dosage

PENDAHULUAN

Hijauan pakan bagi ternak ruminansia tergantung dari ketersediaan hijauan dengan jumlah cukup, berkualitas tinggi, dan berkesinambungan sepanjang tahun serta hijauan menentukan produktivitas dan penampilan ternak. Saat ini ketersediaan hijauan sangat berfluktuasi tergantung musim, sehingga menjadi kendala dalam pengembangan usaha peternakan. Bentuk hijauan unggul yang berpotensi sebagai pakan untuk ternak ruminansia yaitu rumput Pennisetum purpureum cv. Mott karena ketersediaan di Indonesia cukup banyak.

Pennisetum purpureum cv. Mott merupakan bentuk rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang tinggi bagi ternak ruminansia. Rumput ini dapat hidup di berbagai tempat, respon terhadap pemupukan dan menghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur (Syarifuddin, 2006). Keunggulan lainnya bahwa produksi hijauannya tinggi, kandungan protein 10 – 15% dan kandungan serat

kasar yang rendah (Urribari et al., 2005). Rumput ini merupakan rumput yang tumbuh baik pada kondisi cahaya penuh, meskipun masih dapat berproduksi bila yang ternaungi hanya sebagian tanaman (Heuze et al., 2016). Hasil penelitian Leni et al. (2020) mendapatkan hasil penelitian yang menyatakan rumput gajah kate (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang diberi jenis pupuk kotoran ayam pada dosis 20 ton ha-1 memberikan pertumbuhan dan hasil yang paling baik.

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan-bahan makhluk hidup atau makhluk hidup yang telah mati, meliputi kotoran hewan, serasah, sampah, dan berbagai produk antara dari organisme hidup (Sumekto, 2006). Pupuk organik berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro dan mikro meskipun jumlahnya relatif (Suriadikarta et al., 2006). Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Salah satu bentuk pupuk organik yang dapat menyuburkan tanah adalah kotoran kambing.

Kotoran kambing memiliki bentuk fisik asli yang sangat khas, karena berbentuk butiran-butiran yang agak sukar dipecah secara fisik sehingga berpengaruh terhadap proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya. Bentuk fisik kotoran kambing yang sudah dihaluskan akan lebih cepat diserap oleh tanaman untuk ketersediaan unsur haranya. Kotoran kambing biasanya bercampur dengan air seninya (urin) yang mengandung unsur hara (Surya, 2021).

Kotoran kambing juga dapat digunakan sebagai bahan organik pada pembuatan pupuk kandang karena kandungan unsur haranya relatif tinggi. Hasil penelitian Rahayu et al. (2016) bahwa pemberian kotoran kambing pada dosis 15 ton ha-1 memberikan peningkatan terhadap tinggi dan jumlah anakan tanaman bawang daun serta tinggi tanaman dan biomasa pada wortel. Syaroni (2014) mendapatkan perlakuan dosis kotoran kambing terbaik pada tanaman jagung adalah 30 ton ha-1 terhadap semua pengamatan baik parameter pertumbuhan maupun parameter hasil. Arnawa et al. (2014) mendapatkan bahwa pemberian jenis pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi, limbah biogas pada dosis 10-30 ton ha-1 memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichogulme).

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, Stasiun Penelitian Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jalan Raya Sesetan, Denpasar selama dua belas minggu dari Februari tanggal satu sampai dengan Mei tanggal enam yang terhitung dari persiapan, pengamatan, panen dan tabulasi data.

Bibit

Bibit yang digunakan adalah stek batang rumput gajah kate (Pennisetum purpureum cv. Mott) dengan ukuran 20 cm yang berisi 5 buku, diperoleh dari rumah kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jalan Raya Sesetan, Denpasar.

Tabel 1. Analisis tanah Pengotan dan kotoran kambing

Hasil Analisis KriteriaPupuk

Hasil

Kriteria

Parameter

Satuan

Kotoran

Analisis

Tanah

Kambing

Tanah

pH (1 : 2,5) H2O

6,680

Agak alkalis

6,500

Agak

masam

DHL

mmho

5,220

Sangat tinggi

14,080

Sangat

s/cm

tinggi

C-Organik

%

34,510

Sangat tinggi

1,590

Rendah

N total

%

0,180

Rendah

0,170

Rendah

P-tersedia

Ppm

1241,950

Sangat tinggi

154,210

Sangat

tinggi

K-tersedia

Ppm

1101,530

Sangat tinggi

531,730

Sangat

tinggi

Kadar Air - KU

%

10,710

2,260

- KL

%

18,000

Tekstur - Pasir

%

Pasir berlempung

76,920

- Debu

%

15,220

- Liat

%

7,860

Sumber : Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana,

Denpasar Bali 2021

Keterangan

Metode

DHL

: Daya Hantar Listrik

C Organik

: Metode Walkley & Black

KU

: Kering Udara

N Total

: Metode Kjeldhall

KL

: Kapasitas Lapang

Tekstur

: Metode Pipet

C, N

: Karbon, Nitrogen

P & K

: Metode Bray-1

P

: Posfor

KU

: Metode Gravimetri

K

: Kalium

DHL

: Kehantaran Listrik

Tanah

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Desa Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Tanah dikeringkan terlebih dahulu, selanjutnya diayak menggunakan ayakan yang terbuat dari kawat sebesar 4×4 mm. Tanah yang dipakai dalam penelitian ini dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Tabel 1.

Air

Air yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari air sumur yang tersedia di rumah kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Jalan Sesetan, Denpasar. Pot

Pot yang digunakan pada penelitian ini adalah pot berbahan dasar plastik yang berdiameter 26 cm dan tinggi 19 cm sebanyak 32 buah. Setiap pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.

Pupuk

Pupuk yang digunakan dalam penelitian adalah kotoran kambing yang diperoleh dari Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Jalan Kampus Bukit, Jimbaran. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Ayakan berbahan dasar kawat dengan ukuran lubang 2  ×  2 mm untuk mengayak tanah agar lebih homogen;

2)Timbangan manual yang memiliki kapasitas 15 kg dengan kepekaan 50 g untuk menimbang tanah dan timbangan elektrik yang berkapasitas 500 g dengan kepekaan 0,1 g untuk menimbang pupuk dan bagian-bagian saat panen; 3) Pisau dan gunting; 4) Penggaris untuk mengukur tinggi tanaman; Meteran untuk mengukur lingkar rumpun ; 5) Kantong kertas untuk tempat hasil sampel tanaman sebelum di oven; 6) Ember digunakan sebagai penampung air; dan alat tulis menulis untuk mencatat hasil dari penelitian; 7) Oven untuk mengoven sampel tanaman.

Metode

Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah bentuk fisik kotoran kambing, terdiri atas: bentuk butiran (BB) dan bentuk halus (BH) sedangkan faktor kedua adalah dosis pupuk terdiri atas: D0: 0 ton ha-1; D1: 10 ton ha-1; D2: 20 ton ha-1 dan D3: 30 ton ha-1. Dari kedua faktor tersebut diperoleh 8 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 32

pot percobaan.

Model matematika sebagai berikut:

^ijk = µ + αi + δik + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan:

^j⅛      = Nilai pengamatan (respon) dari faktor A taraf ke-i dan taraf ke-j dari

faktor B pada ulangan ke-k

µ       = Nilai rata-rata umum

Αi       = Pengaruh aditif dari faktor utama A taraf ke-i

Δik      = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-I dari faktor A

Βj       = Pengaruh aditif dari faktor (sub faktor) B ke-j

(αβ)ij    = Pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j

εijk      = Pengaruh galat yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

Persiapan penelitian

Persiapan tanah yaitu: tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan kawat ukuran lubang 2 × 2 mm, sehingga tanah menjadi homogen. Tanah yang telah diayak ditimbang dan dimasukkan ke dalam pot, masing-masing pot diisi tanah sebanyak 4 kg, kemudian dicari air kapasitas lapang dengan cara pot yang sudah diisi tanah sebanyak 4kg (tanah kering) disiram air sampai pot penuh dan didiamkan selama 24 jam dan ditimbang untuk mendapatkan berat tanah basah. Selisih berat tanah basah dengan berat tanah kering adalah air kapasitas lapang

Penanaman bibit

Penanaman bibit dilakukan pada saat tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Bibit yang ditanam adalah stek batang dengan panjang 20 cm yang berisi minimal 5 buku. Setiap pot ditanami dengan dua bibit rumput, setelah tanaman tumbuh baik, dipilih satu tanaman yang pertumbuhannya seragam selanjutnya dipelihara dan diamati.

Cara dan waktu pemupukan

Pemupukan dilakukan satu kali selama penelitian berlangsung pada saat pengolahan tanah dengan cara mencampurkan kotoran kambing ke tanah dengan dosis yaitu : D0 : 0 ton ha-1 ( 0 g pot-1) ; D1: 10 ton ha-1 ( 20 g pot-1), D2: 20 ton ha-1 (40 g pot-1), dan D3: 30 ton ha- 1 ( 60 g pot-1).

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman dilakukan meliputi, penyiraman setiap hari agar tanah tidak mengalami kekeringan, pengendalian hama dan gulma dilakukan apabila ditemukan hama dan gulma.

Pengamatan dan pemotongan

Pengamatan dilakukan setiap minggu, untuk mengamati variabel pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan. Pengamatan variabel produksi dan karakteristik tumbuh tanaman dilakukan pada saat panen dengan cara memotong tanaman pada permukaan tanah, kemudian bagian-bagian tanaman dipisahkan yaitu daun, batang dan akar untuk selanjutnya ditimbang dan dikeringkan.

Variabel yang diamati

  • 1.    Variabel pertumbuhan

  • a.    Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris dari permukaan tanah sampai colar daun teratas yang telah berkembang sempurna.

  • b.    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang sudah berkembang sempurna.

  • c.    Jumlah anakan (anakan)

Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung anakan yang telah mempunyai daun yang berkembang sempurna.

  • 2.    Variabel hasil

  • a.    Berat kering daun (g)

Berat kering daun diperoleh dengan menimbang daun tanaman per pot yang sudah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70°C sampai mencapai berat konstan.

  • b.    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan menimbang bagian batang per pot yang sudah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • c.    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan menimbang akar tanaman per pot yang sudah dikeringkan menggunakan oven pada suhu 70°C hingga mencapai berat konstan.

  • d.    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan diperoleh dengan menjumlahkan berat kering daun dengan berat kering batang.

  • 3.     Variabel karakteristik tumbuh tanaman

  • a.    Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang diperoleh dengan membagi berat

kering daun dengan berat kering batang.

  • b.    Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Pennisetum purpureum cv. Mott menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara bentuk dan dosis pupuk kotoran kambing pada variabel tinggi tanaman, berat kering akar, berat kering daun dan berat kering total hijauan. Pertumbuhan rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan bentuk kotoran kambing menunjukkan hasil tertinggi pada perlakuan bentuk halus namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan bentuk butiran. Pertumbuhan rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan dosis kotoran kambing menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pada variabel tinggi tanaman dan jumlah daun, tetapi pada variabel jumlah anakan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan hasil cenderung tertinggi pada dosis 30 ton ha-1. Hasil rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan bentuk fisik kotoran kambing menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pada variabel berat kering daun, berat kering batang dan berat kering total hijauan dengan hasil tertinggi pada bentuk halus (BH). Hasil rumput Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberi perlakuan dosis kotoran kambing pada variabel berat kering daun, berat kering akar dan berat kering total hijauan dengan hasil tertinggi pada dosis 30 ton ha-1. Karakteristik tumbuh rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan bentuk kotoran kambing menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) pada variabel nisbah berat kering total hijauan dengan nisbah berat kering akar,tetapi pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,5) ). Pada perlakuan dosis kotoran kambing pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) sedangkan pada variabel nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar perpot menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Interaksi antara bentuk dan dosis kotoran kambing terhadap pertumbuhan Pennisetum purpureum cv. Mott

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan bentuk kotoran kambing dengan dosis kotoran kambing terhadap pertumbuhan rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada variabel tinggi tanaman, berat kering daun,berat kering akar,berat kering total hijauan. Kombinasi perlakuan bentuk halus dengan dosis kotoran kambing 30 ton ha-1 (BHD3) menghasilkan pertumbuhan hasil terbaik.

Variabel tinggi tanaman, berat kering akar, berat kering daun, dan berat kering total hijauan pada kombinasi perlakuan BHD3 memberikan hasil tertinggi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa unsur hara pupuk kotoran kambing pada kombinasi perlakuan tersebut (BHD3) mencukupi dan mampu membuat hasil pertumbuhan terbaik pada tanaman Pennisetum purpureum cv. Mott. Terjadi interaksi tersebut menunjukkan bahwa antara faktor bentuk kotoran kambing dan faktor dosis kotoran kambing dapat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman Pennisetum purpureum cv. Mott. Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa dua faktor perlakuan dikatakan berinteraksi apabila pengaruh suatu faktor perlakuan berubah pada saat perubahan taraf faktor perlakuan lainnya. Apabila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata artinya, diantara faktor tersebut dapat berpengaruh sendiri atau bertindak secara bebas (Steel dan Torrie, 1991).

Pengaruh perlakuan bentuk fisik dan dosis pupuk kotoran kambing terhadap pertumbuhan rumput gajah kate (Pennisetum purpureum cv. Mott)

Rataan tinggi rumput Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberikan bentuk pupuk kotoran kambing halus (BH) sebesar 31,91 cm memiliki rataan tertinggi tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kotoran kambing butiran (BB). Rataan tinggi tanaman pada perlakuan 30 ton ha-1 (D3) sebesar 35,47 cm. Pada perlakuan 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D1) dan 20 ton ha-1 (D2) masing-masing 31,46, 17,45 dan 9,6%, nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan D3 (Tabel 2). Rataan jumlah daun Pennisetum purpureum cv. Mott perlakuan BH memiliki rataan tertinggi sebesar 16,37, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan jumlah daun perlakuan BB. Rataan jumlah daun pada perlakuan D3 sebesar 19,47 helai (Tabel 2). Pada perlakuan D1 dan D2 masing-masing 16,74 dan 16,54%, tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan D3,sedangkan D0 43,86% nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan D3.

Rataan jumlah anakan Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberikan perlakuan BH Manalu, K. A., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 152 – 166 Page 160

sebesar 2,39 memiliki rataan tertinggi tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan jumlah daun perlakuan BB. Rataan jumlah daun pada perlakuan D1 sebesar 2,33 (Tabel 2). Pada perlakuan D0,D2 dan D3 masing-masing 10,73, 11,16 dan 0,43%, tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan D1. Perlakuan pupuk kambing bentuk halus menghasilkan pertumbuhan cenderung lebih baik dari bentuk butiran pada semua variabel. Hal ini terjadi karena pada kotoran kambing bentuk halus dapat dengan mudah diurai oleh mikroba karena sudah dihaluskan dibandingkan dengan bentuk butiran yang masih dalam bentuk butiran.

Perlakuan Dosis 30 ton ha-1 memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap variabel tinggi tanaman, dan jumlah daun, Hal ini karena pada dosis 30 ton ha-1 mengandung unsur hara yang lebih banyak daripada perlakuan lainnya, semakin banyak unsur hara yang diberikan semakin bertambah unsur hara dalam tanah yang tersedia bagi tanaman. Kotoran kambing mengandung N yang tinggi 1,41 (Hartatik dan Widowati, 2006) sehingga mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi dan jumlah daun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syaroni (2014) yang mendapatkan perlakuan dosis kotoran kambing terbaik pada tanaman jagung adalah 30 ton ha-1.

Tabel 2. Pengaruh bentuk fisik dan dosis kotoran kambing terhadap variabel pertumbuhan Pennisetum purpureum cv. Mott

Variabel

Bentuk Pupuk

Dosis

D3

Rataan

SEM(2)

D0(3)

D1

D2

Tinggi Tanaman

BH(4)

24,04D(1)

30,69C

34,33B

38,59A

31,91A

(cm)

BB

24,58C

28,07B

29,77B

32,36A

28,69B

0,383

Rataan

24,31d

29,28c

32,04b

35,47a

BH

9,81

17,61

17,50

20,58

16,37A

0,969

Jumlah Daun (helai)

BB

12,06

14,64

15,00

18,36

15,01A

Rataan

10,93b

16,21a

16,25a

19,47a

BH

2,03

2,75

2,09

2,70

2,39A

0,149

Jumlah Anakan (anakan)

BB

2,14

1,92

2,06

1,95

2,02A

Rataan

2,08a

2,33a

2,07a

2,32a

Keterangan :

(1). Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf besar) dan dalam satu kolom (huruf kecil) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(2). SEM = Standar Error of the Treatment Means

(3). D0 = Dosis 0 ton ha-1 D1 = 10 ton ha-1 D2 = 20 ton ha-1 D3 = 30 ton ha-1

(4). BH = Bentuk Halus BB = Bentuk Butiran

Pengaruh perlakuan bentuk fisik dan dosis pupuk kotoran kambing terhadap hasil rumput gajah kate (Pennisetum purpureum cv. Mott)

Rataan berat kering daun Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberikan perlakuan BH sebesar 5,56 memiliki rataan tertinggi secara statistik dan berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan jumlah daun perlakuan BB. Rataan jumlah daun pada perlakuan D3 sebesar 6,71 (Tabel 4.2). Pada perlakuan D0, D1 dan D2 masing-masing 36,95, 32,20 dan 29,50%, nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan D3. Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara bentuk dan dosis pupuk pada jumlah berat kering daun rumput Pennisetum purpureum cv. Mott. Kombinasi BHD3 menghasilkan jumlah berat kering tertinggi sebesar 7,98. Pada perlakuan BBD1 menghasilkan jumlah berat kering terendah sebesar 3,85 (Tabel 3).

Rataan jumlah berat kering batang Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberikan perlakuan BH sebesar 4,69 memiliki rataan tertinggi secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan jumlah daun perlakuan BB. Rataan jumlah daun tertinggi pada perlakuan D3 sebesar 4,93 (Tabel 4.2). Pada perlakuan D0,D1 dan D2 masing-masing 31.23, 17,84 dan 23,32%, nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan D3.

Rataan jumlah berat kering akar Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberikan perlakuan BB sebesar 1,96 memiliki rataan tertinggi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan jumlah berat kering akar perlakuan BH. Rataan berat kering akar pada perlakuan D0 sebesar 2,08 Pada perlakuan D1 dan D3 11,53 dan 7,21%, tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan D1, sedangkan D2 27,40% berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan D1 (Tabel 3). Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara bentuk dan dosis pupuk pada jumlah berat kering akar gajah kate. Kombinasi BBD0 menghasilkan jumlah berat kering tertinggi sebesar 2,43. Pada perlakuan BHD1 menghasilkan jumlah berat kering terendah sebesar 1.35 (Tabel 3).

Rataan jumlah berat kering total hijauan Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberikan perlakuan BH sebesar 10,25 g, memiliki rataan tertinggi secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan rataan jumlah berat kering total hijauan perlakuan BB. Rataan jumlah berat kering total hijauan pada perlakuan D3 sebesar 11,64 (Tabel 3). Pada perlakuan D0, D1 dan D2 masing-masing 31,87, 29,55 dan 26,89%, nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan D3. Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara bentuk dan dosis pupuk pada jumlah berat kering total hijauan gajah kate. Kombinasi BHD3 menghasilkan jumlah berat kering tertinggi sebesar 10,25. Pada perlakuan kombinasi BBD2 menghasilkan jumlah berat kering terendah sebesar 7,20

(Tabel 3).

Pada pertumbuhan vegetatif tanaman terutama batang, cabang dan daun diperlukan unsur hara nitrogen (Prihmantoro, 1999). Unsur fosfor (P) berfungsi untuk pertumbuhan akar maupun pada bagian atas tanaman seperti batang dan daun. Manfaat lain fosfor yaitu untuk memacu pertumbuhan akar, merangsang pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh tanaman, memacu pertumbuhan bunga dan pemasakan buah, memperbesar persentase terbentuknya bunga menjadi buah dan biji dan menambah daya tahan terhadap hama penyakit (Engelstad, 1997).

Tabel 3. Pengaruh bentuk fisik dan dosis kotoran kambing terhadap variabel hasil Pennisetum purpureum cv. Mott

Variabel

Bentuk

Pupuk

Dosis

Rataan

SEM(2)

D0(3)

D1

D2

D3

Berat Kering

BH(4)

4,35B(1)

4,60B

5,33B

7,98A

5,56A

0,17

Daun (g)

BB

4,75AB

3,85B

4,15B

5,45A

4,55B

Rataan

4,23b

4,55b

4,73b

6,71a

Berat Kering

BH

3,55

4,60

4,50

6,13

4,69A

0,13

Batang (g)

BB

3,23

3,50

3,05

3,73

3,37B

Rataan

3,39a

4,05a

3,78a

4,93a

4,03

Berat Kering

BH

1,75AB

1,35B

1,68AB

2,13A

1,73A

0,09

Akar (g)

BB

2,43A

2,33A

1,35B

1,73AB

1,96A

Rataan

2,08a

1,84ab

1,51b

1,93ab

Berat Kering

BH

7,90B

9,20B

9,83B

14,10A

10,25A

0,20

Total Hijauan (g)

BB

7,98AB

7,35B

7,20B

9,18A

7,93B

Rataan

7,93b

8,28b

8,51b

11,64a

Keterangan :

(1). Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf besar) dan dalam satu kolom (huruf kecil) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(2). SEM = Standar Error of the Treatment Means

(3). D0 = Dosis 0 ton ha-1 D1 = 10 ton ha-1 D2 = 20 ton ha-1 D3 = 30 ton ha-1

(4). BH = Bentuk Halus BB = Bentuk Butiran

Pengaruh perlakuan bentuk fisik dan dosis kotoran kambing terhadap karakteristik Pennisetum purpureum cv. Mott

Rataan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan BB sebesar 1,41 g, (Tabel 4). Pada perlakuan BH lebih rendah dibandingkan BB, secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05). Rataan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan D1 yaitu sebesar 1,48 (Tabel 4). Pada perlakuan D0, D2 dan D3 menunjukkan

berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan D1.

Rataan nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar pada perlakuan BH sebesar 6,26 (Tabel 4.3). Pada perlakuan BB lebih rendah dibandingkan BH, secara statistik menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Rataan nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar pada perlakuan D3 yaitu sebesar 6,10 (Tabel 4). Pada perlakuan D1 dan D2 12,95 dan 1,96 menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),sedangkan pada perlakuan D0 33,77% berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan D3.

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang rumput Pennisetum purpureum cv. Mott memberikan hasil yang sama pada perlakuan bentuk pupuk (P>0,05). Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang di pengaruhi oleh nilai berat kering daun dan berat kering batang. Bila nilai berat kering daun lebih rendah dari nilai berat kering batang, maka nilai nisbah berat kering daun dengan berat kering batang kecil, nilai ini menunjukkan kualitas hijauan pakan yaitu hijauan dikatakan memiliki kualitas baik apabila nisbahnya memberikan hasil yang tinggi. Sedangkan nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar Pennisetum purpureum cv. Mott pada perlakuan bentuk pupuk menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi pada bentuk halus dibandingkan dengan bentuk butiran. Hal ini karena bentuk pupuk halus lebih mudah mengalami dekomposisi, sehingga unsur hara tersedia bagi tanaman. Bila nilai berat kering total hijauan lebih rendah dari nilai berat kering akar, maka nilai nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar kecil. Widana et al. (2015) menambahkan hijauan dengan kualitas yang sama disebabkan oleh peningkatan berat kering daun diikuti oleh peningkatan berat kering batang.

Tabel 4. Pengaruh bentuk fisik dan dosis kotoran kambing terhadap variabel

karakteristik Pennisetum purpureum cv. Mott

Variabel

Bentuk Pupuk

Dosis

Rataan

SEM(2)

D0(3)

D1

D2

D3

Nisbah Berat

BH(4)

1.35

1.03

1.18

1.30

1.21A

0.79

Kering Daun

BB

1.60

1.15

1.43

1.48

1.41A

Dengan Berat

Kering Batang

Rataan

1.48a(1)

1.08a

1.30a

1.38a

Nisbah Berat

BH

4.70

7.13

6.50

6.73

6.26A

Kering Total

BB

3.38

3.50

5.45

5.48

4.45B

0.28

Hijauan Dengan Berat Kering Akar

Rataan

4.04b

5.31ab

5.98a

6.10a

Keterangan :

(1). Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf besar) dan dalam satu kolom (huruf kecil) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

(2). SEM = Standar Error of the Treatment Means

(3). D0 = Dosis 0 ton ha-1 D1 = 10 ton ha-1 D2 = 20 ton ha-1 D3 = 30 ton ha-1

(4). BH = Bentuk Halus BB = Bentuk Butiran

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Rumput Pennisetum purpureum cv. Mott yang diberi bentuk kotoran kambing halus dan dosis 30 ton ha-1 memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik.

  • 2.    Terjadi interaksi antara bentuk pupuk dan dosis kotoran kambing terhadap pertumbuhan dan hasil rumput Pennisetum purpureum cv. Mott pada variabel tinggi tanaman, berat kering akar, berat kering daun dan berat kering total hijauan.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan rumput Pennisetum purpureum cv. Mott dapat di pupuk menggunakan kotoran kambing bentuk halus dengan dosis 30 ton ha-1.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I. Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng. atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkulian di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Arnawa, I. W., I. K. M. Budiasa, dan N. M. Witariadi. 2014. Pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) yang diberi pupuk organic dengan dosis berbeda. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 2 (2): 225-239.

Engelstad, O.P. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi ketiga Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Gomez, K. A. dan A. G. Arturo 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Hal 13-16.

Hartatik, W. dan Widowati, L.R. 2006. Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor.

Heuze Tran G, S. Giger-Reverdin , F. Lebas. 2016. Elephant grass (Pennisetum purpureum). Feedipedia, a programme by INRA, CIRAD, AFZ and FAO.

Leni, N., N. M. Witariadi, dan I. W. Wirawan. 2020. Pertumbuhan dan hasil rumput gajah kate (Pennisetum purpureum cv. Mott) pada jenis dan dosis pupuk kandang yang berbeda. Pastura.Vol.10(1): 32-36.

Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rahayu, T. B., B. H. Simanjuntak, dan Suprihati. 2016. Pemberian kotoran kambing terhadap pertumbuhan dan hasil wortel dan bawang daun dengan budidaya tumpang sari. Jurnal Agric. Vol. 26 (1) 52 - 60.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie.1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sumekto, R. 2006. Pupuk-pupuk Organik. PT. Intan Sejati. Klaten. Internet. http://eprints.uny.ac.id/9381/2/BAB%201%20-%2005308141018.pdf

Suridikarta, dan R. D. M. Simanungkalit. 2006. Pupuk organik dan pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 2. ISBN 978979- 9474-57-5.

Surya, A. A. (2021). Pembuatan Pupuk Organik Menggunakan Kotoran Kambing. Journal Lepa-lepa Open, Hal 103-106.

Syarifuddin, N. A. 2006. Nilai gizi rumput gajah sebelum dan setelah enzilase pada berbagai umur pemotongan. Majalah Ilmiah Universitas Lambung Mangkurat Vol. 22 No. (63): 36-51.

Syaroni, M. 2014. Pengaruh Bentuk dan Dosis Pupuk Kotoran Kambing Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung (Zea mays L.) Lokal Madura. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur.

Urribari, L., Ferrer, A, dan Colina, A. 2005. Leaf protein from ammonia- treated dwarf elephant grass (Pennisetum purpureum Schum cv. Mott). Appl Biochem Biotechnol. 121124:721-730.

Widana, G. A. A., N. G. K. Roni, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2015. Pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv Trichoglume) pada berbagai jenis dan dosis pupuk organik. Peternakan Tropikal Vol. 3 No. 2 : 405 – 417. https://ojs.unud.ac.id/ index.php/tropika/article/view/18601.

Manalu, K. A., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 152 – 166

Page 166