ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: November 6, 2022

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa

PENGARUH PENGGANTIAN PUPUK ORGANIK CAIR KOTORAN KAMBING DENGAN LIMBAH JAGUNG PADA BERBAGAI DOSIS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL HIJAUAN

Asystasia gangetica

Mukti, A.T., M. A. P. Duarsa, dan N. N. C. Kusumawati

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected] , Tlp: 0895321743497

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica. Penelitian telah dilaksanakan di Rumah Kaca, di Jalan Raya Sading Nomor: 93, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, pengambilan data menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Petak Terbagi (Split-Plot Design) dengan dua faktor. Main plot adalah penggantian pupuk cair kotoran kambing yang terdiri dari kotoran kambing + air (KK1), kotoran kambing + EM4 + air (KK2), dan kotoran kambing + EM4 + limbah jagung + air (KK3) dan subplot adalah dosis pupuk cair kotoran kambing yang terdiri dari 0 l ha-1 (D0), 5.000 l ha-1 (D1), 10.000 l ha-1 (D2), 15.000 l ha-1 (D3). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 48 pot percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, hasil hijauan dan karakteristik Asystasia gangetica. Tidak terjadi interaksi antara penggantian pupuk dan dosis pupuk terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian jenis pupuk kotoran kambing + EM4 + limbah jagung + air (KK3) cenderung memberikan pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica paling baik dibandingkan kotoran kambing + air (KK1) dan kotoran kambing + EM4 + air (KK2). Pemberian dosis pupuk 5.000 l ha-1 (D1) cenderung memberikan pertumbuhan paling baik dibandingkan dosis 0 l ha-1 (D0), 10.000 l ha-1 (D2) dan 15.000 l ha-1 (D3). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa limbah jagung dapat menggantikan pupuk kotoran kambing sebanyak 50% untuk pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica.

Kata kunci: jenis pupuk, dosis pupuk, Asystasia gangetica, pertumbuhan, hasil.

THE EFFECT OF REPLACEMENT OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER OF GOAT DRUGS WITH CORN WASTE AT VARIOUS DOSAGES ON GROWTH AND PRODUCTION OF GREEN Asystasia gangetica

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of replacing liquid organic fertilizer from goat manure with corn waste at various doses on the growth and yield of Asystasia gangetica forage. The research has been carried out at the Greenhouse, on Jalan Raya Sading Number: 93, Mengwi District, Badung Regency, Bali. This study lasted for four months, data collection using a Completely Randomized Split-Plot Design with two factors. The main plot is the replacement of liquid goat manure consisting of goat manure + water (KK1), goat manure + EM4 + water (KK2), and goat manure + EM4 + corn waste + water (KK3) and the subplot is the dose of goat manure liquid fertilizer consisting of 0 l ha-1 (D0), 5,000 l ha-1 (D1), 10,000 l ha-1 (D2), 15,000 l ha-1 (D3). There were 12 treatment combinations and repeated four times so that there were 48 experimental pots. The variables observed were growth variables, forage yields and characteristics of Asystasia gangetica. There was no interaction between fertilizer replacement and fertilizer dosage on growth and forage yields. The results of this study indicate that the application of goat manure + EM4 + corn waste + water (KK3) tends to give the best growth and yield of Asystasia gangetica compared to goat manure + water (KK1) and goat manure + EM4 + water (KK2). The fertilizer dose of 5,000 l ha-1 (D1) tends to give the best growth compared to doses of 0 l ha-1 (D0), 10,000 l ha-1 (D2) and 15,000 l ha-1 (D3). From this research, it can be concluded that corn waste can replace goat manure by 50% for the growth and yield of Asystasia gangetica.

Keywords: type of fertilizer, dose of fertilizer, Asystasia gangetica, growth, yield

PENDAHULUAN

Hijauan pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang merupakan sumber nutrisi yang dapat memberikan pertumbuhan dan produksi ternak ruminansia. Diantara faktor lingkungan, pakan mempunyai pengaruh yang paling besar yaitu 60% (Rianto dan Purbowati, 2011). Hijauan pakan sangat berpengaruh terhadap hasil pertumbuhan ternak ruminansia, oleh sebab itu hijauan pakan harus didapatkan dengan mudah, pertumbuhan serta produksinya cepat dan mampu beradaptasi terhadap berbagai iklim. Oleh sebab itu diperlukan alternatif tumbuhan pakan dengan kualitas baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan hijauan pakan untuk ternak

sepanjang tahun. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangbiakan tanaman Asystasia gangetica.

Asystasia gangetica adalah spesies tanaman dalam keluarga Acanthaceae, merupakan tumbuhan yang menjadi sumber hijauan pakan dan sangat mudah ditemui di halaman rumah, tepi jalan, kebun, dan lapangan terbuka (Suarna et al., 2019). Asystasia gangetica sangat baik bagi hewan ternak karena memiliki palatabilitas dan daya cerna yang tinggi (Grubben dan Denton, 2004), serta memiliki kadar protein kasar sebesar 19,3% (Adigun et al., 2014). Tanaman Asystasia gangetica merupakan salah satu jenis gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanian dan perkebunan (Kumalasari dan Sunardi, 2014), terutama perkebunan kelapa sawit (Ramdani et al., 2016), Asystasia gangetica mampu tumbuh dengan baik pada daerah tropis dan subtropis.

Pemupukan adalah metode pemberian pupuk ke dalam tanah atau bagian tanaman lainnya dalam bentuk padat ataupun cair. Pupuk adalah zat hara yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang dengan baik sesuai dengan genetik. Salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan tanaman Asystasia gangetica adalah dengan pemupukan (Wahyono et al., 2011). Tujuan pemupukan yaitu untuk menambahkan unsur hara yang hilang pada tanah secara optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas produksi tanaman dan mengganti unsur hara yang sudah tidak baik karena penggunaan pupuk anorganik atau pupuk kimia yang terlalu berlebihan. Suryanto dan Suryanto (1981) menyatakan bahwa semakin banyak bahan organik yang diberikan pada tanah, maka bertambah kualitas tanah untuk mengikat air sampai batas tertentu dan kenaikan nitrogen total.

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran atau bisa dibuat menggunakan sisa tanaman, kotoran hewan atau bahan alami lainnya. Pupuk organik cair disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung unsur hara makro (N, P, K, C, H, O, S, Ca, Mg) dan unsur hara mikro (B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Pupuk organik cair selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, pupuk organik membantu meningkatkan produksi tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai alternatif pengganti pupuk kandang.

Salah satu pupuk organik yang dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan adalah pupuk organik cair kotoran kambing dan limbah jagung. Pupuk organik cair ini dapat dibuat dari kotoran kambing (feses) disebut biokultur yang dapat dibuat dari

kotoran ternak dan tambahan dari limbah tanaman seperti limbah jagung. Limbah jagung dapat dimanfaatkan sebagai campuran pupuk organik karna memiliki kandungan nutrisi yang baik.

Limbah jagung dapat dimanfaatkan sebagai campuran pupuk organik karna memiliki kandungan nutrisi yang baik. Hasil penelitian Fagbemigun (2014), menyebutkan bahwa komposisi kimia kulit jagung meliputi lignin 15%, abu 5,09%, alkohol-sikloheksana 4,57% dan selulosa 44,08%. Pemanfaatan limbah jagung yang meliputi bagian tongkol, dan klobot untuk dijadikan pupuk menggunakan teknik fermentasi yang dilakukan dengan tepat.

Suparhun et al. (2015) menyatakan bahwa pemberian pupuk kotoran kambing dengan dosis 15 ton ha-1 mampu memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan tanaman sawi. Menurut Anggara (2021) pemberian pupuk organik cair virgin coconut oil mendapatkan hasil terbaik pada dosis 10.000 l ha-1 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Asystasia gangetica. Lebih lanjut dikatakan perlu pemberian dosis ditingkatkan untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang lebih maksimal.

Kotoran kambing dan limbah jagung yang digunakan untuk pemupukan harus diberikan aktivator yaitu EM4. EM4 mengandung Azotobacter sp, Lactobacillus sp, ragi, bakteri fotosintetik, dan jamur pengurai selulosa. Keunggulan dari EM4 ini adalah dapat mempercepat fermentasi bahan organik sehingga unsur hara yang terkandung dapat cepat terserap dan tersedia bagi tanaman (Hadisuwito, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica yang diberi beberapa penggantian pupuk dan dosis pupuk organik cair kotoran kambing dan limbah jagung yang difermentasi menggunakan EM4.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca yang berlokasi di Jalan raya Sading Nomor: 93, Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali yang berlangsung selama empat bulan mulai dari persiapan sampai pemotongan.

Anakan tanaman

Anakan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asystasia gangetica. Anakan tanaman ini diperoleh di sekitaran daerah Jalan Raya Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.

Pupuk Cair

Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik cair kotoran kambing dengan dosis perlakuan yaitu: : 0 l ha-1 (0 ml pot-1), 5.000 l ha-1 (10 ml pot-1), 10.000 l ha-1 (20 ml pot-1), 15.000 l ha-1 (30 ml pot-1). Hasil analisis pupuk organik cair kotoran kambing.

Tanah dan air

Tanah yang digunakan diperoleh dari Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana Desa Pengotan, Kabupaten Bangli. Tanah dikering udarakan terlebih dahulu, selanjutnya diayak dengan ayakan dengan ukuran 2×2 mm. Air yang digunakan untuk menyiram tanaman berasal dari air sumur di tempat penelitian. Hasil analisis tanah Pengotan.

Pot

Pot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot plastik dengan kapasitas 5 kg berukuran diameter atas 40 cm, bawah dari 25 cm dan tinggi 11 cm. Setiap pot diisi dengan tanah pengotan sebanyak 4 kg.

Alat-alat

Alat-alat yang digunakan selama penelitian terdiri dari: (1) Pisau dan gunting; (2) Ayakan kawat 2×2; (3) Pot plastik; (4) Penggaris; (5) Ember; (6) Skop; (7) Kantong kertas; (8) Oven; (9) Timbangan elektrik dengan kapasitas 1200 g dan kepekaan 0,01 g; (10) Alat tulis; dan (11) Leaf Area Meter.

Rancangan percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap pola petak terbagi (Split-Plot Design) dengan dua faktor. Main plot/petak utama yaitu penggantian pupuk terdiri dari kotoran kambing + air (KK1), kotoran kambing + EM4 + air (KK2) dan kotoran kambing + EM4 + limbah jagung (kulit dan tongkol) + air (KK3). Subplot/anak petak yaitu dosis pupuk yang terdiri 0 l ha-1 (D0), 5.000 l ha-1 (D1), 10.000 l ha-1 (D2) dan 15.000 l ha-1 (D3). Terdiri dari 12 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 48 unit percobabaan. Adapun perlakuan tersebut terdiri dari: KK1DO, KK1D1, KK1D2, KK1D3, KK2D0, KK2D1, KK2D2, KK2D3, KK3D0, KK3D1, KK3D2 dan KK3D3.

Pembuatan pupuk cair kotoran kambing dengan limbah jagung

Kotoran kambing dicampur menggunakan Effective Microorganisme-4 (EM4). EM4 yang digunakan untuk fermentasi terlebih dahulu diaktifkan. Untuk mengaktifkan EM4 tersebut dapat menggunakan campuran air dan molase dengan perbandingan (1:1:20) dimana 1 liter EM4 dengan 1 liter Molase ditambah 20 liter air lalu diamkan dalam satu wadah dengan keadaan tertutup rapat selama empat hari. Larutan EM4 yang sudah diaktifkan dapat digunakan untuk memfermentasi kotoran kambing dengan perbandingan (1:10), dimana 1 kg kotoran kambing di campurkan dengan 10 liter larutan EM4 yang sudah diaktifkan. Selanjutnya yaitu perbandingan (0,5:0,5:10), dimana 0,5 kg kotoran kambing ditambah dengan 0,5 kg limbah jagung dan dicampur 10 liter EM4. Kotoran kambing yang sudah dicampur menggunakan larutan EM4 (diaktifkan) dan limbah jagung (Bonggol dan klobot) dimasukkan kedalam tong/silo dan diaduk hingga homogen, kemudian tong/silo ditutup dengan rapat dan didiamkan selama tiga minggu sehingga dapat terfementasi secara anaerob.

Penanaman hijauan

Sebelum penanaman, tanah yang ada di dalam pot disiram hingga mencapai keadaan kapasitas lapang. Kemudian bibit tanaman Asystasia gangetica ditanam di dalam pot, masing-masing pot ditanami 2 bibit tanaman Asystasia gangetica. Setelah tumbuh dengan baik kemudian dipilih salah satu pada setiap pot percobaan yang pertumbuhannya homogen untuk diberi perlakuan dan diamati.

Pemberian pupuk

Pemberian pupuk organik cair kotoran kambing dilakukan sekali pada saat tanaman sudah tumbuh dengan baik. Pemberian pupuk sesuai perlakuan penelitian dengan dosis yaitu: D0 : 0 l ha-1 (0 ml pot-1), D1 : 5.000 l ha-1 (10 ml pot-1), D2 : 10.000 l ha-1 (20 ml pot-1), D3 : 15.000 l ha-1 (30 ml pot-1). Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disiram di atas permukaan tanah. Setiap pot diberikan label sesuai perlakuan.

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman, pemberantasan gulma (tanaman pengganggu) serta hama dilakukan seminggu sekali. Penyiraman dilakukan setiap hari pada saat sore hari untuk menjaga kelembaban tanah agar tanaman tidak mengalami kekeringan.

Pengamatan dan pemotongan

Pengamatan dilakukan setiap minggu, dimulai setelah tanaman diberikan perlakuan untuk mengamati variabel pertumbuhan. Pengamatan variabel hasil dan karakteristik tumbuh dilakukan pada saat pemotongan yaitu setelah tanaman berumur 8 minggu dengan cara memotong tanaman pada permukaan tanah, kemudian memisahkan bagian-bagian tanaman seperti daun, batang dan akar untuk selanjutnya ditimbang serta dikeringkan di dalam oven.

Variable yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel pertumbuhan, hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Variabel pertumbuhan diamati setiap minggu, sedangkan variabel hasil dan karakteristik tumbuh tanaman aiamati pada saat panen.

  • 1.    Variabel pertumbuhan

  • a.    Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris, diukur dari permukaan tanah atau bagian paling bawah batang sampai pangkal daun teratas yang telah berkembang sempurna.

  • b.    Jumlah cabang (batang)

Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan cara menghitung banyaknya cabang yang daunnya sudah berkembang dengan sempurna.

  • c.    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang sudah berkembang dengan sempurna.

  • 2.    Variabel hasil

  • a.    Berat kering daun (g)

Berat kering daun dapat dihitung dengan cara menimbang berat daun per pot yang telah dipanen dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C hingga tercapai berat konstan daun.

  • b.    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan cara menimbang berat batang per pot yang telah dipanen dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C hingga tercapai berat konstan batang.

  • c.    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan cara menimbang berat akar per pot yang sudah dibersihkan dari tanahnya, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C sehingga mencapai berat konstan akar.

  • d.    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan berat kering batang dengan berat kering daun.

  • 3.    Variabel karakteristik tumbuh tanaman

  • a.    Ratio berat kering daun dengan berat kering batang

Ratio berat kering daun dengan berat kering batang dapat diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b.    Ratio berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Ratio berat kering total hijauan dengan berat kering akar dapat diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c.    Luas daun per pot (cm2 )

Luas daun per pot (LDP) diperoleh dengan cara mengambil sampel helai daun segar yang telah berkembang sempurna yaitu daun yang berukuran kecil, sedang dan besar secara acak dan ditimbang sebagai berat daun sampel. Luas sampel per pot diukur dengan menggunakan alat portable leaf area meter. Luas daun per pot dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LDP = — X BDT

BDS

Keterangan:

LDP = Luas daun perpot

LDS = Luas daun sampel

BDS = Berat daun sampel

BDT = Berat daun total

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi antara penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung pada berbagai dosis pupuk terhadap semua variable yang telah diukur pada pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica. Pemberian dosis menunjukkan hasil berbeda nyata pada tinggi tanaman dengan hasil tertinggi pada perlakuan D1 sebesar 64,92 cm nyata lebih tinggi dari D2 56,00 cm dan D3 57,83 cm, namun pemberian dosis pada variabel lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, dan cendrung memberikan hasil tertinggi pada D1. Pemberian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung pada semua variabel menunjukkan hasil tidak berbeda nyata diantara perlakuan, dan cendrung memberikan hasil paling baik pada KK3.

Variabel pertumbuhan

Tinggi tanaman

Pada pemberian penggantian pupuk kotoran kambing menunjukan rataan paling tinggi terdapat pada pupuk KK3 dengan jumlah rataan sebesar 61,81 cm dan tidak nyata lebih tinggi dari KK2 61,75 cm dan KK1 sebesar 59,00 cm. Pemberian dosis menunjukan rataan paling tinggi pada D1 64,92 cm dan D0 64,67 cm tidak signifikan namun nyata lebih tinggi dari, D3 57,83 cm dan D2 56,00 cm (Tabel 1).

Jumlah daun

Pada pemberian penggantian pupuk kotoran kambing menunjukan rataan paling tinggi terdapat pada pupuk KK1 dengan jumlah rataan sebesar 86,76 helai dan tidak nyata lebih tinggi dari KK3 82,31 helai dan KK2 sebesar 80,75 helai. Pemberian dosis menunjukan rataan paling tinggi pada D2 89,42 helai dan tidak nyata lebih tinggi dari D0 82,34 helai, D3 80,83 helai dan D1 80,50 helai (Tabel 1).

Jumlah cabang

Hasil penelitian dengan variabel jumlah cabang pada hijuan Asystasia gangetica yang diberikan pupuk KK3 memiliki rataan tertinggi sebesar 7,44 cabang dan tidak berbeda nyata dengan KK2 6,94 cabang dan KK1 sebesar 6,81 cabang. Rataan jumlah cabang yang diberikan dosis pupuk menunjukan rataan paling tinggi pada D2 8,08 cabang dan tidak berbeda nyata dengan D3 7,42 cabang, D1 6,58 cabang dan D0 6,17 cabang (Tabel 1).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara pengaruh penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung pada berbagai dosis pupuk terhadap semua variable yang telah diukur pada pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa antara faktor penggantian pupuk dan dosis pupuk cair kotoran kambing dengan penggantian limbah jagung dapat bekerja secara sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica. Seperti dinyatakan oleh Stell dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka dapat disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

Tabel 1. Pengaruh penggantian pupuk organik cair kotoron kambing dengan limbah jagung pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica.

Variabel

Jenis pupuk

D04)

Dosis

D1

upuk D2

D3

Rataan

SEM2)

KK13)

63,75

62,25

56,5

53,5

59,00A1)

Tinggi tanaman

KK2

63,25

65,00

57,00

61,75

61,75A

1,973

(cm)

KK3

67,00

67,50

54,50

58,25

61,81A

Rataan

64,67a

64,92a

56,00b

57,83b

KK1

77.27

80,00

109,5

80,25

86,76A

Jumlah daun (helai)

KK2

86,25

83,00

72,00

81,75

80,75A

3,949

KK3

83,50

78,50

86,75

80,50

82,31A

Rataan

82,34a

80,50a

89,42a

80,83a

KK1

5,00

5,50

10,00

6,75

6,81A

Jumlah

KK2

7,00

7,50

6,00

7,25

6,94A

cabang (batang)

KK3

6,50

6,75

8,25

8,25

7,44A

0,642

Rataan

6,17a

6,58a

8,08a

7,42a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolol (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3) Kotoran kambing + air (KK1); Kotoran kambing + EM4 + air (KK2); Kotoran kambing + EM4 + limbah jagung + air (KK3)

4)  0 l ha-1 (D0); 5.000 l ha-1 (D1); 10.000 l ha-1 (D2); 15.000 l ha-1 (D3)

Pertumbuhan Asystasia gangetica yang diberi perlakuan penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung dan dosis pupuk.

Pemberian pupuk organik cair kotoran kambing menghasilkan pertumbuhan pada tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang, cendrung terbaik pada perlakuan kotoran kambing + EM4 + limbah jagung + air (KK3). Hal ini karena kotoran kambing mengandung unsur hara Mukti, A.T., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 863 – 880 Page 872

yang lengkap baik makro maupun mikro dan adanya EM4 yang membantu proses dekomposisi dan melepaskan unsur hara yang terikat menjadi tersedia bagi tanaman. Menurut Lingga (1991), kotoran kambing mengandung bahan organik sebanyak 31% dengan rasio C/N 25-30% dan memiliki kandungan unsur hara yang terdiri dari 69% H2O, 0,95% N, 0,35% P, 1,00% K, dengan banyaknya kandungan organik yang terdapat pada kotoran kambing tanpa diberi campuran bahan lain sudah dapat memberikan hasil yang optimal bagi pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica.

Pemberian pupuk organik cair kotoran kambing memiliki kandungan nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) serta unsur hara mikro dan makro yang sangat baik bila digunakan untuk menjadi pupuk kandang, pupuk kandang kambing akan lebih baik penggunaannya bila difermentasikan terlebih dahulu agar dapat menambah hara, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga akar dapat tumbuh dengan baik. Seperti yang dijelaskan oleh Lingga dan Marsono (2007), bahwa peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang dan daun.

Setiap limbah jagung yang telah dicacah sesuai ukuran cacahan yang telah ditentukan, selanjutnya difermentasi menggunakan EM4 dan semakin kecil ukuran limbah jagungnya maka akan mendapatkan hasil fermentasi yang baik karena semakin cepat proses fermentasinya dan dapat menambah kandungan unsur hara yang diperlukan tanaman. Limbah jagung dapat memberikan pengaruh karena terdapat beberapa unsur hara penting yang dapat memenuhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikarenakan unsur hara makro dan mikro yang baik. Menurut Devinta dan Budi (2014) kompos berbahan dasar tongkol jagung dan kotoran kambing mengandung 0,3% fosfor (P); 3,57% kalium (K); 3,03% nitrogen (N). Menurut Atmaja (2017), unsur hara N, P dan K membantu tanaman dalam mengoptimalkan fase vegetatifnya.

Variabel hasil

Berat kering daun

Pada pemberian penggantian pupuk kotoran kambing menunjukan rataan paling tinggi terdapat pada pupuk KK3 dengan jumlah rataan sebesar 3,86 g dan tidak nyata lebih tinggi dari KK2 3,72 g dan KK1 sebesar 3,70 g. Pemberian dosis menunjukan rataan paling tinggi pada D0 3,94 g dan tidak nyata lebih tinggi dari D2 3,86 g, D1 3,84 g dan D3 3,39 g (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh penggantian pupuk organik cair kotoron kambing dengan limbah jagung pada berbagai terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica.

Variabel

Jenis pupuk

D04)

Dosis pupuk

Rataan

SEM2)

D1

D2

D3

KK13)

3,35

3,68

4,33

3,45

3,70A1)

Berat kering

KK2

4,85

4,00

3,03

2,98

3,72A

0,376

daun (g)

KK3

3,63

3,83

4,23

3,75

3,86A

Rataan

3,94a

3,84a

3,86a

3,39a

KK1

3,00

3,58

4,05

3,63

3,57A

Berat kering

KK2

3,70

3,28

2,95

3,25

3,30A

0,242

batang (g)

KK3

3,48

3,35

3,35

3,73

3,48A

Rataan

3,39a

3,40a

3,45a

3,54a

KK1

1,85

1,78

2,20

2,00

1,96A

Berat kering

KK2

2,38

2,78

1,65

1,75

2,14A

0,224

akar (g)

KK3

2,05

2,60

1,58

1,70

1,98A

Rataan

2,09a

2,39a

1,81a

1,82a

KK1

6,35

7,25

8,38

7,08

7,27A

Berat kering

KK2

8,55

7,28

5,98

6,23

7,01A

total hijauan (g)

KK3

7,10

7,18

7,58

7,48

7,34A

0,488

Rataan

7,33a

7,24a

7,31a

6,93a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolol (huruf besar) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3) Kotoran kambing + air (KK1); Kotoran kambing + EM4 + air (KK2); Kotoran kambing + EM4 + limbah jagung + air (KK3)

4)  0 l ha-1 (D0); 5.000 l ha-1 (D1); 10.000 l ha-1 (D2); 15.000 l ha-1 (D3)

Berat kering batang

Hasil penelitian pada variabel berat kering batang menunjukkan tidak terjadinya intraksi antara penggantian pupuk dan dosis pupuk. Tanaman Asystasia gangetica yang diberikan pupuk KK1 memiliki rataan tertinggi sebesar 3,57 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan KK3 3,48 g dan KK2 sebesar 3,30 g. Rataan berat kering akar yang diberikan dosis pupuk menunjukan rataan paling tinggi pada D3 3,54 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D2 3,45 g, D1 3,40 g dan D0 3,39 g (Tabel 2).

Berat kering akar

Hasil penelitian pada variabel berat kering akar menunjukkan tidak terjadinya intraksi antara penggantian pupuk dan dosis pupuk. Tanaman Asystasia gangetica yang diberikan pupuk KK2 memiliki rataan tertinggi sebesar 2,14 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan Mukti, A.T., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 863 – 880 Page 874

KK3 1,98 g dan KK1 sebesar 1,96 g. Rataan berat kering akar yang diberikan dosis pupuk menunjukan rataan paling tinggi pada D1 2,39 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D0 2,09 g, D3 1,82 g dan D2 1,81 g (Tabel 2).

Berat kering total hijauan

Hasil penelitian pada variabel berat kering total hijauan menunjukkan tidak terjadinya intraksi antara penggantian pupuk dan dosis pupuk. Tanaman Asystasia gangetica yang diberikan pupuk KK3 memiliki rataan tertinggi sebesar 7,34 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan KK1 7,27 g dan KK2 sebesar 7,01 g. Rataan berat kering akar yang diberikan dosis pupuk menunjukan rataan paling tinggi pada D0 7,33 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D2 7,31 g, D1 7,24 g dan D3 6,93 g (Tabel 2).

Hasil Asystasia gangetica yang diberi perlakuan penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung dan dosis pupuk.

Hasil berat kering daun dengan berat kering total hijuan memiliki hasil terbaik pada KK3 dan D1 hal ini dikarenakan adanya kandungan EM4 pada pupuk organik cair kotoran kambing dan limbah jagung. Hasil ini mungkin dapat dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang terdapat pada tanah, dimana kandungan C-organik dalam tanah tergolong rendah yaitu sebesar 2,04% maka pertumbuhan dan hasil pada daun kurang maksimal meskipun sudah diberikan pupuk organik cair kotoran kambing yang termentasi. Tufaila dan Alam (2014) menyatakan bahwa dengan pemberian bahan organik atau pupuk organik yang memiliki C-organik tinggi maka secara tidak langsung telah menyumbangkan C-organik tanah, sehingga C-organik juga meningkat dan dapat berpengaruh terhadap hasil dari tanaman Asystasia gangetica.

Pada pupuk organik cair yang digantikan 50% limbah jagung dapat menunjang pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica, Limbah jagung memiliki kandungan serat selulosa yang tinggi dan berkomposisi kimia 15% lignin; 5,09% abu; 4,57% alkohol-sikloheksana; dan 44,08% selulosa (Prasetyawati 2015). Jagung mengandung pati 70-80% (Siregar, et al., 2014). Pemanfaatan limbah jagung sebagai pupuk organik ini dirasakan mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar, mengingat khususnya harga pupuk yang terus meningkat. Pemanfaatan limbah jagung sebagai pupuk organik diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan terutama pada daerah-daerah yang memiliki potensi produksi jagung yang besar.

Penambahan Effective Microorganisme-4 (EM4) pada kotoran kambing mampu

meningkatkan kandungan unsur hara dalam pupuk organik cair kotoran kambing. Menurut Siswanti (2009), Effective Microorganisme-4 (EM4) merupakan suatu aktivator yang berperan dalam mempercepat proses pengomposan dan bermanfaat untuk meningkatkan ketesediaan unsur hara pada pupuk organik cair kotoran kambing.

Variabel karakteristik tumbuh tanaman

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Pada pemberian penggantian pupuk kotoran kambing menunjukan rataan paling tinggi terdapat pada pupuk KK3 dengan jumlah rataan sebesar 1,18 dan tidak nyata lebih tinggi dari KK2 1,13 dan KK1 sebesar 1,04. Pemberian dosis menunjukan rataan paling tinggi pada D0 1,21 dan tidak nyata lebih tinggi dari D1 1,19, D2 1,10 dan D3 0,97 (Tabel 3).

Tabel 3 Pengaruh penggantian pupuk organik cair kotoron kambing dengan limbah jagung pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica.

Variabel

Jenis

Dosis Pupuk

Rataan

SEM2)

Pupuk

D04)

D1

D2

D3

Rasio berat

KK13)

1,11

1,02

1,08

0,96

1,04A1)

kering daun

KK2

1,31

1,25

1,00

0,95

1,13A

0,126

dengan berat

KK3

1,20

1,30

1,22

1,00

1,18A

kering batang

Rataan

1,21a

1,19a

1,10a

0,97a

Rasio berat

KK1

3,68

4,46

3,85

4,00

4,00A

kering total

KK2

3,71

3,01

4,03

3,58

3,58A

hijauan dengan berat kering akar

KK3

3,88

2,83

5,52

5,00

4,31A

0,472

Rataan

3,76a

3,43a

4,47a

4,19a

LDP (Luas Daun Per Pot) cm2

KK1

613,27

693,09

784,22

655,03

686,40A

KK2

KK3

686,59

578,38

573,74

600,47

504,81

538,27

601,67

562,12

591,70A

569,78A

38,335

Rataan

626,08a

622,43a

609,10a

606,23a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolol (huruf besar) menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3) Kotoran kambing + air (KK1); Kotoran kambing + EM4 + air (KK2); Kotoran kambing + EM4 + limbah jagung + air (KK3)

4)  0 l ha-1 (d0); 5.000 l ha-1 (d1); 10.000 l ha-1 (d2); 15.000 l ha-1 (d3).

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Pada pemberian penggantian pupuk kotoran kambing menunjukan rataan paling tinggi terdapat pada pupuk KK3 dengan jumlah rataan sebesar 4,31 dan tidak nyata lebih tinggi dari KK1 4 dan KK2 sebesar 3,58. Pemberian dosis menunjukan rataan paling tinggi pada D2 4,47 dan tidak nyata lebih tinggi dari D3 4,19, D0 3,76 dan D1 3,43.

Luas daun per pot

Hasil penelitian pada variabel luas daun per pot menunjukkan tidak terjadinya intraksi antara penggantian pupuk dan dosis pupuk. Tanaman Asystasia gangetica yang diberikan pupuk KK1 memiliki rataan tertinggi sebesar 686,40 cm2 dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan KK2 591,70 cm2 dan KK3 sebesar 569,78 cm2. Rataan luas daun perpot yang diberikan dosis pupuk menunjukan rataan paling tinggi pada D0 626,08 dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D1 622,43, D2 609,10 dan D3 606,23 (Tabel 3).

Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica yang diberi perlakuan penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung dan dosis pupuk.

Hasil penelitian dengan pemberian dosis 0 l ha-1, 5.000 l ha-1, 10.000 l ha-1, 15.000 l ha-1 menunjukkan hasil yang secara statistik tidak berbeda nyata. Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dipengaruhi oleh nilai dari hasil berat kering daun dan berat kering batang tersebut. Nilai berat kering daun dan berat kering batang sangat saling berkaitan, sama seperti pada berat kering total hijauan yang saling berkaitan. Widana et al. (2015) menambahkan pada hasilnya yaitu ketiga jenis pupuk organik menghasilkan kualitas yang sama, yang disebabkan oleh peningkatan berat kering daun diikuti oleh peningkatan berat kering batang, begitu juga dengan meningkatnya berat kering total hijauan diikuti oleh peningkatan berat kering akar.

Dosis 5.000 l ha-1 (D1) dapat memberikan hasil terbaik pada nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan cenderung lebih baik pada luas daun per pot pada tanaman Asystasia gangetica. Tata (1995) menyatakan bahwa pemupukan yang berlebihan tidak selalu memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini berkaitan dengan lebar dan tebal daun pada tanaman. Semakin besar lebar dan tebal daun semakin baik proses fotosintesis pada tanaman. Husma (2010) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap tanaman seperti peningkatan kegiatan respirasi, bertambahnya lebar daun yang berpengaruh terhadap fotosintesis yang bermuara pada produksi dan bahan kering.

Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor jenis pupuk, faktor dosis dan tanah. Pada faktor jenis pupuk organik cair kotoran kambing + limbah jagung yang terfermentasi memiliki kandungan C-organik (0,39%) dan N (Nitrogen) (0,01%) yang sangat rendah sedangkan pada P (Fosfor) (286,91%) dan K (Kalium) (329,50%) sangat tinggi (Tabel 3.2). Pada tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan C-organik (2,04%) dan N (Nitrogen) (0,12%) sedangkan pada P (Fosfor) (131,29%) dan K (Kalium) (206,2%). Bila terjadi kekurangan unsur hara dalam tanah, maka laju pertumbuhan berlangsung relatif lambat, penyerapan unsur hara dalam tanah sangat terbatas, maka tanaman berusaha untuk memperkecil kebutuhannya sehingga pertumbuhannya akan melambat. Hal tersebut harus diseimbangkan oleh kandungan unsur hara yang terdapat pada tanah dan pupuk yang diberikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

  • 1    Tidak terjadi interaksi antara penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica.

  • 2    Limbah jagung dapat menggantikan pupuk kotoran kambing sebanyak 50% terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica.

  • 3    Pemberian dosis pupuk (D1) 5.000 l ha-1 cenderung memberikan pertumbuhan dan hasil paling baik pada hijauan Asystasia gangetica.

Saran

Dilihat dari perspektif hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan untuk melanjutkan penelitian dengan penggantian pupuk organik cair kotoran kambing dengan limbah jagung pada dosis yang lebih tinggi dari 50%.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I

Nyoman Tirta Ariana, M.S., IPU., ASEAN Eng. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng., atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Adigun, J. A., S. Osipitan., R. Lagoke, Adeyemi, dan S. Afolami. 2014. Growth and yield performance of cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp) as influenced by rowspacing and period of weed interference in South-West Nigeria. Journal of Agricultural Science Archives. 6 (4): 188-198.

Anggara, I. M. A. A. D. 2021. Pertumbuhan dan Hasil Asystasia gangetica (L.)Micrantha yang Dipupuk dengan Berbagai Dosis Limbah Virgin Coconut Oil. Skripsi Fakultas Peternakan. Universitas Udayana Denpasar. Bali.

Grubben, G. J. H., dan O. A. Denton. 2004. Vegetables. Wageningen: PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation.

Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair: Jakarta Selatan: PT.Agro Media Pustaka.

Kumalasari, N. R., dan Sunardi. 2014. Keragaman vegetasi polybagensial hijauan pakan di areal persawahan pada kondisi ketinggian yang berbeda. Pastura. 4 (2): 59-61.

Lingga, P. 1991. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta

Lingga, P., dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prasetyawati, D. P. (2015). Pemanfaatan Kulit Jagung dan TOngkol Jagung (Zea mays) sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kertas Seni dengan PEnambahan Natrium Hidroksida (NaOH) dan Pewarna Alami. Universitas Muhammadiyah Sirakarta.

Ramdani, D., L. N. Abdullah., dan R. Kumalasari. 2016. Analisis polybagensi hijauan lokal pada sistem integrasi sawit dengan ternak ruminansia di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Buletin Makanan Ternak 104 (1): 1-8.

Rianto, E., dan E. Purbowati., 2011. Panduan Lengkap Sapi Polybagong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar, M. R., Y. Hendrawan., and Y. A. Nugroho. (2014). Pengaruh Konsentrasi Naoh dan Lama Waktu Pemanasan Microwave dalam Proses Pretreatment Terhadap Kadar Lignoselulosa Chlorella Vulgaris The Effect Of NaOH Concentration and Microwave

Heating Time on Pretreatment Process Toward Lignocellulose Content Of Chl. Jurnal Teknologi Pertanian, 15 (2): 129–138.

Siswanti, N. D. 2009. Kajian penambahan effective microorganisms (EM4) pada proses dekomposisi limbah padat industri kertas. Jurnal Buana Sains. 9(1):63-68.

Suarna, I. W., N. N. Suryani., K. M. Budiasa., dan I. M. S. Wijaya. 2019. Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica pada berbagai aras pemupukan urea. Pastura. 9 (1): 21-23. Tautan: https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura/article/view/54856.

Suparhun, S., M. Anshar., dan T. Yohanis. 2015. Pengaruh Pupuk Organik dan POC Dari Kotoran Kambing Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sari. Agrotekbis 3 (5): 603-611.

Suryanto, A. S., dan E. Suryanto. 1981. Tanggapan bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap pemberian beberapa macam bahan organik pada tanah regosol. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wahyono, I. Firman., Sahwan., dan F. Suryanto. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul Dari Aneka Limbah. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka. Ed-1.

Widana, G. A. A., N. G. K. Roni., dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2015. Pertumbuhan dan Produksi rumput benggala (Panicum maximum cv Trichoglume) pada berbagai jenis dan dosis pupuk organik. Jurnal Peternakan Tropika. 3   (2):   405-417.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18601/12069/diakes07dec.2020

Mukti, A.T., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 863 – 880 Page 880