THE QUALITY OF QUAIL EGGS GIVEN RATION WITH THE ADDITION OF CHICKEN EGG SHELL FLOUR
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: October 16, 2022
Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa
KUALITAS TELUR BURUNG PUYUH YANG DIBERIKAN RANSUM DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM
Ginting, R. M., M. Wirapartha, dan I W. Wijana
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : [email protected], Telp: +6281285491074
ABSTRAK
Burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan hasil domestikasi, yang semula bersifat liar kemudian menjadi ternak yang dapat dikembangbiakkan. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung cangkang telur ayam pada ransum terhadap kualitas telur burung puyuh jepang yang telah dilaksanakan selama 4 minggu di Jalan Prasman Unud Blok F-30 perumahan Bukit Jimbaran dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Rancangan penelitian yang digunakan ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) setiap ulangan diambil 4 ekor burung puyuh. Keempat perlakuan yang diberikan adalah P0: ransum tanpa tepung cangkang telur ayam, P1, P2, dan P3 ransum dengan penambahan masing-masing 4%, 6%, dan 8% tepung cangkang telur ayam ras. Variabel yang diamati ialah berat telur, berat cangkang telur, tebal cangkang telur, berat putih telur, berat kuning telur, warna kuning telur, HU (Haugh Unit), dan pH telur. Hasil data dianalisis menggunakan anallisi sidik ragam, apabila pada perlakuan terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung cangkang telur sebanyak 6% dan 8% meningkat secara nyata (P<0,05) terhadap berat telur,dan berat kuning telur, sedangkan 4%-8% belum mampu meningkatkan berat cangkang telur, berat putih telur, warna kuning telur, HU (Haugh Unit), dan pH telur secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian tepung cangkang telur 6% dan 8% dapat meningkatkan kualitas telur burung puyuh umur 10 minggu.
Kata kunci: burung puyuh, kualitas telur, tepung cangkang telur.
THE QUALITY OF QUAIL EGGS GIVEN RATION WITH THE ADDITION OF CHICKEN EGG SHELL FLOUR
ABSTRACT
Quails (Coturnix-coturnix japonica) are the result of domestication, which were originally wild in nature and later became breedable livestock. Research has been conducted to determine the effect of adding chicken eggshell flour on the ration on the quality of

Japanese quail eggs which has been carried out for 4 weeks at Jalan Prasman Unud Blok F-30 housing Bukit Jimbaran and the Poultry Livestock Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The research design used was a Complete Randomized Design (RAL) for each test taken by 4 quails. The four treatments given were P0: rations without chicken eggshell flour, P1, P2, and P3 rations with the addition of 4%, 6%, and 8% purebred chicken eggshell flour, respectively. The variables observed were egg weight, eggshell weight, eggshell thickness, egg white weight, yolk weight, yolk color, HU (Haugh Unit), and egg pH. The data results were analyzed using fingerprint anallition, if there were noticeable differences in the treatment followed by duncan's Multiple Distance Test. The results showed that the feeding of eggshell flour by 6% and 8% increased markedly (P<0.05) to egg weight, and yolk weight, while 4%-8% had not been able to increase eggshell weight, egg white weight, egg yolk color, HU (Haugh Unit), and egg pH statistically did not differ markedly (P>0.05). The conclusion of this study is that giving 6% and 8% eggshell flour can improve the quality of quail eggs aged 10 weeks.
Keywords : quail, egg quality, chicken egg shell flour
PENDAHULUAN
Puyuh jepang (Coturnix-coturnix japonica) merupakan hasil domestikasi dari hewan ternak, yang semula bersifat liar kemudian diadaptasikan menjadi ternak yang dapat dikembangbiakkan. Salah satu jenis unggas yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya adalah burung puyuh. Perkembangan budidaya puyuh di Indonesia saat ini sudah semakin meningkat, baik sebagai usaha komersial maupun usaha sampingan. Telur adalah produk utama yang dihasilkan oleh ternak burung puyuh selain dagingnya. Telur merupakan produk unggas yang memiliki kandungan gizi yang tinggi dan mudah dicerna serta mudah didapatkan. Karakteristik utama bagi telur konsumsi adalah warna kerabang telur, kesegaran, warna kuning telur, dan berat telur (Tri Yumanta, 2004).
Telur adalah produk utama yang dihasilkan oleh ternak burung puyuh selain dagingnya. Telur merupakan produk unggas yang memiliki kandungan gizi yang tinggi dan mudah dicerna serta mudah didapatkan. Karakteristik utama bagi telur konsumsi adalah warna kerabang telur, kesegaran, warna kuning telur, dan berat telur (Yuwanta, 2004). Selain karakteristik telur juga memiliki kualitas yang terbagi menjadi dua yaitu interior yang meliputi indeks kuning telur dan indeks putih telur sedangkan kualitas eksterior meliputi bentuk telur (indeks telur), berat telur, dan ukuran telur.
Limbah cangkang telur banyak ditemukan dari limbah sisa penetasan pada industri penetasan telur ayam dan limbah rumah tangga. Salah satu pengolahan cangkang telur ayam ialah kerajinan, selain itu limbah cangkang telur juga akan memberikan nilai ekonomi yang tinggi jika dikelola dengan baik akan menjadi salah satu sumber pakan untuk ternak unggas (burung puyuh).
Berdasarkan penelitian Muhammad (2016) yang telah melakukan penelitian, dengan penambahan cangkang telur pada level 2-6%, memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot telur burung puyuh, hal ini disebabkan karena tepung cangkang telur ayam ras banyak mengandung Calsium dan Phosphor yang dapat mempengaruhi bobot telur burung puyuh. Gencheve (2012) menyatakan bahwa Kandungan kalsium cangkang telur merupakan salah satu penentu kualitas telur. Suprijatna et al. (2005) melaporkan bahwa mineral utama yang terlibat dalam bobot telur yaitu kalsium. Rolland et al. (1978) menyatakan bahwa terpenuhinya kebutuhan kalsium dan konsumsi ransum pada periode produksi akan sangat menentukan besarnya massa kalsium cangkang yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya berat telur dan kualitas cangkang telur. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan ditambahkan tepung cangkang telur ayam ras pada ransum dengan level 0%, 4%, 6%, dan 8%, untuk melihat pengaruh tepung cangkang telur terhadap kualitas telur burung puyuh.
METODE DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Pasraman Unud Blok F-30 perumahan Bukit Jimbaran sedangkan uji kualitas telur dilaksanakan di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 4 minggu mulai tanggal 25 Maret-28 April 2022 Burung puyuh
Pada penelitian ini burung puyuh yang digunakan adalah burung puyuh Coturnix-cortunix japonica umur 6 minggu sebanyak 64 ekor yang diperoleh dari PT. Peksi Gunaraharja yang beralamat di Ngasem Selomartani Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
Tepung cangkang telur ayam ras
Tepung cangkang telur yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari telur ayam ras, yang diperoleh dari pedagang kaki lima wilayah Jimbaran yang dikumpulkan setiap hari.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan merupakan campuran dari ransum komersial dengan tepung cangkang telur ayam ras dan diberikan secara adilibitum. Ransum disusun berdasarkan SNI tahun 2016.
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum
Komposisi Ransum (%) |
Perlakuan | |||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | |
1. Ransum QQ 504 |
100 |
100 |
100 |
100 |
2. Tepung Cangkang Telur |
0% |
4% |
6% |
8% |
Keterangan :
P0: Burung puyuh tanpa diberi tepung cangkang telur ayam ras 0%
P1: Burung puyuh diberi ransum dengan 4% tepung cangkang telur ayam ras
P2: Burung puyuh diberi ransum dengan 6% tepung cangkang telur ayam ras
P3: Burung puyuh diberi ransum dengan 8% tepung cangkang telur ayam ras
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum komersial QQ 504 S.PT. Sreeya Sewa Indonesia
Kandungan Nutrisi
Kadar Air |
Maks |
14,00% |
Abu |
Maks |
14,00% |
Protein Kasar |
Min |
21,00% |
Lemak kasar |
Maks |
7,00% |
Serat Kasar |
Maks |
7,00% |
Kalsium (Ca) |
2,50-3,50% | |
Fosfor Total (P) |
Min |
0,60-1,00% |
Urea |
ND | |
Total Aflaroksin |
Maks |
40,0µg/kg |
Asam Amino | ||
Lisin |
Min |
0,90% |
Metionin |
Min |
0,40% |
Metionin + Sistin |
Min |
0,60% |
ME |
Min |
2700 Kcal/kg |
Tabel 3. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum
Komposisi Nutrisi |
Bahan Penyusun Ransum |
QQ 504 S Tepung Cangkang Telur | |
Energi Metabolis (Kkal/kg) |
2700 - |
Protein Kasar (%) |
21,0 5,60 |
Lemak Kasar (%) |
7,0 1,18 |
Serat Kasar (%) |
7,0 8,47 |
Kalsium (%) |
2,50-3,50 19,20 |
Fosfor (%) |
0,60-1,00 0,37 |
Keterangan :
1. PT Sreeya Sewu Indonesia
2. Labiratorium Ilmu Nutrisi dana Makanan Ternak IPB (2008)
Tabel 4. Komposisi nutrient dalam ransum burung puyuh umur 6-10 minggu | |||||
Komposisi Nutrisi |
Perlakuan |
Standar SNI 2006 | |||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | ||
Energi Metabolisme (Kkal/kg) |
2700 |
2700 |
2700 |
2700 |
2700 |
Protein Kasar (%) |
21 |
21,22 |
21,33 |
21,44 |
20-22 |
Lemak Kasar (%) |
7,0 |
7,04 |
7,07 |
7,09 |
7,0 |
Serat Kasar (%) |
7,0 |
7,33 |
7,5 |
7,67 |
7,0 |
Kalsium (%) |
2,5 |
3,26 |
3,65 |
4,03 |
2,50-3,50 |
Fosfor (%) |
0,6 |
0,6 |
0,62 |
0,62 |
0,4 |
Keterangan:
1) P0: Burung puyuh tanpa diberi tepung cangkang telur ayam ras 0%
P1: Burung puyuh diberi ransum dengan 4% tepung cangkang telur ayam ras
P2: Burung puyuh diberi ransum dengan 6% tepung cangkang telur ayam ras
P3: Burung puyuh diberi ransum dengan 8% tepung cangkang telur ayam ras
2) SNI-2006 Kebutuhan nutrisi burung puyuh fase produksi.
Air minum diberikan secara adilibitum, air minum yang digunakan berasal dari perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) setempat.
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kandang “battery colony” yang terbuat dari kayu berjumlah 16 petak, dengan ukuran masing-masing kandang panjang 95 cm, lebar atas 65 cm, tinggi depan 25 cm, dan tinggi belakang 20 cm. Setiap petak dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum seluruh petak kandang berada dalam satu ruangan yang beratapkan asbes serta dilengkapi dengan lampu sebagai penerangan.
Peralatan
Peralatan yang digunakan di laboratorium yaitu timbangan digital, egg tray, telur burung puyuh, meja kaca untuk menguji kualitas telur, micrometer sekrup, jangka sorong, mikrometer, pH meter, tisu, serta alat tulis kantor (ATK) untuk keperluan pencatatan dan dokumentasi kegiatan penelitian.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana setiap ulangan terdiri dari 4 ekor burung puyuh umur 6 minggu. Total burung puyuh yang digunakan 64 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu: P0 = Burung puyuh tanpa diberi tepung cangkang telur ayam ras
P1 = Burung puyuh diberi ransum dengan 4% tepung cangkang telur ayam ras
P2 = Burung puyuh diberi ransum dengan 6% tepung cangkang telur ayam ras
P3 = Burung puyuh diberi ransum dengan 8% tepung cangkang telur ayam ras
Pengacakan burung puyuh
Dari keseluruhan burung puyuh yang ada yaitu 100 ekor, diambil secara acak sebanyak 64 ekor burung puyuh untuk dicari berat rata-rata dan standart deviasinya. Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh yang memiliki kisaran bobot rata-rata 145,78 g, dengan standar deviasinya (141,78 g-149,78 g, kemudian dimasukkan kesetiap petak kandang yang masing-masing unit diisi 4 ekor burung puyuh.
Pengolahan tepung cangkang telur
Pembuatan tepung cangkang telur diawali dengan cangkang telur dicuci terlebih dahulu hingga bersih, lalu direbus dalam air panas selama 5-10 menit untuk membunuh bakteri patogen. Cangkang telur yang telah dingin kemudian dipindahkan ke loyang, dan dikeringkan dibawah sinar matahari. Cangkang telur yang sudah kering selanjutnya diblender, kemudian diayak menggunakan ayakan.
Pengambilan sampel
Proses pengambilan data dilakukan 3 kali dalam seminggu pada umur sepuluh minggu sesuai perlakuan dan ulangan. Telur burung puyuh dikumpulkan pada tiap ulangan dan dicari rata-rata berat telur, kemudian diambil satu butir yang mendekati rata-rata pada masing-masing ulangan setiap perlakuan sebanyak 48 butir dan dipecahkan selama 1 minggu tiga kali untuk diuji kualitasnya di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Variabel yang diamati
-
1. Berat telur (g): Berat 1 butir telur yang didapat dengan cara ditimbang.
-
2. Berat cangkang telur (g): Telur burung puyuh dipecahkan dan cangkangnya ditimbang.
-
3. Tebal cangkang telur (mm): Tebal kulit telur didapat dengan cara mengukur menggunakan alat micrometer.
-
4. Berat putih telur (g): Telur burung puyuh dipecahkan dan dipisahkan antara putih dan kuning, lalu putih telur tersebut ditimbang.
-
5. Warna kuning telur: Warna kuning telur dapat dinilai dengan melihat secara langsung/visual dan memberi skor warna kuning dengan menggunakan yolk colour fan.
-
6. HU (Haugh Unit): Haugh Unit diukur menggunakan peralatan laboratorium egg multitester atau dengan pengukuran tinggi albumen dan bobot telur, yaitu:
HU = 100 log {H + 7,57 - 1,7 IV0'37)
Keterangan: HU: Haugh Unit
-
H: Tinggi putih telur
W: Bobot telur (g)
-
7. Berat kuning telur (g): Telur burung puyuh dipecahkan dan dipisahkan antara kuning dan putih telur lalu kuning telur tersebut ditimbang.
-
8. pH telur: Telur yang dipecahkan diaduk dan diukur pH nya dengan pH meter.
Analisis statistik
Analisis data yang digunakan adalah analisis sidik ragam (Analysis Of Variance) pada taraf 5% apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test dengan menggunakan program SPSS (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian kualitas telur burung telur burung puyuh yang diberi tepung cangkang telur dalam ransum disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Kualitas telur burung puyuh yang diberkan tepung cangkang telur ayam
Variabel |
P0 |
Perlakuan^1^ |
SEM<2) | ||
P1 |
P2 |
P3 | |||
Berat Telur (g) |
9,77b(3^ |
10,21b |
11,28a |
11,61a |
0,32 |
Berat Cangkang Telur (g) |
1,43a(4) |
1,54a |
1,63a |
1,66a |
0,06 |
Tebal Cangkang Telur (mm) |
0,17b |
0,18b |
0,20b |
0,22a |
0,05 |
Berat Putih Telur (g) |
4,78a |
4,93a |
5,39a |
5,66a |
0,22 |
Berat Kuning Telur (g) |
3,56b |
3,74b |
4,26a |
4,29a |
0,16 |
Warna Kuning Telur |
4,50a |
4,58a |
4,83a |
4,92a |
0,32 |
HU (Haugh Unit) |
86,28a |
86,43a |
86,62a |
87,00a |
1,50 |
pH Telur |
6,87a |
6,88a |
6,83a |
6,87a |
0,02 |
Keterangan:
1. P0 : Burung puyuh tanpa diberi tepung cangkang telur ayam ras 0%
P1 :Burung puyuh diberi ransum dengan 4% tepung cangkang telur ayam ras
P2:Burung puyuh diberi ransum dengan 6% tepung cangkang telur ayam ras
P3: Burung puyuh diberi ransum dengan 8% tepung cangkang telur ayam ras
2. SEM adalah “Standard Error of Treatment Mean”
3. Superskrip beda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)
4. Superskrip sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
Berat telur
Rataan berat telur pada perlakuan P0 (burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur dalam ransum) adalah 9,77 g (Tabel 5). Berat telur burung puyuh pada perlakuan P1(burung puyuh yang diberi ransum dengan 4% tepung cangkang telur ayam)
4,31% lebih tinggi dari P0 tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan berat telur burung puyuh pada perlakuan P2, dan P3 masing-masing 13,39%, dan 15,85% lebih tinggi dibandingkan P0 dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Berat telur burung puyuh yang diberi ransum komersial dengan penambahan tepung cangkang telur pada level 4% dan 6% menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Penyebabnya karena tepung cangkang telur ayam ras banyak mengandung kalsium dan fosfor yang dapat mempengaruhi berat telur burung puyuh. Didukung oleh pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa mineral utama yang terlibat dalam berat telur ialah kalsium. Ketersediaan kalsium dan imbangan Ca: P yang cukup dalam pakan akan berdampak pada produktivitas dan kualitas telur (Lokapirnasari, 2017). Protein berperan penting dalam penyerapan kalsium karena dapat mengikat kalsium yang disebut Calcium Binding Protein (CaBP) (Lokapirnasari, 2017 ). Kalsium dan fosfor dalam darah serta absorpsi kalsium dan fosfor dipengaruhi oleh hormon paratiroid (berfungsi untuk mobilisasi kalsium dari kerangka) dan kalsium serta peranan dari vitamin D (Mursito et al., 2016). Moritsu et al. (1997) menyatakan bahwa berat telur standar burung puyuh adalah 10 g (sekitar 8% dari bobot badan induk) hingga 11,91 g/butir (Parizadian et al., 2011). Berat telur burung puyuh perlakuan P1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap P0. Diduga kandungan protein dan energi metabolis antara perlakuan P1(penambahan tepung cangkang telur 4%) dengan P0 (tanpa penambahan tepung cangkang telur) relatif sama membuat berat telur tidak berbeda nyata. Menurut Ghazvinian et al. (2011) bahwa penyusunan ransum dengan kandungan energi yang sama tidak memberi pengaruh nyata terhadap berat telur.
Berat cangkang telur
Rataan berat cangkang telur burung puyuh tanpa penambahan tepung cangkang telur ayam pada perlakuan P0 (kontrol) adalah 1,43 g(Tabel 5). Berat cangkang telur burung puyuh pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing 1,54 g, 1,63 g, 1,66 g lebih tinggi dari P0 tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil analisa burung puyuh P1, P2, P3 masing-masing 7,14%, 12,26%, dan 13,86% lebih tinggi dari perlakuan P0, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil analisis berat cangkang telur burung puyuh terhadap semua perlakuan (P0, P1, P2, dan P3) tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Perbedaan level penambahan tepung
cangkang telur ayam ras dan kandungan kalsium pada ransum belum mampu mempengaruhi pertambahan berat cangkang telur burung puyuh, juga disebabkan karena burung puuh bertelur pada umur induk yang masih muda. Menurut Sezer (2007) beberapa faktor yang dapat menyebabkan masalah mutu cangkang telur antara lain genetik, umur unggas, suhu lingkungan tinggi, makanan dan penyakit. Sejalan dengan pendapat Widyantara et al., (2017) bahwa kerabang telur dipengaruhi oleh umur, jenis ternak, zat makanan, stress dan komponen lapisan kerabang. Menurut Yuwanta (2010) kerabang/kulit telur burung puyuh mempunyai berat sekitar 0,56-0,90 g/butir. Berat cangkang telur dalam penelitian ini adalah 1,66 g, hal ini menunjukkan berat cangkang telur dalam penelitian normal.
Tebal cangkang telur
Rataan tebal cangkang telur burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur dalam pakan sebagai kontrol P0 adalah 0,17 mm (Tabel 5). Pada perlakuan P0, P1, P2 masing-masing memiliki hasil rataan tebal cangkang telur 0,17 mm, 0,18 mm, dan 0,20 mm secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan P3. Rataan tebal cangkang telur pada perlakuan P1 dan P2 masing-masing15% lebih tinggi dari perlakuan P0 secara statistik tidak bereda nyata (P>0,05), perlakuan P3 lebih tinggi 22,73% dari perlakuan P0, secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Rataan tebal cangkang telur pada perlakuan burung puyuh diberikan tepung cangkang telur dalam ransum 6% (P2), 8% (P3) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil perlakuan P2 dan P3 masing-masing lebih tinggi 15% dan 22,72% dari perlakuan P0. Kalsium dan fosfor yang terkandung pada tepung cangkang telur ayam ras yang diberikan dalam ransum meningkatkan tebal cangkang telur burung puyuh, diduga karena pori-pori cangkang telur yang melebar. Menurut Ahmad dan Balader. (2003), fosfor berperan dalam mekanisme pembentukan struktur cangkang telur. Sejalan dengan pendapat Tillman et al. (1991) komponen kandungan kalsium pada periode layer untuk pembentukan telur terutama cangkang telur. Semakin tebal cangkang telur berarti kandungan kalsium juga semakin tinggi (Powrie, (1972). Ahmad et al., (2003) menyatakan bahwa pakan yang mengandung mineral kalsium dapat memberikan pengaruh terhadap tebal kerabang telur. Sejalan dengan pendapat Bidura dan Gomes (2019) bahwa mineral kalsium sangat erat kaitannya dalam proses pembentukan tulang, kulit telur dan pembentukan darah. Pada
perlakuan P1 tebal kerabang yang dihasilkan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P0. Penambahan tepung cangkang telur level 4% belum mampu meningkatkan ketebalan cangkang telur burung puyuh. Menurut Setyaningrum et al. (2009) bahwa nilai pemanfaatan kalsium dipengaruhi oleh kandungan ion karbonat. Sa’adah (2008) menyatakan bahwa kandungan ion karbonat dalam CaCO3 cukup tinggi karena berperan penting sebagai sumber utama kalsium kerabang telur. Hasil penelitian Kurtini et al., (2011) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan kulit telur yaitu umur induk masa bertelur. Faktor lain yang berpengaruh pada tebal cangkang telur adalah induk, nutrient (kadar mineral) dan suhu lingkungan.
Berat putih telur
Rataan berat putih telur burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur dalam ransum sebagai kontrol P0 adalah 4,78 g (Tabel 5 ). Pada perlakuan P1 dan P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan berat putih telur 4,93 g, 5,39 g dan 5,66 g. Rataan berat putih telur pada perlakuan P1 dan P2 masing- masing ialah 3,04%, dan 11,32% lebih tinggi dari perlakuan P0, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan perlakuan P3 lebih tinggi 15,55% dari perlakuan P0 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Berat putih telur menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan tambahan tepung cangkang telur ayam pada perlakuan 4% (P1), 6% (P2), dan 8% (P3) secara statistik tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Penyebabnya ialah karena persentase kandungan protein dalam ransum tidak terlalu tinggi perbedaannya. Komala (2008) menyebutkan bahwa protein merupakan komponen terbesar penyusun putih dan kuning telur selain air dan juga lemak (pada kuning telur). Didukung oleh pernyataan Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa komponen penyusun putih telur adalah air (88%), protein (9,7-10,6%, lemak (0,03%), karbohidrat (0,4-0,6%), dan abu (0,5-0,6%). Berat putih telur perlakuan P1, P2 dan P3 masing- masing mengalami peningkatan 3,04%, 11,31% dan 15,54% lebih tinggi dari P0. Hal ini menunjukkan penambahan tepung cangkang telur dalam ransum memberikan pengaruh positif terhadap berat putih telur. Menurut Yuwanta (2010) berat putih telur puyuh normal adalah 4,1-6 g/ butir, berat putih telur dalam penelitian ini adalah 5,66. Oleh karena itu berat putih dalam penelitian ini dapat dikategorikan dalam kondisi normal.
Berat kuning telur
Rataan berat kuning telur burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur dalam pakan sebagai kontrol PO adalah 3,56 g (Tabel 5). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing -masing memiliki hasil rataan berat kuning telur 3,74 g, 4,26 g, dan 4,29 g. Rataan berat kuning telur pada perlakuan P1 lebih tinggi 4,81% dari perlakuan P0 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), perlakuan P2 dan P3 masing-masing 16,04%% dan 17,02% lebih tinggi dari perlakuan P0 secara statistik berbeda nyata (P<0,05), perlakuan P3 lebih tinggi 12% dari perlakuan P1, secara statistik berbeda nyata (P<0,05), perlakuan P3 lebih tinggi 1,16% dari perlakuan P2, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Berat kuning telur burung puyuh menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung cangkang telur ayam pengaruh nyata (P<0,05). Perlakuan P2 dan P3 dengan penambahan tepung cangkang telur level 6% dan 8% masing-masing lebih tinggi 16,03% dan 12,82% terhadap P0 dan P1. Karena kandungan nutrisi ransum yang diberikan mengandung protein yang berbeda yaitu (21%-21,45%) sehingga penyerapan dan metabolisme protein menjadi asam amino untuk pembentukan jaringan tubuh dan berat kuning telur juga meningkat. Menurut Sujana (2021) perbedaan berat kuning telur dikarenakan penyusun utama kuning telur berupa air, lipoprotein, protein, mineral, dan pigmen yang dihasilkan oleh setiap individu unggas berbeda-beda. Hasil dari perlakuan P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dari P0, tetapi lebih tinggi 4,81% dari perlakuan P1 yang menunjukkan adanya kenaikan berat kuning telur, hal tersebut karena proses pembentukan kuning telur pada ternak unggas berbeda-beda tergantung dari kemampuan genetik dari masing-masing individu unggas dan konsumsi nutrien. Komala (2008) menambahkan bahwa protein merupakan komponen terbesar penyusun putih dan kuning telur selain air dan juga lemak (pada kuning telur). Berat kuning telur tertinggi dalam penelitian ini terdapat pada perlakuan P3 yaitu 4,29 g. Menurut Yuwanta (2010), berat kuning telur puyuh adalah 2,4-3,3 g. Hal ini menunjukkan berat kuning telur dalam penelitian ini dinyatakan baik.
Warna kuning telur
Rataan warna kuning telur burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur dalam pakan sebagai kontrol P0 adalah 4,50 (Tabel 5). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing memiliki hasil rataan warna kuning telur 4,58, 4,83, dan 4,92. Rataan warna kuning
telur pada perlakuan P1, P2, P3 masing-masing 1,7 %, 7,38% dan 9,3% lebih tinggi dari perlakuan P0, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05, perlakuan P1 dan P2 masing-masing lebih rendah 7,42% dan 1,86% dari perlakuan P3, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Rataan warna kuning telur pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada perlakuan burung puyuh yang diberikan pakan dengan tambahan tepung cangkang telur pada perlakuan 4% (P1), 6% (P2), 8% (P3) belum mampu meningkatkan kualitas warna kuning telur. Penyebabnya ialah karena kandungan dalam ransum dengan penambahan tepung cangkang telur ayam ras belum mampu mempengaruhi pigmen karotenoid yang diserap oleh usus halus, yang seharusnya dimanfaatkan oleh puyuh untuk meningkatkan warna kuning telur. Sejalan dengan pernyataan Argo et al. (2013) menyatakan warna kuning telur dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam merubah pigmen tersebut menjadi kuning telur. Hasil warna kuning telur P3 lebih tinggi 8,53% dari perlakuan P0 dengan skor 4,92, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Sudaryani (2003) menyatakan bahwa skor warna kuning telur yang baik berkisar antara 9-12. Skor warna kuning telur dalam penelitian ini tidak termasuk dalam kategori telur dengan kualitas warna yang baik. Hal ini dikarenakan skor warna kuning telur dipengaruhi oleh kandungan nutrien dalam pakan, misalnya beta-karoten dan xantofil yang terdapat dalam pakan. Menurut Amrullah (2003) warna kuning telur dipengaruhi oleh zat warna xantofil yang banyak terdapat dala, golongan hidrosi-karotenoid, dan juga disebabkan dengan adanya hubungan antara kandungan nutrien ransum yang hampir sama pada setiap perlakuan (Ardika et al., 2017). Yuwanta (2004) menyatakan bahwa warna kuning telur dipengaruhi oleh pakan yang mengandung karotenoid yang mempunyai struktur seperti vitamin A, antara lain xantofil, lutein dan zeaxantin pada jagung kuning. Menurut North dan Bell (1992), menyatakan bahwa, warna kuning telur bervariasi disebabkan oleh xanthophyl, strain dan varietas kandang, morbiditas, kesehatan, stress, bahan tambahan dan rasio telur penjumlah makanan. HU (Haugh Unit)
Rataan HU (Haugh Unit) telur burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur dalam pakan sebagai kontrol P0 adalah 86,28 (Tabel 5) Pada perlakuan P1, P2, P3 masing-masing memiiki hasil rataan HU (Haugh Unit) 86,43, 86,62, dan 87,00. Rataan HU (Haugh
Unit) pada perlakuan P1, P2, P3 masing-masing 0,17 %, 0,39%, 0,83% lebih tinggi dari perlakuan P0 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), perlakuan P1 dan P2 masing-masing 0,67 dan 0,43 lebih rendah dari perlakuan P3, secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
HU (Haugh Unit) menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan tambahan tepung cangkang telur ayam tidak memberi pengaruh nyata (P>0,05) pada Haugh Unit (HU) telur puyuh. Berdasarkan tabel 5 diketahui perlakuan pemberian ransum tanpa penambahan tepung cangkang telur ayam P0 dan pemberian ransum dengan tambahan tepung cangkang telur P1(4%), P2(6%), dan P3(8%) tidak menunjukkan perbedaan yang sifgnifikan satu dengan yang lainnya, karena telur yang digunakan dan data yang diambil dalam penelitian dilakukan dalam rentan waktu yang tidak lama, sehingga nilai haugh unit tiap telur tidak berbeda signifikan. Menurut Wiraprtha et al., (2019) faktor – faktor yang mempengaruhi HU (Haugh Unit) diantaranya adalah masa simpan, suhu penyimpanan, tempat atau wadah penyimpanan dan kualitas cangkang telur. Nilai HU (Haugh Unit) tertinggi pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P3 sebesar 87,00 sehingga dikategorikan telur berkualitas AA. Nilai HU (Haugh Unit) lebih dari 72 dikategorikan telur berkualitas AA, nilai HU (Haugh Unit) 60-72 sebagai telur yang berkualitas A, nilai HU 31-60 sebagai telur yang berkualitas B, dan nilai HU (Haugh Unit) kurang dari 31 dikategorikan sebagai telur yang berkualitas C (USDA, 2000). Hasil penelitian Wiraprtha et al., (2015) mendapatkan telur yang disimpan pada suhu 25ºC selama 21 hari masih menghasilkan nilai skor kualitas(grade) B.
PH telur
Rataan pH telur burung puyuh tanpa pemberian tepung cangkang telur burung ayam yang ditambahkan didalam pakan sebagai pakan kontrol P0 adalah 6,87 (Tabel 5). Pada perlakuan P1, P2, P3 masing-masing memiliki hasil rataan pH 6,88, 6,83, dan 6,87. Rataan pH telur pada perlakuan P1 lebih tinggi 0,14% dari perlakuan P0 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), perlakuan P2 lebih rendah 0,58% dari perlakuan P0 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Sedangkan perlakuan P3 lebih tinggi 0,00% dari perlakuan P0 secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
pH telur burung puyuh dengan penambahan tepung cangkang telur ayam dalam ransum pada perlakuan burung puyuh P0, P1, P2, dan P3 mendapatkan hasil yang tidak Ginting, R. M., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 815 – 831 Page 828
berbeda nyata (P>0,05). Penyebabnya karena telur yang digunakan masih segar dan waktu penyimpanan telur hanya sekitar 3-4 hari saja, sehingga tidak ada peluang mikroba untuk merusak protein maupun lemak. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan pH telur adalah umur simpan, suhu dan kelembaban relatif selama penyimpanan. Penelitian ini mempunyai pH tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu 6,87. Menurut Nova et al., (2014) telur dengan kualitas baik mempunyai pH sekitar 6-8. Hal ini menunjukkan kualitas pH telur dalam penelitian ini termasuk baik. Pada perlakuan P0 lebih tinggi 0,58% dari perlakuan P2, secara statistik tidak signifikan (P>0,05). Perubahan kandungan CO2 dalam albumen akan mengakibatkan perubahan pH albumen menjadi basa. Banyaknya CO2 yang hilang melalui pori-pori dari kerabang telur mengakibatkan konsentrasi ion bikarbonat dalam albumen menurun dan dapat merusak sistem buffer. Hal tersebut menjadikan putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk) bersifat basa sehingga mengakibatkan peningkatan pada pH telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung cangkang telur ayam ras level 8% dalam ransum dapat meningkatkan kualitas telur burung puyuh pada berat telur, tebal cangkang telur, dan berat kuning telur, pemberian tepung cangkang telur 6% meningkatkan berat telur dan berat kuning telur, tetapi pemberian tepung cangkang telur sebanyak 4%, 6% dan 8% tidak mampu meningkatkan berat cangkang, berat putih telur, warna kuning telur, Haugh Unit, dan pH telur.
Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disarankan pada peternak untuk menggunaakan tepung cangkang telur ayam ras level 6%- 8% dalam ransum burung puyuh (Coturinix-coturnix Japonica) umur 6-10 minggu, karena dapat meningkatkan kualitas telur burung puyuh pada berat telur, berat cangkang telur dan berat kuning telur.
UCAPAN TERIMA KASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir I Nyoman Gde Antara, M. Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt.,MP,IPM, ASEAN Eng., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H. A., S. S. Yadalam., and D. A. Rolland Sr. 2003. Calcium requirement of bovanes hens. International Journal of Poultry Science. 2(6): 417-420.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Ardika, I. N., N. W. Siti, N. M. S. Sukmawati, dan M. Wirapartha. 2017. Kualitas Fisik Telur Ayam Kampung yang Diberi Ransum Mengandung Probiotik. Majalah Ilmiah Peternakan. 20 (2): 69: 71.
Argo, L. B., Tristiarti., dan I. Mangisah. 2013. Kualitas fisik telur ayam arab petelur fase I dengan berbagai level azolla microphylla. Animal agriculture Journal. 2(1): 445- 457.
Gencheve, A. 2012. Quality and composition of Japanese quail eggs (Cortunix japonica). Trakya Journal Science. 10: 91-101.
Komala, I. 2008. Kandungan Gizi Produk Peternakan. Student Master Animal Science, Faculty Agriculture UPM. Malaysia
Kurtini, T., Nova, K., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung. Anugrah Utama Raharja (AURA). Bandar Lampung.
Muhamad, D. G. 2016. Pengaruh Tepung Cangkang Telur Ayam Ras dalam Ransum dengan Level yang Berbeda terhadap Penampilan Burung Puyuh. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Halu Oleo. Kendari.
Nova, I., T. Kurtini., dan V. Wanniatie. 2014. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur ayam ras pada fase produksi pertama. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 2(2):16-21.
Powrie, W.D. 1972. Chemistry of egg and egg product. in stadelman., W. J. and O. J. Cotterill (eds). Egg Science and Technology. Avi Publishing Company. New York.
Rolland S. R. D. A., C. E. Putman., and R. L. Hillburn. 1978. The relationship of age on ability of hens to maintain egg shell calcification when stressed with inadequate dietary calcium. Poultry Science. 57(6): 1616-162.
Sezer, M. 2007. Heritability of exterior egg quality traits in Japanese quail. Journal of Applied Biological Sciences, 1(2), pp. 37-40
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer). SNI 01- 39072006.
Stadelman, W.J. and O.J.Cotterill, 1995. Egg Science and Technology. Fourt Ed. Food Product Press. An Imprint Of The Haworth Press. Inc. New York. London.
Sudaryani. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sujana. I. K. Y. 2021. Kualitas Telur Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) yang diberikan Jus Kulit Buah Naga pada Air Minum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Suprijatna E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (Indonesia): Penebar Swadaya.
Suprijatna, E., U. Atmowarsono., dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprojo., S. Prawirokusumo., dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM- Press,Yogyakarta
Widyantara, P. R., G. A. M. K. Dewi dan I. N. T. Ariana. 2017. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas telur konsumsi ayam kampung dan ayam Lohman Brown. Majalah Ilmiah Peternakan. 20(1): 5-11.
Yuwanta, T. 2004. Telur dan Produksi Telur. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ginting, R. M., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 815 – 831 Page 831
Discussion and feedback