THE EFFECT OF ADDITIONAL EGGS SHELL FLOUR IN FEED ON THE CARCASSES COMPOSITION OF 10 WEEKS QUAIL
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: October 16, 2022
Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG CANGKANG TELUR DALAM RANSUM TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS BURUNG PUYUH UMUR 10 MINGGU
Rano, M. M., D.P.M.A. Candrawati , dan M. Wirapartha
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected], Telepon +6281336093918
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum terhadap komposisi fisik karkas burung puyuh umur 10 minggu, dilaksanakan di Perumahan Pasraman Unud, Blok F-30 dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, selama 4 minggu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan menggunakan 4 ekor burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Perlakuan ransum terdiri dari: P0: Tanpa penambahan tepung cangkang telur dalam ransum; P1: penambahan 4% tepung cangkang telur dalam ransum; P2: penambahan 6% tepung cangkang telur dalam ransum; P3: penambahan 8% tepung cangkang telur dalam ransum. Variabel yang diamati meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan komposisi fisik karkas (persentase daging, persentase tulang, persentase lemak termasuk kulit). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bobot potong burung puyuh Coturnix-coturnix japonica yang diberi penambahan 4% (P1), 6% (P2), dan 8% (P3) tepung cangkang telur dalam ransum nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol (P0). Bobot karkas berpengaruh nyata (P<0,05) dibanding perlakuan kontrol (P0). Persentase karkas berpengaruh nyata (P<0,05) dibanding perlakuan kontrol (P0). Komposisi fisik karkas (persentase daging) berpengaruh nyata (P<0,05) dibanding perlakuan kontrol (P0). Persentase tulang dan persentase lemak termasuk kulit burung puyuh perlakuan P1, P2, dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dengan kontrol P0. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penambahan tepung cangkang telur pada level pada level 4%, 6%, dan 8% dalam ransum dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan komposisi fisik karkas bagian daging, tetapi memberi hasil yang sama terhadap persentase tulang dan persentase lemak termasuk kulit burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 10 minggu.
Kata kunci: Coturnix-coturnix japonica, komposisi fisik karkas, cangkang telur
THE EFFECT OF ADDITIONAL EGGS SHELL FLOUR IN FEED ON THE CARCASSES COMPOSITION OF 10 WEEKS QUAIL
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of adding eggshell flour in the ration on the physical composition of quail carcasses aged 10 weeks, carried out at the Unud Pasraman Housing, Block F-30 and the Poultry Livestock Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, for 4 weeks. The study used a completely randomized design (CRD), with 4 treatments and 4 replications, each replication using 4 quails (Coturnix-coturnix japonica). The ration treatment consisted of: P0: Without the addition of eggshell flour in the ration; P1: addition of 4% eggshell flour in the ration; P2: addition of 6% eggshell flour in the ration; P3: addition of 8% eggshell flour in the ration. The variables observed included slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, and carcass physical composition (percentage of meat, percentage of bone, percentage of fat including skin). Coturnix-coturnix japonica that were given the addition of 4% (P1), 6% (P2), and 8% (P3) eggshell flour in the diet was significantly (P<0.05) higher than that of eggshell flour. control (P0). Carcass weight had a significant effect (P<0.05) compared to the control treatment (P0). The carcass percentage had a significant effect (P<0.05) compared to the control treatment (P0). Carcass physical composition (percentage of meat) had a significant effect (P<0.05) compared to the control treatment (P0). Bone percentage and fat percentage including quail skin treatment P1, P2, and P3 had no significant effect (P>0.05) with control P0. The conclusion of this study was that the addition of eggshell flour at levels of 4%, 6%, and 8% in the ration could increase the slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, and the physical composition of the meat portion of the carcass, but gave the same results to the bone percentage. and the percentage of fat including the skin of quail (Coturnix-coturnix japonica) aged 10 weeks.
Keywords: Coturnix-coturnix japonica, carcass physical composition, egg shell
PENDAHULUAN
Meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan daging dan telur sebagai sumber protein hewani. Protein hewani bisa kita dapatkan dari berbagai jenis produk daging, salah satu produk daging yang lazim digunakan sebagai penghasil protein hewani adalah burung puyuh. Burung puyuh adalah salah satu komoditi ternak unggas yang dimanfaatkan daging dan telurnya. Burung puyuh memiliki nama latin Coturnix-coturnix japonica. Burung puyuh adalah tipe burung yang tidak bisa terbang, memiliki dimensi tubuh
relatif kecil, serta berkaki pendek. Burung Puyuh merupakan aneka ternak hasil domestikasi, yang semula bersifat liar setelah itu diadaptasikan menjadi ternak yang bisa dikembangbiakkan.
Burung puyuh memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas lainnya karena beternak burung puyuh menghasilkan produksi telur yang tinggi, kotoran tidak terlalu bau, masa pemeliharaan yang singkat, tidak mudah stress, tahan berbagai penyakit, daya kesembuhan relatife tinggi, tidak memerlukan area yang luas dan modal yang cukup besar sehingga peternak pemula tidak membutuhkan modal yang besar untuk memulai usaha (Listiwoyati dan Rospitasari, 2007).
Perkembangan minat konsumen burung puyuh dapat dilihat dari peningkatan populasi dan produksi burung puyuh dari tahun ke tahun yang tercatat pada Badan Pusat Statistik tahun 2015-2019 populasi burung puyuh di Indonesia meningkat dari 13.781.918 – 14.107.479 ekor/tahun (BPS, 2019).
Burung puyuh sebagai ternak penghasil daging hal yang perlu diperhatikan yaitu bagian dari karkas burung puyuh. Karkas menjadi tolak ukur produktivitas ternak potong, karena seekor ternak potong dianggap memiliki nilai ekonomis tinggi apabila menghasilkan produksi karkas yang tinggi. Karkas merupakan berat tubuh ternak potong setelah pemotongan dikurang kepala, darah, kaki, bulu serta organ internal (Soeparno, 1994). Menurut Judge et al., (1989) dalam penelitian komposisi karkas memiliki 3 variabel penting yaitu tulang, daging, dan lemak karkas, apabila ada proporsi yang lebih besar maka salah satu variabel akan memiliki proporsi yang lebih sedikit atau kedua variabel sebagai sisanya. Menurut Saka et al., (2011), Kualitas dari karkas dipengaruhi oleh jenis ternak, jenis kelamin, penanganan ternak sebelum pemotongan dan ransum.
Ransum merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan komposisi fisik karkas. Ransum komersial merupakan salah satu ransum yang disusun kandungan zat-zat makanan yang sesuai dan seimbang dengan kebutuhan ternak. Akan tetapi, akibat faktor penyimpanan dan adanya zat nutrisi yang terdapat pada ransum menyebabkan seringkali terjadi penurunan kualitas nutrisi dari ransum komersial tersebut, salah satunya adalah kandungan mineral Ca. Purnamasari et al., 2016, menyatakan dalam evaluasi pelaksanaan standar mutu ransum adannya penyimpangan kandungan komposisi pakan terutama mineral (Ca dan P), protein kasar dan serat kasar.
Menurut Septian et al., (2018), lama penyimpanan dapat menurunkan kualitas fisik bahan ransum. Umumnya ransum akan disimpan di gudang agen sekitar satu sampai dua minggu (Jaelani et al., 2016). Kualitas ransum yang disimpan akan turun jika melebihi batas waktu tertentu (Jaelani et al., 2016). Kerusakan kimia bahan ransum akan sulit dideteksi oleh masyarakat awam karena harus melalui uji analisis kimia, namun dapat dilihat atas kerusakan fisiknya, cirinya adalah: terjadinya perubahan warna, bau yang apek, tekstur lebih lembab dan menggumpal, adanya serangga, serta timbulnya jamur yang terlihat secara kasat mata (Septian et al., 2020).
Limbah cangkang telur adalah salah satu limbah sisa penetasan pada industri-industri pembibitan (hatchery) dan limbah rumah tangga yang sudah tidak terpakai dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Butcher dan Miles (1990) cangkang telur mengandung kalsium karbonat dengan persentase sebesar 97% dan sisanya 3% terdiri atas fosfor, magnesium, natrium, kalium, seng, mangan, besi dan tembaga.
Mineral merupakan salah-satu penyusun koenzim yang mengaktifkan fungsi enzim yang berperanan dalam proses metabolism tubuh. Suthama, 1991 menyatakan bahwa Ca berperan sebagai aktivator aktivitas enzim proteolitik pada daging. Salah satu penelitian Gari (2016), telah dilakukan penambahan tepung cangkang telur sebesar 2%, 4%, dan 6% mendapatkan hasil berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan, pertambahan bobot telur, dan bobot cangkang telur burung puyuh Coturnix-coturnix japonica. Penelitian Putri (2009), penambahan tepung cangkang telur sebesar 2%, 4%, dan 6% mendapatkan hasil tidak berpengaruh nyata terhadap daya tetas dan mortalitas namun, memberikan pengaruh nyata terhadap fertilitas burung puyuh Coturnix-coturnix japonica.
Berdasarkan uraian diatas maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum yang dapat meningkatkan komposisi fisik karkas burung puyuh Coturnix-coturnix japonica umur 10 minggu.
MATERI DAN METODE
Burung puyuh
Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) betina yang berumur 6 minggu yang dipelihara sampai umur 10 minggu.
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Perumahan Pasraman Unud Blok F-30 dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, selama 4 minggu.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dengan system “battery colony” sebanyak 16 unit. Kandang “battery colony” ini diletakkan pada bangunan berukuran 3,5 m × 5 m dengan atap seng. Ukuran kandang “battery colony” panjang 94 cm, lebar 48 cm, dan tinggi 28 cm. Tiap petak kandang dilengkapi dengan 1 tempat pakan dan 1 tempat minum. Seluruh petak kandang dilengkapi dengan lampu sebagai penerangan, tempat pakan, dan tempat air minum.
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan elektrik, pisau, talenan, tissue, kantong plastik, blender, ayakan, panci, loyang, ember, karung bekas, serta alat tulis kantor (ATK) untuk keperluan pencatatan dan dokumentasi kegiatan.
Komposisi dan nutrisi ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial puyuh petelur QQ 504 S yang diproduksi oleh PT. Sreeya Sewu Indonesia dan menggunakan tepung cangkang telur ayam ras pada ransum. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum
Komposisi Pakan (%) |
Perlakuan1) | |||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | |
1) Ransum QQ 504 S |
100 |
100 |
100 |
100 |
2) Tepung cangkang telur (%)2) |
0 |
4 |
6 |
8 |
Total |
100 |
104 |
106 |
108 |
Keterangan:
1) P0: Ransum burung puyuh tanpa diberi tepung cangkang telur sebagai kontrol
P1: Ransum burung puyuh diberi tepung cangkang telur 4%
P2: Ransum burung puyuh diberi tepung cangkang telur 6%
P3: Ransum burung puyuh diberi tepung cangkang telur 8%
2) Level pemberian tepung cangkang telur
Tabel 2. Komposisi nutrisi bahan penyusun ransum Kandungan Zat Gizi
Kadar Air |
Maks |
14,00 % |
Abu |
Maks |
14,00 % |
Protein Kasar |
Min |
21,00 % |
Lemak Kasar |
Maks |
7,00 % |
Serat Kasar |
Maks |
7,00 % |
Kalsium (Ca) |
2,50 – 3,50 % | |
Fosfor Total (P) |
Min |
0,60 – 1,00 % |
Urea |
ND | |
Total Aflatoksin |
Maks |
40,0 µg/kg |
Asam Amino: | ||
Lisin |
Min |
0,90 % |
Metionin |
Min |
0,40 % |
Metionin + Sistin |
Min |
0,60 % |
ME |
Min |
2700 Kcal/kg |
Sumber: Kandungan nutrisi ransum QQ 504 S PT. Sreeya Sewu Indonesia
Tabel 3. Komposisi nutrisi bahan penyusun ransum burung puyuh umur 6 - 10
minggu
Komposisi Kimia |
Bahan Penyusun Ransum | |
QQ 504 S 1) |
Tepung Cangkang Telur 2) | |
Energi Metabolis (Kkal/kg) |
2700 |
- |
Protein Kasar (%) |
21,00 |
5,60 |
Lemak Kasar (%) |
7,00 |
1,18 |
Serat Kasar (%) |
7,00 |
8,47 |
Kalsium (%) |
2,50 - 3,50 |
19,20 |
Fosfor (%) |
0,60 - 1,00 |
0,37 |
Keterangan:
1) PT Sreeya Sewu Indonesia
2) Budi et al., (2008)
Tabel 4. Komposisi nutrisi dalam ransum |
burung puyuh umur 6 |
- 10 minggu | |||
Komposisi |
Perlakuan 1) |
Standar SNI 2006 2) | |||
Kimia |
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | |
Energi Metabolis |
2700 |
2596 |
2547 |
2500 |
2700 |
(Kkal/kg) Protein Kasar |
21 |
21,22 |
21,34 |
21,45 |
20-22 |
(%) Lemak Kasar |
7 |
7,05 |
7,07 |
7,09 |
7,0 |
(%) Serat Kasar |
7 |
7,34 |
7,51 |
7,68 |
7,0 |
(%) Kalsium (%) |
2,5 |
2,51 |
3,65 |
4,04 |
2,50-3,50 |
Fosfor (%) |
0,60 |
0,61 |
0,62 |
0,63 |
0,4 |
Keterangan:
1) P0: Ransum burung puyuh tanpa diberi tepung cangkang telur sebagai kontrol
P1: Ransum burung puyuh diberi tepung cangkang telur 4%
P2: Ransum burung puyuh diberi tepung cangkang telur 6%
P3: Ransum burung puyuh diberi tepung cangkang telur 8% 2) SNI-2006 Kebutuhan nutrisi burung puyuh fase layer
Rancangan penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, tiap ulangan terdiri dari 4 ekor burung puyuh umur 6 minggu. Total burung puyuh yang digunakan 64 ekor. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini yaitu: P0 = Burung puyuh diberi ransum tanpa penambahan tepung cangkang telur sebagai kontrol
P1 = Burung puyuh diberi ransum dengan penambahan tepung cangkang telur 4%
P2 = Burung puyuh diberi ransum dengan penambahan tepung cangkang telur 6%
P3 = Burung puyuh diberi ransum dengan penambahan tepung cangkang telur 8%
Proses pembuatan tepung cangkang telur
Cangkang telur yang diperoleh kemudian dibersihkan
I
Cangkang telur yang telah dibersihkan kemudian, direndam dengan air panas 80°C selama 30
Setelah 30 menit tiriskan cangkang telur, kamudian cangkang telur dijemur hingga kering
I
Cangkang telur yang sudah kering kemudian dihancurkan dan digiling menggunakan blender
I
Cangkang telur yang sudah digiling kemudain diayak
Tepung cangkang telur
Gambar 1. Skema proses pembuatan tepung cangkang telur (Gari, 2016)
Pengacakan
Untuk mendapatkan bobot badan burung puyuh Coturnix-coturnix japonica yang homogen, dari semua burung puyuh yang ada sebanyak 100 ekor, ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya. Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata-rata 145,78 g, dengan standar deviasinya (141,78 g – 149,78 g) sebanyak 64 ekor
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum disesuaikan dengan level konsentrasi setiap perlakuan. Pemberian ransum pada burung puyuh akan diberikan 2 kali sehari. Pemberian ransum diberikan dengan menempatkan pada tempat pakan dalam kandang pada setiap perlakuan. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum (selalu tersedia).
Pencampuran ransum
Pencampuran ransum dimulai dari menimbang bahan yang komposisinya paling banyak, diikuti bahan yang komposisinya lebih sedikit. Setelah ditimbang bahan tersebut dituangkan diatas lembaran plastik yang telah disediakan untuk alas pada saat pencampuran. Susunan bahan tersebut selanjutnya dibagi menjadi empat bagian yang sama, dan masing–masing bagian dicampur secara merata, bahan makanan yang jumlahnya sedikit harus dicampur lebih dahulu dengan beberapa kilogram bahan makanan yang halus kemudian dicampur silang sampai diperoleh campuran yang homogen.
Teknik pemotongan burung puyuh dan pengambilan data
Pada akhir penelitian burung puyuh Coturnix-coturnix japonica dipotong untuk mengetahui komposisi fisik karkas. Jumlah burung puyuh yang dipotong sebanyak 16 ekor, dari setiap perlakuan dan ulangan dipotong 1 ekor burung puyuh yang beratnya mendekati rata-rata. Sebelum melakukan pemotongan, burung puyuh dipuasakan selama 12 jam namun tetap diberikan air minum. Pemotongan burung puyuh dilakukan berdasarkan cara USDA (United State Departement Of Agriculture, 1977 dalam Soeparno, 2009), yaitu dengan memotong vena jugularis, dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama. Setelah ternak dipastikan mati, maka segera dicelupkan ke dalam air hangat dengan temperature 500 - 600 C selama 30-60 detik kemudian dilanjutkan dengan pencabutan bulu (Soeparno, 2009). Setelah pencabutan bulu kemudian dilakukan pengeluaran jeroan, pemotongan kepala, leher dan kaki. Pada setiap tahapan dilakukan penimbangan, karkas yang diperoleh kemudian ditimbang. Setelah ditimbang dan mendapatkan bobot karkas, kemudian karkas dibagi menjadi bagian daging, tulang, dan lemak termasuk kulit. Setiap bagian ditimbang dan dicatat.
Varibel yang diamati
Bobot potong
Bobot potong diperoleh dengan menimbang bobot badan burung puyuh yang sudah dipuasakan selama 12 jam pada akhir penelitian.
Bobot karkas
Bobot karkas diperoleh dari menimbang bobot badan itik yang sudah dikeluarkan darah dan jeroannya, serta dipisahkan dari bulu, kaki, leher dan kepala.
Persentase karkas
Persentase karkas diperoleh dari perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong kemudian dikalikan 100%.
Komposisi fisik karkas
Komposisi fisik karkas diperoleh dari perbandingan antara berat masing-masing komposisi fisik karkas dengan bobot karkas dikalikan 100%.
, i ■ Bobotdaging(S) ,
-
1. Persentase daging = Bobot IchxIchs (g) x 100%
-
2. Persentase tulang = Bobot kaι~ka s x 100%
Q + Bobot Ienicik termasuk kulit (g)
-
3. Persentase lemak termasuk kulit = x 100%
Bobot karkas (g)
Analisis statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan perlakuan yang nyata (P<0,05) analisis akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan hasil penelitian, pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum terhadap komposisi fisik karkas burung puyuh umur 10 minggu, hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Bobot potong
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong pada burung puyuh umur 10 minggu yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan tepung cangkang telur sebagai kontrol (P0) adalah 211,23 g (Tabel 5). Bobot potong dengan penambahan 4% tepung cangkang telur (P1) dalam ransum, penambahan 6% tepung cangkang telur (P2) dalam
ransum, dan penambahan 8% tepung cangkang telur (P3) dalam ransum. Persentase bobot potong pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara berturut-turut adalah 6,96%, 8,40%, dan 4,88% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol (P0). Secara statistik perlakuan P1, dan P2 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan P0. Secara statistik perlakuan P3 sama dengan perlakuan P0, P1, dan P2. Persentase bobot potong P2 sebesar 1,33% lebih tinggi dibanding P1, sedangkan P3 sebesar 1,94% lebih rendah dibanding P1. Secara statistik P2, dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P1. Persentase bobot potong pada P3 sebesar 3,24% lebih rendah dibanding P2, secara statistik perlakuan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P2.
Bobot potong burung puyuh Coturnix-coturnix japonica umur 10 minggu pada penelitian ini berkisar antara 211,23 – 228,98 g/ekor. Rataan bobot potong tersaji pada (Tabel 4.1). Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum sebesar 4% (P1) dan 6% (P2) secara statistik nyata (P<0,05) lebih tinggi bobot potongnya dibandingkan burung puyuh yang mendapat perlakuan ransum tanpa penambahan tepung cangkang telur sebagai kontrol (P0). Hal ini disebabkan penambahan tepung cangkang telur dalam ransum dapat mempengaruhi kandungan zat-zat makanan (Tabel 5), disamping itu meningkatnya konsumsi ransum pada perlakuan P1,P2 dan P3 berturut-turut sebesar 3701,25 g, 3894,25 g, dan 3474,00 g dibanding perlakuan kontrol P0 sebesar 3055,00 g dapat meningkatkan bobot potong. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa bobot badan ternak senantiasa berbanding lurus dengan konsumsi ransum, makin tinggi bobot badannya, makin tinggi pula konsumsinya terhadap ransum.
Disamping itu peningkatan mineral terutama mineral Ca dan P dapat meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Mineral merupakan salah-satu penyusun koenzim yang mengaktifkan fungsi enzim yang berperanan dalam proses metabolisme tubuh. Suthama, 1991 menyatakan bahwa Ca berperan sebagai aktivator aktivitas enzim proteolitik pada daging. Hal ini sejalan dengan pendapat Gari (2016), telah dilakukan penambahan tepung cangkang telur sebesar 2%, 4%, dan 6% mendapatkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan, pertambahan bobot telur, dan bobot cangkang telur burung puyuh Coturnix-coturnix japonica. Menurut Dewi (2012), menyatakan penggunaan kalsium sampai 15% dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler. Grafik bobot karkas burung puyuh dapat dilihat pada Gambar 2.
Rataan Bobot Potong (g)
240,00 228,98
22÷yj ’ 221,55
220,00 211,23
200,00 Illl
PO Pl P2 P3
-
Gambar 2. Grafik rataan bobot potong burung puyuh
Bobot karkas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot karkas pada burung puyuh umur 10 minggu yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan tepung cangkang telur sebagai kontrol (P0) adalah 137,76 g (Tabel 5). Persentase bobot karkas pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara berturut-turut adalah 12,87%, 13,23%, dan 10,35% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol (P0). Secara statistik perlakuan P1, P2, dan P3 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan P0. Persentase bobot karkas P2 sebesar 0,32% lebih tinggi dibanding P1, sedangkan P3 sebesar 2,27% lebih rendah dibanding P1. Secara statistik P2, dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P1. Persentase bobot karkas pada P3 sebesar 2,54% lebih rendah dibanding P2, secara statistik perlakuan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P2.
Tabel 5. Pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum terhadap
komposisi fisik karkas burung puyuh umur 10 minggu
Variabel |
P0 |
Perlakuan1) | |||
P1 |
P2 |
P3 |
SEM2) | ||
Bobot potong (g/ekor) |
211,23b 3) |
225,93a |
228,98a |
221,55ab |
3,86 |
Bobot karkas (g/ekor) |
137,76b |
155,49a |
155,99a |
152,03a |
3,34 |
Karkas (%) |
65,19b |
68,80a |
68,23a |
68,61a |
0,83 |
Komposisi Fisik | |||||
Daging (%) |
60,62b |
63,88a |
64,18a |
63,93a |
0,85 |
Tulang (%) |
22,10a |
21,12a |
20,81a |
20,84a |
0,43 |
Lemak termasuk kulit (%) |
17,28a |
15,00a |
15,01a |
15,23a |
0,79 |
Keterangan:
1) Pemberian ransum tanpa diberi tepung cangkang telur sebagai kontrol (P0), penambahan 4% (40 g) tepung cangkang telur dalam 1000 g ransum (P1), penambahan 6% (60 g) tepung cangkang telur dalam 1000 g ransum (P2) dan penambahan 8% (80 g) tepung cangkang telur dalam 1000 g ransum (P3).
2) SEM: “Standard error of the treatment means”
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot karkas. Bobot karkas adalah bobot ternak yang sudah disembelih kemudian dikurangi bagian tubuh tanpa bulu, kepala, leher, jeroan, kaki, ginjal, dan paru-paru (Standar Nasional Indonesia, 2009). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 nyata meningkatkan bobot karkas dibandingkan P0. Penambahan tepung cangkang telur dalam ransum mempengaruhi kandungan zat-zat makanan pada ransum (Tabel 3.4) hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi ransum yang dipengaruhi oleh kandungan energi dalam ransum, semakin rendah kandungan energi maka konsumsi akan semakin meningkat begitu pula sebaliknya. Menurut Adriana dalam Widiastuti dan Arifin (2016), menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi karkas adalah kandungan nutrisi ransum, sedangkan Buwono (2009), menyatakan bahwa besar tidaknya bobot karkas puyuh, ditentukan oleh banyaknya protein yang diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh sebagai zat pembangun. Meningkatnya bobot karkas juga akibat meningkatnya bobot potong pada burung puyuh yang mendapat perlakuan penambahan tepung cangkang telur. Hal ini sejalan dengan pendapat Rufikoh et al., (2019), bahwa semakin tinggi bobot potong maka akan berdampak pada tingginya bobot karkas dan persentase karkas, begitu pula sebaliknya semakin rendah bobot potong maka akan berdampak pada rendahnya bobot karkas dan persentase karkas yang dihasilkan. Grafik bobot karkas burung puyuh dapat dilihat pada Gambar 3.
160,00
140,00
120,00
Rataan Bobot Karkas (g) 155,49 155,99 15203 .3

PO Pl P2 P3
-
Gambar 3. Grafik rataan bobot karkas burung puyuh
Persentase karkas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase karkas pada burung puyuh umur 10 minggu yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan tepung cangkang telur sebagai kontrol (P0) adalah 65,19% (Tabel 5). Persentase karkas pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara berturut-turut adalah 5,54%, 4,66%, dan 5,25% nyata (P<0,05) lebih tinggi
daripada kontrol (P0). Secara statistik perlakuan P1, P2, dan P3 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan P0. Persentase karkas pada P2, dan P3 berturut-turut sebesar 0,82%, dan 0,27% lebih rendah dibanding P1, sedangkan secara statistik P2, dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P1. Persentase karkas pada P3 sebesar 0,55% lebih tinggi dibanding P2, sedangkan secara statistik P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P2.
Berdasarkan hasil analisis statistik bahwa pengaruh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase karkas. Persentase karkas burung puyuh Coturnix-coturnix japonica umur 10 minggu pada penelitian ini berkisar 65,19% - 68,80%. Rataan persentase karkas dapat dilihat pada (Tabel 4.1). Persentase karkas didapat dengan membagi bobot karkas dengan bobot potong kemudian dibagi 100%. Bobot potong merupakan berat ternak hidup yang akan dipotong setelah dipuasakan selama 12 jam (Soeparno, 2009). Bobot karkas burung puyuh diperoleh dengan memisahkan bagian karkas dengan bagian non karkasanya (darah, bulu, kepala, leher, organ dalam dan kaki). Secara umum persentase karkas berkisar antara 65-75% dari berat hidup (Priyono, 2009). Persentase karkas burung puyuh yang mendapat perlakuan P1, P2, dan P3 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan burung puyuh yang tanpa diberikan penambahan tepung cangkang telur (P0). Hal ini disebabkan karena meningkatnya bobot badan dan bobot karkas pada puyuh yang diberi tepung cangkang telur. Hal ini sejalan Resnawati (2002), yang menyatakan bahwa bobot karkas dan bobot hidup merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas. Grafik rataan persentase karkas burung puyuh dapat dilihat pada Gambar 4.
Rataan Persentase Karkas (%)
PO Pl P2 P3
-
Gambar 4. Grafik rataan persentase karkas burung puyuh
Komposisi fisik karkas
Persentase daging
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase daging pada burung puyuh umur 10 minggu yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan tepung cangkang
telur sebagai kontrol (P0) adalah 60,62% (Tabel 5). Persentase daging pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara berturut-turut adalah 5,37%, 5,87%, dan 5,46% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol (P0). Secara statistik perlakuan P1, P2, dan P3 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perlakuan P0. Persentase daging pada perlakuan P2, dan P3 berturut-turut sebesar 0,47%, dan 0,08% lebih tinggi dibanding P1, sedangkan secara statistik perlakuan P2 dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap perlakuan P1. Persentase daging pada perlakuan P3 sebesar 0,14% lebih tinggi dibanding P2, sedangkan secara statistik perlakuan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap P2.
Berdasarkan hasil analisis statistika bahwa penambahan tepung cangkang telur dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase daging. Persentase daging dalam penelitian ini berkisar 60,62% - 64,18%. Rataan persentase daging tersaji pada (Tabel 5). Persentase daging diperoleh dari bobot daging dibagi bobot karkas dikali 100%. Pada perlakuan P1, P2, dan P3 nyata meningkatkan persentase daging dibandingkan perlakuan P0. Hal ini disebabkan oleh penambahan tepung cangkang telur dalam ransum dapat mempengaruhi kandungan zat-zat makanan pada ransum (Tabel.4). Adanya peningkatan mineral terutama Ca dan P dapat meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Mineral merupakan salah satu penyusun koenzim yang mengaktifkan fungsi enzim yang berperan dalam proses metabolisme tubuh. Ca berperan sebagai aktivitas enzim proteolitik pada daging (Sutama, 1991). Enzim proteolitik berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat pencernaan protein dan memecah berbagai zat makanan yang mengandung protein menjadi asam-asam amino sehingga mudah diserap, dengan demikian maka bobot daging dapat meningkat (Arisandy et al., 2017). Grafik persentase daging dapat dilihat pada Gambar 4.
-
Gambar 5. Grafik rataan persentase daging burung puyuh
Persentase tulang
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase tulang pada burung puyuh umur 10 minggu yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan tepung cangkang Rano, M. M., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 765 – 784 Page 779
telur sebagai kontrol (P0) adalah 22,10% (Tabel 4.1). Persentase tulang pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara berturut-turut adalah 4,43%, 5,83%, dan 5,70% nyata (P>0,05) lebih rendah daripada kontrol (P0). Secara statistik perlakuan P1, P2, dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap perlakuan P0.
Berdasarkan hasil analisis statistika bahwa penambahan tepung cangkang telur dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase tulang. Persentase tulang dalam penelitian ini berkisar 20,81% - 22,10%. Rataan persentase tulang tersaji pada (Tabel 5). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 nyata tidak meningkatkan persentase tulang dibandingkan perlakuan P0. Hal ini terjadi karena tulang merupakan bagian dari komposisi fisik karkas yang tumbuh pada masa dini, sehingga tidak begitu berpengaruh nutrisi disaat burung puyuh sudah melewati masa dini. Menurut Tillman et al., (1998), pertumbuhan ternak unggas adalah mengikuti pola pertumbuhan kurva sigmoid, yaitu pertumbuhan dimulai dari pembentukan kerangka tubuh, pada fase ini laju pertumbuhan lambat. Selanjutnya laju pertumbuhan mulai cepat (pertumbuhan urat daging) dan pada fase akhir mulai melambat lagi dan berhenti (penimbunan lemak). Pada awal proses pertumbuhan, proporsi tulang akan mengalami pertambahan lebih cepat dibandingkan dengan daging dan lemak dikarenakan tulang merupakan struktur utama dari tubuh (Adiantara et al., 2020). Anggreani et al., (2020), berpendapat bahwa tulang merupakan bagian dari komposisi fisik karkas yang mengalami pertumbuhan maksimum tercepat setelah syaraf dan tidak berkembang sampai usia tertentu. Suprapto et al., (2012), menyatakan kandungan Ca pada periode grower dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang, sedangkan pada periode layer untuk pembentukan telur terutama kerabang telur. Grafik persentase tulang dapat dilihat pada Gambar 6.
Rataan Persentase Tnlang (%)
24,00 | ||||
22,00 |
22,10 |
Tin ____ __ _ _ | ||
Z1I9IZr |
20,81 |
20,84 | ||
20,00 |
I |
■ |
■ | |
PO |
Pl |
P2 |
P3 | |
Gambar 6. Grafik rataan persentase tulang burung puyuh
Persentase lemak termasuk kulit
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase lemak termasuk kulit pada burung puyuh umur 10 minggu yang diberikan perlakuan ransum tanpa penambahan
tepung cangkang telur sebagai kontrol (P0) adalah 17,28% (Tabel 5). Persentase tulang pada perlakuan P1, P2, dan P3 secara berturut-turut adalah 13,19%, 13,13%, dan 11,86% nyata (P>0,05) lebih rendah daripada kontrol (P0). Secara statistik perlakuan P1, P2, dan P3 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap perlakuan P0.
Berdasarkan hasil analisis statistika bahwa penambahan tepung cangkang telur dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase lemak termasuk kulit. Persentase lemak termasuk kulit dalam penelitian ini berkisar 15,00% - 17,28%. Rataan persentase lemak termasuk kulit tersaji pada (Tabel 4.1). Pada perlakuan P1, P2, dan P3 nyata tidak meningkatkan persentase lemak termasuk kulit dibanding perlakuan P0. Hal ini disebabkan oleh kandungan energi dan protein yang terdapat dalam ransum masih dalam keadaan yang seimbang sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi burung puyuh (Tabel 3.4) sehingga tidak ada kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk lemak. Hal ini sejalan dengan pendapat (Massolo, 2016), kandungan energi dan protein dalam ransum yang digunakan seimbang, sehingga tidak terjadi kelebihan energi yang berdampak pada tidak terjadinya penimbunan lemak. Menurut Maryuni dan Wibowo (2005), penimbunan lemak dipengaruhi oleh komposisi ransum antara lain tingkat energi dalam ransum, perbandingan energi protein dan kadar lemak ransum. Grafik persentase lemak termasuk kulit dapat dilihat pada Gambar 7.
Rataan Persentase Lemak Tennasuk Kulit (%)
PO Pl P2 P3
Gambar 7. Grafik rataan persentase lemak termasuk kulit burung puyuh
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian disimpulkan bahwa penambahan tepung cangkang telur pada level pada level 4%, 6%, dan 8% dalam ransum dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan komposisi fisik karkas bagian daging, tetapi memberi hasil yang sama
terhadap persentase tulang dan persentase lemak termasuk kulit burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 10 minggu.
Saran
Berdasarkan data hasil penelitian level terbaik penambahan tepung cangkang telur 4% dalam ransum komersial dapat disarankan dan dapat diaplikasikan pada burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 10 minggu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, IPU., ASEAN Eng. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP, IPM. ASEAN Eng. atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Adiantara, I P. P., G. A. M. K. Dewi, dan M. Wirapartha. 2020. Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Kerang pada Ransum Komersial terhadap Persentase Karkas Ayam Isa Brown Umur 105 Minggu. Journal of Tropical Animal Science. Vol. 8 No 2: 368 – 380.
Anggreani, P.A.D., D.P.M.A. Candrawati, I.G.M.G. Bidura. 2020. Pengaruh Pemberian Minyak Kalsium terhadap Komposisi Fisik Karkas Ayam Broiler. Journal of Tropical Animal Science. Vol.8. No.1. 202 – 215.
Arisandy, N.N. D., N. W. Siti dan I N. Ardika. 2017. Komposisi Fisik Karkas Itik Bali yang diberi Ransum Mengandung Daun Pepaya Terfermentasi. Journal of Tropical Animal Science. Vol.5 No.1. pp 120 - 130.
BPS (Badan Pusat Statistik). 2019. Populasi burung puyuh menurut provinsi (Ekor). Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Jakarta.
Buwono. 2009. Perkembangan Ayam Broiler. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Dewi, G. A. M. K. (2012). Pengaruh Penggunaan Kalsium-Asam lewat Sawit (ca-als) terhadap Performans Ayam Broiler. Majalah Ilmiah Peternakan.
Gari, M. D. 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Cangkang telur ayam ras dalam ransum dengan level yang berbeda terhadap penampilan burung puyuh. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Halu Oleo, Kendari.
Jaelani. A., S. Dharmawati., dan Wacahyono. 2016. Pengaruh Tumpukan dan Lama Masa Simpan Pakan Pelet terhadap Kualitas Fisik. Vol. 41. No. 2. Hal 261 – 268. Fakultas Pertanian. Universitas Islam Kalimantan. Banjarmasin.
Judge, M. D., E. D. Aberle., J. C. Forest., H. B. Hedrick dan R. A. Merkel. 1989. Principles of Meat Science. Kendal Hunt Publishing Company, Dubuque.
Kartadisastra, H.R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.
Listiyowati. E. & Roospitasari. K. 2007. Puyuh. Tata Laksana Budi Daya Puyuh Secara Komersil. Penebar Swadaya. Jakarta.
Maryuni, S. S. dan C. H. Wibowo. 2005. Pengaruh kandungan lisin dan energi metabolis dalam ransum yang mengandung ubikayu fermentasi terhadap konsumsi ransum dan lemak ayam broiler. J. Indon.Trop. Anim. Agric. 30(1): 26- 33.
Massolo, R. 2016. Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Broiler yang diberi Prebiotik Inulin Umbi Bunga Dahlia (Dahlia variabillis). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Purnamasari, D. K., Erwan., Syamsuhaidi., dan M. Kurniawan. 2016. Evaluasi Kualitas Pakan Komplit dan Konsentrat Unggas yang Diperdagangkan di Kota Mataram. Vol.5. pp. 30-38. Jurnal Peternakan Sriwijaya.
Putri, R. L. 2009. Pemberian Tepung Cangkang Telur Ayam Ras dalam Ransum terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Mortalitas Burung Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica). Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Medan.
Resnawati, H. 2002. Produksi karkas dan organ dalam ayam pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Rufikoh, R., E. J. Guntoro., dan B. Putra. 2019. Pengaruh penggantian Sebagai ransum komersial dengan tepung wortel limbah pasar terhadap karkas burung puyuh. Stock Peternakan. 1(1): 1 – 9.
Saka, I. K., I. B. Mantra., I. N. T. Ariana., A. A. Oka., Ni L. P. Sriyani., dan Sentana-Putra. 2011. Karakteristik karkas sapi bali betina dan jantan yang dipotong rumah potong umum Pesanggaran, Denpasar. The Excellence Research Universitas Udayana 2011. pp. 39-47.
Septian. M. H., B. Pradipta., S. Mikael., A.R. Nurul., dan R. Wisnu. 2020. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kadar Air, Sifat Fisik, dan Organoleptik Bekatul Beras Merah. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan. Vol. 2. No. 4. Hal. 199 – 206.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2009. SNI-3924:2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. Jakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Steel, R. D. G., and J. H. Torrie. 1993. Principle and Procedure of Statistic. Mc. Graw-Hill-Book Co, New York.
Suprapto, W., S. Kismiyati dan E. Suprijatna. 2012. Pengaruh Penggunaan Tepung Kerabang Telur Ayam Ras dalam Ransum Burung Puyuh terhadap Tulang Tibia dan Tarsus. Animal Agricultural Journal. Vol. 1. No. 1. P 75 – 90.
Suthama, N. 1991. Interaksi hormon tiroksin dan testosteron terhadap metabolime protein pada ayam broiler yang diberi ransum berprotein tinggi. Prosiding Seminar Nasional Usaha Peningkatan Produktivitas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang. 348-353.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lekdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
USDA (United State Department of Agriculture). 1977. Poultry Guiding Manual. U. S. Government Printing Office Washington D.C.
Widiastuti, H. D dan Arifin. R. 2016. Persentase Karkas dan Giblet Burung Puyuh Pengaruh Suplementasi Protein dan Serta Kasar Tepung Daun Mengkudu Dalam Pakan Komersial BP104. Journal Of Animal and Agronomy. Panca Budi (Jasa Padi). Vol 1 Nomor 2: 1-7.
Rano, M. M., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 765 – 784 Page 784
Discussion and feedback