THE EFFECT OF FEEDING FERMENTED PINNEAPLE SKIN IN THE DIET ON CARCASS PRIMAL CUTS AND FAT DISTRIBUTION IN PEKING DUCK
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: August 2, 2022 Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
PENGARUH PEMBERIAN KULIT NANAS FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP POTONGAN PRIMAL KARKAS DAN DISTRIBUSI LEMAK ITIK PEKING
Putra, I. R., I N. T. Ariana, dan N. W. Siti
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected] Telp: +62878 5455 1349
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum terhadap potongan primal karkas dan distribusi lemak itik peking umur 10 minggu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan maret 2021 di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram dan dilanjutkan di Laboratorioum Teknologi PengolahanHasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram, selama tiga bulan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan dimana setiap ulangan berisi 2 ekor itik peking umur dua minggu sebanyak 30 ekor dengan berat yang homogen. Perlakuan tersebut adalah P0 = kontrol, P1 = 10% kulit nanas fermentasi dan P2 = 20% kulit nanas fermentasi. Variabel yang diamati adalah persentase dada, sayap, paha, punggung, persentase lemak mesenterium, lemak empedal, lemak bantalan dan lemak abdominal. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian 10% dan 20 kulit nanas fermentasi nyata dapat menurunkan persentase lemak bantalan (P<0,05), tetapi menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase dada, sayap, punggung, paha, persentase lemak mesenterium, lemak empedal dan lemak abdominal. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian kulit nanas fermentasi sampai level 20%, menurunkan persentase lemak bantalan tetapi memberikan hasil yang sama terhadap persentase dada, sayap, punggung, paha, persentase lemak mesenterium, lemak empedal dan lemak abdominal.
Kata Kunci : Itik Peking, Kulit Nanas Fermentasi, Potongan Primal Karkas, Distribusi Lemak
THE EFFECT OF FEEDING FERMENTED PINNEAPLE SKIN IN THE DIET ON CARCASS PRIMAL CUTS AND FAT DISTRIBUTION IN PEKING DUCK
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of fermented pineapple skin in the diet on the primal carcass cut and fat distribution of 10-week-old Peking duck. This research was conducted from January to March 2021 at the Teaching Farm of the Faculty of Animal

Husbandry, University of Mataram and continued at the Laboratory of Animal Products Processing Technology, Faculty of Animal Husbandry, University of Mataram, for three months. This study used a completely randomized design, which consisted of 3 treatments and 5 replications where each replication contained 2 peking ducks aged two weeks as many as 30 tails with homogeneous weight. The treatments were P0 = control, P1 = 10% fermented pineapple peel and P2 = 20% fermented pineapple peel. The variables observed were the percentage of chest, wings, thighs, back, mesentery fat percentage, gallbladder fat, cushion fat and abdominal fat. The results showed that the administration of 10% and 20 fermented pineapple peels could significantly reduce the percentage of bearing fat (P<0.05), but the results showed no significant difference (P>0.05) on the percentage of chest, wings, back, thighs, mesentery fat percentage, gallbladder fat and abdominal fat. Based on the results of the study, it can be concluded that giving fermented pineapple peel to a level of 20%, reduced the percentage of cushioning fat but gave the same results on the percentage of chest, wings, back, thighs, mesentery fat percentage, gallbladder fat and abdominal fat.
Key words: Peking duck, fermented pineapple skin, carcass primal cut, fat distribution
PENDAHULUAN
Daging adalah salah satu produk peternakan yang berperan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Permintaan daging dari waktu ke waktu selalu meningkat. Hal ini merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan per kapita dan pendidikan serta kesadaran hidup sehat terutama peningkatan gizi (Syafrizal, 2017). Di Indonesia sendiri, daging unggas merupakan komoditas penyumbang daging tertinggi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015) melaporkan bahwa konstribusi komoditi daging yang berasal dari daging unggas sebesar 66%, daging sapi sebesar 17% dan daging lainnya sebesar 17%.
Itik peking merupakan ternak penghasil daging yang mulai banyak di minati oleh masyarakat karena daging itik termasuk salah satu sumber protein yang bermutu tinggi. Itik peking yang dipelihara untuk menghasilkan daging adalah itik peking jantan karena itik jantan memiliki beberapa keunggulan, yaitu harga bibit lebih murah, pertumbuhannnya lebih cepat dan daya hidupnya lebih tinggi (Siti, 2016). Itik peking memiliki bobot badan yang tinggi dengan dengan masa pemeliharaan yang relative singkat dengan konversi dan efisiensi konsumsi ransum yang bagus (Assad et al., 2016; Pratama et al., 2016).
Karkas dan distribusi lemak merupakan beberapa faktor yang dapat menggambarkan keberhasilan produksi. Karkas merupakan bagian tubuh yang telah dipotong kemudian dikurangi bagian non kakas seperti bulu, darah, organ-organ dalam, kepala dan kaki. Bobot karkas dipengaruhi oleh bobot hidup itik, apabila bobot hidup besar maka bobot karkas juga
akan mengikuti dan sebaliknya (Subekti, et al., 2012). Selain dalam bentuk utuh, karkas juga dipasarkan dalam bentuk potongan komersial antara lain dada, paha, sayap dan punggung. Penambahan larutan bunga kecombrang pada level 7,5% mampu meningkatkan persentase karkas dan adanya kecenderungan peningkatan persentase dada dan paha (Fatthurohaman et al., 2018). Distribusi lemak pada ternak terbagi atas lemak subkutan (bawah kulit), lemak abdominal (rongga perut) dan lemak intramuskuler. Menurut Akhadiarto (2010) parameter yang secara tidak langsung dapat menunujukkan kualitas karkas adalah dengan mengukur bobot lemak abdominal dan organ dalam dari ternak saat dipanen. Fadhlurrahman et al. (2019) melaporkan pemberian indigofera zollingeriana dalam ransum itik peking pada level pemberian berbeda menghasilkan rata 4,33-6,25 gram lemak abdominal.
Pengembangan daging itik di arahkan pada produksi daging yang banyak dan cepat sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen (Daud et al., 2016). Penyediaan pakan berkualitas baik masih menjadi kendala, pakan dengan kualitas baik memerlukan biaya yang tinggi sehingga dalam pemeliharaan itik peking biaya pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Herdiana et al., 2014). Untuk menekan biaya pakan perlu dilakukan pemberian alternatif bahan pakan yang murah dengan kualitas yang baik. Salah satu potensi yang dapat di manfaatkan sebagai alternatif bahan pakan adalah kulit nanas yang merupakan limbah dari buah nanas.
Kulit nanas merupakan limbah dari pengolahan nanas, yaitu kulit, mahkota atau daun serta inti dari nanas, dimana untuk kulitnya sendiri sekitar 30-35% (Lubis, 1991; Ibrahim et al., 2016). Kulit nanas memiliki potensi yang besar untuk dijadikan bahan pakan, kulit nanas memiliki kontinuitas yang baik karena dapat tersedia sepanjang tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (2018) produksi nanas di Indonesia adalah 1.805.498,9 ton/tahun dan di NTB sebagai tempat penelitian mencapai 130.963,3 ton/tahun. Kulit nanas mengandung bahan kering 88,95%, abu 3,83%, serat kasar 27,09%, protein kasar 8,78% dan lemak kasar 1,15% (Nurhayati, 2013). Kandungan serat kasar yang tinggi pada kulit nanas menyebabkan zat makanan sulit untuk dicerna oleh unggas. Oleh karena itu, diperlukan perlakuan pada kulit nanas sebelum diberikan kepada ternak unggas, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan fermentasi terhadap kulit nanas.
Noviandi et al. (2018) melaporkan bahwa penggunaan kulit nanas yang difermentasi dengan ragi tape sebagai bahan ransum ayam broiler pada level pemberian 10% menghasilkan persentase karkas sebesar 63,46 %. Penggunaan kulit nanas yang difermentasi dengan yoghurt
sebanyak 3 ml/kg sebagai bahan dalam ransum ayam broiler pada penggunaan 10% dapat mempertahankan performa broiler (Nurhayati, 2013). Dengan penelitian tersebut peneliti mencoba untuk melakukan penelitian menggunakan kulit nanas yang difermentasi sebanyak 10 dan 20 %.
MATERI DAN METODE
Ternak
Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik peking jantan umur 2 minggu berjumlah 30 ekor. Bibit itik peking ini diperoleh dari kelompok peternak itik “Sejahtera Bersama” Dusun Longseran, Desa Duman, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.
Kandang dan perlengkapan
Penelitian ini menggunakan kandang postal berukuran 2 x 4 meter untuk itik berumur 0-2 minggu dan kandang “battery colony” umtuk itik berumur 2-10 mingu sebanyak 15 petak yang terbuat dari bambu. Tiap petak kandang berukuran panjang 200 cm, lebar 60 cm, tinggi 50 cm dan jarak alas kandang dari lantai kandang adalah 50 cm. Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan berukuran 7 x 20 m2, membujur dari arah utara ke selatan dengan atap terbuat dari genteng dan lantai dari beton. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dari pipa paralon dengan ukuran 3 inci dan tempat minum dari botol plastik kemasan air minum ukuran 1 liter.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tergantung fase pemeliharaan yaitu pada fase stater yaitu umur 1-14 hari diberikan pakan komersial CP 511 (pakan komplit butiran ayam pedaging). Fase pemeliharaan umur 15 hari – 10 minggu diberikan ransum yang disusun dengan menggunakan bahan-bahan sebagai berikut: pakan konsentrat ternak Babi Fase Pertumbuhan (152 HI-GRO produksi PT. Charon Pokphand Indonesia), jagung kuning giling, bekatul dan kulit nanas terfermentasi.
Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum | ||||
Komposisi Bahan (%) |
Perlakuan1) | |||
P0 |
P1 |
P2 | ||
Konsentrat komersial |
21 |
23 |
24 | |
Jagung giling |
55 |
48 |
39 | |
Bekatul |
24 |
19 |
17 | |
Kulit nanas fermentasi |
0 |
10 |
20 | |
Jumlah |
100 |
100 |
100 | |
Keterangan : | ||||
1) P0: ransum tanpa kulit nanas fermentasi P1: ransum dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi P2: ransum dengan penambahan 20% kulit nanas fermentasi | ||||
Tabel 2 Komposisi zat makanan dalam ransum percobaan | ||||
Kandungan Nutrisi |
P0 |
Perlakuan1) P1 |
P2 |
Standar2) |
CP (%) |
16,38 |
16,16 |
16,09 |
16 |
SK (%) |
4,18 |
4,68 |
5,48 |
10 |
EE (%) |
4,619 |
5,90 |
5,96 |
8 |
ME (KKal/kg) |
2929,70 |
2910,06 |
2905,48 |
2900 |
Ca (%) |
0,66 |
0,71 |
0,74 |
0,60 |
P (%) |
0,86 |
0,76 |
0,75 |
0,35 |
Met (%) |
0,27 |
0,27 |
0,27 |
0,60 |
Lysine (%) |
0,32 |
0,28 |
0,26 |
0,90 |
Keterangan :
1) P0: ransum tanpa kulit nanas fermentasi
P1: ransum dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi
P2: ransum dengan penambahan 20% kulit nanas fermentasi 2) Standar NRC 1994
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat tulis yang digunakan untuk mencatat setiap kegiatan yang dilakukan; timbangan duduk kapasitas 10 kg dengan kepekaan 50 g dan timbangan digital kapasitas 2 kg dengan kepekaan 0,1 g untuk menimbang bobot badan, potongan dan komposisi karkas itik; pisau untuk memotong bagian-bagian karkas;
pinset untuk memisahkan lemak; ember untuk melakukan proses fermentasi dan pencampuran ransum.
Tabel 3 Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum
Bahan pakan
Kandungan Nutrisi |
Kulit nanas Fermentasi |
Bekatul |
Jagung kuning |
Konsentrat komersial ternak babi |
Protein kasar (%) |
6,614 |
14,00 |
8,9 |
37 |
Serat kasar (%) |
10,784 |
6,00 |
2,2 |
6,0 |
Lemak kasar (%) |
6,583 |
12,40 |
4,0 |
4,0 |
ME (KKal/kg) |
2018,39 |
3330 |
2690 |
3100 |
Kalsium (%) |
0,037 |
0,05 |
0,2 |
3,0 |
Fosfor (%) |
0,368 |
1,48 |
0,23 |
1,40 |
Metionin (%) |
0,396 |
0,36 |
0,340 | |
Lisin (%) |
0,321 |
0,58 |
0,290 | |
Sumber : Bulkaini (2020), Hartadi et al. (1990), Sumadi (2018), Mahata et al. (2016) |
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Mataram dan dilanjutkan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, dari bulan Januari 2021 – April 2021.
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan yaitu: P0 Itik yang diberi ransum tanpa kulit nanas fermentasi, P1 Itik yang diberikan ransum dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi, P2 Itik yang diberikan ransum dengan penambahan 20% kulit nanas fermentasi. Setiap perlakuan diulangi sebanyak 5 kali, dan setiap ulangan berisi 2 ekor itik peking jantan, sehingga total keseluruhan itik yang digunakan adalah 3 × 5 × 2 =30 ekor itik.
Pengacakan itik
Sebelum pemberian perlakuan, sampel itik peking yang berjumlah 100 ekor ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan berat yang seragam. Dengan menimbang 20 ekor sampel itik ditimbang untuk mencari berat rata-rata (X) dan standar deviasinya yaitu ±5% dari berat rata-rata. Setelah mendapatkan berat rata-rata dan standar deviasi, semua itik ditimbang dan itik yang memiliki berat sesuai dengan rata-rata X±5% diambil sebanyak 30 ekor Itik. Itik dimasukkan kedalam 15 kandang secara acak dan setiap kandang terdiri dari 2 ekor itik peking.
Pembuatan tepung kulit nanas fermentasi
Kulit nanas di jemur di bawah sinar matahari selama 2 – 3 hari atau hingga kering setelah itu digiling sampai halus sampai berbentuk tepung. Tepung kulit nanas kemudian di kukus selama 30 menit setelah itu di campurkan dengan larutan molasses dan ragi tape lalu tepung kulit nanas disimpan dalam wadah tertutup selama 5-7 hari.
Pencampuran Ransum
Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu. Adapun tahapan dalam mencampur ransum sebagai berikut: menimbang masing masing bahan penyusun ransum sesuai dengan bahan yang diperlukan, bahan yang persentasenya lebih banyak ditaruh paling bawah dan ikuti dengan bahan pakan yang jumlahnya lebih sedikit, setelah tersusun bahan pakan diaduk menggunakan sekop. Susunan bahan tersebut dibagi menjadi 3 bagian dengan ukuran sesuai perlakuan.
Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum (tersedia setiap saat) sesuai dengan perlakuan. Untuk menghindari adanya pakan yang tercecer, maka tempat ransum diisi ¾ bagian. Pemberian air minum dilakukan 2 kali setiap harinya.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dan cara pengukuran dalam penelitian ini adalah:
-
1. Potongan Primal Karkas diperoleh dengan cara:
-
a. Bobot karkas adalah bobot potong - bobot non karkas antara lain darah, bulu, organ dalam, kepala dan kaki bawah
, . bobot sayap ..
-
b. Persentase sayap = × 100%
bobotkarkas
-
c. Persentase dada = × 100%
bobotkarkas
bobot paha
-
d. Persentase paha = × 100%
bobotkarkas
n . bobot punggung ,
-
e. Persentase punggung = × 100%
b bobot karkas
-
2. Distribusi lemak tubuh itik:
τ 1 1 . , bobot lemak bantalan ..
-
a. Lemak bantalan (pad-fat) = × 100%
bobot potong
-
b. Lemak mesenterium (mesenteric-fat) = × 100%
bobot potong
-
c. Lemak empedal (ventriculus-fat) = × 100%
bobot potong
-
d. Lemak abdominal = lemak bantalan + lemak mesenterium + lemak empedal
Analisis Statistik
Hasil penelitian dianalisis dengan analisis varian berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dan akan dilanjutkan dengan uji “Duncan Multiple Range Test”, pada tingkat kepercayaan 5% menggunakan program SPSS versi 16.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian pemberian kulit nanas dalam ransum terhadap potongan primal karkas dan distribusi lemak itik peking disajikan pada Tabel 4.
Potongan primal dada
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap potongan primal dada itik peking pada perlakuan P1 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling tinggi sebesar 35.37%. Pada Perlakuan P0 dan P2 masing masing 1,66% dan 1,15% lebih rendah tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P1.
Potongan dada merupakan potongan dengan perdagingan paling tebal dibanding potongan yang lainnya (Putra et al., 2015). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik peking umur 10 minggu pada P1 (ransum dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi) dan P2 (ransum dengan penambahan 20% kulit nanas fermentasi) meningkatkan tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase potongan karkas bagian dada. Rataan persentase potongan karkas bagian dada pada penelitian
ini sekitar 34,79 – 35,37 %. Hal ini disebabkan karena potongan dada dipengaruhi oleh bobot potong yang juga mempengaruhi berat karkas dan bagian-bagian karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) bahwa terdapat hubungan yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan bobot potong, sehingga apabila dari hasil analisis bobot potong dan karkas didapat hasil yang tidak berpengaruh nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-bagian karkasnya. Hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan hasil penelitian Solihin et al. (2018) pada penelitiannya yaitu persentase dada itik lokal umur 8 minggu yang diberi larutan daun sirih dan bunga kecombrang dalam pakan dengan rataan 27,32%±1,99. Hal ini disebabkan karena potongan karkas bagian dada merupakan komponen tubuh yang masak lebih lambat dibanding komponen lainnya (Sukirmansyah et al., 2016), sehingga pada umur yang lebih muda perbandingan bagian dada masih rendah dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
Tabel 4 Potongan primal karkas dan distribusi lemak itik peking umur 10
minggu yang diberikan kulit nanas fermentasi dalam ransum
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM3) | ||
P0 |
P1 |
P2 | ||
Bobot Karkas (gram) |
916,40a2) |
1003,00a |
926,60a |
26,34 |
Karkas (%) |
53,69a |
56,41b |
54,60ab |
0,62 |
Potongan Dada (%) |
34,79a |
35,37a |
34,97a |
0,21 |
Potongan Sayap (%) |
15,89a |
15,95a |
15,81a |
0,19 |
Potongan Punggung (%) |
16,52a |
16,06a |
16,50a |
0,25 |
Potongan Paha (%) |
32,81a |
32,62a |
32,72a |
0,25 |
Lemak Mesenterium (%) |
0,20a |
0,18a |
0,17a |
0,01 |
Lemak Empela (%) |
0,45a |
0,47a |
0,43a |
0,02 |
Lemak Bantalan (%) |
0,25b |
0,22b |
0,18a |
0,01 |
Lemak Abdominal (%) |
0,89a |
0,87a |
0,79a |
0,03 |
Keterangan:
1) P0: Ransum tanpa penambahan kulit nanas fermentasi
P1: Ransum dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi
P2: Ransum dengan penambahan 20% kulit nanas fermentasi
2) Nilai huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0.05)
3) SEM (Standard Error of the Treatment Mean)
Hal ini sesuai dengan pendapat Erisir et al. (2009) bahwa semakin tua umur potong itik menghasilkan persentase dada yang semakin tinggi. Lebih lanjut Anggraeni (1999)
melaporkan bahwa bagian paha dan punggung memiliki pertumbuhan yang tetap, sedangkan bagian sayap dan dada itik memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dari satu dimana bagian tubuh ini akan terus bertumbuh sejalan dengan pertambahan bobot potong.
Potongan primal sayap
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap potongan primal sayap itik peking pada perlakuan P1 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling tinggi sebesar 15.95%. Pada Perlakuan P0 dan P2 masing masing 0,37% dan 0,84% lebih rendah tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P1.
Persentase potongan karkas bagian sayap pada perlakuan P0, P1 dan P2 menunjukkan persentase berturut-turut 15,89%, 15,95% dan 15,81, perlakuan 1 menunjukkan hasil terbaik tetapi secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena bagian sayap lebih didominasi oleh tulang dan bukan merupakan tempat utama deposisi daging dan otot sehingga perlakuan terhadap pakan tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase sayap. Hal ini selaras dengan pendapat Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa bagian-bagian tubuh dengan tulang yang banyak adalah sayap, kepala, punggung, leher dan kaki. Hasil ini lebih rendah dari pada hasil penelitian Setiawan et al. (2019) dengan rataan berkisar 16,38 – 16,76% dan hasil penelitian Solihin et al. (2018) dengan rataan 14,96%±0,84. Menurut Abubakar dan Nataamijaya (1999) yang disitasi oleh Dewanti et al. (2013) melaporkan bahwa bagian dada dan paha berkembang lebih dominan selama pertumbuhan apabila dibandingkan dengan bagian sayap.
Potongan primal punggung
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap potongan primal sayap itik peking pada perlakuan P0 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling tinggi sebesar 15,52%. Pada Perlakuan P1 dan P2 masing masing 2,76% dan 0,11% lebih rendah tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P0.
Persentase potongan karkas bagian punggung yang diperoleh pada perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut adalah 23,31%, 22,67% dan 23,07% dari bobot karkas, secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini diduga karena punggung merupakan bagian yang didominasi oleh tulang dan kurang berpotensi menghasilkan daging.
Selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara terus menerus dan kadar laju pertumbuhan tulang relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot lebih cepat sehingga rasio tulang dan otot meningkat selama pertumbuhan (Soeparno, 1994). Diduga penggunaan kulit nanas fermentasi dalam ransum pada level 10% dan 20% menghasilkan ketersediaan mineral (Tabel 2) dalam pakan yang relatif sama sehingga memberikan hasil pertumbuhan punggung yang sama. Basoeki (1983) yang disitasi oleh Sukirmansyah et al. (2016) menyatakan bahwa punggung banyak mengandung jaringan tulang, sehingga yang lebih berpengaruh adalah mineral ransum untuk masa pertumbuhannya. Persentase punggung lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Solihin et al. (2018) dimana persentase punggung itik lokal jantan yang diberi larutan daun sirih dan bunga kecombrang menghasilkan rataan 31,65%±2,89.
Potongan primal paha
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap potongan primal sayap itik peking pada perlakuan P0 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling tinggi sebesar 32.81%. Pada Perlakuan P1 dan P2 masing masing 0,58% dan 0,27% lebih rendah tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P0.
Persentase potongan karkas bagian paha perlakuan P1 dan P2 lebih rendah dari pada P0 namun secara statistik menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Rataan persentase potongan paha yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar 32,62-32,81%. Hasil ini lebih tinggi dari pada hasil penelitian Solihin et al. (2018) yaitu 24,31%±2,79 pada itik lokal jantan yang diberikan larutan daun sirih dan bunga kecombrang. Hal ini kemungkinan terjadi karena otot paha mencapai pertumbuhan maksimalnya dan paha juga merupakan tempat deposisi daging selain dada. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra et al. (2015) tempat deposit daging pada karkas itik yang paling banyak selain bagian dada yaitu bagian paha. Swatland (1984) yang disitasi oleh Setiawan et al. (2019) yang menyatakan bahwa paha tumbuh lebih awal dari pada bagian lainnya. Anggraeni (1999) menambahkan bahwa paha merupakan bagian tubuh yang mengalami masak sedang, sehingga pertumbuhannya relatif konstan.
Lemak mesenterium
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap persentase lemak mesenterium itik peking pada perlakuan P2 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling rendah sebesar 0,17%. Pada perlakuan
P0 dan P1 masing masing 16,55% dan 2,36% lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik peking pada taraf 10% dan 20% dapat menurunkan persentase lemak mesenterium (mesenteric fat). Perlakuan P2 menunjukkan rataan terendah yaitu 0,17% diikuti dengan perlakuan P1 dan kontrol P0 berturut-turut 0,18% dan 0,20% namun secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini diduga karena kulit nanas memiliki nilai serat kasar yang cukup tinggi. Nurhayati (2013) melaporkan bahwa kulit nanas mengandung bahan kering 88,95%, abu 3,83%, serat kasar 27,09%, protein kasar 8,78% dan lemak kasar 1,15%. Nilai ini cukup tinggi dibandingkan dengan standar pemberian serat kasar dalam ransum itik berkisar 8% (SNI, 2006). Sejalan dengan pendapat Poedjiandi (2005) bahwa serat kasar yang berasal dari pakan akan mengikat asam empedu sesampainya disaluran pencernaan, sehingga menyebabkan fungsi empedu untuk membantu penyerapan lemak akan terhambat. Lebih lanjut Moningkey et al. (2019) menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan menyebabkan laju alir digesta meningkat dan serat kasar yang tidak tercerna akan membawa lemak yang tercerna keluar bersama ekskreta. Selain itu, Andi et al. (2020) menambahkan bahwa peranan lemak mesenterium sebagai penggantung usus menyebabkan tidak terjadinya penimbunan lemak.
Lemak empedal
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap persentase lemak empela itik peking pada perlakuan P2 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling rendah sebesar 0,43%. Pada perlakuan P0 dan P1 masing masing 3,33% dan 9,46% lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P2.
Persentase lemak empela (ventriculus fat) itik peking tanpa pemberian kulit nanas fermentasi (P0) adalah 0,45% dari berat potong (Tabel 4). Rataan persentase lemak empela itik peking pada perlakuan P1 lebih tinggi 5,94% dari pada perlakuan P0 dan perlakuan P2 lebih rendah 3,22% dari perlakuan P0 secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini diduga karena lemak empela merupakan lemak yang hanya menempel pada empela sehingga pada bagian empela tidak terjadi penimbunan lemak. Hal ini selaras dengan pendapat Santoso (1989) yang menyatakan bahwa tempat terbesar penimbunan lemak
adalah dalam rongga perut dan biasanya digunakan untuk memperkirakan besarnya penimbunan lemak dalam tubuh. Selain itu, diduga penggunaan kulit nanas yang memiliki kandungan serat kasar tinggi sebagai perlakuan dalam penelitian ini menyebabkan tidak terjadinya penimbunan pada lemak empela. Menurut Hartoyo (2005) yang disitasi oleh Alfauzi et al. (2021) serat dapat mengurangi absorbsi lemak sehingga deposisi lemak dalam tubuh ayam dapat ditekan. Lebih lanjut Mahfudz et al. (2000) menyatakan untuk mencerna serat kasar dibutuhkan energi yang banyak sehingga ayam tidak memiliki energi berlebih untuk disimpan dalam bentuk lemak.
Lemak bantalan
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap persentase lemak empela itik peking pada perlakuan P2 dengan penambahan 20% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling rendah sebesar 0,18%. Pada perlakuan P0 dan P1 masing masing 36,92% dan 20,69% lebih tinggi dan secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0.05) dengan perlakuan P2.
Pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik peking pada level 20% nyata dapat menurunkan penimbunan lemak bantalan (pad fat). Persentase lemak bantalan itik peking tanpa pemberian kulit nanas fermentasi (P0) dan pemberian 10% kulit nanas fermentasi (P1) adalah 0,25% dan 0,22% dari bobot potong (Tabel ) tetapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Pemberian kulit nanas fermentasi pada level 20% (P2) secara stastistik berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan P0 dan P1. Hal ini diduga karena adanya perbedaan nilai nutrisi ransum dari setiap perlakuan. Selaras dengan pendapat Anggorodi (1994) yang disitasi oleh Andi et al. (2020) menyatakan bahwa penimbunan lemak terjadi karena kelebihan energi setelah digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan untuk produksi dan penimbunan lemak ini dipengaruhi oleh bangsa, sistem kandang, umur, dan jenis kelamin. Perlakuan P2 dengan pemberian 20% kulit nanas fermentasi menunjukkan hasil terendah yaitu 0,18% dari bobot potong. Hal ini disebabkan karena komposisi ransum (Tabel 2) pada perlakuan P2 merupakan ransum dengan nilai serat kasar yang tertinggi dan nilai energi yang terendah dari pada perlakuan lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfudz et al. (2000) yang menyatakan bahwa untuk mencerna serat kasar dibutuhkan energi yang banyak sehingga ayam tidak memiliki energi berlebih untuk disimpan dalam bentuk lemak. Lebih lanjut Poedjiandi (2005) bahwa serat kasar yang berasal dari pakan akan
mengikat asam empedu sesampainya disaluran pencernaan, sehingga menyebabkan fungsi empedu untuk membantu penyerapan lemak akan terhambat.
Lemak abdominal
Hasil penelitian menunjukan pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum itik terhadap persentase lemak abdominal itik peking pada perlakuan P2 dengan penambahan 10% kulit nanas fermentasi menghasilkan rataan paling rendah sebesar 0,79%. Pada perlakuan P0 dan P1 masing masing 13,05% dan 10,52% lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan P2.
Pemberian kulit nanas fermentasi dalam ransum terhadap itik peking pada level 10% dan 20% dapat menurunkan penimbunan lemak abdominal secara statistik tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil penelitian masing-masing perlakuan P0, P1 dan P2 berturut-turut yaitu 0,89%, 0,87% dan 0,79%. Hal ini diduga karena adanya perbedaan kualitas pakan (Tabel 2) dengan nilai serat kasar yang meningkat dari setiap perlakuan diikuti dengan energi yang semakin rendah dari setiap perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahfudz et al. (2000) yang menyatakan bahwa untuk mencerna serat kasar dibutuhkan energi yang banyak sehingga ayam tidak memiliki energi berlebih untuk disimpan dalam bentuk lemak. Lebih lanjut Dewanti et al. (2013) menyatakan bahwa lemak abdominal dipengaruhi oleh pakan dan umur. Lemak abdominal akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Dalam penelitian ini pemotongan itik dilakukan pada umur yang sama yaitu 10 minggu, sehingga menghasilkan persentase lemak abdominal yang tidak berbeda nyata. Selaras dengan hasil penelitian Putra et al. (2015) bahwa semakin tua umur itik berat dan persentase lemak akan semakin meningkat. Selain pakan dan umur, bobot badan akhir juga berpengaruh terhadap penimbunan lemak abdominal. Hal ini selaras dengan pendapat Anjarwati et al. (2021) bahwa bobot badan yang tinggi dapat menunjukkan pertumbuhan yang baik, serta dapat memaksimalkan pertumbuhan daging, tulang dan lemak. Penelitian ini menunjukkan rataan persentase lemak abdominal berkisar 0,79% - 0,89%, hasil ini masih tergolong rendah. Oktaviana et ai. (2010) menyatakan bahwa lemak tubuh ayam dikatakan berlebih apabila persentase lemak abdomen lebih 3%. Menurut Yuniastuti (2002) yang disitasi oleh Anjarwati et al. (2021) kualitas karkas itik dapat ditentukan dari jumlah lemak yang terdapat pada itik pedaging.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian kulit nanas fermentasi pada level 20% menurunkan persentase lemak bantalan tetapi memberikan hasil yang sama terhadap persentase dada, sayap, punggung, paha, persentase lemak mesenterium, lemak empedal dan lemak abdominal.
Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan kepada peternak pemberian kulit nanas dalam ransum dapat diberikan sampai dengan level 20%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis untuk mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU. beserta jajarannya dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiarto, S. 2010. Pengaruh pemberian probiotik temban, biovet dan biolacta terhadap persentase karkas, bobot lemak abdomen dan organ dalam ayam broiler. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 12(1).
Alfauzi, R.A., B. F. Ariyanto, K. P. Setiawan, M. Sihite dan N. Hidayah. 2021. Potensi kulit jengkol sebagai agen penurun kolesterol daging itik magelang. Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 16(1): 98-107.
Andi, I. M., I. M. Suasta dan I. G.N.G. Bidura. 2020. Pengaruh pemberian minyak kalsium dalam ransum komersial terhadap berat potong dan lemak abdomen broiler. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 8(2): 320-333.
https://www.researchgate.net/publication/345204548_
Anggraeni. 1999. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan Morfologi Serabut Otot Dada (Muscullus pectoralis dan Muscullus supracoracoracorideus) pada Itik dan Entok Lokal. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Anjarwati, A., I M. Mudita dan I N. S. Sutama. 2021. Pengaruh pemberian Probiotik melalui air minum terhadap distribusi lemak abdominal itik betina yang diberi ransum
mengandung limbah kulit kecambah kacang hijau. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 9(2): 310-324. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/download/66214/37109/
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat. 2018. Produksi Buah-Buahan Menurut Jenis Tanaman Menurut Provinsi, Tahun 2018. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik.
Bidura, I.G.N.G. N. L. G. Sumardani, T. Istri Putri Dan I. B. Gaga Partama, 2008. The effect of fermented diets on body weight gains, carcass and abdominal fat in bali ducks. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 (4):274-281.
Bulkaini. 2020a. Kandungan Nutrisi Kulit Nanas non Fermentasi dan Ter-fermentasi. Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram.
Bulkaini. 2020b. Kandungan Asam Amino Kulit Nanas Non Fermentasi dan Ter-fermentasi. Hasil analisis Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Daud, M., Z. Fuadi dan Mulyadi. 2016. Presentase karkas itik peking yang diberi pakan dalam bentuk wafer ransum komplit mengandung limbah kopi. J. Agripet. Vol. (16) No. 1 : 62-68.
Dewanti, R., M. Irham dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng gondok (Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas, nonkarkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu. Buletin Peternakan Vol. 37(1): 19-25.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Online. Alamat: http:dijetnak.pertanian.go.id . Diakses, 10 Januari 2021.
Erisir, Z., O. Poyraz, E.E. Onbasilar, E. Erdem and O. Kandemir. 2009. Effect of different housing systems on growthand welfare of pekin duks. Jurnal of Animal and Veterinary Advances 8(2): 235-239.
Fadhlurrahman, M.P., K. Nova, D. Septinova dan Riyanti. 2019. Pengaruh pemberian indigofera dalam ransum terhadap bobot hidup, giblet dan lemak abdominal itik peking. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan, Vol. 3(1): 19-24.
Fatthurohaman, K., N. Hanafi dan H. Ristika. 2018. Persentase karkas dan potongan komersial itik lokal jantan yang diberi larutan bunga kecombrang dalam pakan. Jurnal Peternakan Nusantara, Vol. 4(1): 51-58.
Hartadi, H., S.Reksohadiprodjo , dan A.D.Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Herdiana, R.M., Y. Marshal, R. Dewanti, Dan Sudiyono, 2014. Effect of dietary. supplementation of soy sauce waste on daily weight gain, feed conversion ratio,
protein efisiency ratio and carcass production of 8 weeks male local duck rengga murvie. Buletin Peternakan. 38(3): 157-162.
Ibrahim. W, R. Mutia, Nurhayati, Nelwida dan Berliana.2016. Fermented pineapple peel supplementation with addition of medicinal weeds on nutrient intake consumption of broiler chicken. J.Agripet : Vol (16) No. 2 : 76-82.
Mahata, M.E., Y. Heryandi dan Adrizal. 2016. Fermentasi Limbah Kulit Nenas (Ananas comosus.(L.) Merr) dengan Mikroorganisme Lokal (MOL) untuk Pakan Unggas. Laporan Penelitian. Hibah Riset Guru Besar Universitas Andalas Tahun Pertama, Padang.
Mahfudz, L. D., W. Sarengat dan B. Srigandono. 2000. Penggunaan ampas tahu sebagai bahan penyususn ransum broiler. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Lokal, Universitas Jendral Sudirman, Purwokerto.
Moningkey, A. F., F. R. Wolayan, C. A. Rahasia dan M. N. Regar. 2019. Kecernaan bahan organik, serat kasar dan lemak kasar pakan ayam pedaging yang diberi tepung limbah labu kuning (Cucurbita moschata). Zootec Vol. 39(2): 257-265.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy of Science. Washington D.C.
Noviandi, I., M.A. Yaman, Rinidar, Nurliana dan Razali. 2018. Pengaruh pemberian kulit nanas (Ananas comosus L. Merr) fermentasi terhadap persentase karkas dan kolesterol ayam potong. Jurnal Agripet Vol. 18(2): 123-128.
Nurhayati, 2013. Penampilan ayam pedaging yang mengkonsumsi pakan mengandung tepung kulit nanas disuplementasi dengan yoghurt. Jurnal Agripet. 13(2): 15-20.
Oktaviana, D., Zuprizal., dan Suryanto, E. 2010. Pengaruh penambahan ampas virgin coconut oil dalam ransum terhadap performans dan produksi karkas ayam broiler. Bul Peternak. 34:159-164.
Poendjiadi A. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Pratama, C.N., R. Rohman, S.I.A. Rais dan M.Y. Fajar. 2016. Gambaran leukosit itik peking betina yang diberi probiotik (Starbio) dalam kering dan basah. Prosiding Seminar Nasional Program Studi Peternakan Universitas Diponegoro Semarang.
Putra, A., Rukmiasih dan R. Afnan. 2015. Persentase dan kualitas karkas itik Cihateup-Alabio (CA) pada umur pemotongan yang berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan Vol. 3(1): 27-32.
Santoso, U. 1989. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. PT. Bhratara, Jakarta.
Setiawan. I.P. H., N. W. Siti dan N. M. S. Sukmawati. 2019. Pengaruh penggunaan tepung kulit kecambah kacang hijau terhadap potongan karkas komersial itik bali jantan umur
8 minggu. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 7(1): 823-835.
https://erepo.unud.ac.id/id/eprint/31507
Siti N.W. 2016. Meningkatkan Kualitas Daging Itik Dengan Daun Pepaya, Cetakan Pertama. Diterbitkan oleh Swasta Nulus Bekerjasama dengan Bali Shanti Pusat Pelayanan Konsultasi Adat dan Budaya Bali (LPPM UNUD), dan Puslit Hukum adat. Denpasar Bali.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Soeparno. 2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Solihin, R. Handarini dan E. Dihansih. 2018. Persentase bagian-bagian karkas itik lokal jantan yang ransumnya ditambah larutan daun sirih (Pipper Betle Linn) dan bunga kecombrang (Etlingera Elatior). Jurnal Peternakan Nusantara Vol. 4(1): 33-39.
Subekti, K., H. Abbas dan K.A. Zura. 2012. Kualitas karkas (berat karkas, persentase karkas dan lemak abdomen) ayam broiler yang diberi kombinasi CPO (Crude Palm Oil) dan vitamin C (ascorbid acid) dalam ransum sebagai anti stress. Jurnal Peternakan Indonesia. 14(3): 447-453.
Sukirmansyah, M. Daud dan H. Latif. 2016. Evaluasi produksi dan persentase karkas itik peking dengan pemberian pakan fermentasi probiotik. JIM Pertanian Unsyiah Vol. 1(1): 719-730.
Sumadi, I.K. 2018. Nutrisi Ternak Babi. Penerbit Swata Nulus, Cetakan 1, ISBN 978-6025742-22-4.
Standar Nasional Indonesia. 2006. Pakan Itik Dara. SNI 01-3909-2006. Jakarta.
Syafrizal, M. G. Ciptadi dan A. Budiarto, 2017. Studi kasus tingkat pemotongan domba berdasarkan jenis kelamin, kelompok umur dan bobot karkas di tempat pemotongan hewan wilayah malang . J. Ternak Tropika.18(1): 51-57.
Putra, I. R., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 596 – 613
Page 613
Discussion and feedback