ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 12, 2022

Accepted Date: May 3, 2023


Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

PERTUMBUHAN DAN HASIL RUMPUT SETARIA (Setaria splendida) YANG DIPUPUK DENGAN DOSIS PUPUK KOTORAN KAMBING DAN WAKTU DEKOMPOSISI BERBEDA

Gunantika, P. M. A., N. M. Witariadi, dan W. Wirawan

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail :[email protected] , Telp :08123639952

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis dan waktu dekomposisi pupuk kotoran kambing terbaik serta interaksi terhadap pertumbuhan dan hasil rumput setaria (Setaria splendida). Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. Penelitian berlangsung selama 3 bulan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah waktu dekomposisi: tanpa dekomposisi (W0), 2 minggu (W2) dan 4 minggu (W4). Faktor kedua terdiri atas dosis pupuk yaitu D0: 0 ton ha-1, D1: 5 ton ha-1, D2 :10 ton ha-1, D3: 15 ton ha-1 dan D4: 20 ton ha-1. Terdapat 15 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali, sehingga terdapat 45 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun), variabel hasil (berat kering daun, berat kering batang, berat kering total hujauan, dan berat kering akar), dan variabel karakteristik tumbuh tanaman (nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total dengan berat kering akar dan luas daun/pot). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan dosis dan waktu dekompoisi pada variabel berat kering batang. Perlakuan dosis berpengaruh terhadap variabel tinggi tanaman, sedangkan pada perlakuan waktu dekomposisi berpengaruh terhadap variabel berat kering batang, dan variabel luas daun per pot. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan waktu dekomposisi 2 minggu dan dosis 20 ton ha-1 memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan hasil rumput setaria (Setaria splendida).

Kata kunci: dekomposisi, hasil, pupuk kotoran kambing, pertumbuhan, Setaria splendida

GROWTH AND PRODUCTION OF SETARIA GRASS (Setaria splendida) FERTILIZED WITH DIFFERENT DOSAGE OF GOAT

DEVELOPMENT AND DECOMPOSITION TIME

ABSTRACT

This study aims to determine the best dose and time of decomposition of goat manure fertilizer and the interaction on the growth and yield of setaria grass (Setaria splendida). The research was conducted at the Greenhouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University on Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. The study lasted for 3 months, using a completely randomized design (CRD) with a factorial pattern. The first factor was the decomposition time:no decomposition (W0), 2 weeks (W2), and 4 weeks (W4). The second factor consisted of fertilizer doses, namely D0: 0 tons ha-1, D1: 5 tons ha- 1, D2 :10 tons ha-1, D3: 15 tons ha-1 and D4: 20 tons ha-1. There were 15 treatment combinations and each treatment was repeated three times, so there were 45 experimental units. The variables observed were growth variables (plant height, number of tillers, number of leaves), production variables (dry weight of leaves, dry weight of stems, total dry weight of forage, and dry weight of roots), and plant growth characteristics variables (ratio of leaf dry weight with stem dry weight, ratio of total dry weight to root dry weight, and leaf area/pot). The results showed that there was an interaction between dosage treatment and decomposition time on stem dry weight variable. The dosage treatment affected the plant height variable, while the decomposition time treatment affected the stem dry weight variable, and leaf/pot area variable. It can be concluded that the decomposition time treatment 2 weeks and a dosage of 20 tons ha-1 gave the best results on the growth and yield of setaria grass (Setaria splendida).

Keywords: decomposition, yield, goat manure, growth, Setaria splendida.

PENDAHULUAN

Hijauan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan juga berfungsi sebagai sumber nutrisi yaitu protein, energi, vitamin, dan mineral. Hijauan yang bernilai gizi tinggi memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan zat pakan yang lebih ekonomis dan bernilai guna tinggi bagi ternak (Herlinae, 2003). Hijauan makanan ternak secara umum dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu rumput (Gramineae), leguminosa/legum (Leguminoseae) dan golongan non rumput dan non leguminosa (Kamal, 1998). Ketersediaan pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ternak ruminansia. Kecukupan pakan harus ditunjang oleh usaha penyediaan pakan secara kontinyu dan mencukupi kebutuhaan ternak.

Hal ini disebabkan hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari hijauan dengan konsumsi segar per hari 10 - 15% dari berat badan, sedangkan sisanya adalah konsentrat dan pakan tambahan (feed supplement) (Sirait, 2005). Salah satu jenis rumput yang dapat dibudidayakan dan dijadikan sebagai tanaman pakan untuk ternak ruminansia adalah rumput setaria (Setaria splendida).

Rumput Setaria (Setaria splendida) merupakan hijauan yang berpotensi sebagai pakan utama bagi ternak ruminansia karena memiliki palatabilitas dan produksi bahan kering tinggi mencapai 31 ton/ha/th (Hacker, 1992), disamping sebagai rumput potong untuk pakan, rumput setaria juga digunakan sebagai rumput padang penggembalaan karena tahan injakan (Prawiradiputra et al., 2006). Menurut Hartadi et al. (1990) rumput setaria mengandung serat kasar (SK) 31,7%, protein kasar (PK) 9,5%, lemak kasar (LK) 42,5%, BETN 45,2%, Abu 11,1% dan Asam Oksalat 7%.

Untuk memenuhi ketersediaan unsur hara rumput setaria perlu dilakukan pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam setiap periode tumbuhnya, sehingga kesuburan tanah dapat dipertahankan guna meningkatkan produktivitas tanaman yang akan dibudidayakan (Murbandono, 1999). Salah satu jenis pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan kotoran dari ternak yang dapat digunakan untuk meningkatkan unsur hara, memperbaiki sifat fisik, dan biologi tanah (Hartatik dan Widowati, 2006). Jenis pupuk kandang yang biasa digunakan oleh petani dan telah terbukti dapat meningkatkan unsur hara di dalam tanah, salah satunya adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing.

Hartatik dan Widowati (2006) menyatakan bahwa pupuk kandang kotoran kambing memiliki kandungan hara 0,70% N; 0,40% P2O5; 0,25%K2O; C/N 20-25 dan; bahan organik 31%. Pupuk kotoran kambing dapat meningkatkan kualitas tanah, hal ini karena bentuk kotoran kambing berupa granul sehingga menjadikan tanah memiliki ruang pori yang meningkat. Pemberian pupuk kotoran kambing dengan dosis tertinggi 30 ton/ha mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil rumput Panicum maximum. Pemberian dosis pupuk kandang dosis 30 ton/ha nyata (P<0,05) meningkatkan produktivitas kacang pinto (Arachis pintoi) (Witariadi dan Candraasih, 2019). Pupuk kotoran kambing dalam pemanfaatannya Gunantika, P. M. A., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 2 Th. 2023 : 298 – 311 Page 300

sebagai pupuk, perlu didekomposisi oleh mikroba agar cepat matang dengan sempurna sehingga unsur hara yang terkandung dapat diserap langsung oleh tanaman. Pada dasarnya pengomposan adalah dekomposisi dengan menggunakan aktivitas mikroba. Kondisi optimum bagi aktivitas mikroba perlu diperhatikan selama proses pengomposan, misalnya aerasi, kelembaban, media tumbuh dan sumber makanan bagi mikroba (Yuwono, 2006). Mikroba yang terdapat pada kotoran kambing seperti Bacillus sp, Lactobacillus sp, Saccharomyces, Aspergillus, serta Aktinomycetes, yang mana aktivitas mikroba tersebut dengan sekresi lendir mampu meningkatkan butiran halus tanah menjadi granul sehingga mampu meningkatkan kualitas tanah (Rahayu et al., 2014). Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan nilai nisbah C/N dari bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Semakin tinggi nilai C/N suatu bahan organik maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pengomposan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung kualitas awal bahan organik. Anindita et al. (2015) menyatakan bahwa dekomposisi selama 12 hari pada limbah tahu memberikan hasil terbaik dengan peningkatan nilai serapan N (107,62%), sedangkan waktu dekomposisi 0 hari menunjukan serapan terbaik pada S sebesar 161,62%. Hasil penelitian Silvia et al. (2012) membuktikan bahwa penelitian mengunakan pupuk organik kotoran kambing dengan dosis 10 ton/ha atau setara dengan 300 g, mampu memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman cabe rawit terbaik. Anwar dan Bambang (2000), menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang kambing dengan dosis 10 ton/ha mampu meningkatkan produksi dari rumput raja (Pennisetum purpupoides). Menurut Arnawa et al. (2014) bahwa pemberian jenis pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi, dan limbah biogas pada dosis 10-30 ton/ha memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dosis dan waktu dekomposisi pupuk kotoran kambing berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil rumput setaria (Setaria splendida).

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Farm Sesetan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Jl. Raya Sesetan, Gang Markisa, Denpasar. Penelitian ini menggunakan bibit rumput setaria (Setaria splendida) berupa anakan dan dipilih anakan yang ukurannya seragam. Bibit rumput setaria (Setaria splendida) diperoleh di Desa Susut Bangli. Tanah yang digunakan diambil dari lahan disekitar UPT Sentra Pembibitan Sapi Bali Sobangan, Jl. Ngurah Rai, Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Tanah yang digunakan terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan tujuan agar ukuran partikel tanah merata, kemudian tanah dimasukan ke dalam masing-masing pot sebanyak 4 kg. Analisis kandungan unsur hara dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana (Tabel 1). Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kotoran kambing yang diambil dari kandang kambing di Stasiun Penelitian Bukit Jimbaran, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Percobaan menggunakan pot berbahan dasar plastik sebanyak 45 pot yang diisi tanah sebanyak 4 kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama waktu dekomposisi yaitu W0: Tanpa dekomposisi; W2: Waktu dekomposisi 2 minggu; W4: Waktu dekomposisi 4 minggu dan Faktor kedua adalah dosis pupuk yaitu D0: 0 ton ha-1; D1: 5 ton ha-1; D2: 10 ton ha-1; D3: 15 ton ha-1 dan D4: 20 ton ha-1. Terdapat 15 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 45 unit percobaan.

Tabel 1. Analisis tanah dan pupuk kandang kambing

No

Uraian

Tanah

Pupuk

1

pH (1 : 2,5) H2O

6,5

7,5

2

DHL (mmhos/cm

2,43

27,30

3

C-Organik (%)

0,39

40,43

4

N Total (%)

0,11

0,75

5

P Tersedia (ppm)

40,17

319,21

6

K Tersedia (ppm)

182,64

720,80

7

Kadar Air :

KU (%)

5,88

KL (%)

35,53

8

Tekstur

Pasir (%)

35,1

Debu (%)

40,66

Liat (%)

24,24

Singkatan :

DHL Daya Hantar Listrik

KU   Kering Udara

KL   Kapasitas Lapang

C, N  Carbon, Nitrogen

P, K  Posfor, Kalium

Keterangan

SM, M   Sangat Masam, Masam

AM, N   Agak Masam, Masam

AA, A    Agak Alkalis, Alkalis

SR      Sangat Rendah

R, S      Rendah, Sedang

T        Tinggi

ST       Sangat Tinggi

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah: tinggi tanaman (cm); jumlah daun (helai); jumlah anakan (anakan); berat kering daun (g); berat kering batang (g); berat kering akar (g); berat kering total hijauan (g); nisbah berat kering daun dengan berat kering batang; nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun per pot (cm2) Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila diantara perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara dosis dan waktu dekomposisi berbeda pada variabel berat kering batang (Tabel 3). Perlakuan waktu dekomposisi pada variabel pertumbuhan (Tabel 2) menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua perlakuan, sedangkan perlakuan dosis pupuk pada variabel tinggi tanaman menunjukan berbeda nyata (P<0,05) sementara pada variabel jumlah anakan dan jumlah daun berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk pada variabel berat kering daun, berat kering akar dan berat kering total hijauan (Tabel 2) menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan waktu dekomposisi pada variabel karakteristik tumbuh (Tabel 4) menunjukan hasil berbeda nyata (P<0,05) pada variabel luas daun/pot, sedangkan pada perlakuan lainnya berbeda tidak nyata (P>0,05), sementara pada perlakuan dosis pupuk pada semua variabel menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan dosis pupuk kotoran kambing dan waktu dekomposisi terhadap variabel berat kering batang (Tabel 3), namun tidak terjadi interaksi terhadap variabel lainnya. Keadaan tersebut diduga disebabkan oleh faktor waktu dekomposisi mempengaruhi faktor dosis pupuk kotoran kambing sehingga terjadi interaksi terhadap variabel berat kering batang. Gomez (1995) menyatakan bahwa dua faktor perlakuan dikatakan berinteraksi apabila pengaruh suatu faktor perlakuan berubah pada saat perubahan taraf faktor perlakuan lainnya. Steel dan Torrie (1991) menambahkan bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Widana et al. (2015) dimana interaksi antara perlakuan jenis dan dosis pupuk organik sebagian besar tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi, dan karakteristik rumput benggala, disebabkan faktor jenis pupuk dan dosis dapat bekerja bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi rumput Setaria (Setaria splendida).

Tabel 2. Pertumbuhan rumput setaria (Setaria splendida) yang dipupuk dengan dosis pupuk kotoran kambing dan waktu dekomposisi berbeda.

Variab el

Perlakuan

Dosis

Rataan

D0(4)

D1

SEM (2)

D4

D2

D3

W0(3)

21,67

24,00

24,33

23,67

24,67

23,67A

0,65

Tinggi

W2

22,67

24,33

24,33

24,33

23,33

23,80A

tanaman

W4

24,33

24,00

24,33

25,00

25,33

24,60A

(cm)

Rataa n

22,89b

24,11a

24,33a

24,33a

24,44a

W0

5,00

6,00

5,33

5,33

5,67

5,47A

Jumla h

W2

5,00

5,00

5,67

6,33

6,00

5,50A

0,68

Anaka n

W4

5,33

6,00

6,33

5,67

7,00

6,07A

Rataan

5,11a(1)

5,67a

5,78a

5,78a

6,22a

W0

30,00

32,67

34,3 3

44,3

39,67

46,67

36,67A

Jumlah

W2

37,00

38,33

38,00

37,00

38,93A

4,32

3

daun

W4

39,67

39,00

38,6

42,00

38,00

39,47A

(helai)

7

Rataa

35,56a

36,67a

39,1

39,89

40,56a

n

1a

a

Keterangan

  • 1)    Nilai dengan huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata(P>0,05), namun huruf yang berbeda menunjukan berbedanyata (P<0,05)

  • 2)    SEM = Standard Error of the Treatment Means

  • 3)    W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu

  • 4)    D0 = 0 ton ha-1, D1 = 5 ton ha-1, D2 = 10 ton ha-1, D3 = 15 ton ha-1 dan D4 = 20 ton ha-1

Pupuk kotoran kambing yang melalui proses dekomposisi berpengaruh tidak nyata pada semua variabel namun lebih baik dibanding perlakuan tanpa dekomposisi. Hal ini diduga karena waktu dekomposisi sampai 4 minggu belum mampu mendekomposisi kotoran kambing dengan sempurna sehingga unsur hara yang tersedia untuk tanaman belum cukup untuk pertumbuhannya. Setyorini dan Prihatini (2003) menyatakan bahwa bahan organik yang telah terdekomposisi telah terjadi proses mineralisasi unsur hara dan terbentuk humus yang sangat bermanfaat bagi kesuburan dan kesehatan tanah. Proses dekomposisi adalah proses biologi untuk menguraikan bahan organik menjadi bahan humus oleh mikroorganisme,

sehingga unsur hara tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Organisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, dan Mg) (Saraswati et al., 2006).

Perlakuan pupuk kotoran kambing pada variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman tanpa dekomposisi (W0) cenderung memiliki hasil paling rendah dibanding perlakuan lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Setyorini et al. (2006) bahwa penggunaan bahan organik segar (belum mengalami proses dekomposisi) secara langsung yang dicampur ke dalam tanah akan mengalami proses peruraian secara aerob atau anaerob terlebih dahulu, sehingga mikroorganisme memerlukan hara N, P, dan K tanah untuk aktivitas penguraian bahan organik. Akibatnya terjadi persaingan antara tanaman dengan mikroorganisme dalam pengambilan unsur tersebut. Selain terjadi persaingan dalam pengambilan hara, proses peruraian aerob juga menghasilkan energi sehingga suhu tanah meningkat. Kedua hal tersebut dapat membuat tanaman kekurangan hara sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat atau bahkan tanaman mati serta prinsip dekomposisi adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses dekomposisi akan semakin lama. Pupuk kotoran kambing memiliki C-organik yang tergolong sangat tinggi sebesar 40,43% namun juga memiliki N-total yang tergolong tinggi sebesar 0,75% sehingga membuat rasio C/N menjadi tinggi, walaupun N tinggi namun belum banyak bisa menurunkan C/N rasio (Tabel 1). Waktu dekomposisi 4 minggu belum mampu meberikan hasil yang signifikan pada variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman kecuali pada variabel berat kering batang dan luas daun. Hal ini duga waktu dekomposisi selama 4 minggu belum mampu memberikan hasil yang signifikan dikarena rasio C/N pupuk belum mendekati rasio C/N tanah sebesar 10,8 sehingga unsur hara yang tersedia hanya mampu mempengaruhi variabel berat kering batang tanaman dan luas daun per pot.

Berdasarkan hasil penelitian perlakuan dekomposisi 4 minggu (W4) menunjukkan hasil tertinggi namun berbeda tidak nyata pada semua variabel sedangkan pada variabel berat kering batang dan luas daun menunjukan hasil yang berbeda nyata, sehingga dapat dinyatakan

perlakuan waktu dekomposisi 2 minggu (W2) merupakan perlakuan terbaik pada faktor waktu dekomposisi. Waktu dekomposisi yang lebih singkat 2 minggu (W2) menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan waktu dekomposisi 4 minggu (W4).

Tabel 3. Hasil rumput setaria (Setaria splendida) yang dipupuk dengan dosis pupuk kotoran kambing dan waktu dekomposisi berbeda.

Variabel

Perlakuan

D1

Dosis

D3

D4

Rataan

SEM(2)

D0(4)

D2

Berat kering daun (g)

W0(3)

3,67

4,03

3,80

4,70

3,60

3,96A

W2

3,57

3,87

4,57

4,23

4,67

4,18A

0,56

W4

3,70

4,27

4,50

4,20

4,93

4,32A

Rataan

3,64a(1)

4,06a

4,29a

4,38a

4,40a

W0

3,30a

4,03a

5,53a

4,50a

3,83a

3,30

Berat

A

A

A

B

B

B

W2

5,23a

4,77a

5,20a

4,13a

5,10a

5,23A

0,77

kering

A

A

A

B

B

B

batang

W4

3,57b

4,77b

4,27b

7,20a

7,67a

3,57

(g)

A

A

A

A

A

A

Rataan

4,03a

4,52a

5,00a

5,28a

5,53a

Berat

W0

6,97

8,07

9,33

9,20

7,43

8,20A

kering

W2

8,80

8,63

9,77

8,37

9,77

9,07A

1,01

total

W4

7,27

9,03

8,77

11,40

12,60

9,81A

hijauan

Rataan

7,68a

8,58a

9,29a

9,66a

9,93a

W0

2,67

2,70

3,60

3,27

2,50

2,95A

Berat

W2

2,67

3,60

2,67

3,37

4,70

3,40A

0,85

kering

W4

2,20

3,00

3,07

4,53

6,37

3,83A

akar (g)

Rataan

2,51a

3,10a

3,11a

3,72a

4,52a

Keterangan:

  • 1)    Nilai dengan huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata(P>0,05), namun huruf yang berbeda menunjukan berbedanyata (P<0,05)

  • 2)    SEM = Standard Error of the Treatment Means

  • 3)    W0= Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu

  • 4)    D0 = 0 ton ha-1, D1 = 5 ton ha-1, D2 = 10 ton ha-1, D3 = 15 ton ha-1 dan D4 = 20 ton ha-1

Tabel 4. Karakteristik tumbuh rumput setaria (Setaria splendida) yang dipupuk dengan

dosis pupuk kotoran kambing dan waktu dekomposisi berbeda.

Variabel

Perlakuan

D0(4)

D1

Dosis D2

D3

D4

Rataan

SEM(2)

Nisbah

W0(3)

1,13

1,01

0,71

1,08

0,97

0,98A

berat

W2

0,72

0,84

0,90

1,02

0,94

0,88A

0,14

kering

W4

1,12

0,92

1,09

0,65

0,71

0,90A

daun dengan

berat kering

Rataan

0,99a(1)

0,92a

0,90a

0,92a

0,87a

batang

Nisbah

W0

2,99

3,15

2,82

4,01

3,62

2,99A

berat

W2

3,53

2,48

3,67

2,64

2,49

3,53A

0,62

kering

W4

3,50

3,15

3,10

2,69

2,09

3,50A

total hijauan dengan berat

Rataan

3,34a

2,92a

3,20a

3,11a

2,73a

kering

akar

Luas Daun / Pot (cm²)

W0

4653,78

4806,28

5375,08

6401,00

6552,04

5557,64B

W2

6291,29

6879,36

7223,71

8194,77

7954,95

7308,82A

450,81

W4

7802,83

7345,57

7425,43

6948,96

8014,49

7507,46A

Rataan

6249,30a

6343,74a

6674,74a

7181,58a

7507,16a

Keterangan

1) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu

4) D0 = 0 ton ha-1, D1 =5 ton ha-1, D2 = 10 ton ha-1, D3 = 15 ton ha-1 dan D4 = 20 ton ha-1

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Terjadi interaksi antara dosis pupuk kotoran kambing dan waktu dekomposisi berbeda terhadap variabel berat kering batang rumput setaria (Setaria splendida).

  • 2.    Perlakuan waktu dekomposisi 2 minggu (W2) memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil rumput setaria (Setaria splendida).

  • 3.    Perlakuan dosis pupuk kotoran kambing sebesar 20 ton ha-1 (D4) memberikan respon

terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil rumput setaria (Setaria splendida).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan kepada masyarakat khususnya peternak, petani, dan mahasiswa bahwa untuk mendapatkan hasil terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil rumput setaria (Setaria splendida) disarankan untuk meningkatkan dosis pupuk kotoran kambing lebih dari 20 ton ha-1 dan waktu dekomposisi lebih dari 4 minggu. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan pupuk kotoran kambing dan waktu dekomposisi lebih lama pada jenis tanaman pakan lainya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU. selaku Rektor Universitas Udayana, Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S., IPU. selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, M.P, IPM., ASEAN Eng. selaku Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M., dan K. Bambang. 2000. Pengaruh Perbedaan Penggunaan Pupuk Terhadap Produksi Rumput Raja (Pennisetum purpureum) di Lapangan Percobaan Ciawi. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Anindita Kusumaningtyas, Yulia Nuraini, Syekhfani. 2015. Pengaruh Kecepatan Dekomposisi Pupuk Organik Cair Limbah Tahu Terhadap Serapan N dan S Tanaman Jagung Pada Alfisol. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 2 No 2   :   227-235,   2015.

https://jtsl.ub.ac.id/index.php/jtsl/article/download/133/143

Arnawa, I. W., Budiasa, I. K. M., N. M. Witariadi. 2014. Pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichogleme) yang diberi pupuk organik dengan dosis      berbeda.      Peternakan      Tropika.      2      (2):      225-239.

https://ocs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18463

Gomez, K.A. dan A. A. Gomez. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press, hal :13 – 16.

Hacker, N. F., & Moore, J. G. (1992). Essential of Obstetrics and Gynecology 2nd Edition. Philadelphia: W. B. Saunders Company.

Hartadi,H.,S. Reksohadiprojo, dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Hartatik, W., dan L.R. Widowati., 2006. Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor.Peternakan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Herlinae, 2003.Evaluasi Nilai Nutrisi dan Potensi Hijauan Asli Lahan Gambut Pedalaman Di Kalimantan Tengah Sebagai Pakan Ternak. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Kamal, M. 1998.Bahan pakan dan ransum ternak.Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Murbandono, H, S. 1999. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. IKAPI. Jakarta.

Prawiradiputra, B.R. Sajimin., N.D. Purwantari dan I. Herdiawan. 2006. Hijauan Pakan Ternak di Indonesia. Lokakarya Nasional Taman Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembagan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 101 hal.

Rahayu, T., Ardhi, M. W., dan Tyastuti, E. M. 2014. Modul Praktikum Mikrobiologi. Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Saraswati, R., E. Santoso, E. Yuniarti. 2006. Organisme Perombak Bahan Organik. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang.

Setyorini, D. dan Prihatini, T. 2003. Menuju “quality control” pupuk organik di Indonesia. Disampaikan dalam Pertemuan Persiapan Penyusunan Persyaratan Minimal Pupuk Organik di Dit. Pupuk dan Pestisida, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta 27 Maret 2003.

Setyorini, D, R Saraswati dan EK Anwar. 2006. Kompos. Dalam Simanungkalit, R.D.M., Didi Ardi Suriadikarta, Rasti Saraswati, Diah Setyorini, dan Wiwiek Hartatik, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengem,bangan Pertanian, Bogor. Hal: 11-40.

Silvia,M., Gt. M. Sugian Noor Dn M. Ematn Erhaka. 2012. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman cabe cawit (Capsicum frutescent L.) terhadap pemberian pupuk kandang kotoran kambing pada tanah ultisol. Agriculture. Volume 19 Nomor 3. https://isroi.com/2008/02/26/pupuk-organik-pupuk-hayati-dan-pupuk-kimia/

Sirait J., Purwantari, N.D. dan Simanihuruk, K., 2005. Produksi dan serapan nitrogen rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda.Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 10 (3), 175 – 181.

https://jurnal.uns.ac.id/Sains-Peternakan/article/download/4874/4212

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri.PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Witariadi, N. M. dan N. N. Candraasih K. 2019 Produktivitas kacang pinto (Arachis pintoi) yang dipupuk dengan jenis dan dosis pupuk organik berbeda. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Majalah Ilmiah Peternakan Volume 22 Nomor 2 Juni 2019.

https://ocs.unud.ac.id/index.php/mip/article/download/54790/32440

Widana, G. A. A, N. G. K. Roni, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2015. Pertumbuhan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv Trichoglume) pada berbagai jenis dan dosis pupuk organik. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 2 Th. 2015:  405 – 417.

c88c18dfafa29af55aacfc493c21d9b5.pdf (unud.ac.id)

Yuwono, T. 2006. BioteknologiPertanian. Seri Pertanian. Gadjah Mada University Press.66 hal.

Gunantika, P. M. A., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 2 Th. 2023 : 298 – 311 Page 311