ISSN : 2302-688X

Sport and Fitness Journal

Volume 2, No. 1 : 10 – 17, Maret 2014

PELATIHAN LARI SIRKUIT HALUAN KIRI LEBIH BAIK DARIPADA HALUAN KANAN UNTUK MENINGKATKAN KELINCAHAN PEMAIN SEPAK BOLA SISWA SMK X DENPASAR

Oleh:

Daniel Womsiwor*, I Nengah Sandi**

*Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih, **Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana

ABSTRAK

Kelincahan merupakan dasar gerak fisik atau aktifitas dari tubuh manusia yang perlu dilatih secara khusus. Sampai saat ini para pelatih belum menemukan tipe dan takaran pelatihan yang tepat untuk meningkatkan kelincahan pemain sepakbola, sehingga dicoba dua tipe pelatihan yaitu pelatihan lari sirkuit haluan kiri dan haluan kanan untuk meningkatkan kelincahan. Pelatihan dilakukan pada pagi hari di Stadion Ngurah Rai Denpasar Bali mulai pukul 07.30-09.30 Wita selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Sampel berjumlah 24 orang dipilih secara acak sederhana dari siswa kelas II SMK X Denpasar yang memenuhi syarat. Jumlah sampel masing-masing kelompok adalah 12 orang, kemudian diberikan pelatihan yang berbeda yaitu kelompok -1 diberikan pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri dan kelompok-2 diberikan pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kanan. Data berupa waktu tempuh yang lebih pendek secara bermakna (p< 0,05) pada kedua kelompok setelah pelatihan dan waktu tempuh pelatihan sirkuit dengan haluan kiri menunjukkan waktu tempuh yang lebih pendek secara bermakna (p< 0,05) dari pada pelatihan sirkuit haluan kanan.kelincahan sebelum dan sesudah perlakuan. Data yang diperoleh diuji dengan program SPSS, yang masing-masing dengan uji t berpasangan untuk mengetahui peningkatan hasil lari setiap kelompok perlakuan dan uji t tidak berpasangan untuk mengetahui perlakuan yang lebih baik dalam meningkatkan hasil kelincahan. Batas kemaknaan yang dipakai adalah 0,05 (p< 0,05). Uji statistik didapatkan peningkatan yang bermakna pada pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri (p < 0,05) dan pada pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kanan (p < 0,05). Perbedaan hasil kelincahan sebelum pelatihan tidak dapat berbeda makna (p > 0,05) dan setelah pelatihan terdapat perbedaan yang bermakna (p <0,05). Ini berarti bahwa pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri lebih meningkatkan kelincahan pada pemain sepak bola. Untuk itu diharapkan kepada para pelatih dan guru olahraga yang melatih sepak bola agar menerapkan pelatihan lari sirkuit haluan kiri dalam memberikan pelatihan.

Kata Kunci : pelatihan, lari sirkuit haluan kiri, lari sirkuit haluan kanan, kelincahan

RUNNING TRAINING WITH LEFT SIDE CIRCUIT SYSTEM IS BETTER THAN RIGHT SIDE TO ENHANCE AGILITY OF FOOTBALL PLAYER STUDENT SMK X DENPASAR

ABSTRACT

Agility is basic movement of physic or activity of human body required to be trained exclusively. Until today, all coaches not yet find excellent type and measurement of training to enhance agility of football player, so study is performed, tried two types and measurement of training, that are, running training with left and right side circuit system to enhance agility.

Training is conducted in the morning at Stadium Ngurah Rai Denpasar start from 7.30 am until 9.30 am. Duration is 6 weeks by frequency three times a week. Sample are 24 people chosen randomly simple from student grade II SMK X Denpasar comply terms. Total sample each are 12 people, then each groups are given different training, i.e. group 1 is given running training with left side circuit system and group 2 is given running training with right side circuit system. Data for agility before and after treatment. Data obtained is tested with program SPSS, each with couple T-test to know enhancement result of running of each treatment group and T-test uncouple to know better treatment in increasing agility result. Meaning limit used is 0,05 (p<0,05). Statistic test is obtained meaning increase on running training with left side circuit system (p<0,05) and running training with right side circuit system (p<0,05). Different result of agility can not meaning different (p>0,05) and after training, there are meaning differences (p<0,05). This means that running training with left side circuit system is more giving effect to increase of agility result to football player. Therefore it is expected to all coaches and sport teacher train football in order to apply left side circuit system in giving training.

Key words : training, left side circuit running, right side circuit running, agility

PENDAHULUAN

Ilmu olahraga belakangan telah berubah menjadi ilmu yang eksak (ilmiah, sistematis, dan logis). Beberapa penelitian dari berbagai bidang turut memperkaya teori dan metodologi kepelatihan. Di samping itu, berbagai disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan olahraga telah dilibatkan untuk mendukung teori kepelatihan. Setiap pelatih berusaha untuk meningkatkan prestasi atlitnya setinggi mungkin. Untuk itu, pelatih dengan sendirinya berusaha untuk meningkatkan pengetahuannya di dalam teori dan metode latihannya 1.

Peningkatan olahraga prestasi dewasa ini tidak lepas dari salah satu faktor yang menunjang pelaksanaan suatu

program pembinaan olahraga prestasi. Faktor tersebut adalah pendekatan secara ilmiah dalam hal ini pemanfaatan ilmu dan teknologi. Ilmu olahraga berkembang dengan pesat tentunya harus dimanfaatkan sebaik mungkin dalam usaha pembinaan olahraga menuju pada peningkatan prestasi.

Melatih cabang olahraga prestasi adalah meningkatkan kemampuan fungsional tubuh sesuai dengan tuntutan penampilan cabang olahraga itu sampai ke tingkat yang maksimal, baik pada aspek kemampuan dasar (fisik) maupun pada aspek keterampilan teknik (skill). Untuk meningkatkan fungsional raga hanya dapat dilakukan dengan benar, baik, dan efisien

apabila seorang pelatih memiliki pengetahuan tentang mekanisme kerja dan mekanisme respons organ-organ tubuh terhadap latihan pembebanan dan latihan keterampilan 2.

Perkembangan atlet sepak bola tingkat pelajar di tanah air, memang ada peningkatan program pembinaan namun belum berjalan secara intensif. Selanjutnya untuk kemampuan bermain sepak bola (yunior) di daerah Bali diakui secara fisik masih kalah 3. Hal ini bisa dilihat pada saat atlet mengikuti kompetisi baik di daerah maupun di nasional, terlihat atlet-atlet daerah Bali belum begitu populer di tanah air bahkan di tim nasional PSSI masih didominasi atlet-atlet daerah lain meskipun atlet yang terpilih masuk tim nasional sampai saat ini belum mampu membawa Indonesia menjadi yang terbaik dan terhormat di tingkat Internasional. Kualitas pemain Indonesia yang merumput di kompetisi lokal, sepertinya, tidak bisa lagi diharapkan untuk mengangkat prestasi tim nasional 4.

Dari segi pembinaan diakui PSSI dan Badan Tim Nasional cukup berhasil di daerah dalam melahirkan pemain-pemain berbakat, namun karena kurangnya fasilitas latihan, dukungan dana dari Pemerintah serta berbagai keterbatasan

lainnya sehingga potensi para atlet kita belum begitu mendapat perhatian yang serius. Kondisi ini memang sulit diterima sebab dalam penampilan atlet sepak bola tanah air khususnya di daerah Bali terutama di beberapa sekolah termasuk SMK X Denpasar pada kenyataannya demikian. Secara fisiologis kemampuan fisik atlet Indonesia pada umumnya dan Bali khususnya tergolong kurang walaupun mereka memiliki teori serta keterampilan bermain sepak bola yang tinggi 3.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka untuk meningkatkan prestasi di bidang olahraga khususnya di cabang olahraga sepak bola, tentunya harus melalui pendekatan dan pemanfaatan ilmu dan teknologi. Salah satu metode untuk meningkatkan kondisi fisik yang sudah dikenal dewasa ini adalah latihan yang menggunakan beban atau rintangan. Karena kondisi fisik merupakan persyaratan utama dalam meningkatkan prestasi, maka diteliti salah satu unsur biomotorik yang sangat penting dalam bermain sepak bola, yaitu kelincahan karena unsur biomotorik tersebut merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang dominan dalam permainan sepak bola.

Komponen kondisi fisik atau unsur

biomotorik merupakan kemampuan dasar gerak fisik atau aktivitas dari tubuh manusia. Kemampuan biomotorik ini sebagian besar bersifat turunan atau genetik. Dalam dunia olahraga dikenal sebanyak 10 komponen atau unsur biomotorik, yaitu : kekuatan, daya tahan, daya ledak, kecepatan kelentukan, kelincahan, ketepatan, reaksi, keseimbangan dan koordinasi 5. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setiap cabang olahraga tidak sama cara melatih komponen tersebut, tergantung dari peran dan beban kerjanya, sehingga perlu ditentukan komponen biomotorik yang dominan pada cabang olahraga yang dilatih termasuk cabang olahraga sepak bola 5.

Kelincahan adalah kemampuan tubuh atau bagian tubuh untuk mengubah arah gerakan secara mendadak dalam kecepatan tinggi 5. Sedangkan Harsono 1, mengartikan kelincahan sebagai kemampuan tubuh untuk mengubah arah dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak, tanpa kehilangan posisi tubuh, serta sadar akan posisi tubuh.

Dalam permainan sepak bola terdapat tiga dasar keterampilan gerak, yaitu gerak lokomotor (gerak berpindah tempat), non lokomotor (gerak di tempat)

dan manipulatif (mengontrol benda). Dari tiga dasar keterampilan tersebut, gerak lokomotor menjadi perhatian utama dalam penelitian ini karena salah satu dari pola gerak dominan yang menjadi ciri khas dari permainan sepak bola selain menendang adalah gerak lari ke berbagai arah mengikuti irama permainan 6. Sekalipun ilmu kepelatihan itu semakin hari semakin canggih, namun sampai saat ini para pelatih kurang memanfaatkannya untuk menentukan tipe dan takaran pelatihan yang tepat dalam meningkatkan kelincahan pemain sepak bola.

Berdasarkan masalah tersebut di atas maka perlu dicari tipe dan takaran pelatihan yang sesuai dengan tuntunan penampilan cabang olahraga itu, maka dalam penelitian ini dicoba 2 (dua) tipe dan takaran pelatihan yang sama untuk meningkatkan kelincahan pemain sepak bola yaitu: (1) Pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri, dimana pada lintasan lari sejauh 130 meter terdapat 9 pos (stations). Jarak antara satu pos dengan pos lainnya adalah 3 meter, sedangkan jarak dari garis awal lintasan sirkuit ke pos 1 dan dari pos 9 ke garis akhir masing-masing 3 meter. Dalam pelaksanaannya atlit akan melakukan lari dalam satu sirkuit dengan arah tujuan lari, yaitu memulainya (start)

dari arah kanan ke kiri (haluan kiri); suatu arah lintasan lari yang berlawanan dengan arah jarum jam. (2) Pelatihan Iari dengan sistem sirkuit haluan kanan, dimana pada lintasan lari sejauh 130 meter terdapat 9 pos (stations). Jarak antara satu pos dengan pos lainnya adalah 3 meter, sedangkan jarak dari garis awal lintasan sirkuit ke pos 1 dan dari pos 9 ke garis akhir masing-masing 3 meter. Dalam pelaksanaannya atlit akan melakukan lari dalam satu sirkuit dengan arah tujuan lari, yaitu memulainya dari arah kiri ke kanan (haluan kanan); suatu arah lintasan lari yang mengikuti arah jarum jam.

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu: 1). Apakah pelatihan lari dengan

MATERI DAN METODE

  • A.    Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah Experimental Randomized Pre and Post test group design 7,8,9. Di mana subyek penelitian yang berjumlah 24 orang dibagi menjadi dua kelompok yang dialokasikan secara acak sederhana, yang setiap kelompok berjumlah 12 orang. Kelompok-1 diberikan pelatihan lari sirkuit haluan kiri dan kelompok-2 diberikan pelatihan lari sirkuit haluan kanan. Sebelum dan sesudah

sistem sirkuit haluan kiri meningkatkan kelincahan pemain sepak bola siswa kelas II SMK X Denpasar? 2). Apakah pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kanan meningkatkan kelincahan pemain sepak bola siswa kelas II SMK X Denpasar? 3). Apakah pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri lebih baik dari pada haluan kanan untuk meningkatkan kelincahan pemain sepak bola siswa kelas II SMK X Denpasar?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pelatihan yang lebih baik di antara metode yang diteliti dalam rangka meningkatkan kelincahan pemain sepak bola.

pelatihan diobservasi.

  • B.    Tempat Dan Waktu Penelitian

Untuk pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri dan haluan kanan dilaksanakan di Stadion Ngurah Rai Denpasar. Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu dengan frekuensi pelatihan 3 kali seminggu (Selasa, Kamis dan Sabtu), pada pagi hari mulai pukul 07.30 (wita) sampai 09.00 (wita). Begitu pula tes awal dan tes akhir dilakukan di tempat yang sama, dengan alasan situasi pelatihan tidak

dipengaruhi oleh suhu udara dan pagi hari tidak mengganggu jam sekolah para siswa.

  • C.    Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi SMK X Denpasar yang berjumlah 300 orang, terdiri dari putra dan putri yang terbagi dalam 6 kelas. Sampel penelitian adalah di dapat dari populasi yang memenuhi kriteria sebagai berikut: jenis kelamin laki-laki, umur 15-18 tahun, tinggi badan 155-176 cm, berat badan 4272,7 kg, panjang anggota gerak bawah 7694 cm, berbadan sehat dan tidak catat (berdasarkan pemeriksaan dokter), kebugaran fisik dengan katerori sedang, bersedia mengikuti pelatihan, tidak melakukan gerakan yang selalu salah setelah diulang 3 kali, dan tidak sakit saat pelatihan atau pengambilan data.

  • D.    Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari:

  • 1.    Pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri adalah pelatihan lari pada lintasan sirkuit sepanjang 130 meter, di mana pada lintasan lari ini diletakkan rintangan sebanyak 9 pos (stasions) yang berjarak 3 meter antar satu pos dengan pos yang lain. Selain itu jarak antara garis awal (start)

dengan pos 1 dan pos 9 dengan garis akhir (Finish) masing-masing 3 meter. Lari dimulai dari garis awal dengan memutar dari kanan ke kiri atau dari arah tujuan lari yang berlawanan dengan arah jarum jam sebanyak 3 kali perminggu, selama enam minggu.

  • 2.    Pelatihan lari sistem sirkuit haluan kanan adalah pelatihan lari pada lintas sirkuit sepanjang 130 meter, dimana pada lintasan lari sirkuit telah dipasang alat-alat rintangan sebayak 9 pos (stasions) yang berjarak 3 meter antar 1 pos dengan pos yang lain. Selain itu jarak antara garis awal (start) dengan pos 1 dan pos 9 dengan garis akhir (finish) masing-masing 3 meter. Lari dimulai dari garis awal, memutar sesuai arah jarum jam.

  • 3.    Kelincahan      (agility)      adalah

kemampuan untuk mengubah posisi tubuh atau arah gerakan tubuh dengan cepat ketika sedang bergerak cepat, tanpa kehilangan keseimbangan atau kesadaran orientasi terhadap posisi tubuh. Kelincahan diukur dengan lari bolak-balik jarak 8 meter sebanyak 5 kali (shuttle run) dalam detik. Diukur sebelum pelatihan dan setelah pelatihan selama enam minggu.

  • 4.    Tinggi badan adalah jarak vertikal dari lantai sampai kepala bagian atas (ubun-ubun), Diperoleh dengan pengukuran dari lantai tanpa alas kaki sampai vertek, diukur dengan sikap berdiri tegak dan sikap bersiap, pandangan lurus ke depan dengan kedua tumit, punggung dan belakang kepala posisinya lurus. Pengukuran dengan menggunakan anthropometer super buatan Jepang ketelitian 0,1 cm.

  • 5.    Berat Badan adalah bobot tubuh orang coba yang di ukur dengan timbangan badan digital merek ”Magic” buatan USA, ketelitian 0,1 kg dan batas ukur 120 kg yang hanya memakai pakaian seminim mungkin.

  • 6.    Panjang Anggota Gerak Bawah adalah jarak vertikal dari lantai sampai panggul, yang sangat mempengaruhi kecepatan lari. Diperoleh dengan pengukuran dari lantai tanpa alas kaki sampai panggul. Pengukuran menggunakan anthropometer super buatan Jepang dengan ketelitian 0,1 cm.

  • 7.    Kebugaran fisik adalah tingkat kemampuan fisik melakukan tes lari 2,4 yang dinyatakan dalam waktu tempuh (menit). Selanjutnya hasil tersebut dikonversikan ke bentuk skor

yang di kategorikan sedang. Kebugaran fisik ini diukur dengan stopwach digital seico dengan ketelitian 0,01 menit.

  • 8.    Suhu udara adalah temperatur sekitar lapangan tempat pelatihan yaitu suhu kering dalam hitungan satuan derajat Celcius, dengan thermometer digital merek extec ketelitian 0,1° Celcius. Suhu lingkungan diukur setiap pelatihan.

  • 9.    Kelembaban relatif adalah presentase uap air dalam udara tempat pengambilan data yang dinyatakan dalam %°. Diukur dengan Higrometer digital merek extec ketelitian 1 %. Pengukuran dilakukan setiap pelatihan.

  • E.    Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan:

  • 1.    Statistik Deskriptif untuk mendeskripsikan karakteristik fisik umur, tinggi badan, berat badan, panjang tungkai, dan kebugaran fisik.

  • 2.    Uji Normalitas dengan Shapiro-wilk untuk menguji distribusi data hasil tes lari bolak-balik 5 X 8 m baik sebelum maupun sesudah pelatihan dengan batas kemaknaan 0,05.

  • 3.    Uji Wilcoxon Signed Ranks untuk menguji beda rerata pada masing-

masing kelompok yaitu antara tes awal dan tes akhir dengan batas kemaknaan 0,05.

  • 4.    Uji t–Indepedent untuk menguji perbedaan tes awal antar ke dua kelompok dan untuk menguji selisih antara tes awal dan tes akhir pada antar

kelompok dengan batas kemaknaan 0,05.

  • 5.    Uji Mann-Whitney untuk menguji perbedaan setelah pelatihan antar kelompok pelatihan lari dengan batas kemaknaan 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 1.    Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik umur, tinggi badan, berat badan, IMT, panjang anggota gerak bawah, dan kebugaran fisik sebelum pelatihan pada ke dua kelompok dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Kedua Kelompok Penelitian

Karakteristik

Subjek

Rerata ± SB

KLP 1 (N=12)

KLP 2 (N=12)

Umur (th)

16,40 ± 0,38

16,31 ± 0,48

Berat Badan (cm)

56,78 ± 9,21

55,91 ± 6,25

Tinggi Badan (kg)

166,92 ± 5,73

166,50 ± 7,29

Indek Massa Tubuh (kg/m2)

17,08 ± 2,15

16,92 ± 1,68

Panjang Anggota Gerak Bawah (cm)

83,25 ± 5,14

85,25 ± 5,14

Kebugaran Fisik (menit)

11,36 ± 1,02

11,62 ± 1,27

Umur subjek penelitian pada kelompok-1 antara 15,67 – 17,10 tahun, rerata 16,40 tahun dengan simpang baku 0,38 tahun dan kelompok-2 antara 15,67 – 17,08 tahun, rerata 16,32 tahun dengan simpang baku 0,48 tahun. Dengan demikian antara kelompok-1 dan kelompok-2 mempunyai umur yang hampir sama. Pelatihan spesialisasinya untuk cabang olahraga

sepak bola sudah bisa diberikan pada anak yang berumur 11-13 tahun 10. Sehingga pelatihan yang diberikan tidak berpengaruh buruk terhadap struktur dan fungsi tubuh.

Berat badan subjek penelitian pada kelompok-1 antara 42,10-72,70 kg dengan rerata 63,08 ± 1,01 kg dan pada kelompok-2 antara 59,30-66,25 kg dengan rerata 62,52 ± 2,88 kg. Rerata berat badan ini

berada pada mal nutrisi ringan sampai normal untuk anak usia 15 -18 tahun yang diambil pada persentil ke-50 standar WHO 11. Dengan demikian maka ke dua kelompok tidak ada kekurangan nutrisi yang berarti sehingga aktivitas pelatihan dapat dilakukan dan dikembangkan dengan baik.

Rentang tinggi badan subjek penelitian pada kelompok-1 antara 157176,00 dengan rerata 166,92 ± 5,73 cm dan pada kelompok-2, antara 155-174,00 cm dengan rerata 166,50 ± 7,29 cm. Hal ini juga berada pada batas mal nutrisi ringan sampai normal standar WHO yang berada pada persentil ke-50 11. Dengan demikian dari segi tinggi badan subjek tidak ada kekurangan nutrisi yang berarti dan pelatihan yang diterapkan aman dilakukan.

Subjek penelitian ditinjau dari IMT (Indeks Massa Tubuh) pada kelompok-1 berkisar antara 14,00-21,00 kg/m2 dengan rerata 17,08 ± 2,15 kg/m2 dan kelompok-2 antara 14,00-20,00 kg/m2 dengan rerata 16,92 ± 1,68 kg/m2. IMT menggambarkan status gizi seseorang, dengan demikian berdasarkan rerata indeks massa tubuh pada kedua kelompok pelatihan menjelaskan bahwa status gizi subjek

penelitian berada dalam kategori mal nutrisi ringan sampai normal 12.

Panjang anggota gerak bawah pada kelompok-1 berkisar antara 76,00-94,00 cm dengan rerata 83,25,24 ± 5,14 cm dan rentang panjang anggota gerak bawah kelompok-2 antara 77,00-93,00 cm dengan rerata 85,25 ± 5,14 cm. Dilihat dari jumlah rerata panjang lengan, kedua kelompok tidak jauh berbeda sehingga hasil akhir yang dipengaruhi oleh panjang lengan tidak menyebabkan perbedaan waktu tempuh lari bolak-balik 5 X 8 m.

Rentang waktu tempuh tes lari 2,4 km subjek penelitian pada kelompok-1 antara 9,55-12,52 menit dengan rerata 11,36 ± 1,10 menit dan pada kelompok-2 antara 9,56 – 13,13 dengan rerata 11,62 ± 1,26 menit. Nilai rerata waktu tersebut pada ke dua kelompok menunjukkan bahwa kebugaran fisik subjek penelitian berada pada kategori sedang sampai baik untuk usia 13-19 tahun 12. Tingkat kebugaran fisik seseorang sangat mempengaruhi ketrampilan motorik 2. Kebugaran fisik kategori sedang dipilih dengan pertimbangan subjek penelitian diasumsikan mampu melakukan pelatihan yang akan diterapkan.

  • 2.    Lingkungan Penelitian

Kondisi lingkungan yang diukur selama penelitian adalah suhu kering, kelembaban relatif udara dan kecepatan angin. Hasilnya dicantumkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Deskriptif Suhu dan Kelembaban Relatif Udara

Keadaan Lingkungan

Rerata ± SB

Minimum

Maximum

Suhu (°C)

24,54 ± 1,09

23,00

27,00

Kelembaban (%)

56,88 ± 3,53

52,00

61,00

Kecepatan Angin (m/dt)

0,41 ± 0,14

0,20

0,60

Pelatihan dilaksanakan di Stadion Ngurah Rai Denpasar pada pukul 17.00 s/d 18.30 dengan variasi suhu antara 23-27oC dengan rerata 24,53 ± 1,09 oC dan kelembaban relatif berada pada rentang 52 - 61% dengan rerata 56,89 ± 3,53%. Menurut Manuaba 13, daerah yang nyaman bagi orang Indonesia untuk melakukan aktivitas pelatihan adalah pada kelembaban relatif yang berkisar antara 70% - 80%. Berdasarkan data kelembaban relatif tempat pelatihan berlangsung ada yang berada di luar batas nyaman, tetapi kondisi tersebut sudah dapat diadaptasi oleh subjek

penelitian sehingga tidak berpengaruh terhadap hasil penelitian.

  • 3.    Normalitas Data

Untuk mengetahui distribusi sampel, maka dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk Test. Uji dilakukan terhadap data yang diperoleh pada kedua kelompok sebelum dan sesudah pelatihan. Variabel yang diuji adalah kelincahan baik sebelum maupun sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok, yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kelincahan Subjek Penelitian p Uji Normalitas

Kelincahan                          (Saphiro Wilk- Test)

Kelompok-1             Kelompok-2

Sebelum Pelatihan                  0,436                     0,579


Sesudah Pelatihan

0,019

0,042

Selisih

0,097

0,529


Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan Saphiro Wilk- Test pada kelincahan sesudah pelatihan pada ke dua kelompok menunjukkan bahwa sebelum pelatihan dan selisih pada kedua kelompok berdistribusi normal dengan nilai p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Oleh karena itu maka iji parametrik dapat dilanjutkan. Sedangkan data sesudah pelatihan ke dua kelompok tidak berdistribusi normal (p < 0,05), sehingga uji statistik yang digunakan adalah non-parametrik.

  • 4.    Beda Rerata Kelincahan Antar Kelompok Perlakuan

Uji t-independent (tidak berpasangan) dipakai untuk menganalisis rerata waktu tempuh sebelum pelatihan dan selisih tempuh. Uji Mann Whitney (tidak berpasangan), disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Beda Rerata Kelincahan Sebelum, Sesudah dan Selisih Antar Ke Dua

Kelompok

N

Kelompok-1      Kelompok-2 P

(dt)                    (dt)

Sebelum pelatihan            12

Sesudah Pelatihan            12

14,91 ± 1,49         16,13 ± 1,25      0,040

11,66 ± 0,41         14,16 ± 0,78      0,000

Selisih                         12

3,27 ± 1,57          1,98 ± 1,27       0,037

Perbedaan kelincahan sebelum pelatihan antar ke dua kelompok menunjukkan nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05). Ini berarti rerata kelincahan sebelum pelatihan antar ke dua kelompok berbeda bermakna. Dengan demikian waktu tempuh

(kelincahan) pada kelompok-1 lebih baik dibandingkan dengan kelompok-2. Begitu juga dengan setelah pelatihan, terjadi perbedaan hasil kelincahan antar kedua kelompok. Oleh karena itu, untuk menentukan perbedaan hasil pelatihan

antar ke dua kelompok dianalisis beda dari selisih tes awal dan akhir pada masing-masing kelompok.

Dilihat dari perbedaan selisih waktu tempuh antara pelatihan lari sirkuit haluan kiri dengan haluan kanan menunjukkan bahwa pelatihan lari sirkuit haluan kiri lebih baik dalam meningkatkan kelincahan dibandingkan dengan haluan kanan, terbukti dari hasil tes uji statistik dengan uji t tidak berpasangan didapatkan nilai p lebih kecil dari 0,05. Yang berarti berbedaan antara keduanya secara statistik bermakna.

Perbedaan hasil yang didapat mungkin disebabkan karena pelatihan yang

diterapkan untuk lari aluan kiri merupakan suatu kebiasaan dari orang coba 5, sehingga setelah diberikan pelatihan selama enam minggu kelompok perlakuan lari sirkuit haluan kiri lebih baik dalam meningkatkan kelincahan dibandingkan dengan pelatihan lari sirkuit haluan kanan.

  • 5.    Beda Rerata Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Uji Wilcoxon dipakai untuk mengetahui perbedaan rerata kelincahan antara sebelum dan sesudah pelatihan pada masing-masing kelompok dengan batas kemaknaan α = 0,05, disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Beda Rerata Kelincahan Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Kelompok

Kelincahan

Selisih

P

Sebelum

Pelatihan

Sesudah

Pelatihan

Kelompok-1

14,91 ± 1,49

11,66 ± 0,41

3,25

0,002

Kelompok-2

16,13 ± 1,25

14,16 ± 0,78

1,97

0,002

Berdasarkan data kelincahan dari tes awal dan tes akhir, didapatkan data rerata kelincahan sebelum pelatihan 14,91 ± 1,49 dt dan sesudah pelatihan 11,66 ± 0,41 dt pada kelompok-1. Sedangkan pada kelompok-2 rerata kelincahan 16,13 ± 1,25 dt dan sesudah pelatihan 14,19 ± 0,78 dt. Selisih waktu tempuh sebelum dan sesudah

pelatihan pada kelompok-1 adalah 3,27 ± 1,59 dt dan kelompok-2 sebesar 1,97 ± 1,27 dt.

Dari hasil analisis data tes lari bolak-balik 5 X 8 m antara tes awal dan tes akhir pada masing-masing kelompok (Tabel 5), didapatkan bahwa rerata kelincahan sebelum dan setelah pelatihan

diperoleh nilai p = 0,002. Dengan demikian maka rerata kelincahan sebelum dan sesudah pelatihan diperoleh nilai p lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) pada ke dua kelompok perlakuan (jadi berbeda secara bermakna). Dengan hasil ini, dapat dikatakan bahwa ke dua tipe pelatihan yang diterapkan memiliki pengaruh pelatihan dalam meningkatkan kelincahan. Penurunan waktu tempuh ini merupakan peningkatan kelincahan, sehingga bisa dikatakan bahwa ke dua tipe pelatihan dapat meningkatkan kelincahan.

Peningkatan kelincahan pada masing-masing kelompok diakibatkan oleh pelatihan yang diterapkan selama enam minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu. Pelatihan yang diberikan untuk pemula dalam jangka waktu 6 - 8 minggu dengan frekuensi tiga kali seminggu mengakibatkan tubuh teradaptasi dengan pelatihan dan akan menghasilkan peningkatan yang berarti 14,5. Selanjutnya Astrand dan Rodahl 15, menyatakan bahwa pelatihan fisik yang dilakukan secara sistematis, teratur dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan fisik.

Pelatihan fisik yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan

pembuluh darah kapiler, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil terutama protein kontraktil miosin meningkat secara proposional 14. Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot 16. Sehingga meningkatnya ukuran serabut otot yang pada akhirnya akan meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga menyebabkan peningkatan kelincahan.

Menurut McArdle 16, pelatihan fisik yang diberikan secara teratur dan terukur dengan takaran dan waktu yang cukup, akan menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah pada kemampuan menghasilkan energi yang lebih besar dan memperbaiki penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang diberikan secara cepat dan kuat, akan memberikan perubahan yang meliputi peningkatan subtrak anareobik seperti ATP-PC, kreatin dan glikogen serta peningkatan pada jumlah dan aktivitas enzim.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikutt: 1). Pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri dapat meningkatkan kelincahan pemain sepak bola siswa kelas II SMK X Denpasar. 2). Pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kanan dapat meningkatkan kelincahan pemain sepak bola siswa kelas II SMK X Denpasar. 3). Pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri lebih baik daripada pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kanan untuk meningkatkan kelincahan pemain sepak bola siswa kelas II SMK X Denpasar.

Saran

Berdasarkan simpulan penelitian, disarankan beberapa hal yang berkaitan dengan peningkatan hasil kelincahan pelatihan lari dengan sistem sirkuit haluan kiri dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan pemain sepak bola dengan jumlah repetisi dan set disesuaikan dengan kemampuan subjek pelatihan, sehingga ntuk dapat menghasilkan peningkatan kelincahan yang lebih besar dari hasil penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode pelatihan menggabungkan komponen biomotorik lain yang menunjang hasil kelincahan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Harsono. Coaching dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Olahraga. Depdikbud Dirjen Dikti. Proyek Pengembangan LPTK Jakarta. 1988.

  • 2.    Giriwijoyo, S. Ilmu Faal Olahraga, untuk Pembina Olahraga. UPI Bandung. 2007

  • 3.    Mahayasa. Sportmania Radar Bali. Jawa pos Group. 2010

  • 4.    Reald, Wolfgang. Basoes. Sportivo, Liga Indonesia. Jawa Pos Group, Denpasar Bali. 2010

  • 5.    Nala, I.G.N. Prinsip Pelatihan Fisik    Olahraga.    Denpasar:

Denpasar:   Udayana University

Press. 2011

  • 6.    Sucipto,   Sutiyono,   Nuryadi.

Sepak Bola. Depdikbud. Dirjendikdasmen, Bagian Proyer Penataran Guru SLTP Setara D-III. Jakarta. 2000.

  • 7.    Poccok, S.J. Clinical Trial; A practical Approach. New York;A Willey Medical Publication. 2008.

  • 8.    Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta. 2010.

  • 9.                                      D

    16. McArdle, W.D, Katch, F.I, Katch, V.L. Exercise Physiology: Nutrition, Energy, and Human Performance. Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2010.


ahlan, M.S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika. 2009.

  • 10.    Bompa, T.O. Teory and Metodology of Training; Dekey to Atletics   Performant.   Toronto:

Kendal/Hun Publising Co. 1994.

  • 11.    Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.

  • 12.    Adiatmika, I.P.G. Pemeriksaan Kebugaran Fisik. Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana. Denpasar : Udayana University Press. 2002.

  • 13.    Manuaba. Pendekatan Ilmiah dalam Olahraga. Yayasan Ilmu Faal Widhaya Laksana. UNUD Denpasar. 1983.

  • 14.    Fox, E.L. Sport Physiology. United States of America: CBS College Publising. 1983.

  • 15.    Astrand, P.O.K. Rodahl.. Tex Book of Work Physiology. New York : Mc.Graw Hill Book Company. 2011.

17