LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK
on
ISSN : 2302-688X
Sport and Fitness Journal
Volume 1, No. 2 : 81 – 95, Nopember 2013
LATIHAN AEROBIK INTENSITAS SEDANG DENGAN DIET RENDAH KOLESTEROL LEBIH BAIK DALAM MEMPERBAIKI KOGNITIF DARIPADA INTENSITAS RINGAN PADA PENDERITA SINDROMA METABOLIK
Oleh :
Yuliana Ratmawati1, J.Alex Pangkahila2, S. Indra Lesmana3
-
1. Prodi Fisioterapi, Poltekkes Negeri Surakarta
-
2. Ilmu Faal, Universitas Udayana, Bali
-
3. Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
ABSTRAK
Sindroma metabolik merupakan sekumpulan faktor resiko penyebab terjadinya atherosklerosis. Adanya mikroemboli kolesterol dari plak karotis dianggap sebagai satu mekanisme yang dapat mengganggu kognitif. Latihan aerobik adalah salah satu intervensi yang dapat memperbaiki fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latihan aerobik intensitas sedang dengan diet kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik. Metode penelitian ini eksperimental dengan rancangan randomized control trial pre and post test design. Sampel sebanyak 26 penderita sindroma metabolik. Sampel dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan latihan intensitas ringan sedangkan kelompok kedua diberikan latihan intensitas sedang yang keduanya ditambah dengan diet rendah kolesterol. Penelitian dilakukan selama dua belas minggu di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Subyek penelitian dengan rentang usia 45-55 tahun, indeks masa tubuh dengan rentangan 23-29. Hasil statistik uji beda sebelum dan sesudah kelompok perlakuan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol menggunakan uji paired sampel t-test didapatkan hasil p= 0,001 (p<0,05). Uji beda sebelum dan sesudah kelompok perlakuan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dengan p=0,001 (p<0,05). Uji beda sesudah perlakuan kelompok aerobik intensitas ringan dan sedang dengan diet rendah kolesterol menggunakan Mann-Whitney U dengan p=0,005 (p<0,05) bermakna terdapat perbedaan antara kedua kelompok perlakuan. Kelompok latihan aerobik sedang dengan diet rendah kolesterol 22,1% lebih meningkatkan kognitif dibandingkan dengan kelompok perlakuan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol. Kesimpulan pada penelitian ini adalah kelompok perlakuan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol.
Kata kunci : Sindroma metabolik, fungsi kognitif, latihan aerobik
MODERATE INTENSITY AEROBIC EXERCISE WITH LOW CHOLESTEROL DIET MORE THAN IMPROVING COGNITIVE LIGHT INTENSITY ON THE METABOLIC SYNDROME PATIENTS
By:
Yuliana Ratmawati1, J.Alex Pangkahila2, S. Indra Lesmana3
-
1. Prodi Fisioterapi, Poltekkes Negeri Surakarta
-
2. Ilmu Faal, Universitas Udayana, Bali
-
3. Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
ABSTRACT
Metabolic syndrome is a group of risk factors causing atherosclerosis. The presence of cholesterol mikroemboli carotid plaque is considered as one of the mechanisms that can interfere with cognitive. Aerobic exercise is one of the interventions that can improve cognitive function. The purpose of this study was to determine the aerobic exercise of moderate intensity with more cholesterol diet improve cognitive rather than light intensity in patients with metabolic syndrome. The experimental research method to design randomized control trial of pre and post test design. Sample of 26 patients with metabolic syndrome. samples were divided into two groups. The first group was given exercise intensity light with a low cholesterol diet (n = 13) while the second group was given moderate intensity exercise with low-cholesterol diet (n = 13).Characteristics of study subjects with age range of 45-55 years old, with a body mass index 23-29 range. Data before and after the treatment with a light intensity aerobic low cholesterol diet obtained p> 0.05 normally, while the data before and after the treatment of moderate-intensity aerobic with low cholesterol diet p <0.05 distribution is not normal. Different test groups before and after treatment with a mild intensity aerobic low cholesterol diet using paired sample t-test test showed 0,001 (p <0,05). Different test before and after the treatment of moderate-intensity aerobic with low cholesterol diet results obtained using the Wilcoxon Sign Rank Test 0,001 (p <0,05). Different test groups after the treatment of mild and moderate intensity aerobics with low cholesterol diet results obtained using the Mann-Whitney U 0,005 (p <0.05) there is a significant difference between treatment groups with a light aerobic low-cholesterol diet with moderate intensity aerobic treatment group with a low-cholesterol diet. The conclusion of this research is that the treatment group showed moderate aerobic intensity with a low cholesterol diet improve cognitive more than mild intensity aerobics with low-cholesterol diet.
Key words: metabolic syndrome, cognitive function, aerobic exercise
PENDAHULUAN
Sindroma metabolik merupakan permasalahan kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang terus meningkat. 1 Sindroma metabolik ini merupakan kelainan metabolik kompleks yang dihasilkan dari peningkatan obesitas. Obesitas, retensi insulin, dislipidemia dan hipertensi merupakan komponen sindroma metabolik. 2 Sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan yang berkaitan erat dengan risiko penyakit jantung koroner (PJK), stroke dan kardiovaskular. 2
Prevalensi populasi di dunia terhadap penyakit degeneratif saraf dan metabolik terus meningkat. Pusat kontrol penyakit dan prediksi pencegahan melaporkan bahwa lebih dari 29 juta orang di USA akan menderita diabetes millitus pada tahun 2050. Di US 5-10% pasien diabetes millitus tipe I dengan karakteristik hiperglikemia dan defisiensi insulin, sedangkan diabetes tipe II 90-95% karakteristiknya hiperinsulinemia, obesitas,
hipertensi,hiperkolesterolemia, hiperlipidemia. Beberapa penelitian dilaporkan bahwa pasien dengan diabetes
millitus beresiko terkena penyakit alzheimer. Faktanya, diklinik Mayo terdaftar 80% pasien dengan penyakit alzheimer terjadi gangguan toleransi glukosa. 3 Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI) menunjukkan prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,13%. 4
Pada penelitian Yaffe et al dilaporkan adanya penurunan fungsi kognitif pada sindroma metabolik. 5 Penelitian Akbaraly et al dilaporkan bahwa penderita sindroma metabolik persisten selama 10 tahun dapat menurunkan fungsi kognitif dibandingkan dengan penderita sindroma metabolik non persisten. 6 Pada penelitian Rostam diperoleh hasil bahwa kejadian penurunan fungsi kognitif lebih banyak terdapat pada penderita diabetes millitus. 7 Banyak penelitian telah melaporkan hubungan antara demensia dengan faktor risiko vaskular seperti intoleransi glukosa, resistensi insulin, obesitas sentral, kelainan lipid dan hipertensi. 8 Hipertensi, diabetes dan hiperlipidemia berperan penting dalam patogenesis gangguan kognitif dan terkait dengan penyakit alzheimer serta demensia. Proses mekanisme biologikal penyakit diabetes millitus dapat menurunkan kognitif masih pro dan kontra. Gangguan metabolisme protein, retensi insulin, oksidatif stress, intoleran glukosa, aktifasi inflamasi yang melatarbelakangi kedua penyakit tersebut. Hiperkolesterolemia
Volume 1, No. 2 : 81 – 95, Nopember 2013 adalah faktor yang sangat penting berperan pada diabetes millitus dan penurunan kognitif. 9
Diabetes millitus dan komplikasinya memberikan dampak pada susunan saraf pusat yang berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif. 10 Sindroma metabolik berkontribusi terhadap respon inflamasi baik dengan mekanisme aterosklerosis atau inflamasi atau keduanya, dimana keduanya berkontribusi dalam penurunan kognitif. 10 Adanya mikroemboli kolesterol dari plak karotis dianggap sebagai satu mekanisme yang menimbulkan infark yang dapat mengganggu fungsi kognitif. Aterosklerosis sebagai akibat dari peningkatan efek neuro inflamatorik. Peningkatan neuro inflamatorik yang dilepas oleh jaringan adiposa menekan integritas otak dan berkontribusi terhadap fungsi kognitif. 1 Studi sebelumnya telah ditemukan bahwa serum dan plasma Brain Devitred Neurotrophin Factor (BDNF) yang lebih rendah pada individu dengan diabetes millitus tipe 2 dibandingkan dengan individu non diabetes, hal tersebut menimbulkan pertanyaan semakin tingginya tingkat gangguan kognitif pada diabetes sebagian disebabkan oleh tingkat BDNF yang rendah. 11 Penelitian yang serupa pada individu non diabetes yang lebih rendah tingkat serum BDNF telah dikaitkan dengan resistensi insulin dan tubuh tinggi lemak.12
Olah raga dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kognisi, melalui kombinasi efek peningkatan suplai darah dan pelepasan nerve growth factors. Pada penelitian latihan aerobik lebih berhubungan dengan metabolisme kolesterol dibanding latihan anaerobik.13 Menurut Giada et al hanya latihan aerobik yang berpotensi berefek anti aterogenik atau aterosklerotik.14 Peningkatan aktivitas fisik memiliki efek fisiologis yang jelas bermanfaat bagi orang dengan intoleransi glukosa.15 Pada penelitian Baker et al dilaporkan bahwa latihan aerobik dapat meningkatkan fungsi kognitif, kebugaran kardiorespirasi dan sensitivitas insulin.15 Latihan aerobik selain berefek aterogenik, meningkatkan suplai darah dan pelepasan nerve growth factors juga dapat meningkatkan ukuran hipocampus anterior yang dikaitkan dengan peningkatan serum BDNF yang mengarah ke perbaikan memori.16
Senam aerobik adalah merupakan latihan fisik dimana didalam latihan tersebut menggerakkan seluruh otot terutama otot besar dengan gerakan yang terus menerus, berirama, maju dan berkelanjutan. Senam aerobik dipilih karena mudah, menyenangkan dan bervariasi yang memungkinkan seseorang untuk melakukannya secara teratur dalam kurun waktu yang lama. Intensitas latihan aerobik harus mencapai target zone sebesar 6090% dari frekuensi denyut jantung
maksimal atau Maximal Heart Rate (MHR). Intensitas latihan ringan apabila mencapai 60-69% dari MHR, intensitas sedang mencapai 70-79% MHR. Latihan aerobik baik intensitas ringan maupun intensitas sedang memberikan efek terhadap perubahan jenis serabut otot, suplai kapiler, kadar myoglobin, fungsi mitokondria dan enzim oksidatif. Adapun yang membedakan antara intensitas ringan dan sedang adalah kecukupan oksigen pada saat latihan. Kecukupan oksigen dibatasi oleh transport oksigen ke otot rangka oleh sistem kardiovaskular dan respirasi. Pada intensitas ringan karena sistem kardiovaskular masih mampu memenuhi kebutuhan oksigen untuk kontraksi otot sehingga sumber energi utama untuk kontraksi adalah lemak. Sedangkan pada intensitas sedang sumber energi utama untuk kontraksi otot adalah karbohidrat dan lemak secara seimbang.17 Latihan aerobik intensitas tinggi tidak dilakukan karena dapat mengaktivasi fibrinolisis darah dan koagulasi secara simultan sebagai akibat pemendekan terjadinya APTT (Activated Partial Tromboplastin Time).18
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latihan aerobik intensitas
sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam memperbaiki kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik.
MATERI DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2013. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test control group design. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian latihan aerobik intensitas sedang lebih baik dalam memperbaiki fungsi kognitif daripada intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol pada penderita sindroma metabolik. Peningkatan kognitif diukur dan dievaluasi dengan Mini Mental State Examination (MMSE).1
Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah penderita sindroma metabolik yang bersedia ikut dalam program penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan sampel diambil secara randomisasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan peneliti hingga jumlahnya memenuhi sampel yang ditargetkan. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita sindroma metabolik yang bersedia ikut dalam program penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang memenuhi syarat inklusi dan eksklusi. Subyek penelitian berdasarkan rumus
Pocock berjumlah 26 orang, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, masing-masing terdiri dari 13 orang.
Kelompok Perlakuan I
Kelompok perlakuan I diberikan latihan senam aerobik intensitas ringan 65% MHR berupa senam aerobik 4x/minggu dengan durasi 80 menit, selama 12 minggu ditambah dengan diet rendah kolesterol < 7%.
Kelompok Perlakuan II
Kelompok perlakuan II diberikan latihan senam aerobik intensitas sedang 75% MHR berupa senam aerobik 4x/minggu dengan durasi 60 menit, selama 12 minggu ditambah dengan diet rendah kolesterol < 7%.
Sebelum diberikan perlakuan baik kelompok perlakuan I maupun kelompok perlakuan II dilakukan pengukuran fungsi kognitif dengan pengukuran form MMSE untuk mengetahui nilai MMSE sebelum perlakuan dan dua belas minggu setelah diberikan perlakuan dilakukan kembali pengukuran fungsi kognitif dengan pengukuran form MMSE untuk mengetahui nilai total MMSE setelah perlakuan.
Prosedur Pengukuran form MMSE
Untuk mengukur skor kognitif pada penderita sindroma metabolik menggunakan MMSE yang terdiri dari 11 pertanyaan dengan 5 komponen fungsi kognitif yang terdiri dari Orientasi,
registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall), dan bahasa. Setiap komponen mempunyai penilaian masing-masing, dari penilaian tersebut dijumlahkan dan dijadikan skor kognitif. Skor paling kecil nilainya 0, sedangkan bobot paling besar 30.1
Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS, Langkah-langkah sebagai berikut : 1. Statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik subyek penelitian yang meliputi umur, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan, riwayat DM, Kolesterol, hipertensi, TB, BB, tekanan darah, kolesterol total, gula darah, trigliseride dan nilai MMSE sebelum perlakuan.
-
2. Uji normalitas data (nilai MMSE) dengan Saphiro Wilk Test sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok.
-
3. Uji homogenitas data dengan Lavene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi nilai MMSE sebelum dan sesudah perlakuan.
-
4. Uji kompatibilitas dilakukan dengan membandingkan data (nilai total MMSE) pre test atau data sebelum pada kedua kelompok untuk mengarahkan pada pilihan pengujian hipotesis independent.
-
5. Uji beda sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok menggunakan uji parametrik (paired sample t-test)
-
6. Uji beda pada kedua kelompok sesudah perlakuan menggunakan uji Mann Whitney U. Uji ini bertujuan untuk membandingkan hasil setelah perlakuan diantara kedua kelompok.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 1
Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik |
n |
% |
Rera |
SB |
Min |
subyek |
ta |
- | |||
mak | |||||
s |
Umur (th) |
51,9 |
3,15 |
45- |
6 |
6 |
55 | |
TB (cm) |
158, |
4,99 |
153- |
807 |
6 |
169 | |
BB (Kg) |
65,6 |
4,29 |
58- |
15 |
9 |
75 | |
IMT |
26,2 |
1,58 |
23- |
30 |
2 |
29 |
Jenis kelamin:
Laki-laki |
5 |
19, |
Perempuan |
21 |
2 |
80, | ||
8 | ||
Status : | ||
Menikah |
26 |
100 |
Tingkat | ||
pendidikan : |
4 |
15, |
- Tamat |
7 |
4 |
SD |
10 |
26, |
- Tamat |
2 |
9 |
SLTP |
3 |
38, |
- Tamat |
5 | |
SLTA |
7,7 | |
- Tamat |
11, | |
Akademi |
5 | |
k | ||
- Tamat | ||
Pergurua | ||
n tinggi | ||
Pekerjaan : | ||
- Buruh |
8 |
30, |
- Guru |
1 |
8 |
- Wiraswa |
9 |
3,8 |
sta |
5 |
34, |
- Pegawai/ |
6 | |
karyawan |
19, | |
2 | ||
Riwayat penyakit | ||
dahulu : | ||
- Hipertens |
11 |
42, |
i |
13 |
3 |
< 5 th |
2 |
50 |
5-10 th |
7,7 | |
Tidak |
19 | |
tahu |
7 |
73, |
- DM |
1 | |
Ya |
4 |
26, |
Tidak |
7 |
9 |
tahu |
15 | |
- Kolestero |
15, | |
l |
4 | |
Ya |
26, | |
Tidak |
9 | |
Tidak |
57, |
tahu 7
Sampel penelitian berjumlah 26 orang yang berasal dari PERSADIA di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Umur subjek yang terlibat dalam penelitian ini, berkisar antara 45-55 tahun. Pada penelitian Akbaraly et al (2010) usia 30 -55 tahun pada penderita sindroma metabolik persisten selama sepuluh tahun terdapat penurunan kognitif dibandingkan dengan penderita sindroma metabolik non persisten. Pada penelitian Suleen et al subyek penelitian yang diambil dengan usia 40-66 tahun diberikan latihan aerobik intensitas sedang pada subyek obesitas/ overweight untuk diketahui pengaruhnya terhadap fungsi kardiovaskular.19 Dari beberapa penelitian diatas usia sampel pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan diantara keduanya.
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data sebelum dan sesudah perlakuan
P. Uji Normalitas
(Saphiro Wilk- Test) P.
Variabel
Kelompok Kelompok Homogenitas 1 II
Sebelum 0,139 0,07 1,000
pelatihan
Sesudah 0,078
pelatihan
menggunakan data sesudah perlakuan pada
0,001 0,158 kedua kelompok.
Tabel 4
Hasil uji normalitas pada kedua kelompok perlakuan tersebut menunjukkan
Hasil Uji Beda Kedua Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan
nilai p>0,05, akan tetapi pada kelompok kedua setelah perlakuan diperoleh p<0,05 sehingga untuk uji sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan Uji non parametrik.
Uji homogenitas (Levene-Test) data hasil MMSE pada kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan menunjukkan p>0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai
Variabel |
Sebelum perlakuan Rerata ± SB |
Setelah perlakuan | |
Rerata ±SB |
t p | ||
27,538 |
28,615 | ||
Kel 1 |
± 0,967 |
± 0,96 |
6,062 0,001 |
27,846 |
29,615 | ||
Kel2 |
± 0,987 |
± 0,65 |
0,001 |
MMSE sebelum perlakuan antara kedua kelompok perlakuan.
Uji beda kelompok perlakuan I menggunakan uji paired sample t-test dari
data pengukuran MMSE sebelum dan sesudah pelatihan aerobik intensitas ringan diperoleh nilai p<0,05 berarti bahwa Ho ditolak artinya terdapat peningkatan MMSE
Pada Kedua Kelompok |
yang signifikan setelah diberikan pelatihan |
Kelompok Kelompok |
aerobik intensitas ringan dengan diet rendah |
1 2 Variabel N |
t koplesterol. |
Rerata Rerata ± |
Uji beda kelompok perlakuan II |
±SB SB |
menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank Test |
Sebelum 27,538 27,846 |
dari data pengukuran MMSE sebelum dan |
Perlakuan 13 ± 0,967 ± 0,987 |
0,803 s0e,s4u3dah pelatihan aerobik intensitas sedang |
hasil total MMSE sebelum perlakuan
Tabel 3
Hasil Rerata MMSE Sebelum Perlakuan
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kedua kelompok sebelum perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan p>,05.Dengan demikian data yang diuji pada hipotesis ketiga
diperoleh nilai p < 0,05 berarti bahwa Ho ditolak artinya terdapat peningkatan MMSE yang signifikan setelah diberikan pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol.
Tabel 5 minggu dengan frekuensi empat kali
Hasil Uji Beda Antara Kedua seminggu. Pelatihan yang diberikan dalam Kelompok Setelah Perlakuan jangka waktu 6 - 8 minggu akan diperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah Kelompok Kelompok
-
1 2 teradaptasi dengan pelatihan tersebut.20
Variabel Beda p Pada penelitian Kwon latihan aerobik
Rerata Rerata
dengan frekuensi 5 kali/minggu dengan ±SB ±SB
durasi 60 menit selama 12 minggu dapat Setelah 28,615 29,615
meningkatan fungsi endotelium pada Perlakuan ± 0,96 ± 0,65 1 0,005
subyek wanita dengan diabetes millitus tipe
Berdasarkan hasil uji Mann Whitney U Test dari data MMSE sesudah perlakuan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II diperoleh nilai p < 0,05 berarti bahwa Ho ditolak artinya bahwa ada perbedaan pengaruh pemberian pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol dan pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol terhadap peningkatan penilaian MMSE.
Efek Pelatihan Aerobik Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE
Pelatihan aerobik intensitas ringan yang diterapkan memiliki efek dalam meningkatkan nilai MMSE. Dengan demikian berarti hipotesis satu terbukti, yaitu pelatihan aerobik intensitas ringan dengan diet kolesterol memperbaiki kognitif.
Terjadinya peningkatan MMSE pada diakibatkan karena pelatihan yang diterapkan selama tiga bulan atau dua belas
dua. Dari beberapa penelitian sebelumnya penelitian Mikus et al dilaporkan bahwa latihan aerobik menggunakan treadmill dan latihan sepeda selama 60 menit dengan intensitas 60-75% dalam 7 hari dapat memperbaiki pembuluh darah arteri pada penderita diabetes millitus tipe 2.21
Berdasarkan beberapa penelitian yang mengemukakan adanya perbaikan fungsi endotel setelah diberikan latihan aerobik sehingga dapat membuat pembuluh darah mensuplai darah keseluruh tubuh mengakibatkan meningkatnya aliran darah otak dan perfusi oksigen, yang dapat menyebabkan peningkatan kinerja kognitif.22
Latihan fisik dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia dimana glukosa bertindak sebagai substrat yang diperlukan dalam fungsi metabolik untuk neurotransmiter otak yang kemudian memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja kognitif.23
Pada penelitian ini pelatihan aerobik dengan intensitas ringan 65% MHR dapat
meningkatkan nilai MMSE pada penderita sindroma metabolik. Hal tersebut relevan dengan penelitian Erickson dimana latihan aerobik dengan intensitas 50-60% dan 60 -75% MHR dapat meningkatkan ukuran hippocampus anterior yang mengarah pada perbaikan memori spasial.16 Latihan aerobik dapat meningkatkan volume hipocampus 2%. Hal tersebut juga dikaitkan dengan peningkatan serum BDNF yang dapat meningkatkan fungsi memori.
Efek Pelatihan Aerobik Sedang Dengan Diet Rendah Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE
Pada pelatihan aerobik dengan intensitas sedang 75% MHR dapat meningkatkan nilai MMSE pada penderita sindroma metabolik. Hal tersebut relevan dengan penelitian Kwon yang dilaporkan adanya perbaikan fungsi endotel pada subyek wanita dengan diabetes tipe dua setelah diberikan latihan aerobik dengan durasi 60 menit, 5 kali per minggu selama 12 minggu.24 Penelitian Xiang dan Wang dilaporkan adanya perbaikan endotelium pada subyek dengan kelainan glukosa setelah diberikan latihan aerobik 4-6 kali per minggu selama 40-45 menit dengan intensitas 70%-75% MHR.25 Pada penelitian Cohen dilaporkan adanya perbaikan fungsi endotelium setelah diberikan latihan aerobik dengan intensitas 75%-85% dengan 2 set, 8 pengulangan
pada subyek dengan diabetes millitus tipe 2.26
Latihan fisik bermanfaat bagi fungsi saraf dengan meningkatnya kadar BDNF yang dapat memperbaiki fungsi saraf dan mengurangi oksidatif stress dan lebih khusus lagi hal tersebut memainkan peranan penting dalam pemeliharaan struktur sinaptik, perpanjangan aksonal dan neurogenedisis otak pada orang dewasa.27
Berdasarkan temuan diatas, penulis menyimpulkan bahwa latihan aerobik baik intensitas ringan dan sedang dengan diet kolesterol dapat meningkatkan nilai MMSE pada penderita sindroma metabolik.
Hasil menunjukkan bahwa baik pelatihan aerobik intensitas ringan maupun aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol bermanfaat untuk fungsi luhur otak yang dalam hal ini kognitif. Hal ini tampak bahwa hasil dari peningkatan nilai MMSE disebabkan oleh adanya perbaikan fungsi endotelium dan adanya peningkatan volume hippocampus yang dikaitkan dengan peningkatan BDNF sehingga dapat meningkatkan supplai aliran darah menuju ke otak dan neurotransmitter otak yang kemudian memperbaiki fungsi kognitif.
Efektifitas Pelatihan Aerobik Intensitas Ringan Dengan Diet Rendah Kolesterol Dibandingkan Pelatihan Aerobik Intensitas Sedang Dengan Diet Rendah
Kolesterol Terhadap Peningkatan MMSE
Pada Penelitian Argarini dilaporkan bahwa intensitas latihan renang pada tikus putih muda mempengaruhi BDNF expressio pada hippocampus. Dua puluh empat tikus jantan (Rattus norvegicus strain wistar), umur 1 sampai 1,5 bulan, berat badan 60-100 gram dibagi secara acak menjadi 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Kelompok kontrol adalah kelompok yang diberikan lingkungan berair selama 4 minggu. Kelompok perlakuan adalah kelompok dengan bentuk tertentu latihan renang dengan intensitas rendah (beban 3% dari berat badan), intensitas sedang (beban 6% dari berat badan) dan intensitas tinggi (berat 9% dari berat badan). Hasil dari penelitian tersebut adalah moderat dan intensitas latihan renang tinggi meningkatkan ekspresi BDNF pada hippocampus, sedangkan latihan intensitas rendah tidak memiliki efek dalam ekspresi BDNF di hippocampus.28
Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Erickson dilaporkan bahwa latihan aerobik intensitas ringan, sedang dan stretching pada subyek sebanyak 120 selama 6 bulan dapat memperbaiki meningkatkan kognitif.16 Latihan aerobik ringan dan sedang dapat meningkatkan ukuran hipocampus 1,97% dan 2,12%. Pada penelitian tersebut latihan aerobik intensitas sedang lebih menunjukkan prosentase
peningkatan volume hipocampal lebih besar daripada latihan aerobik intensitas ringan. Latihan aerobik meningkatkan volume substansia abu dan putih pada prefrontal cortex pada orang dewasa dan meningkatkan fungsi kontrol eksekutif. Peningkatan volume hipocampus juga berkaitan dengan peningkatan serum BDNF. BDNF merupakan neurothropin yang berperan dalam plastisitas sinaptik dan proses pembelajaran, akurasi memori, konsolidasi, memori retensi dan recall sehingga dengan meningkatnya serum BDNF ini akan mengakibatkan pebaikan dari fungsi kognitif.
Pada penelitian ini terdapat perbedaan hasil perbaikan kognitif, dimana kognitif pada kelompok intensitas sedang lebih menunjukkan peningkatan 22,1 % lebih besar dibandingkan dengan intensitas ringan.
-
■ Intensitas ringan ■ intensitas sedang
59,73
37,63 I
il
Prosentase Peningkatan MMSE
Grafik 1 Prosentase Peningkatan MMSE Pada Kelompok Intensitas ringan dan Intensitas Sedang
Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori-teori yang ada, pelatihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah
kolesterol pada penelitian ini lebih baik dalam memperbaiki fungsi kognitif dibandingkan dengan intensitas ringan dengan diet rendah kolesterol pada penderita sindroma metabolik.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa latihan aerobik intensitas sedang dengan diet rendah kolesterol lebih baik dalam meningkatkan kognitif daripada intensitas ringan pada penderita sindroma metabolik. Oleh karena itu peneliti menyarankan (1) latihan aerobik intensitas ringan dan sedang dapat digunakan untuk meningkatkan kognitif pada penderita sindroma metabolik, (2) Perlu penelitian lanjutan terkait jumlah sampel dan kriteria sindroma metabolik, (3) Perlu adanya penelitian lanjutan tentang perbaikan kognitif pada penderita sindroma metabolik dimana lebih menggambarkan pencitraan otak sehingga dapat meningkatkan fungsi kognitif, (4) Perlu adanya penelitian lanjutan terkait fungsi kognitif dengn menggunakan alat ukur yang valid dan reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Saunderajen. 2010. “Pengaruh Sindroma Metabolik terhadap Gangguan Fungsi Kognitif” (tesis). Universitas Diponegoro Semarang
-
2. Kahn, R., Buse J, Ferrannini E, Stern M. 2005. The metabolic Syndrome: Time for a Critical Appraisal: Join Statement from the American Diabetes Association and the European Association for the Study of Diabetes. Diabetes Care; [PubMed] ;28: 22892304. [cited 2012 juni 10].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
3. Janson, J., Laedtke T, Parisi J.E, O'Brien P, Petersen R.C, Butler P.C. 2004. Increased risk of type 2 diabetes in Alzheimer disease.diabete. [PubMed:14747300] 53:474-481.
[cited 2012 juni 10].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
4. Jafar, N. 2011. “Sindroma Metabolik” (disertasi). Fakultas kesehatan masyarakat. :Universitas hasanuddin
-
5. Yaffe, K., Kanaya A, Lindquist K, Simonsick EM, Harris T, Shorr R.I, Tylavsky F.A, Newman A.B. He .2004. Metabolic syndrome, inflammation, and risk of cognitive decline. JAMA;292:2237-42 Alberti G.Introduction to the metabolic syndrom.eur herat J. [PubMed]:7:D3-D5 . cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
6. Akbaraly, T.N., Mika Kivimaki, Martin J.Shipley, Adam G. Tabak, Markus Jokela, Marianna Virtanen, Michael G. Marmot, Jane E. Ferrie, Archana Sigh. 2010. Metabolic
Syndrome Over 10 Years and
Cognitive Functioning in late Midlife.Diabetes care.vol. 33: 84-89. [cited 2012 january 22].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
7. Rostam, S. 2006. Cognitive Functions in Diabetes Mellitus Patients. American Journal of Applied Sciences. [cited 2012 Nov 16]; 3(1): 1682-1684.Available from;http://www.scipub.org/fulltext/aj as/ajas311682-1684.
-
8. Solfrizzi, V., Panza F, Colacicco AM, D'Introno A, Capurso C, Torres F, Grigoletto F, Maggi S, Del Parigi A, Reiman EM, Caselli RJ, Scafato E, Farchi G, Capurso A; Italian Longitudinal Study on Aging Working Group. 2004.Vascular risk factors, incidence of MCI, and rates of progression to dementia. Neurology. 2004 Nov 23;63(10):1882-91. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
9. Robinson, C.S., Bhumsoo Kim, Andrew Rosko and Eva L. Feldman. 2010. How does diabetes accelerate Alzheimer disease pathology?. [PubMed] 6 (10) 551-559. cited 2012 juli 12].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
10. Gundy, S.M. 2003. Inflamation, hypertension and the metabolic syndrome.JAMA.[PubMed];239:3000-2. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
11. Karczeska, K.M., Straczkowski M, Adamska A,Nikolajuk K, Otziomek E. 2011. Decreased serum brain-derived neurothropic factor concentration in young nonobese subjects with low insulin sensitivity. Clinical Biochemistry 44: 817-820. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
12. Swift, D.L., Neil M. Johannsen, Valerie H. Myers Conrad P. Earnest, Jasper A. J. Smits,Steven N. Blair, Timothy S. Church. 2012. The Effect of Exercise Training Modality on Serum BrainDerived Neurotrophic Factor Levels in Individuals with Type 2 Diabetes. [PubMed] vol.7:1-7 cited 2013 maret 6].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
13. Mitchel & Gibbons., 1998. Controlling Blood Lipids. part I. APractical Role for Diet and Exercise.The physicion & Sports medicine. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
14. Giada, Baldo, Enzi, Baiocchi, Zulliani., Vitale & Fellia. 1991. Specialized Physical Training Programs ;Effects on Serum Lipoprotein Cholesterol, Apoprotein A-1 & B and Lipolytic Enzymes Activities : J.Sports Med. Phys. Fitness. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
15. Baker, D., Laura, Laura L. Frank, Karen Foster-Schube, Pattie S. Green,Charles W. Wilkinson, Anne McTiernan, Brenna A. Cholerton, Stephen R. Plymate, Mark A. Fishel, G. Stennis Watson, Glen E. Duncan, Pankaj D. Mehta, and Suzanne Craft. 2010. A Aerobic Exercise Improves Cognition for Older Adults with Glucose Intolerance, A Risk Factor for Alzheimer’s Disease. [PubMed: PMC3049111]. 569–579. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
16. Erickson, K.I., et al. 2010. Brain-derived neurotropic factor is associated with age-related decline in hipocampal volume. [PubMed].J neurosci:30:5368-5375. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
17. Mc Ardle, W.D., Katch, F.i & Katch, V.L. 1986. Exercise physiology, Energy, Nutrition and Human Performance, 2nd Ed. Lea& Febiger Philadelphia
-
18. Wang, Jong-Shyan. 2005. Exercise Prescription and Thrombogenesis, Journal of Biomedical Science, volume 13, halaman 753-761
-
19. Suleen, S Ho., Satvinder S Dhaliwal, Andrew P Hills, and Sebely Pal. 2012. The Effect of 12 weeks of aerobic, resistance or combination exercise training on cardiovascular risk factors in the overweight and obese in a
randomized trial. BMC Public Health. cited 2013 maret 3].available from : http://.www.biomedcentral.com/1471-2458/12/704
-
20. Nala, N. 2002. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Komite Olahraga Nasional Indonesia Daerah Bali
-
21. Mikus, C.R., Seth T. Fairfax, Jessica L. Libla, Leryn J. Boyle, Lauro C. Vianna, Douglas J. Oberlin, Grace M. Uptergrove, Shekhar H. Deo, Areum Kim, Jill A. Kanaley, Paul J. Fadel, John P. Thyfault.2011. Seven days of aerobic exercise training improves conduit artery blood flow following glucose ingestion in patients with type 2 diabetes. cited 2012 may 9].
-
22. Kluding, P.M, Benjamin Y. Tseng, and Sandra A. Billinger et al. 2011. Exercise and Executive Function in Individuals with Chronic Stroke: A Pilot Study University of Kansas Medical Center, Department of Physical Therapy and Rehabilitation Science, Kansas City, KS. [cited 2013 feb 17]; Available http://www.dmsjournal.com/content/1/ 1/7
-
23. Lezak, M.D. 1995. Neuropscychological assessment. 3nd ed.New York :Oxford university press;20-30
-
24. Kwon, H.R., Kyung Wan Min, Hee Jung, Hee Geum Seok, Jae Hyuk Lee, Gang Seo Park, Kyung Ah Han. 2011.
Effects of Aerobic Exercise vs. Resistance Training on Endothelial Function in Women with Type 2 Diabetes Mellitus. [PubMed]. 35:364373. [cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
25. Xiang, G.D., Wang Y.L. 2004. Regular aerobic exercise training improves endothelium-dependent arterial dilation in patients with impaired fasting glucose. Diabetes Care [PubMed] 27:801-2. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
26. Cohen, N.D., Dunstan DW, Robinson C,Vulikh E, Zimmet PZ, Shaw JE.2008. Improved endhotelial function following a 14-month resistance exercise training program in adults with type 2 diabetes. Diabetes Res Clin Pract; 79;405-11. [cited 2012 6 april 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
27. Pinilla, F.G. 2011. Collaborative effects of diet and exercise on cognitive enhancement. Nutr Health. Department of Physiological Science, Department of Neurosurgery, University of California Los Angeles, Los Angeles; 20(3-4): 165–169. cited 2012 may 9].available from : URL:http:/www.pubmed.com
-
28. Argarini. 2011. “Pengaruh Latihan Fisik Intensitas Ringan, Sedang dan Berat Terhadap Ekspresi Brain
Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada hipokampus”(tesis). Fakultas Kedokteran Departemen Ilmu Faal Kedokteran.Universitas Airlangga
95
Discussion and feedback