Sport and Fitness Journal

Volume 9, No.1, Januari 2021: 55-66

E-ISSN: 2654-9182

TERAPI LATIHAN FUNGSIONAL DI AIR MENINGKATKAN KEKUATAN KONTRAKSI ISOMETRIK OTOT PAHA

PASIEN POST REKONSTRUKSI CEDERA ANTERIOR LIGAMENTUM CRUCIATUM PHASE 2 DI RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

Bertha Melyana1, Susy Purnawati2, S Indra Lesmana3,

Tjokorda Gde Bagus Mahadewa4, I Made Muliarta2, I Putu Adiartha Griadhi2

1Program Studi Magister Fisiologi Keolahragaan Universitas Udayana, 2Departemen Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul 4Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

e-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan: Penurunan kekuatan kontraksi otot paha merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien post operasi rekontruksi cedera Anterior Cruciatum Ligament (ACL) yang dapat menimbulkan penurunan fungsi gerak bahkan sampai kepada kecacatan. Pemberian terapi latihan fungsional di air terbukti efektif meningkatkan kekuatan kontraksi otot paha yang sangat menentukan perbaikan range of motion dan fungsi sendi lutut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan fungsional di air lebih efektif dalam meningkatkan kekuatan kontraksi isometrik otot paha dibandingkan dengan latihan di darat (klinik fisioterapi rumah sakit). Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental (the randomized pre-posttest control group design), melibatkan semua pasien post rekontruksi cedera ACL yang berjumlah 38 orang sebagai subjek penelitian. Ditentukan usia responden pada rentang 20-50 tahun, yang dibagi menjadi dua Kelompok perlakuan berbeda dengan random alokasi. Kelompok I diberikan latihan fungsional di darat (dan berperan sebagai Kelompok kontrol), sedangkan Kelompok II diberikan latihan fungsional di air. Frekuensi latihan 2 kali seminggu selama 6 minggu, selama 60 menit pada setiap sesi latihan. Kekuatan kontraksi isometrik otot paha di ukur menggunakan Spygmomanometer. Hasil: Data awal rerata kekuatan kontraksi isometrik otot paha pada Kelompok 1 adalah sebesar 117,37±7,14 dan setelah diberikan latihan fungsional di darat meningkat menjadi sebesar 133,42±12,47. Sedangkan pada Kelompok 2 didapatkan kekuatan kontraksi isometrik otot paha sebelum intervensi sebesar 121,32±6,83 dan setelah diberi latihan fungsional di air meningkat menjadi 140,79±14,55. Uji beda kekuatan kontraksi isometrik otot paha antara sebelum dan sesudah intervensi pada Kelompok 1 dan 2 menunjukan perbedaan yang bermakna, yaitu p = 0,000. Akan tetapi pada uji beda kekuatan kontraksi isometrik otot paha setelah intervensi antar Kelompok I dan II tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara uji statistic (nilai p = 0,158. Simpulan: Latihan fungsional di air maupun di darat dapat meningkatkkan kekuatan kontraksi isometrik otot paha yang signifikan. Akan tetapi tidak ditemukan perbedaan kekuatan kontraksi

yang signifikan post intervensi antara Kelompok pasien post operasi rekonstruksi cedera ACL yang diberikan latihan fungsional di air maupun di darat.

Kata kunci : Cedera Anterior Cruciatum Ligament, latihan fungsional di air, kekuatan kontraksi isometrik otot paha

THE FUNCTIONAL PHYSICAL THERAPY IN WATER IMPROVES ISOMETRIC CONTRACTION STRENGTH OF THIGH MUSCLE AMONG PHASE 2 POST RECONSTRUCTION ANTERIOR CRUCIATE LIGAMENT PATIENTS AT RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

ABSTRACT

Introduction: Decreased strength of thigh muscle contractions is a complication that often occurs in postoperative patients with the reconstruction of Anterior Cruciate Ligament (ACL) injury which can cause a decrease of motoric function and even disability. The application of functional exercise therapy in water has been proven to be effective in increasing the strength of the thigh muscle contractions which are very important in improving the range of motion and function of the patient’s knee joint. This study aims to prove that functional exercises in water are more effective in increasing the strength of the isometric contraction of the thigh muscles compared to exercises on hospital physical therapy’s room. Method: This is an experimental study with a type of randomized pre-posttest control group design, involving 38 post-ACL reconstruction patients as participants. The patients’ age was in the range of 20-50 years, which is divided into two groups by random allocation. Group 1 was given a conventional functional therapy (in a type of functional therapy held at the physical therapy or clinic room, and as a control group), while group 2 was given water functional therapy. The frequency of treatment was 2 times a week for 6 weeks, for 60 minutes at each training session. The strength of the thigh muscles isometric contraction was measured using a sphygmomanometer. Result: As baseline data, the mean of thigh muscles’ isometric contraction strength of Group 1 was 117.37 ± 7.14, and after being given conventional functional therapy was increased to be 133.42 ± 12.47. Whereas in Group 2 the isometric contraction strength of the thigh muscles before the intervention was 121.32 ± 6.83 and after being given functional therapy in water increased to be 140.79 ± 14.55. Statistical analysis showed a significant difference in the isometric contraction’ strength of thigh muscle between before and after intervention in groups I and II with p-value = 0.000. However, the strength of the isometric contraction of the thigh muscles after the intervention between Groups 1 and 2 was no significant difference in statistical tests with p-value = 0.158. Conclusion: The functional therapy in water and conventional functional therapy can significantly increase the strength of thigh muscles’ isometric contraction. However, there was no significant difference in isometric contraction’ strength after intervention between functional therapy in water as well as conventional functional therapy among post-operative ACL reconstruction patients.

Keywords: anterior cruciate ligament injury, functional therapy in water, isometric contraction’ strength of thigh muscle.

PENDAHULUAN

Cedera Anterior Cruciate ligament (ACL) merupakan salah satu rupture yang paling sering pada prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada saat latihan terjun payung, halang rintang, lintas medan dll di mana saat mendarat setelah melompat dengan lutut dalam keadaan hiperekstensi dengan rotasi panggul dan kaki yang berlebihan. Robeknya ligament penyokong pada ACL membuat kartilago dalam sendi menjadi longgar yang menyebabkan lutut tidak bisa berfungsi dengan baik, karena terjadinya pergeseran tulang tibia saat aktivitas yang berdampak terganggunya performa seorang atlet 1,2.

Pada tahun 2015, angka kejadian cedera ligament pada sendi lutut di Indonesia yang tercatat pada Rumah Sakit Olah Raga Nasional (RSON) terbanyak pada cabang olah raga karate taekwondo, sepakbola, tenis, sepeda gunung didapatkan data sekitar 47 dari 87 kasus (54%) mengalami cidera ligament pada sendi lutut). Menurut data RSPAD Gatot Soebroto bulan Januari 2019 sampai Desember 2019 sekitar 379 dari 157 kasus ( 40%).

Masalah fisioterapi pada pasien post rekontruksi ACL meliputi impairment, fuctional limitation, dan participation restriction. Masalah yang termasuk impairment yaitu adanya (1) adanya nyeri gerak (2) menurunnya kekuatan otot penggerak fleksor dan ekstensor lutut kanan (3) keterbatasan lingkup gerak sendi. Dalam aspek masalah functional limitation, pasien akan mengalami kesulitan pada saat jongkok ke berdiri, pasien akan kesulitan melakukan gerakan sholat duduk diantara dua lutut, dan mengalami kesulitan memakai celana. Bukti lainnya menunjukkan bahwa pasien akan mengalami penurunan kekuatan otot paha sekitar 20%-30% pada 3 bulan pertama post rekonstruksi ACL3.

Selain itu dampak tindakan rekonstruksi ACL akan menyebabkan

terganggunya fungsi gerak, terjadinya kekakuan dan penurunan kekuatan otot serta timbulnya rasa nyeri pada saat aktivitas4. Rehabilitasi pasca rekontruksi ACL merupakan program lanjutan yang harus dijalani pasien dengan melakukan latihan spesifik dan progresif di setiap tahapan setelah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk meningkatkan penguatan kekuatan otot hamstring yang biasanya mengalami atrofi dan penurunan kekuatan otot sampai 20%-30% pada bulan pertama. Sehingga diperlukan intervensi penanganan fisioterapi untuk meningkatkan kekuatan kontraksi otot paha dan mengembalikan fungsi gerak tanpa membahayakan stabilitas ligament baru ke kondisi pasien seperti sebelum terjadi cedera1. Bentuk latihan yang diberikan tergantung fase-fase yang berdasarkan dari hari ke berapa setelah operasi rekontruksi ACL dilakukan. Latihan fungsional menghasilkan efek terhadap penambahan jumlah sarkomer dan serabut-serabut otot yang baru yang pada akhirnya dapat meningkatkan muscle strengthening. Salah satu bentuk terapi latihan tersebut adalah terapi latihan fungsional di air.

Prinsip pemberian latihan pada phase 2 post operative , yaitu pada minggu ke 4-10 bertujuan untuk tercapainya adaptasi anatomi dan hipertropi otot, mengembalikan alignment tubuh, meningkatkan kekuatan otot anggota bawah, meningkatkan propioception dan neuromuscular control serta melatih jalan. Sehingga latihan diharapkan mencakup perbaikan range of motion (ROM) ekstensi dan fleksi, mengisolasi kontraksi otot quadriseps femoris, peningkatan fungsi sistem muskulo-skeletal dalam fungsinya sebagai penyangga berat badan (weight bearing), meningkatkan kemampuan pasien menaikkan kaki lurus tanpa jeda dan dapat melakukan gerakan berjalan dengan normal, mempertahankan mobilitas patella (karena akan menjamin otot quadriseps aktif yang dibutuhkan untuk

gerakan berjalan), meminimalkan rasa sakit, dan tentunya perawatan luka terjamin dilakukan dengan baik.

Terapi latihan fungsional di air (hidroterapi) merupakan program terapi yang dilakukan di dalam air (dalam sebuah kolam khusus) dengan indikasi untuk meningkatkan efisiensi gerakan pasien yang mengalami nyeri kronis, arthritis, fibromyalgia, penyakit paru obstruktif kronik, defisit keseimbangan, diabetes, multiple sclerosis, atau masalah neurologis dan ortopedi lainnya5. Hidroterapi memiliki kelebihan, karena termasuk latihan yang memberi efek relaksasi yang juga telah dibuktikan pada pasien yang mengalami tingkat stres yang tinggi6.

Studi-studi tentang efektivitas latihan fungsional di air menunjukkan terjadi perbaikan kekuatan otot rata-rata 7%, kekuatan otot ekstensor lutut 10,5% dan 13,4% pada otot fleksor lutut yang diukur menggunakan mesin isokinetik. Efek pada peningkatan otot yang berbeda dikarenakan perbedaan desain program yang meliputi repetisi, intensitas, serta tipe latihan7. Latihan fungsional di dalam air menimbulkan perubahan adaptasi otot pada tingkat sel meliputi meningkatnya ukuran dan jumlah mitokondria dan konten myoglobin8.

Dibandingkan dengan latihan fungsional di air, pada latihan konvensional yang dilakukan di darat (misalnya di klinik fisioterapi rumah sakit) tahanan yang dirasakan hanya dari satu arah saja yang tergantung pada arah beban yang diberikan6. Sedangkan tahanan cairan memberikan keuntungan saat melakukan latihan di dalam air, karena memberikan efek penyangga sehingga otot postural akan berkontraksi menjaga tubuh agar tetap pada posisi stabil. Tahanan cairan juga dapat meningkatkan kesadaran sensoris, meningkatkan waktu reaksi dan belajar mempertahankan keseimbangan dalam lingkungan air9. Penerapan terapi latihan di air di klinik-klinik layanan fisioterapi di Indonesia belum

banyak dilakukan. Selain itu, masih terbatasnya bukti-bukti efektivitas latihan fungsional di air jika dibandingkan dengan latihan di darat di Indonesia merupakan alasan yang kuat dilakukannya penelitian ini.

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk membuktikan pemberian latihan fungsional di darat dapat meningkatkan kekuatan kontraksi isometrik otot paha pasien post rekonstruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta; 2) Untuk membuktikan pemberian latihan fungsional di air dapat meningkatkan kekuatan kontraksi isometrik otot paha pasien post rekontruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta; dan 3) Untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan kekuatan otot yang bermakna setelah latihan antara pemberian terapi di air dan di darat pada pasien post rekontruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian randomized pre and post test control grup design ini dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Intervensi diberikan pada bulan Februari-Maret tahun 2020. Subjek penelitian yang terlibat adalah seluruh pasien post operasi rekontruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang berjumlah 38 orang.

Tehnik pengambilan sampel dilakukan menggunakan tehnik permuted block ramdomize yaitu dengan cara mengalokasikan subyek secara acak ke dalam 4 blok, dengan rincian jumlah sampel blok 1-4 masing-masing 10 responden pada setiap bloknya kecuali blok 4 sebanyak 8 responden. Sampel pada Blok 1 diambil pada Senin dan Rabu pada minggu ke-1, Blok 2 hari Selasa dan Kamis pada minggu ke-2, Blok 3 hari Senen dan Rabu pada minggu ke-3, dan Blok 4 hari Senen dan Rabu pada minggu ke-4.

Kekuatan otot paha diukur menggunakan Sphygmomanometer, dan

diukur sebelum latihan fungsional diterapkan dan setelah 2 hari post latihan terakhir pada masing-masing intervensi, yaitu pada saat kunjungan follow up pasien. Posisi pasien saat dilakukan pengukuran adalah berbaring, lalu dilakukan pemasangan manset pada paha atas, ujung bawah manset terletak kira-kira 1-2 cm diatas lutut. Manset dikencangkan melingkari paha pasien. Dan manset dipastikan terpasang secara nyaman.pada saat penilaian. Pasien diminta untuk tidak melakukan gerakan gerakan kompensasi selama dilakukan pengukuran. Subyek di instruksikan untuk melakukan kontraksi

isometrik maksimal untuk memulai gerakan dan menahan kontraksi selama 5 detik. Nilai angka yang ditunjukkan pada sphygmomanometer yang terbaca pada saat dilakukan pompa tekanan pertama dibaca sebagai kekuatan otot paha.

Terapi latihan fungsional di air dilakukan dalam kolam hidroterapi RSPAD dengan spesifikasi: lebar : 3,6- 4,5 m dan panjang : 6-7,2 m serta kedalaman 135-150 cm. Gerakan latihan fungsional di darat dan di air yang diberikan sesuai dengan Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Diskripsi komponen latihan fungsional di darat dan di air

Latihan fungsional di darat                                Latihan fungsional di air

Gerakan

Hitungan              Gerakan                    Hitungan

Cool therapy exercise

selama 10-15       Cool therapy exercise       selama 10-15 menit

menit

Clam shell

1-3 set               Wall sit exercise              1-3 set

Static bike

selama 5 menit      Single leg stand              1-3 set

Hamstring set exercise

1-3 set              Half squad                  1-3 set

Single leg stand

1-3 set               Toe rise                       1-3 set

Half squad

1-3 set              Lunges                        1-3 set

Toe rise

1-3 set              Foot Clock Drill             1-3 set

Lunges

1-3 set              Gait training                3 menit

Gait training

3 menit

Subjek penelitian tetap menjalankan terapi medikamentosa sesuai dengan protap yang berlaku pada RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Pemberian obat yang diberikan sesuai dosis yang telah ditentukan untuk diminum atau di oles secara topikal pada setiap kunjungan terapi dan tetap dievaluasi kembali oleh dokter yang bertanggung jawab dalam penanganan terapi medisnya.

Analisis data beda rerata kekuatan kontraksi isometrik otot paha pada masing-masing kelompok menggunakan uji paired sample-t test, sedangkan uji beda rerata kekuatan kontraksi isometrik otot paha antar

kelompok dilakukan menggunakan uji Mann- Whitney.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek dalam penelitian ini meliputi usia, berat badan, tinggi badan dan IMT pada kedua kelompok yaitu dengan terapi latihan di darat (kelompok 1) dan dengan terapi latihan di air (kelompok 2). Karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2

Karakteristik pasien berdasarkan usia, berat badan, tinggi badan dan IMT kedua kelompok N = 19

Karakteristik Subjek

Kelompok 1           Kelompok 2           p

(Rerata ± SB)           (Rerata ± SB)

Usia (th) Tinggi Badan (cm) Berat Badan (kg) IMT (kg/m2)

32,89±10,25            28,36±7,66           0,132

169,05±6,16             166,11±7,55           0,196

71,89±10,04            66,10±7,90           0,056

26,32±3,70             24,48±3,29           0,116


Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna baik usia, tinggi badan, berat badan dan IMT dari subjek pemelitian antara Kelompok 1 dan Kelompok 2. Di mana hasil analisis menggunakan uji independent sampe t-test menunjukkan semua nilai p > 0,05.

Uji Normalitas Data Kekuatan Kontraksi Isometrik Otot Paha Sebelum dan Sesudah Pelatihan

Distribusi data kekuatan kontraksi isometrik otot paha sebelum dan sesudah

pelatihan dianalisis menggunakan Saphiro wilk test. Nilai p pada pada uji normalitas data pada Kelompok 1 (baik data kekuatan otot sebelum atau data sesudah intervensi) didapatkan nilai yang lebih besar dari 0,05 (p>0,05), yang bermakna bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan data pada Kelompok 2 tidak berdistribusi sesuai kurve normal, yang ditunjukkan oleh nilai p yang lebih kecil dari 0,05 atau p<0,05. Hasil uji normalitas data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Hasil uji normalitas kekuatan kontraksi isometrik otot paha pada kedua Kelompok

Kekuatan kontraksi isometrik otot paha (mmHg)

Sebelum

(Rerata ± SB)

p

Sesudah

(Rerata ± SB)

p

Kelompok 1

117,37±7,14 mmHg

0,108

133,42±12,47 mmHg

0,054

Kelompok 2

121,32±6,83 mmHg

0,007

140,79±14,55 mmHg

0,001

Hasil Analisis Uji Beda Kekuatan Kontraksi Isometrik Otot paha antara Sebelum dan Sesudah Latihan Fungsional pada Masing-Masing Kelompok

Uji beda efek latihan fungsional dilakukan dengan uji t-Paired untuk untuk data yang berdisribusi normal (data kekuatan kontraksi isometrik otot paha Kelompok 1) dan uji Wilcoxon untuk data yang berdistribusi tidak normal (data pada Kelompok 2) dengan batas kemaknaan 0,05. Hasil analisis data sesuai Tabel 4 berikut

menunjukkan bahwa hasil uji beda rerata kekuatan otot paha pada masing-masing kelompok menunjukkan perbedaan bermakna (p < 0,05). Latihan fungsional di darat memberi efek peningkatan kekuatan otot paha sebesar 14%, dan latihan fungsional di air memberikan peningkatan kekuatan otot sebesar 16%. Tampak bahwa peningkatan kekuatan kontraksi isometrik otot paha yang lebih besar terjadi pada kelompok yang diberikan latihan fungsional di air.

Tabel 4

Hasil uji beda rerata kekuatan kontraksi isometrik otot paha pada kedua Kelompok sebelum dan sesudah latihan.


Kekuatan kontraksi isometrik otot paha (mmHg)

Sebelum Intervensi      Sesudah Intervensi         p

(mmHg)             (mmHg)

Rerata ± SB           Rerata ± SB

Kelompok 1

(latihan fungsional di darat)

117,37±7,14           133,42±12,47         0,000*

Kelompok 2

(latihan fungsional di air)

121,32±6,83           140,79±14,55        0,000**

Keterangan:

* menggunakan uji paired-t test, nilai p < 0,05 (berbeda bermakna atau signifikan)

** menggunakan uji Wilcoxon, nilai p < 0,05 (berbeda bermakna atau signifikan)


Hasil Analisis Uji Beda Kekuatan Otot Paha Sesudah Pelatihan antar Kedua Kelompok

Efek intervensi terhadap kekuatan kontraksi isometrik otot paha antar kelompok yang diberikan latihan di air maupun di darat dapat dilihat pada Table 5. Tampak bahwa uji beda rerata kekuatan otot paha sebelum intervensi antar kelompok 1 dan 2

menggunakan uji Mann-Whitney menunjukkan nilai p = 0,126. Hal ini menunjukkan bahwa data kekuatan otot paha sebelum intervensi adalah comforable. Sedangkan uji beda kekuatan otot paha setelah intervensi antar Kelompok 1 dan 2 menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p = 0,158 atau nilai p > 0,05.

Tabel 5

Hasil uji beda rerata kekuatan kontraksi isometrik otot paha sebelum dan sesudah latihan fungsional antar Kelompok

Kekuatan kontraksi isometrik otot paha

Kelompok 1 (mmHg)

Kelompok 2 (mmHg)

Z

U

p

Sebelum intervensi

117,37±7,14 mmHg

121,32±6,83 mmHg

-1.530

130,500

0,126*

Sesudah intervensi

133,42±12,47 mmHg

140,79±14,55 mmHg

-1,413

133,500

0,158*

Keterangan:

* menggunakan uji Mann-Whitney, nilai p > 0,05 (data tidak berbeda bermakna)

PEMBAHASAN

Temuan utama penelitian ini adalah ditemukan peningkatan kekuatan kontraksi isometric otot paha yang lebih besar sebagai efek latihan di air dibandingkan dengan di darat. Latihan fungsional di air meningkatkan kekuatan otot paha sebesar 16%, sedangkan latihan di darat memberi efek 14%. Akan tetapi pada penelitian ini rerata kekuatan otot

paha setelah latihan fungsional di air maupun di darat secara analisis statistik tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini belum dapat membuktikan bahwa efek latihan fungsional di air lebih unggul secara signifikan dalam meningkatkan kekuatan otot paha dibandingkan latihan fungsional di darat.

^^^==================

Secara teori, efektivitas intervensi fisioterapi pada pasien post rekonstruksi ACL fase 2 dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal pasien. Faktor internal berupa respon fisiologis dan psikologis pasien, status nutrisi (indeks massa tubuh), kebugaran fisik dan variasi faktor genetis, sedangkan faktor eksternal berupa keadekuatan intervensi dan faktor lingkungan. Terdapat beberap variabel yang sangat mempengaruhi efektivitas intervensi akan tetapi belum diteliti pada penelitian ini, misalnya respon perbaikan peradangan yang menggambarkan     respon     fisiologis

kemampuan pengembalian fungsi sendi lutut post rekonstruksi cedera ACL. Adanya varians dalan faktor tersebut tentunya memberi tendensi selection bias yang dapat mempengaruhi temuan penelitian. Selain itu, gerakan-gerakan latihan fungsional di air yang diberikan kepada subjek penelitian ini yang mencakup cool therapy exercise, wall sit exercise, single leg stand, half squad, toe rise, lunges, foot clock drill dan gait training masih perlu dikaji lagi kekuatan bebannya terhadap efek weight bearing yang menjadi tujuan dari intervensi ini. Beban latihan yang tidak adekuat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tidak dapat dibuktikannya tujuan penelitian ke-3 dari penelitian ini. Temuan penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang telah membuktikan bahwa terapi latihan fungsional di air lebih unggul dibandingkan terapi di darat terhadap pasien post operasi rekonstruksi ACL. Wahyuni menemukan latihan di air (hydroterapi) terbukti meningkatkan kekuatan otot dan daya tahan ekstremitas bawah. Gerakan kaki yang terjadi saat di dalam air mengakibatkan tahanan

--------------------------------------------------------tekanan air, tahanan gesekan dan gelombang dalam air menjadi lebih besar, tahanan tekanan air yang timbul menjadi lebih besar karena berat jenis air jauh lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis udara sehingga energi gerakan yang lebih besar akan dikerahkan untuk kontraksi otot dalam melawan  tahanan10.  Beberapa peneliti

menemukan bahwa latihan yang di lakukan di dalam air efektif untuk mengurangi nyeri serta dapat meningkatkan fungsi dan kinerja aktivitas sehari-hari pasien arthritis11. Temuan lain menyatakan bahwa gerakan yang dilakukan di dalam air dalam program rehabilitasi dapat meningkatkan kekuatan otot dan variabilitas gerakan12.

Latihan di air (hydroterapi) mengikuti aturan yang sama dari gerakan lambat, mengayun, gerakan ritmik dengan pernapasan terkontrol yang dapat secara positif mempengaruhi stabilitas postural dan resiko jatuh yang secara tidak langsung dapat memperbaiki kualitas hidup pasien13. Pasien merasa lebih percaya diri, dan mengalami lebih sedikit rasa takut jika dibandingkan dengan pasien yang menjalankan terapi jenis lain. Respon stres terhadap rasa sakit pada pasien akan meningkatkan ketegangan otot14. Pernapasan diafragma pada latihan fungsional di air dapat menimbulkan efek relaksasi, menurunkan respons stres, memberbaiki fungsi   myofascial,   dan

stabilisasi    lumbopelvis15.    Koordinasi

pernapasan pada latihan di dalam air memungkinkan otot menghasilkan gerakan yang lambat dan mengalir dari tubuh dan ekstremitas yang berfungsi terhadap pengembangan kontrol dan penyelarasan untuk semua gerakan inti. Gerakan yang lambat dan terlatih dapat meningkatkan keterampilan, keselarasan, keseimbangan, dan stabilisasi bagi tubuh.

Seiring dengan efek arthrokinematic, gerakan latihan fungsional di air

mengaktifkan kelompok otot tertentu dan menjaga kontraktilitas jaringan lunak. Berlatih di dalam air mengurangi kompresi persendian dan odema sendi, meningkatkan jangkauan atau lingkup gerak dan mobilitas tubuh secara keseluruhan, menjaga integritas struktur jaringan ikat dan jaringan lunak16.

Tekanan hydrostatik pada latihan hydroterapi meningkatkan kesadaran sendi terhadap posisi atau proprioseptive, menghasilkan tekanan yang tegak lurus dengan permukaan tubuh pasien, sehingga posisi berdiri lebih disadari, dan efeknya terjadi peningkatan fungsi proprioseptive 17. Daya apung pada latihan di air berfugsi mengurangi berat beban badan dengan cara menurunkan kekuatan yang dihasilkan oleh tekanan sendi. Viscositas air merupakan sumber tahanan terbaik yang dapat memudahkan pasien dalam kondisi nyeri untuk menjalankan program latihan. Keterlibatan tahanan ganda yang dimiliki air (bouncy and viscosity) akan lebih menguatkan grup otot yang tidak memungkinkan apabila dilakukan di darat17.

Dari aspek neuro-psikologis, terapi latihan di air dapat meningkatkan aktivitas alpha electroencephalogram; menghasilkan aktivasi hemisfer kanan; menurunkan gairah sistem saraf simpatik dan meningkatkan kesadaran; menurunkan aktivasi hipotalamus-pituitari-adrenal dan meningkatkan kondisi psikologis yang terkait dengan penyakit kronis, kecemasan dan gangguan depresi, manajemen kemarahan, dan dysrhythmias yang berhubungan dengan stres18. Pernapasan diafragma selama latihan di air telah terbukti mengurangi respons stres dan mengurangi depresi, kecemasan, dan insomnia 18. Relaksasi melalui pernapasan diafragma mengurangi tekanan darah dan beban kerja pada jantung dan mengurangi ketegangan otot. Berdiri dengan posisi kepala di atas permukaan air juga tetap memberi manfaat bagi pasien yang tidak bisa berenang yang melakukan terapi latihan di air.

Manfaat hydrotherapy dapat memberikan efek relaksasi, karena kondisi air yang hangat pada suhu 32-34oC. Suhu air yang hangat merangsang produksi endorphin yang berfungsi sebagai analgetik sehingga dapat mengurangi nyeri pada daerah cedera. Latihan fungsional di air memberi gaya apung sehingga memudahkan melakukan gerakan-gerakan selama latihan. Air akan menimbulkan tekanan hydrostatic ke segala arah, tekanan ini berguna untuk memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi bengkak pada daerah cedera karena drainase system limfatik bekerja lebih baik5.

Pada saat melakukan gerakan-gerakan di dalam air dan ditahan selama 6-10 detik menandakan terjadi gerakan isometrik yang berfungsi untuk memfasilitasi kontraksi tonik sekelompok otot sebagai langkah awal yang penting dalam mengatasi kekuatan otot sub-maksimal dan memulihkan stabilitas sendi lutut. Suatu aktivitas fisik yang dilakukan untuk meningkatkan kestabilan tubuh dengan cara meningkatkan kekuatan otot ekstremitas bawah. Latihan keseimbangan dapat meningkatkan fungsi saraf proprioseptive dari sistem saraf pusat dan mengurangi waktu respon dari otot paha, dan lainnya di sekitar lutut bersama untuk melindungi ligamen dari cedera ulang. Mekanisme komponen jaringan non-kontraktil yang diperlukan adalah ligamen, pada saat pemberian proprioceptive exercise, ligamen akan menstimulasi aktivasi cairan synovial yang membawa nutrisi pada bagian vaskuler di kartilago sendi. Hal ini akan meningkatkan tingkat keseimbangan dan kestabilan karena karena berefek langsung pada sistem neuromuskular dan muskuloskeletal (mengaktifkan kontraksi otot). Gerakan yang berulang (repetisi yang dilakukan) pada saat latihan akan meningkatkan mikrosirkulasi dan cairan yang ke luar akan lebih banyak sehingga kadar air dan matriks pada jaringan dan jaringan menjadi lebih elastis dan kekuatan

ligamen dalam mengikat sendi meningkat maka akan menimbulkan stabilitas yang lebih baik, yang selanjutnya juga akan meningkatkan performance seseorang dalam meningkatkan kemampuan keseimbangan.

Pada penelitian ini, latihan fungsional di darat juga terbukti meningkatkan kekuatan kontraksi isometrik otot paha sebesar 14%. Efek ini terjadi karena latihan kekuatan otot yang dilaksanakan di darat yang dilakukan berulang-ulang sampai mencapai suatu tegangan maksimum dalam kurun waktu tertentu akan meningkatkan kekuatan otot paha pada pasien post rekonstruksi ACL2. Latihan fungsional di darat, meskipun juga terbukti meningkatkan kekuatan kontraksi isometric otot paha pada penelitian ini, jika dibandingkan dengan latihan di air akan memberi efek psikologis yang berbeda dalam hal kepercayaan diri dan keberanian melakukan gerakan-gerakan pada saat masih dirasakan adanya sensasi rasa nyeri pada lutut. Pada ke dua jenis latihan, baik pada pemberian latihan di darat maupun di air hampir semua komponen latihan peningkatan kontraksi otot memiliki penekanan dalam membentuk stabilitas sendi lutut. Penekanan pada sendi saat latihan mengangkat salah satu kaki satu persatu secara bergantian juga akan menstimulasi mechanoreceptor pada otot-otot dan sendi lutut untuk meningkatkan input sensorik pada kontrol gerakan sehingga meningkatkan stabilitas sendi lutut dan meningkatkan fungsi dari ligament pada lutut.

Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu pengukuran kekuatan otot berfokus hanya pada pengukuran kekuatan kontraksi isometrik yang tidak dapat menggambarkan sepenuhnya kekuatan kontraksi otot paha. Selain itu, pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kekuatan kontraksi isotonis sebagai kelanjutan dari pengukuran kekuatan kontraksi otot paha.

SIMPULAN

Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini, maka dapt disimpulkan bahwa: 1) Ada perbedaan kekuatan kontraksi isometric otot paha yang bermakna setelah diberikan latihan fungsional di darat pada pasien rekontruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta; 2) Ada perbedaan kekuatan kontraksi isometrik otot paha yang signifikan setelah diberikan latihan fungsional di air terhadap peningkatkan kekuatan otot Hamstring pada pasien rekontruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta; dan 3) Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kekuatan kontraksi isometric otot paha pasien post rekontruksi ACL phase 2 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta setelah diberikan latihan fungsional di air maupun di darat. Akan tetapi latihan fungsional di air pada penelitian ini memberikan peningkatan kekuatan otot sebesar 16%, atau 2% lebih besar dibandingkan latihan di darat yang memberikan efek peningkatan kekuatan otot paha hanya sebesar 14%.

SARAN

Mengacu kepada hal-hal yang merupakan kelemahan pada penelitian ini maka dapat kami sarankan: 1) Ke depannya masih dibutuhkan studi lebih lanjut yang melibatkan pengukuran kontraksi isotonis otot paha sebagai parameter untuk menilai efektivitas latihan fungsional di air bagi pasien post rekonstruksi ACL phase 2; 2) Agar penilaian peningkatan kekuatan otot paha terutama otot hamstring sebagai efek modalitas intervensi fisioterapi menggunakan EMG (elektromiografi) yang lebih memiliki nilai keunggulan; 3) Pada studi lain hendaknya menerapkan latihan fungsional di air yang memuat gerakan-gerakan yang lebih mengutamakan weight bearing dengan beban yang lebih besar,

sehingga efek latihan yang diberikan pada pasien post reconstruksi ACL phase 2 akan ditemukan keunggulannya; 4) Bagi peneliti berikutnya jika ingin mengambil masalah yang sejenis diharapkan melakukan pengukuran kekuatan otot paha menggunakan modified sphygmomanometer test (MST) yang dilanjutkan dengan pengukuran kekuatan kontraksi isotonik otot paha untuk mendapatkan gambaran nilai kekuatan otot yang lebih jelas; 5) Kepada para fisioterapis, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan agar melakukan program latihan cedera pada pasien rekonstruksi ACL yang sesuai dengan fase cideranya; 6) Hasil penelitian ini dapat di jadikan bahan evaluasi dan acuan bagi fisioterapis di lahan praktek untuk mengevaluasi hasil latihan; dan 7) Bagi pasien, agar tetap menerapkan latihan ini secara mandiri agar bisa terhindar dari kecacatan dan dapat kembali ke satuan kerja masing-masing .

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih peneliti tujukan kepada Bapak Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Letnan Jendral TNI dr. Bambang Dwi Hasto, Sp.B. FInacs., M.Si. yang telah memberi ijin dilakukannnya penelitian ini, dan rekan sejawat fisioterapi di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Malempati. Current Rehabilitation Concepts for Anterior Cruciat Ligament Surgery in Athletes. Journal Sports Medicine. 2015. November. Vol 38. Number 11.

  • 2.    Smeltzer, S & Bare, B. Keperawatan Medika Bedah Edisi 12. 2014. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta.

  • 3.    Ediz L, Ceylan, MF, Turktas, U, Yanmis,

  • I.    A randomized controlled trial of electrostimulation effects on effussion, swelling and pain recovery after anterior cruciate ligament reconstruction: a pilot study. Clinical Rehabilitation. Vol. 26, Issue. 5, (May). 2012. London. p 413-22. DOI: 10.1177/0269215511421029.

  • 4.    Frontera.     Essentials of Physical

Medicine and Rehabilitation. Third edition. 2015. Philadelphia: Elsevier

  • 5.    Sinclair, M. Modern Hydrotherapy for the Massage Therapist. 2008. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer bussiness. Philadelphia.

  • 6.    Vargas, LG. Aquatic Therapy Intervensions and Applicatition. 2004. Abror Inc. P.3-12

  • 7.    Barbosa, TM. Marinho, D. Reis, V.M. Silva, A.J. Bragada, J. Physiologocal Assesment of Head-out Aquatic Exercises in Healthy Subjects:  a

Qualitative Review. Journal of Sports Science and Medicine, 8. 2009. p:179-189

  • 8.    Baechle, T dan Earle, R. Essentials and Strength         Training         and

Conditioning/National Strength and Conditioning Association. Third Edition. 2008. Hong Kong: Human Kinetics.

  • 9.    Brody, L.T, & Geigle, P.R. Aquatic Exercise for Rehabilitation and Training. 2009. USA: Human Kinetic. p 236-239

  • 10.    Wahyuni, P.W. Pengaruh senan lansia terhadap keseimbangan pada orang lanjut usia.     (Tesis) 2014. Semarang :

Universitas Diponogoro

  • 11.    Larmer. Hydrotherapy outcome measures for people with arthritis: A systematic review. New Zealand Journal of Physiotherapy. Vol.42, Iss.2. 2014. p 4567.

  • 12.    Severin.     Quantifying     kinematic

differences between land and water during squats, split squates, and singleleg squats in healthy population. 2017. PLOS ONE 12(8):   E0182320.

https://doi.org/10.1371/joumal.pone.018 2320

  • 13.    Karinkanta S, Heinonen A, Sievanen H, Uusi-Rasi K, Kannus P. Factor Predicting Dynamic Balance and Quality of Life in Home-Dwelling Elderly Women. 2005.

  • 14.    Turner JA, Ersek M, Kemp C. SelfEfficacy For Managing Pain Is Associated With Disability, Depression, And Pain Coping Among Retirement Community Residents With Chronic Pain. Journal of Pain. 2005.

  • 15.    Gallagher. Aquatic Exercise for Rehabilitation and Training. 2005. Human Kinetics.

  • 16.    Cole & Becker. Aquatic Exercise for Rehabilitation and Training 2004, Human Kinetics.

  • 17.    Broach, E. Effects of an Aquatic Theraphy Swimming Program on Adults With Spinal Cord Injuries. Therapautic Recretion Journal. 2007. p 160-173.

  • 18.    Rakel & Mercado. Aquatic Exercise for Rehabilitation      and      Training.

2007.Human Kinetics.

66