Sport and Fitness Journal

E-ISSN: 2654-9182                                     Volume 8, No.3, September 2020: 99-106

HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING LEBIH BAIK DARIPADA FARTLEK TRAINING TERHADAP PENINGKATAN VO2max DAN LACTATE THRESHOLD PADA ATLET BOLA TANGAN KOTA SURABAYA

Ainul Ghurri1, I Putu Gede Adiatmika2, I Putu Adiartha Griadhi2, Luh Putu Ratna Sundari2, Susy Purnawati2, I Made Krisna Dinata2

1Program Magister Fisiologi Keolahragaan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar 2Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar.

e-mail: ainulghurri17@gmail.com

ABSTRAK

Atlet bola tangan putra Kota Surabaya memiliki daya tahan yang rendah. Hal ini mengakibatkan nilai VO2max dan lactate threshold yang rendah sehingga berpengaruh terhadap kualitas permainan dan prestasi tim, keadaan ini memerlukan intervensi latihan fisik yang tepat. High intensity interval training (HIIT) merupakan latihan dengan waktu singkat menggunakan intensitas tinggi yang diselingi pemulihan aktif. Fartlek training adalah latihan dengan waktu yang konstan dengan beban mendekati batas kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan HIIT lebih baik daripada fartlek training dalam meningkatkan VO2max dan lactate threshold. Jenis penelitian true experimental dengan rancangan pretest and posttest two group desain. Subjek adalah atlet bola tangan Kota Surabaya sebanyak 22 orang yang dibagi dengan diberikan HIIT untuk Kelompok I lalu fartlek training pada Kelompok II, periode latihan 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu latihan. VO2max diukur dengan Cooper VO2max Test dan lactate threshold menggunakan Heart Deflection Point. Hasil penelitian didapatkan rerata VO2max sebelum HIIT 42,38±1,07 ml/kg/menit, sesudah HIIT 45,86±1,10 ml/kg/menit. Rerata VO2max sebelum fartlek 42,33±1,04 ml/kg/menit, sesudah fartlek 44,27±1,66 ml/kg/menit. Rerata lactate threshold sebelum HIIT 176,61±0,99 x/menit, sesudah HIIT 194,69±1,11 x/menit. Rerata lactate threshold sebelum fartlek 176,92±1,08 x/menit, sesudah fartlek menjadi 187,43±1,59 x/menit. Uji beda peningkatan VO2max dan lactate threshold pada Kelompok I dan Kelompok II dengan independent t-test. Hasil menunjukan bahwa ke dua Kelompok p=0,000 (p<0,05). Disimpulkan dua Kelompok ini samasama memberi efek peningkatan (p<0,05) dan Kelompok I lebih meningkatkan VO2max dan lactate threshold daripada Kelompok II. Saran untuk pelatih agar melakukan monitoring dan evaluasi serta memberikan pelatihan yang benar agar dapat meningkatkan performa dan peningkatan prestasi atlet.

Kata Kunci: High intensity interval training, fartlek, VO2max, lactate threshold, bola tangan

HIGH INTENSITY INTERVAL TRAINING MORE EFFECTIVE

THAN FARTLEK TRAINING IN IMPROVING THE VO2max AND LACTATE THRESHOLD IN HANDBALL ATHLETE IN SURABAYA

ABSTRACT

The Surabaya men’s handball athletes have low endurance. This results in low VO2max and lactate threshold values which effect the quality of the game and team performance, this situation requires proper physical exercise intervention. High intensity interval training is a training with a short time using high intensity interspersed with active recovery. Fartlek training is training with

constant time with weights approaching the exhaustion limit. This study aims to prove the hight intensity interval training is better than fartlek training in increasing VO2max and lactate threshold. This type of true experimental research with pretest and posttest group design. Subjects were 22 Surabaya handball athletes divided into HIIT for group I and fartlek training in group II, training period 3 time a week for 6 weeks of training. VO2max is measured by cooper VO2max test and lactate threshold using heart deflection point. The results showed an average of VO2max before HIIT 42.38±1.07 ml/kg/minute, after HIIT 45.86±1.10 ml/kg/minute. Average VO2max before fartlek 42.33±1.04 ml/kg/minute, after fartlek 44.27±1.66 ml/kg/minute. Average lactate threshold before HIIT 176.61±0.99 x/minute, after HIIT 194.69±1.11 x/minute. Average lactate threshold before fartlek 176.92±1.08 x/minute, after fartlek 187.43±1.59 x/minute. Different test of VO2max and lactate threshold in group I and II with independent t-tets. The results showed that in both group p=0,000 (p<0,05). It was concluded that these two groups had the same increasing effect (p<0.05) and group I increased VO2max and lactate threshold more than group II. Suggestion for trainers to conduct monitoring and evaluation and provide proper training in order to improve athlete performance and achievement.

Keyword: High intensity interval training, fartlek

PENDAHULUAN

Daya tahan fisik yang menurun akan berdampak pada kebugaran seseorang, jika kebugaran menurun akan berdampak besar tehadap pekerjaan atau aktivitas sehari-hari. Dampak tersebut yaitu akan menimbulkan terjadinya penurunan aktivitas yang tentunya akan membuat penurunan fisik dari kemampuan Organ tubuh seperti jantung, paru dan sistem metabolisme. Daya tahan merupakan kemampuan tubuh dalam melakukan suatu aktivitas secara terus menerus dengan waktu yang relatif lama atau kondisi aerobik sehingga memerlukan asupan oksigen dari udara luar terutama pada sel otot untuk memperoleh tenaga atau berkontraksi.1

Lactate threshold merupakan titik di mana otot mulai cepat lelah, ketika atlet melakukan aktivitas yang berat. Hal ini dapat dilakukan dengan mengukur tingkat lactate threshold menggunakan detak jantung dan kecepatan. Sehingga hal ini perlu diperhatikan karena ketika atlet melebihi ambang batas maka kelelahan akan meningkat. Selama jenjang waktu tertentu maka terjadi penghambatan kemampuan tubuh untuk tampil dengan maksimal akibat penumpukan asam laktat.2 Lactate threshold dapat digunakan dalam menyusun program latihan yang dinyatakan sebagai ventilator breakpoint.3


, VO2max, lactate threshold, handball

Lactate threshold dalam bidang fisiologi cukup penting, hal ini dikarenakan kinerja aktual daya tahan dapat diprediksi seperti halnya pada atlet lari dengan jarak yang relatif

jauh atau lari cepat. Berdasarkan penelitian menunjukan bahwa `denyut jantung dan kecepatan berkorelasi linear yang menyebabkan terjadinya perubahan denyut nadi saat aktivitas yang ditunjukkan selama pengujian latihan bertahap yang progresif.4

Bola tangan memerlukan sistem energi aerobik dan anaerobik, energi aerobik diperlukan karena waktu setiap pertandingan cukup lama yaitu 2 x 30 menit dengan istirahat antar babak 10 menit kemudian lari bolak-balik dengan jarak 40 meter untuk melakukan transisi bertahan dan menyerang, sedangkan energi anaerobik digunakan untuk melakukan gerak eksplosif seperti melakukan shooting, long pass dan merebut bola dari lawan. Tanpa memiliki kondisi fisik yang baik, maka pemain tidak dapat memainkan teknik dan taktik yang dimiliki dengan baik. Dalam kondisi tersebut diharapkan atlet dalam cabang olahraga bola tangan harus memiliki kondisi fisik yang baik untuk menjaga kebugarannya terutama pada daya tahan umum.1 Tim bola tangan Kota Surabaya sendiri sudah pernah mengikuti kejuaraan single event maupun multi event seperti Kejuaraan Daerah (KEJURDA) dan terbaru Eksebisi PORPROV VI Jawa Timur, dari kejuaraan terakhir yang diikuti tim bola

tangan Kota Surabaya pada gelaran Eksebisi PORPROV VI Jawa Timur tahun 2019 tim bola tangan putra Kota Surabaya tidak mampu meraih medali pada turnamen tersebut, salah satu penyebabnya dikarenakan tingkat kebugaran yang cukup rendah, terbukti pada setiap pertandingan yang dilakukan khususnya pada saat menginjak babak ke dua banyak atlet bola tangan Kota Surabaya yang mengalami kelelahan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap performa atlet baik pada teknik maupun taktik.5

Salah satu latihan dalam meningkatkan nilai VO2max dan lactate threshold antara lain berlatih dengan intensitas tinggi (HIIT), adalah suatu program latihan yang mengkombinasikan antara kecepatan dan intensitas tinggi yang dilakukan dalam waktu singkat dan berada di atas ambang anaerobik dengan pemulihan aktif.6 Pergantian frekuensi saat latihan ini dapat membantu tubuh meningkatkan kapasitas maksimum dan meningkatkan VO2max saat latihan berlangsung.7 Latihan ini diaplikasikan dengan rentang waktu tertentu yang mengakibatkan jantung terpacu cepat dan mengakibatkan konsumsi oksigen dan metabolisme pada tubuh juga meningkat.8

Bentuk pelatihan lain yang dapat meningkatkan VO2max dan lactate threshold adalah fartlek training. Fartlek training adalah pelatihan speed play yang dilakukan di alam terbuka atau lapangan yang bervariasi dengan intensitas 60%-80% denyut nadi maksimal. Pelaksanaan fartlek training merupakan variasi dari aktifitas jogging, berjalan dan sprint. Fartlek training dapat dilakukan di alam terbuka dengan topografi yang berubah, sehingga menimbulkan suasana menyenangkan. Fartlek training adalah metode latihan dengan kombinasi antara interval training dan continous training.9 Fartlek training adalah sistem latihan yang baik untuk meningkatkan daya tahan pada semua cabang olahraga. Fartlek training sebaiknya dilakukan di alam terbuka dengan kondisi yang bervariasi dan bisa dijadikan pilihan untuk meningkatkan VO2max atlet.10

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di lapangan Atletik Thor Kota Surabaya pukul 16.00 – 17.30 WIB. Waktu penelitian dan pengambilam data dilaksanakan bulan Oktober – Desember 2019.

Penelitian bersifat true experimental dengan rancangan pretest and posttest two group design. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai VO2max menggunakan Cooper VO2max Tets dan untuk mengukur lactate threshold dengan menentukan Heart Rate Deflection Point (HRDP).

  • A.    Sampel dan Populasi

Teknik pengambilan sampel dalam penenelitian ini dengan simple random sampling, dan menggunakan rumus Pocock dalam menentukan besaran sampel, sampel yang digunakan berjumlah 22 orang yang dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi. Pada Kelompok I diberikan HIIT dan Kelompok II diberikan fartlek training. Latihan dilaksanakan selama 6 minggu dengan 3 kali latihan dalam seminggu.

  • B.    Pengumpulan Data Penelitian

Permintaan persetujuan kepada sampel dengan penjelasan secara lisan serta tulisan mengenai maksud dan tujuan penelitian dan hak yang diperoleh oleh sampel. Selanjutnya melaksanakan tes awal untuk mengetahui nilai VO2max dan lactate threshold sampel saat sebelum diberikan pelatihan yang dilakukan 1 hari sebelum melakukan latihan. Latihan di lakukan dengan diawali pemanasan 10 menit dan pendinginan selama 10 menit. HIIT dilakukan dengan intensitas tinggi (80%-90% denyut nadi maksimal) dengan menggunakan rasio 1:1. Pada penelitian ini sampel berlari selama 30 detik dengan intensitas tinggi kemudian dilanjutkan dengan jogging 30 detik selama 25 menit, fartlek training yang digunakan adalah multi-sprint sports dilakukan selama 25 menit tiap sesi latihan.11

Dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

  • 1.    Pemanasan dengan jogging stabil 10 menit 2. Jogging selama 60 detik

  • 3.    Lari cepat selama 90 detik

  • 4.    Jogging selama 45 detik

  • 5.    Lari cepat 10 detik

  • 6.    Jogging 30 detik

  • 7.    Lari mundur 30 detik

  • 8.    Jalan santai 30 detik

  • 9.    Lari cepat 60 detik

  • 10.    Repetisi 3 – 4 kali.

C. Analisis Data

1.    Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan dengan Shapiro-wilk test untuk mengetahui sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Hasil analisis data dengan pemaknaan data berdistribusi normal jika nilai p>0,05, dan data tidak berdistribusi normal jika nilai p<0,05.

  • 2.    Uji Homogenitas

Uji homogenitas menggunakan Levene test. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran data bersifat homogen atau tidak. Pemaknaan data bersifat homogen jika nilai p>0,05, dan data bersifat tidak homogen jika nilai p<0,05.

  • 3.    Uji Hipotesis

Uji yang digunakan untuk hipotesis 1 dan 2 menggunakan uji Paired t-test menganalisis perbedaan efek pemberian HIIT terhadap peningkatan VO2max dan lactate threshold untuk menguji kemaknaan data sebelum dan sesudah pelatihan Kelompok I. Uji hipotesis 3 dan 4 menggunakan Paired t-test untuk mengetahui perbedaan efek pemberian fartlek training terhadap peningkatan VO2max dan lactate threshold untuk menguji kemaknaan dari data sebelum dan sesudah pelatihan Kelompok II. Uji hipotesis penelitian 5 dan 6 menggunakan Independent t-test untuk mengetahui perbedaan pemberian HIIT dan fartlek training terhadap peningkatan VO2max dan lactate threshold untuk menguji kemaknaan pada ke dua kelompok.

HASIL PENELITIAN

  • A.    Deskripsi Subjek Penelitian

Tabel 1. Karakter subjek berdasarkan umur, berat badan dan tinggi badan.

KanikteriitikSubjck

Kelompok I (RerataiSB)

Kelompok 2

IRerataiSB)

P

Unor (tlι

WW

U1IMS

0,172

Ttnogi Badan (em)

175,4515.24

I73.M15.46

0.435

Berat Badanlkgl

70,17x8,26

67.2517.69

0,403

Hasil analisis diperoleh nilai p>0,05, sehingga hasil ini menunjukkan bahwa setiap

kelompok memiliki karakteristik fisik yang sama.

  • B.    Uji Normalitas

Tabel2. Hasil uji normalitas VO2max dan lactate threshold kedua kelompok

Mbelum

(Kerala t SBl

P

Sttudah

IKerataxSBl

P

Kelompiikl

42,38±l,07

0,631

49,93*1.10

0.857

Kelompok!

42,33χ.M

0,824

46,72*1,66

0.132

Lactate ThmhM

Kelompokl

1*6.61 ±0.99

0,141

194,69*1,11

0.547

Kelompok!

176,92*1 J»

0,568

187,43*1,59

0,501

Data

hasil uji normalitas

sebelum

maupun

sesudah

pelatihan

pada ke

dua kelompok

berdistribusi normal.

  • C.    Uji Homogenitas

Tabel 3. Hasil uji homogenitas VO2max dan lactate threshold ke dua kelompok

Kdonipok I Kelompok 2 p

Sebelum         42.38*1,07             42,33*1,040,897

Msiidah         49.93*1,10             46,'2*1,660,069

LaMe IhrnhM

Sebelum        76,6l^0.99          176,92*1,08W

SeMidah         l⅜4,69χl,ll 187,43*1,590,231

Data hasil uji homogenitas data sebelum maupun sesudah pelatihan pada ke dua kelompok bersifat homogen.

  • D.    Uji Beda Efek Sebelum dan Sesudah Pelatihan Ke dua Kelompok

Tabel 4. Hasil uji beda pelatihan sebelum dan sesudah pada ke dua kelompok

Mbelum

Sesudah

1 P

I Wjiul

Keloinpok 1

42,38χ,07

49,93*1,10

•143,92 0.000

Kelompok 2

42.33±I,O4

46,72*1,66

■15,74 0.000

Lactate Threshold

Kelompok 1

176,61*0,99

194,69*1,11

-137.02 0.000

Kelompok 2

176,92*1,08

187,4311,59

-52,10 0.000

Hasil uji menunjukkan uji beda VO2max dan lactate threshold pada Tabel 4 diperoleh dari ke dua kelompok hasil pengujian tersebut nilai p<0,05 hal ini menunjukkan rerata hasil VO2max

dan lactate threshold ke dua kelompok pelatihan terjadi peningkatan bermakna (p<0,05).

  • E.    Uji Beda VO2max dan Lactate Threshold Sesudah Pelatihan Terhadap Ke dua Kelompok

Tabel 5. Hasil uji beda VO2max dan lactate threshold sesudah pelatihan antar kelompok

Berdasarkan Tabel 5. Beda rerata VO2max dan lactate threshold sesudah pelatihan antara Kelompok 1 dan Kelompok 2 nilai p=0,000. Hal ini berarti bahwa antara ke dua kelompok sesudah pelatihan menunjukkan berbeda makna (p<0,05).

PEMBAHASAN

  • A.    Peningkatan VO2max setelah HIIT

HIIT merupakan latihan kombinasi antara kecepatan dan intensitas tinggi yang dilakukan dalam waktu singkat dan berada di atas ambang anaerobik dengan pemulihan aktif, diaplikasikan dengan selang waktu tertentu yang membuat jantung bekerja lebih ektra dan keras sehingga meningkatkan metabolisme dan konsumsi oksigen.8 Secara fisiologis latihan interval merangsang perbaikan pengambilan oksigen maksimum (VO2max) akibat adanya peningkatan kepadatan latihan.13 ketika melakukan latihan interval dengan intensitas tinggi maka akan lebih banyak oksigen yang digunakan daripada latihan non interval. Terjadi kecepatan peningkatan setelah 90 menit sampai 24 jam pada metabolic rate saat latihan interval intensitas tinggi berlangsung. Ini dikarenakan lemak dan kalori dalam tubuh lebih mudah terbakar saat terjadi peningkatan metabolisme secara cepat. Kerja jantung akan terpacu lebih keras saat latihan intensitas tinggi sehingga metabolisme dan konsumsi oksigen ikut mningkat sehingga lebih banyak lemak yang dipakai untuk proses pembakaran.12 Selain itu ukuran dan jumlah volume mitokondria dalam

tubuh ikut meningkat sehingga menghasilkam energi secara aerobik.14

  • B.    Peningkatan   VO2max  setelah fartlek

training

Dalam beberapa menit pertama setelah laithan terjadi peningkatan Respiratory Rate dan Tidal Volume mencapai puncaknya, jika terus dilakukan dengan intensitas tetap, maka Tidal Volume dan Respiratory Rate menjadi tetap sampai latihan terselesaikan 1,5% oksigen yang diangkut dan oksigen keseluruhan ini di bawa oleh hemoglobin. Proses reaksi antara oksigen dengan hemoglobin ini menjadi oxyhemoglobin, ini adalah reaksi sementara karna hemoglobin dapat melepas oksigen. Proses ini tergantung pada tekanan parsial terutama pada saat kaya oksigen maka oksigen akan berkaitan dengan hemoglobin, contohnya pada paru-paru dan pada otot yang dilatih maka oksigen akan dilepaskan oleh hemoglobin.15

  • C.    HIIT lebih meningkatkan VO2max dari pada fartlek training

HIIT lebih meningkatkan VO2max dari pada fartlek training. Dari proses uji beda yang dilakukan menunjukan bahwa rerata data VO2max pada saat sebelum dengan sesudah latihan pada ke dua kelompok menunjukkan adanya perbedaan makna (p<0,05). Sehingga ke dua kelompok pelatihan memberikan pengaruh terhadap peningkatan VO2max. HIIT lebih baik dalam meningkatkan VO2max dari pada fartlek training, ini dapat dilihat dari hasil peningkatan kelompok HIIT yang lebih bermakna yaitu dari 42,38 menjadi 49,93 sedangkan fartlek training yaitu dari 42,33 menjadi 46,72. HIIT lebih meningkatkan    VO2max    karena beban

pelatihannya berbeda dengan fartlek training, dalam HIIT sendiri menggunakan pelatihan lari cepat dan dikombinasikan dengan jogging dalam rentan waktu yang sama, sedangkan fartlek training melakukan variasi multi sprint sports.11

  • D.    Peningkatan Lactate threshold setelah

HIIT

Bila dihubungkan dengan grafik dari asam laktat terhadap heart rate, lactate threshold pada penelitian ini sebesar 176,61 x/menit yang menunjukkan bahwa terdapat pada kisaran laktat darah 3,4 mMol/liter (merupakan

penyedia energi secara aerobik). Dengan intervensi HIIT lactate threshold menjadi 194,69 x/menit dan menunjukkan laktat darah berada pada kisaran 8,3 mMol/liter (merupakan penyedia energi secara anaerobik). Pada saat latihan intensitas tinggi seorang atlet mampu mempertahankan kemampuannya tanpa menghasilkan kelelahan ini disebabkan karena batas kelelahannya meningkat. Normal laktat dalam darah berkisar 0,9–1,0 mMol/liter dalam keadaan istirahat. Setiap peningkatan aktivitas diikuti pula dengan peningkatan konsentrasi asam laktat dalam darah.16 Setiap pemberian beban submaksimal akan terjadi korelasi kenaikan denyut nadi dengan peningkatan beban secara linier. Bila beban ditingkatkan sampai maksimal, maka korelasi tersebut tidak lancar lagi, bahkan sebelum kemampuan maksimal sudah berbelok. Adanya asam laktat ini sebagai akibat tidak adanya oksigen dalam proses siklus krebbs, sementara itu keperluan energi untuk aktivitas tetap tinggi, sehingga terjadi reaksi anaerobik.16 Dari hasil yang diperoleh terdapat peningkatan lactate threshold setelah diberikan intervensi dengan intensitas yang tinggi. Latihan ini memberikan manfaat daya tahan ketika sebelumnya tidak diperoleh pada saat latihan dengan intensitas sedang atau rendah. Intensitas tinggi ini juga bisa meningkatkan kecepatan penghapusan dari laktat dan juga kapasitas buffer. Beberapa peneliti telah menemukan adanya peningkatan pada HIIT yaitu baro sensitivity arteri, namun tidak ditemukan penurunan terhadap BRS oleh peneliti lain. Dengan latihan HIIT dapat meningkatkan kebugaran aerobik maupun anaerobik serta ini telah terbukti.17 Hal ini telah membuktikan HIIT dapat memberikan peningkatan kandungan protein dan meningkatkan aktivitas maksimal dari sejumlah enzim di mitokondria dalam waktu latihan yang konstan. Penurunan lemak total dan lemak perut yang signifikan dari latihan HIIT, selain itu berdampak akut dari latihan HIIT yaitu pada sistem saraf ototom, respon katekolamin plasma dan denyut jantung. Oleh karena itu, pemberian latihan secara lebih efektif menyebabkan kardiovaskuler dan otonom yang lebih besar. 18 Telah diungkapkan dalam suatu penelitian menunjukkan HIIT dapat meningkatkan parameter fisiologis, dan juga lebih cepat

dibandingkan metode lain yang dilakukan secara terus menerus.19

  • E.    Peningkatan lactate threshold setelah fartlek training

Bila dihubungkan dengan grafik dari asam laktat terhadap heart rate, lactate threshold pada penelitian ini sebesar 176,92 x/menit yang menunjukkan bahwa terdapat pada kisaran laktat darah 3,4 mMol/liter. Dengan intervensi latihan fartlek maka lactate threshold menjadi 187,43 x/menit dan menunjukkan laktat darah berada pada kisaran 5,2 mMol/liter. Seorang atlet mampu menstabilkan kemampuannya ketika latihan dengan intensitas tinggi tanpa mengalami kelelahan yang berarti karena tingkat kelelahannya meningkat. Latihan moderat atau intensitas sedang berdampak pada peningkatan densitas mitokondria pada slow twitch muscle fibers.20 Fartlek training dapat menimbulkan efek beragam respon terhadap tubuh, seperti sistem kardiovaskuler, respirasi sistem, pembentukan energi dan sistem neuromuscular.15 seperti halnya pada otot, ketika latihan maka oksigen akan rendah pada tekanan parsial, sehingga hemoglobin akan mudah melepas oksigen karena akan digunakan pada jaringan otot.15

  • F.    HIIT lebih meningkatkan lactate threshold dari pada fartlek training

Ambang laktat yang dihasilkan oleh HIIT lebih tinggi yaitu setara dengan laktat darah 8,3 mMol/liter dibandingkan dengan fartlek training yaitu setara dengan laktat darah 5,2 mMol/liter, hal ini mengindikasikan bahwa HIIT lebih disarankan karena tidak cepat menimbulkan kelelahan atau akumulasi laktat darah dibandingkan fartlek training. HIIT meningkatkan lactate threshold lebih baik dibandingkan latihan lain dengan intensitas sedang. Kapasitas oksidatif otot juga menunjukan HIIT lebih baik dibanding dengan latihan lain. HIIT akan meningkatkan lactate threshold pada atlet melalui berbagai mekanisme, seperti kekuatan pada otot akan meningkat dengan mengurangi tipe 1 otot skeletal serta oklusi dari aliran darah, salah satunya meningkatkan (MCT) atau monocarboxylate    transporter    sehingga

pembuangan laktat dalam darah akan mengalami peningkatan, kemudian oksidasi

lipid juga akan meningkat, kebutuhan akan proses metabolisme dari karbohidrat serta penurunan produktivitas dari laktat melalui peningkatan oksidase ß enzim, peningkatan dari persentase piruvat yang masuk melalui Siklus Kreb akan menyebabkan penurunan pada pembentukan laktat dari hasil proses LDH dari peningkatan densitas mitokondria dan oksidatif enzim di otot rangka. Untuk menurunkan produktivitas laktat maka langkah yang dapat dilakukan dengan menurunkan konsentrasi phosphofructokinase-1 (PFK01) serta rasio PFK-1 dengan konsentrasi citrate synthase (CS).21 metode HIIT ini telah membuktikan efek samping yang cukup signifikan terhadap sistem saraf otonom, respon pada kentokelamin dan juga pada denyut jantung. Jika latihan yang diberikan lebih progresif maka akan menimbulkan ototnom yang lebih besar pula termasuk kardiovaskuler pun juga ikut meningkat.18 HIIT dapat meningkatkan kebugaran anaerobic dan aerobik berdasarkan penjelasan mengenai mekanisme fisiologis di atas, kemudian memperbaiki tekanan darah, membantu otot lebih mudah menggunakan glukosa untuk menghasilkan energi, meningkatkan kesehatan jantung, menstabilkan kolestrol, mengurangi lemak pada berat badan dan lemak pada perut, serta pada massa otot yang akan lebih baik dan ideal,12 sehingga bisa menjadi rujukan dalam penyusunan program latihan.

SIMPULAN

High intensity interval training lebih baik dari pada fartlek training dalam meningkatkan lactate threshold pada atlet bola tangan Kota Surabaya.

SARAN

  • 1.    Penelitian ini dapat dijadikan acuan pelatih dan atlet untuk monitoring dan evaluasi hasil latihan serta pedoman dalam penyusunan program latihan selanjutnya agar dapat meningkatkan performa atlet dan prestasi khususnya pada cabang olahraga bola tangan.

  • 2.    Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini dapat dijadikan referensi dan perbandingan hasil penelitian jika memilih masalah sejenis sebagai masalah penelitiannya

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Nala, N. 2015. Prinsip Pelatihan Fisik. Denpasar:  Komite Nasional Indonesia

Daerah Bali.

  • 2.    Roy GS, Paul A, Bandopadhyyay D. 2014. Effect of Extensive Interval Training on Lactate Threshold Level. American Journal of Sports Science and Medicine.2(5A):6-9. doi:10.12691/ajssm-2-5A-2

  • 3.    Pennington CG. 2015. The Exercise Effect on the Anaerobic Threshold in Response to Graded Exercise. International Journal of Health Science. 3:225-234.

  • 4.    Mackenzie B.   2015.   Conconi  Test.

http://wwwbrianmac.co.uk/index.htm.

  • 5.    Parwata IMY.  2015.  Kelelahan  dan

Recovery dalam Olahraga. Jurnal Pendidikan Kesehatan Rekreasi. 1:2-13.

  • 6.    Dallect LC, Kravitz L. 2009. How To Design Lactate Threshold Training Program. American Council Exercise. 15(5).

  • 7.    Kolt GS. 2007. Physical Therapyes in Sport and Exercise. 2nd Churchill Livingstone. 9.doi:10.1016/j.ptsp.2008.02.003

  • 8.    Kravitz, L., Zuhl M. 2014. High Intensity Interval Training vs Continuous Cardio Training: Battle of the Aerobic Titans. USA: ACSM Health and Fitness Summit.

  • 9.    Bompa TO., Haff GG. 2009. Periodization: Theory and Methodology of Training. 5th. Human Kinetics.

  • 10.    Harsono. 2016. Latihan Kondisi Fisik. Bandung: Rosdakarya.

  • 11.    Bashir S, Hajam BA. 2017. The effect of fartlek training on speed and endurance of physical education students of Annamalai University. International Journal of Academic Research Development. 2(5):142-145.

  • 12.    American College of Sport Medicine (ACSM). 2014. High Intensity Interval Training. www.acsm.org. Diakses 17 Juli 2019.

  • 13.    Nala N. 2011. 2011. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Denpasar: Udayana University Press.

  • 14.    Sharkey BJ. 2011. Kebugaran dan Kesehatan.  Edisi 2 Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

  • 15.    Brown J., Rea S. 2013. Sport and Exercise Science. USA: Hodder Education

  • 16.    P.O A, Rodahl K. 1986. Textbook of Work Physiology. 3rd. New York: McGraw-Hill Book Company.

  • 17.    Heydari M, Boutcher YN, Boutcher SH. 2012. High-intensity intermittent exercise and cardiovascular and autonomic function. Clinical Autonomic Research An International     Journal     for     Fast

Communications of Research and Tretment Related to  Autonomic  Function and

Dyfunction. 57-65.doi:10.1007/s10286-012-0179-1

  • 18.    Gibala MJ, Little JP, Macdonald MJ, Hawley JA. 2012. Physiological adaptations to low-volume , high-intensity interval training in health and disease. Journal of Physiology.5:1077-1084.

  • 19.    Daussin FN, Zoll J, Dufour SP, Ponsot E, Wolf EL, Doutreleau S, Meetauer B, Piquard F, Geny B, Richard R. 2008. Effect of interval versus continuous training on

cardiorespiratory and functions:    relationship

mitochondrial to aerobic


performance improvements in sedentary subjects.   295:   R265-R272.   264-272.

doi:10.1152/ajpregu.00875.2007.

  • 20.    Maglischo EW. 2011. Training Fast Twitch Muscle Fibers: Why and How. Journal Swimming Research. 9(1).

  • 21.    Midgley AW, Mcnaughton LR, Jones AM. 2007. Training to Enhance the Physiological Determinants of Long-Distance Running Performance. Sports Medicine Journal. 37(10):857-880.

106