PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN MUSCLE ENERGY TECHNIQUE PADA INTERVENSI ULTRASOUND DALAM MENURUNKAN DISABILITAS
on
Sport and FitnessJournaI
E-ISSN: 2654-9132 Volume 7j, No.S, September 2019: 1-8
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE
DENGAN MUSCLE ENERGY TECHNIQUE PADA INTERVENSI ULTRASOUND DALAM MENURUNKAN DISABILITAS AKIBAT
TENNIS ELBOW
Putu Ayu Sita Saraswati 1, Ni Komang Ayu Juni Antari 2, Anak Agung Gede Angga Puspa Negara 3
1, 2, 3 Departemen Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana email: sitasaraswati@unud.ac.id
ABSTRAK
Pendahuluan: Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri musculoscletal pada siku yang paling sering terdiagnosa pada kondisi siku dan lengan bawah adalah tennis elbow. Tennis Elbow, penyakit yang umum terjadi yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kerugian ekonomi. Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan untuk sindrom myofascial dapat berupa terapi modalitas seperti Ultrasound dan terapi manual seperti Muscle Energy Technque (MET) dan Myofascial Telease Technique (MRT). Metode: Penelitian ini berupa studi eksperimen menggunakan pre dan post test control group design. 24 orang sampel dibagi ke dalam kelompok perlakuan I (MRT dan ultrasound) dan kelompok II (MET dengan ultrasound). Disabilitas diukur dengan kuesioner Patient-Rated Tennis Elbow Evaluation (PRTEE). Hasil: Hasil uji hipotesis berpasangan pada Kelompok I dan Kelompok II nilai p<0,001 yang menyatakan bahwa terdapat perubahan yang signifikan pada masing-masing kelompok. Selanjutnya, uji perbandingan antara Kelompok 1 dengan Kelompok 2 didapatkan nilai p<0,05. Hal ini menunjukkan ada perbedaan signifikan antara kelompok. Simpulan: MRT lebih menurunkan disabilitas akibat tennis elbow dibandingkan MET.
Kata kunci: tennis elbow, disabilitas, PRTEE, MET, MRT
COMPARISON OF THE EFFECTIVENESS OF MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE AND MUSCLE ENERGY TECHNIQUE IN ULTRASOUND INTERVENTION IN REDUCING DISABILITY DUE TO TENNIS ELBOW
ABSTRACT
Introduction: A study shows the prevalence of musculoskeletal pain in the elbow most often diagnosed with elbow and forearm conditions is tennis elbow. Tennis Elbow, a common disease that can cause a decrease in productivity and economic losses. Treatment of physiotherapy that can be given for myofascial syndrome can be therapeutic modalities such as Ultrasound and manual therapy such as Muscle Energy Technique (MET) and Myofascial Release Technique (MRT). Method: This is an experimental study with pre and post test control group design. The number of samples was 24 people, which divided into 2 groups. Group I was given MRT with ultrasound, while Group II was given MET with ultrasound. Disability is measured by the Patient-Rated Tennis Elbow Evaluation Questionnaire. Results:
Based on the results of the Paired Sample t-test in Group I and Group II the value of p <0.001 stated that there was a significant change after giving the exercise to each group. Furthermore, the comparison test between both groups used the independent sample t-test and p value <0.05. This shows that there are significant differences between groups. Conclusion: MRT further reduces disability due to tennis elbow compared to MET.
Keywords: tennis elbow, disability, PRTEE, MET, MRT.
PENDAHULUAN
Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri muskuloskeletal pada siku yang paling sering terdiagnosis pada kondisi siku dan lengan bawah adalah tennis elbow.1 Kejadian tennis elbow mulai dari ditemukan 1% hingga 3% dari populasi umum dan mencapai 50 % pada pemain tenis. Sekitar 5% dari jumlah semua pasien tennis elbow adalah pemain tennis.2 Angka kejadian tennis elbow berkisar antara 1.3 % sampai 2.8% pada populasi secara umum dan 15% pada pekerjaan berisiko tinggi terjadinya tennis elbow seperti pedagang daging, ibu rumah tangga, pegawai laboratorium dan pegawai industri pengolahan ikan. Tennis Elbow, penyakit yang umum terjadi yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kerugian ekonomi. Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan dapat berupa terapi modalitas seperti Ultrasound dan terapi manual seperti Muscle Energy Technique (MET) dan Myofascial Release Technique (MRT).
Kombinasi Ultrasound dengan MET akan memberikan dampak dalam mempercepat penyembuhan jaringan, pelepasan adhesi, menurunkan nyeri, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas jaringan, elongasi otot secara maksimal serta meningkatkan lingkup gerak sendi sehingga turut menimbulkan efektivitas dalam menurunkan disabilitas akibat tennis elbow. Di samping itu, kombinasi MRT dengan Ultrasound merupakan suatu kombinasi terapi baru yang memberi dampak lebih positif dalam menangani tennis elbow karena bekerja dengan langsung pada trigger point, mempercepat proses perbaikan jaringan dengan merangsang proses inflamasi fisiologis, melepas adhesi, mengurangi nyeri, menurunkan spasme, meningkatkan
fleksibilitas otot, meningkatkan range of motion dan akan mempengaruhi peningkatan kemampuan fungsional. Kombinasi ini masih sangat sedikit yang mengaplikasikan serta masih sedikit penelitian mengenai keefektifannya jika dibandingkan dengan teknik MET dalam menurunkan disabilitas akibat tennis elbow. Berdasarkan paparan di atas, penelitian dengan judul “Perbandingan Efektivitas Myofascial Release Technique dengan Muscle Energy Technique pada intervensi Ultrasound dalam Menurunkan Disabilitas akibat Tennis Elbow” ini dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan rancangan pre dan post test control group. Dua puluh empat orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dibagi dalam 2 kelompok perlakuan, yaitu Kelompok 1 (MRT dengan Ultrasound) dan kelompok 2 (MET dengan Ultrasound). Pengukuran disabilitas dilakukan dengan kuesioner Patient-Rated Tennis Elbow Evaluation (PRTEE). Penelitian dilakukan pada Praktik Fisioterapi Swasta di Denpasar selama bulan Mei sampai awal bulan Agustus 2018. Tiap responden hadir sebanyak tiga kali dalam per minggunya untuk mendapat perlakuan intervensi, di mana terdapat selama dua belas kali sesi intervensi. Setelah 12 peneliti membandingkan hasil sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok perlakuan dan melakukan uji beda. Data diolah dengan uji statistik
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel penelitian berupa umur dan jenis kelamin dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Sampel
Karakteristik |
Kelompok 1 |
Kelompok 2 |
Umur (Th) |
38,25±1,42 |
37,83 ±1,65 |
Jenis kelamin: | ||
Laki- laki |
4 (33,3%) |
3 (25%) |
Perempuan |
8 (67,7%) |
9 (75%) |
Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian sesuai dengan kriteria inklusi penelitian dan pada kedua kelompok persentase jumlah sampel berjenis kelamin perempuan lebih besar dari jenis kelamin laki-laki.
Hasil uji normalitas pada kedua kelompok di tampilkan pada Tabel 2. dan hasil uji homogenitas pada kedua kelompok di tampilkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas PRTEE pada Tennis Elbow Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Kelompok Data |
p. Normalitas (Shapiro Wilk-Test) | |
Kelompok 1 |
Kelompok 2 | |
PRTEE Sebelum |
0,182 |
0,201 |
Perlakuan | ||
PRTEE Sesudah |
0,355 |
0,569 |
Perlakuan |
Tabel 2. menunjukkan bahwa data sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan pada Kelompok I dan II adalah berdistribusi normal (p>0,05).
Tabel 3. Uji Homogenitas PRTEE pada Tennis elbow Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Kelompok Data |
p. Homogenitas (Levene’s Test) |
PRTEE Sebelum Perlakuan |
0,110 |
PRTEE Sesudah Perlakuan |
0,209 |
Tabel 3. menunjukkan bahwa varian PRTEE sebelum dan setelah perlakuan antara kedua kelompok adalah homogen (p>0,05).
Hasil uji hipotesis data berupa uji kelompok berpasangan dan uji kelompok tidak berpasangan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Intervensi pada Penurunan Disabilitas akibat Kasus Tennis elbow
Kelompok |
Pre (rerarta ±SB) |
Post (rerarta ±SB) |
Selisih (rerarta ±SB) |
p* |
1 |
27,00± |
19,17± |
7,83± |
0,000 |
4.86 |
4,04 |
3,29 | ||
2 |
28,92± 3,92 |
24,37± 3,67 |
4,54± 0.72 |
0.000 |
p** |
0,299 |
0,003 |
* dengan Paired T-Test
**dengan Independent T-Test
Hasil perhitungan yang didapatkan nilai p untuk skor PRTEE pada kelompok 1 adalah p = 0,000 yang menyatakan terdapat perbedaan signifikan dari penurunan disabilitas sebelum dan sesudah intervensi kombinasi myofascial release technique dengan Ultrasound pada tennis elbow (p<0,05). Dari hasil rerata tabel kelompok 1 menunjukkan penurunan disabilitas sebesar 7,83±3,29. Sedangkan nilai p untuk Skor PRTEE kelompok 2 adalah p=0,000 yang menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan dari penurunan disabilitas sebelum dan sesudah intervensi kombinasi MET dengan Ultrasound pada kasus tennis elbow. Dari hasil rerata tabel kelompok 2 menunjukkan penurunan disabilitas sebesar 4,54±0,72.
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan nilai p kedua variabel selisih dan setelah perlakuan antar kelompok adalah p<0,001. Hasil tersebut menyatakan terdapat perbedaan pada hasil penerapan intervensi kedua kelompok secara signifikan (p<0,05). Dapat disimpulkan kombinasi MRT dengan Ultrasound lebih menurunkan disabilitas akibat tennis elbow dibandingkan dengan MET dengan Ultrasound.
PEMBAHASAN
Efektivitas Myofascial Release Technique pada Intervensi Ultrasound dalam Menurunkan Disabilitas Akibat Tenis Elbow
Pemberian kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound memberikan dampak penurunan disabilitas dikarenakan peningkatan elastisitas yang dihasilkan oleh efek cavitation dan microstreaming pada ultrasound. Hal
tersebut sesuai dengan teori efek mekanik ultrasound yang dikemukakan oleh Prentice pada bukunya yang berjudul Therapeutic Modalities in Rehabilitation yaitu aplikasi ultrasound dapat memberikan efek nontermal di antaranya cavitation, microstreaming, dan micromassage. Proses cavitasi pada penggunaan ultrasound adalah pembentukan gelembung yang berisi gas yang akan mengembang dan terkompresi ketika mendapat tekanan dari gelombang ultrasound. Cavitation dapat mengubah potensial membran pada sel sehingga dapat mengubah sintesis protein, mengubah aliran darah lokal, mengubah permeabilitas vaskular. Microstreaming adalah gelombang suara yang dinyatakan dapat menyebabkan molekul bergetar, meningkatkan pertukaran cairan jaringan dan mempengaruhi mobilitas jaringan. Microstreaming mampu mengubah permeabilitas sel membran terhadap ion sodium dan kalsium yang berdampak terhadap proses penyembuhan, selama sel membran tidak rusak microstreaming dapat menjadi efek terapeutik dengan mempercepat proses penyembuhan. Peningkatan permeabilitas membran sel khususnya terhadap ion sodium dan kalsium akan merangsang proses peradangan fisiologis.3
Selama proses peradangan fisiologis ini terjadi tentunya akan terbentuk mediator inflamasi, hal ini juga sesuai harapan yang terjadi dengan pengaplikasian ultrasound pada intensitas rendah yaitu memberikan efek terapi menghambat degranulasi sel mast yang menyebabkan pengeluaran asam arakidonat yang menjadi prekursor pembentukan prostaglandin dan leukotrin yang berperan sebagai mediator inflamasi. Peningkatan jumlah kalsium akan merangsang transport dari sel mast dan histamine yang bertujuan untuk membersihkan debris dan merangsang monosit untuk mengeluarkan agen kemotaktis dan growth factor untuk menstimulasi sel endotel dan fibroblast yang akan menstimulasi pembentukan kolagen yang kaya akan vaskularisasi dan substansi jaringan untuk mempercepat proses perbaikan jaringan.3
Di samping itu, hasil penelitian relevan dengan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan ultrasound telah terbukti ultrasound mampu mempercepat proses perbaikan jaringan pada kasus tennis elbow dikarenakan efek microstreaming akan mengakibatkan peningkatan jumlah cairan pada sel dan berdampak peningkatan jumlah pelumas pada fascia sehingga akan menimbulkan terjadinya pelepasan perlengketan dan peningkatan elastisitas jaringan.4
Hal ini linear dengan studi yang dilakukan oleh Ajimsha et al dalam eksperimennya bahwa myofascial release technique efektif dalam menangani epikondilitis lateralis pada pekerja komputer.5 Mekanisme pengurangan nyeri dengan MRT yaitu dengan penekanan yang diperoleh tendon dan otot ekstensor carpi radialis akan menyebabkan relaksasi pada myofibril kemudian diberikan dorongan ke arah longitudinal menyebabkan terjadinya peregangan pada jaringan fascia otot sehingga diharapkan terjadi pelepasan perlengketan atau adhesi antar fascia, sehingga akan terjadi peningkatan fleksibilitas dan spasme pada jaringan ekstrafusal berkurang. Spasme berkurang secara langsung mengurangi peradangan pada muscle spindle, umpan balik dari saraf motorik mengurangi pelepasan asetilkolin berlebihan. Keadaan ini menimbulkan normalisasi vaskuler hingga kebutuhan oksigen terpenuhi, kalsium terpompa kembali ke retikulum sarkoplasmik yang mengakibatkan relaksasi otot secara optimal, nyeri berkurang sehingga disabilitas fungsi berkurang.6
Hasil penelitian selinear dengan hasil penelitian oleh Trivadi yang menyatakan MRT efektif dalam penanganan epikondilitis lateral atau tennis elbow.7 Berdasarkan sebuah studi, efek-efek yang dapat ditimbulkan dari pemberian myofascial release technique berupa stimulasi aktivitas fibroblastik atau sintesis kolagen selama proses penyembuhan teknik ini dapat menghasilkan mobilisasi pada jaringan lunak
di mana gerakan yang terkontrol dapat mempengaruhi proses penyembuhan. 8
Sebuah penelitian turut mendukung hasil penelitian ini, di mana MRT efektif dalam menangani nyeri plantar.9 Hal tersebut dikarenakan respons otot secara neurophysiological terhadap peregangan bergantung pada struktur muscle spindle dan golgi tendon organ. Peregangan oto dilakukan secara perlahan, mengakibatkan golgi tendon organ terstimulasi dan mengakibatkan pengurangan ketegangan pada otot sehingga memberikan pemanjangan pada otot yang mengakibatkan fleksibilitas dan elongasi meningkat.
Efektivitas Muscle Energy Technique pada Intervensi Ultrasound dalam Menurunkan Disabilitas Akibat Tenis Elbow
Ultrasound memberikan efek relaksasi dan berkurangnya rasa nyeri pada otot, serta metabolisme meningkat pada sel otot.12 Intervensi ini turut memberikan dampak pada elastisitas jaringan ikat otot, protein matrix dan volume cairan matrix secara positif meningkat. 13 Berdasarkan Watson, Ultrasound mampu meningkatkan kemampuan alami tubuh untuk menstimulasi proses penyembuhan jaringan. Gerakan transduser intervensi ini membantu menghasilkan pumping action dan peningkatan fleksibilitas kapsul sendi.3
Hasil yang didapatkan pada studi ini linier dengan penelitian yang dilakukan oleh Küçükşen pada tahun 2013 di mana terbukti MET efektif dalam kasus epikondilitis lateralis atau tennis elbow.14 Kontraksi isometrik yang ada pada metode intervensi Muscle Energy Technique akan berkontribusi dalam menstimulasi reseptor yang bertugas untuk memanjang (stretch) dari spindel otot untuk bergerak menyesuaikan panjang otot maksimal. Kontraksi otot secara isometric pada otot sasaran terapi akan menyebabkan stroke volume menurun pada jantung, serta peningkatan tekanan diafragma pada organ dalam dan pembuluh darah yang ada di dalamnya sehingga menekan darah agar keluar dari organ dalam. Selama 7 detik kontraksi diikuti dengan inspirasi maksimal,
motor unit maksimal yang ada pada seluruh otot akan teraktivasi. Kontraksi maksimal ini juga akan memberi rangsang GTO kepada pusat inhibisi di posterior horn cell medula spinalis untuk menghentikan aktivitas alpha motor neuron sehingga akan memicu relaksasi otot maksimal dan berdampak pada penurunan tonus otot dan spasme berkurang. Mekanisme tersebut dinamakan reverse innervation.15 Relaksasi yang dilakukan bersamaan dengan ekspirasi maksimal akan mempermudah dalam memperoleh otot yang berada dalam keadaan relaks. Kontraksi isometrik kemudian akan diikuti peregangan secara bersamaan ketika relaksasi dan ekspirasi maksimal yang akan memperpanjang struktur fascia dan keadaan otot yang relaks membantu memicu elongasi maksimal.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan studi yang dilakukan oleh Hariharasudhan dan Balamurugan pada 2018 yang menyatakan bahwa MET efektif dalam menurunkan nyeri, disabilitas fungsional dan kekuatan menggenggam. Hal tersebut dikarenakan pada saat stretching dilakukan, komponen elastin (aktin dan myosin) dalam sarkomer dan tegangan dalam otot meningkat dengan tajam, sarkomer memanjang dan apabila dilakukan berulang maka otot beradaptasi dan hal ini hanya bertahan sementara untuk mendapatkan panjang otot yang diinginkan. Pemanjangan otot makan akan mengakibatkan pemanjangan serabut serta komponen di dalam sarkomer dan fascia dalam myofibril otot memanjang akibat teregang sehingga berdampak mengurangi derajat overlapping antara thick dan thin myofilamen dalam sarkomer sebuah taut band otot sehingga menimbulkan elongasi jaringan serta meningkatkan fleksibilitas serta lingkup gerak sendi lengan. Elongasi jaringan ke depannya diharapkan mampu memicu terjadinya pelepasan adhesi yang optimal pada jaringan ikat otot (fascia dan tendon). Dengan demikian kombinasi terapi ini dapat dijadikan salah satu kombinasi intervensi yang efektif dikarenakan kombinasi ini mampu memberikan dampak dalam mempercepat
penyembuhan jaringan, pelepasan adhesi, menurunkan nyeri, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas jaringan, elongasi otot secara maksimal serta meningkatkan lingkup gerak sendi lengan sehingga disabilitas akan menurun.
Pemberian Myofascial release technique dengan Ultrasound Lebih Efektif Menurunkan Disabilitas daripada Muscle Energy Technique dengan Ultrasound pada Sindrom Tennis Elbow
Myofascial Release Technique bekerja melepaskan ikatan antara fascia, integumen, otot dan tulang, sehingga fascia akan lebih fleksibel dan mengurangi spasme pada jaringan ekstrafusal. MRT merupakan cara yang efektif, lembut, dan aman dengan memobilisasi jaringan lunak. Metode ini dikembangkan oleh John Bernes yang melibatkan tekanan berkelanjutan lembut di subkutan dan jaringan miofasial. Tujuannya melepaskan pemendekan fasia, melepas perlengketan jaringan sehingga dapat menghilangkan rasa sakit, meningkatkan lingkup gerak dan menyeimbangkan tubuh.17
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ajimsha et al pada tahun 2012 yang menunjukkan bahwa myofascial release technique efektif dalam menangani epikondilitis lateralis pada pekerja komputer.5 Mekanisme pengurangan nyeri dengan MRT yaitu dengan penekanan yang diperoleh tendon dan otot ekstensor carpi radialis akan menyebabkan relaksasi pada myofibril kemudian diberikan dorongan ke arah longitudinal menyebabkan terjadinya peregangan pada myofasial sehingga melepaskan adhesi antara fasia, sehingga fasia akan lebih fleksibel dan mengurangi spasme pada jaringan ekstrafusal. Spasme berkurang secara langsung mengurangi peradangan pada spindle otot, umpan balik dari saraf motorik mengurangi pelepasan asetilkolin berlebihan. Keadaan yang berubah ini menimbulkan sirkulasi darah kembali normal hingga kebutuhan oksigen untuk pembakaran terpenuhi, kalsium terpompa kembali ke retikulum sarkoplasmik menyebabkan pelepasan asetilkolin oleh
retikulum sarkoplasmik akan terhenti yang berakhir dengan penurunan motor end plate. Otot kemudian relaksasi optimal, nyeri berkurang berpengaruh terhadap penurunan disabilitas fungsi kerja otot.18
Menurut Cantu and Grodin, (2001) efek-efek yang dapat ditimbulkan dari pemberian auto myofascial release technique di mana terjadinya efek terhadap aliran darah dan temperature. Ketika otot diberikan auto myofascial release, maka akan terjadi peningkatan aliran darah secara signifikan dan bertahan selama 30 menit. Kemudian setelah 30 menit akan terjadi penurunan aliran darah. Tekanan yang dihasilkan oleh myofascial release technique dapat membuka kapiler- kapiler darah sehingga terjadi proses vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah meningkat. Reaksi kapiler berdilatasi oleh stimulus tersebut (auto myofascial release technique) akan diikuti oleh peningkatan temperatur. Selain itu menimbulkan efek terhadap metabolism.8
Hasil penelitian selinier dengan hasil penelitian oleh Trivadi yang menyatakan MRT efektif dalam penanganan epikondilitis lateral atau tennis elbow.19 Pemberian myofascial release technique dapat meningkatkan volume darah dan aliran darah pada area tersebut dan membuang sisa-sisa metabolisme atau cairan yang berlebihan selama pemberian auto myofascial release technique sehingga terjadi penurunan nyeri. Efek terhadap aktivitas fibroblastik atau sintesis kolagen selama proses penyembuhan auto myofascial release technique dapat menghasilkan mobilisasi pada jaringan lunak di mana gerakan yang terkontrol dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Jaringan lunak tubuh dapat dibangkitkan melalui gaya internal dan gaya eksternal. Tanpa adanya stress pada jaringan tersebut maka kekuatan regangan akan menurun.
Beberapa ahli telah mengobservasi efek gerakan terhadap aktivitas fibroblastic dalam proses penyembuhan jaringan konektif, di mana jaringan fibril membentuk hampir seluruh jaringan yang regenerasi. Adanya gaya eksternal dapat menyusun jaringan fibril yang terbentuk.5
Sebuah penelitian turut mendukung hasil penelitian ini, di mana MRT efektif dalam menangani plantar hell pain.19 Dalam latihan MRT terdapat stretching yang akan mempengaruhi perubahan Neurophysiological pada otot perubahan tersebut terjadi pada muscle spindel (MS) dan golgi tendon organ (GTO). Ketika terjadi tegangan pada otot, GTO teraktivasi, menghambat aktivitas motorneuron alfa, dan mengurangi tegangan pada unit muskulotendinosa yang teregang. Awalnya, GTO diduga teraktivasi dan menginhibisi aktivasi otot jika terdapat tingkat tegangan otot yang tinggi sebagai mekanisme protektif. Namun, GTO terbukti memiliki ambang rangsang aktivasi yang rendah (mudah teraktivasi), sehingga dapat selalu mengawasi dan menyesuaikan gaya kontraksi otot aktif selama gerakan atau tegangan otot pada peregangan pasif.5
Respons Neurophysiological otot terhadap peregangan bergantung pada struktur MS dan GTO. Ketika otot diregang dengan sangat cepat, atau pun dalam periode waktu yang lama, maka serabut afferent primer dari IMF dan sek under merasakan perubahan panjang dan mengaktivasi serabut otot ekstrafusal melalui saraf motorik α (alpha) motor-neuron pada medulla spinalis kemudian mengaktivasi reflex peregangan dan meningkatkan (memfasilitasi) tegangan pada otot yang teregang. Kontraksi pada serabut otot ekstrafusal meningkatkan ketegangan (tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan monosynaptik stretch reflex. Tetapi jika peregangan dilakukan secara lambat pada otot, maka GTO terstimulasi dan menginhibisi ketegangan pada otot sehingga memberikan pemanjangan pada komponen elastik otot yang paralel. Ketika stretch reflex diaktifkan pada otot yang diperpanjang, maka aktivitas otot antagonisnya akan menurun sebagai reaksi inhibisi dan disebut dengan reciprocal inhibition. Untuk meminimalkan aktivasi stretch reflex maka peregangan dilakukan secara pelan-pelan, intensitas rendah, dan waktu diperpanjang, sehingga otot dalam keadaan relaks dan memanjang.5
Pengurangan nyeri dan spasme otot disertai dengan peningkatan fleksibilitas otot akan meningkatkan lingkup gerak sendi pada leher sehingga akan meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional atau disabilitas akibat tennis elbow dapat diturunkan.
KETERBATASAN PENELITIAN
Faktor pekerjaan, hobi, dan aktivitas fisik yang dilakukan oleh sampel di luar jadwal penelitian tidak dikontrol, oleh karena itu penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengontrol variabel ini untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
SIMPULAN
Myofascial release technique dengan Ultrasound lebih memiliki efek dibandingkan Muscle Energy Technique dengan Ultrasound dalam menurunkan disabilitas akibat tennis elbow.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Küçükşen, S., Yilmaz, H., Sallı, A., Uğurlu, H. 2013. Muscle energy technique versus corticosteroid injection for management of chronic lateral epicondylitis: randomized controlled trial with 1-year follow-up. Archives of physical medicine and rehabilitation. 94(11), pp.2068-2074.
-
2. Indrias, R. 2013. Pengaruh Mulligan Mobilizitation with Movement and Taping Terhadap Penurunan Nyeri dan Penguatan Otot Menggenggam pada Tennis Elbow. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
-
3. Prentice, W.E. 2017. Therapeutic modalities in rehabilitation. McGraw Hill Professional.
-
4. Aguilera, F.J.M., Martín, D.P., Masanet, R.A., Botella, A.C., Soler, L.B., Morell, F.B. 2009. Immediate effect of ultrasound and ischemic compression techniques for the treatment of trapezius latent myofascial trigger points in healthy subjects: a randomized controlled
study. Journal of manipulative and
physiological therapeutics. 32(7),
pp.515-520.
-
5. Ajimsha, M.S., Chithra, S.,
Thulasyammal, R.P. 2012. Effectiveness of myofascial release in the management of lateral epicondylitis in computer
professionals. Archives of physical
medicine and rehabilitation. 193(4),
pp.604-609.
-
6. Shah, S., Bhalara, A. 2012. Myofascial release. Inter J Health Sci Res. 2(2), pp.69-77.
-
7. Trivedi, P., Sathiyavani, D., Nambi, G., Khuman, R., Shah, K., & Bhatt, P. 2014. Comparison of active release technique and myofascial release technique on pain, grip strength & functional performance in patients with chronic lateral epicondylitis. Int J Physiother Res. 2(3), pp.488-494.
-
8. Grodin, A.J., Cantu, R.I. 2001. MF1: Myofascial Manipulation Seminar Manual. University of St. Augustine for Health Sciences.
-
9. Ajimsha, M. S., Binsu, D., Chithra, S. 2014. Effectiveness of myofascial release in the management of plantar heel pain: a randomized controlled trial. The Foot. 24(2), pp.66-71.
-
10. Korosoglou, G., Behrens, S., Bekeredjian, R., Hardt, S., Hagenmueller, M., Dinjus, E., Böhm, K.J., Unger, E., Katus, H.A. and Kuecherer, H. 2006. The potential of a new stable ultrasound contrast agent for site-specific targeting. An in vitro experiment. Ultrasound in medicine & biology. 32(10), pp.14731478.
-
11. Walz, D.M., Newman, J.S., Konin, G.P., Ross, G. 2010. Epicondylitis: pathogenesis, imaging, and treatment. Radiographics. 30(1), pp.167-184.
-
12. Shiri, R., Viikari-Juntura, E. 2011. Lateral and medial epicondylitis: role of occupational factors. Best practice & research Clinical Rheumatology, 25(1), pp.43-57.
-
13. VanRijn, R.M., Huisstede, B.M., Koes, B.W., Burdorf, A. 2010. Associations between work-related factors and specific disorders of the shoulder—a systematic
review of the literature. Scandinavian journal of work, environment & health. 36(3), pp.189-201.
-
14. Poltawski, L., Watson, T. 2011. Measuring clinically important change with the Patient -rated Tennis Elbow Evaluation. Hand Therapy. 16(3), pp.5257.
-
15. Hariharasudhan, R., Balamurugan, J. 2015. Effectiveness of muscle energy technique and Mulligan's movement with mobilization in the management of lateral epicondylalgia. Archives of Medicine and Health Sciences, 3(2), p.198.
-
16. Watson, T. 2008. Ultrasound in
contemporary physiotherapy practice. Ultrasonics. 48(4), pp.321-32,9.
-
17. Gerwin, R.D. 2016. Myofascial trigger point pain syndromes. Thieme Medical Publishers. 36(05), pp. 469-473.
-
18. Riggs, A., Grant, K.E. 2009. Myofascial release in modalities for massage and body work.
-
19. Khumar, P.R., Trivedi, P., Devi, S., Sathyavani, D., Nambi, G., Shah, K. 2013. Myofascial release technique in chronic lateral epicondylitis: a
randomized controlled study. Int J Health Sci Res. 3(7), pp.45 -52.
8
Discussion and feedback