ISSN: 2302-688X

Sport and Fitness Journal

Volume 5, No.1, Pebruari 2017: 42-51

PENAMBAHAN PURSED LIP ABDOMINAL BREATHING PADA LATIHAN AEROBIK LEBIH BAIK DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS FUNGSI PARU PENDERITA ASMA BRONKIAL

Fifi Andrianty*, N.Adiputra**, Sugijanto***

*Program Studi Fisioterapi Poltekkes Dr. Rusdi, Medan

**Fakultas kedokteran Universitas Udayana, Bali

***Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

ABSTRAK

Pendahuluan: Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible adanya peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi penyempitan jalan nafas sehingga menyebabkan ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk menggunakan otot aksesori pernapasan. Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat menyebabkan penderita Asma bronkial kelelahan saat bernapas ketika serangan dan ketika beraktivitas. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik lebih baik dari pada latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita Asma bronkial pada umur 40 – 55 tahun di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Pemprovsu. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif jenis eksperimental, untuk mengukur kapasitas fungsi paru penderita Asma bronkial dengan Spirometer. Rancangan penelitian yang digunakan adalah randomized pre test and post test control group design jumlah 30 sample. Subjek penelitian dibagi dua kelompok, kelompok I sebagai kelompok kontrol sedangkan kelompok II sebagai kelompok perlakuan yang mendapatkan penambahan pursed lip abdominal breathing. Dimana hasil pengukuran spirometri diambil pada latihan ke-1 dan ke-24. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan hasil uji perbandingan nilai rerata kapasitas fungsi paru antara Pursed Lip Abdominal Breathing dan latihan aerobik dengan latihan aerobik saja Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol pada skor post test menunjukkan nilai rerata FVC Kelompok I 73,88±2,45% dan FEV1 74,92±1,68% dan nilai rerata post test Kelompok II nilai FVC 77,74±3,58% dan FEV1 78,28±5,08% nilai FVC p=0,002 (p<0,05) dan FEV1 0,022. Simpulan: Dapat disimpulan bahwa Penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik lebih baik dari pada latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita Asma bronkial.

Kata Kunci : Asma Bronkial, Kapasitas fungsi Paru, Pursed Lip Abdominal Breathing, Latihan

Aerobik

THE ADDITIONAL OF PURSED LIP ABDOMINAL BREATHING ON AEROBIC EXERCISE MUCH BETTER TO INCREASE LUNG FUNCTION AMONG BRONCHIALE ASTHMA PATIENTS

ABSTRACT

Introduction: Bronchiale Asthma is chronic inflammatory disease that is reversible airway their increased responsiveness of the trachea and bronchi to various stimuli with narrowness manifestations causing expiratory airway is always more difficult and longer compared inspiration, which encourages patients to use the accessory respiratory muscle. Using of accessory respiratory muscles are not trained in the long term can cause patients with asthma bronchiale when exhaust breathing during the attack and when doing the activities. Purpose:

The purpose of this study was to determine whether the addition of pursed lip abdominal breathing on aerobic exercise drought better than aerobic exercise alone in improving lung function capacity in patients with asthma bronchiale at the age of 40 – 55 years in UPT The Public Health pulmonary the government Provinsi Sumatera Utara. Methods: The study uses quantitative experimental types, to measure lung function capacity asthma bronchiale suffers with spirometry. The study design used was randomized pre test and post test control group design number of 30 samples. Subject were divided two group, group I as the control group, while group II as a treatment group who received addition of pursed lip abdominal breathing. Where the results of spirometry measurements were taken on days 1 and 24. The comparisons result of the average score between the capacity of the function of pulmonary pursed lip abdominal breathing and aerobic exercise. Results: Treatment group and control group at the post test score showed FVC score group I 73.88±2,45% and FEV1 74.92±1,68% and average score group II FVC 77.74±3.58% and FEV1 78.28±5.08% with score FVC p=0.002 (p<0,05) and FEV1 0.022. Conclusion: The Conclusions the addition of pursed lip breathing on abdominal aerobic exercise is better than aerobisc exercise in increasing the capacity of lung function on asthma bronchial patients

Key word: Bronchiale Asthma, The Capacity Of The Function Of Pulmonary, Pursed Lip Abdominal, Aerobic Exercise.

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit non infeksi yang banyak dijumpai di masyarakat yang menyerang baik anak-anak, orang dewasa maupun orang tua adalah penyakit Asma Bronkial. Asma Bronkial merupakan suatu keadaan saluran nafas (bronkus) mengalami penyempitan karena hipereaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, asap, bulu binatang, udara dingin, olahraga yang berlebihan, infeksi saluran pernafasan atas, gangguan emosi atau stres dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan suara wheezing, batuk, x`dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.1

Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia menunjukkan asma menempati urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan (Morbiditas)2. Jumlah penderita asma di Indonesia mencapai 12 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia, hasil penelitian tahun 2007, prevalensi penyakit asma

meningkat dari 4,2% menjadi 5,4% dengan angka kematian 13,3% karena gagal nafas sebagai akibat hipoksemia berat karena asma.3

Pada asma terjadi proses inflamasi kronik yang menyebabkan hipereaktivitas dan penyempitan jalan nafas disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, infiltrasi sel inflamasi yang menetap dan hipersekresi mukus yang kental.4

Bronkospasme akibat dari proses inflamasi menyebabkan terjadinya penurunan ventilasi paru. Penurunan ventilasi paru juga menyebabkan terjadinya penurunan tekanan transmural. Penurunan tekanan transmural berdampak pada mengecilnya gradient tekanan transmural.5 Semakin kecil gradient tekanan transmural yang dibentuk selama inspirasi semakin kecil compliance paru. Semakin rendah compliance paru, semakin besar gradient tekanan transmural yang harus dibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal.6 Semakin kecil compliance paru yang dihasilkan akan berakibat pengembangan paru menjadi tidak optimal. Pengembangan paru yang tidak optimal berdampak pada terjadinya penurunan kapasitas paru serta peningkatan residu fungsional dan volume residu paru7. Penurunan kapasitas fungsi paru yang diikuti

dengan peningkatan residu fungsional dan volume residu paru menyebabkan timbulnya perbedaan tekanan parsial gas, antara tekanan parsial gas dalam alveoli dengan tekanan parsial gas dalam pembuluh kapiler paru.7 Penurunan difusi oksigen dalam darah dapat dilihat dari menurunnya konsentrasi oksigen dalam darah, peningkatan frekuensi pernafasan sebagai respons penurunan saturasi oksigen.6

Maintenance terhadap gejala Asma bronkial dapat dilakukan dengan cara menghindari alergen pencetus. Gejala Asma bronkial dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala yang timbul serta mengurangi keparahan gejala Asma bronkial yang dialami ketika terjadi serangan.8

Salah satu cara mengontrol gejala yang timbul serta mengurangi keparahan gejala Asma bronkial yang dialami ketika terjadi serangan dengan memberikan latihan pernafasan.8

Latihan pernapasan bertujuan untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan dan memperkuat otot pernapasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan mempertahankan pengontrolan Asma bronkial yang ditandai dengan penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Pada penderita Asma bronkial terapi pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan, juga bertujuan melatih penderita untuk dapat mengatur pernapasan pada saat terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan Asma bronkial.9 Penelitian El-Batanoun menyebutkan bahwa latihan pernapasan setelah enam minggu dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan sehingga fungsi ventilasi paru membaik. Perbaikan ventilasi dapat dicapai setelah latihan diafragmatik, nafas dalam, spirometri insentif, gaya berjalan dan latihan ekstremitas.Adanya peningkatan tahanan jalan udara dan penurunan udara

residu mengakibatkan kekuatan otot inspirasi yang dibutuhkan menjadi minimal.10

Salah satu bentuk latihan pernapasan yang dapat diberikan kepada pasien Asma bronkial adalah latihan Pursed lip abdominal breathing. Pursed lip abdominal breathing merupakan suatu teknik pernapasan, dimana proses ekspirasi dilakukan dengan menahan udara yang dikeluarkan melalui pengerutan bibir dengan tujuan untuk melambatkan proses ekspirasi. Membuat bibir mengerucut seolah-olah meniup lilin, menimbulkan perlawanan melalui saluran udara yang memungkinkan pengosongan paru secara sempurna kemudian menggantikannya dengan udara baru dan segar. Pursed lip abdominal breathing memungkinkan terjadinya pertukaran udara secara menyeluruh di paru dan memudahkan untuk bernapas, memberikan paru tekanan kecil kembali, dan menjaga saluran udara terbuka untuk waktu yang cukup lama sehingga dapat memeperlancar proses oksigenasi di dalam tubuh. Oksigenasi yang lancar dapat menurunkan kejadian hiperventilasi dan hipoksia pada penderita Asma bronkial.11

Pursed lip abdominal breathing merupakan terapi pernapasan yang dapat mengurangi obstruksi pernapasan pada pasien Asma bronkial. Pursed lip abdominal breathing dapat meningkatkan tekanan intrabronkial selama proses ekspirasi dan mengakibatkan peningkatan diameter bronkial sehingga aliran inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih efisien. Tekanan positif intrabronkial mencegah kolaps pada bronki saat ekspirasi sehingga gejala Asma bronkial seperti sesak napas, batuk, mengi dan rasa tertekan di dada dapat diminimalisir.12

Peran latihan fisik dalam patofisiologi Asma bronkial dan pengendalian penyakit telah menjadi fokus perhatian untuk dipertimbangkan. Kapasitas ventilasi yang lebih baik adalah keuntungan yang diperoleh dari latihan fisik untuk pasien Asma bronkial13. Latihan fisik menyebabkan perbaikan kebugaran jasmani, mengurangi kependekan napas, mengurangi pengkonsumsian steroid hirup pada pasien

Asma bronkial, mengurangi latihan fisik dapat menyebabkan bronkospasme.

Efek latihan aerobik adalah kebugaran kardiorespiratori, karena senam tersebut mampu meningkatkan ambilan oksigen, meningkatkan kapisitas darah untuk mengangkut oksigen dan denyut nadi menjadi lebih rendah saat istirahat maupun berolahraga. Dengan senam tersebut maka ketahanan kardiorespirasi dapat meningkat.14

Dalam melakukan Latihan Aerboik dan Pursed Lip Abdominal Breathing waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 3 kali dalam satu minggi selama 8 minggu. Karena akan mendapatkan hasil yang maksimal dalam meningkatkan kapasistas fungsi paru. Sehingga penelitian yang dilakukan selama 8 minggu. Berdasarkan uraian diatas penulis sebagai profesi fisioterapi mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul Penambahan Pursed Lip Abdominal Breathing lebih baik dalam Meningkatkan Kapasitas Fungsi Paru Penderita Asma Bronkial.

Tujuan Penelitian (1) Untuk membuktikan latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita Asma bronkial. (2) Untuk membuktikan kombinasi pursed lip abdominal breathing dan latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita Asma bronkial. (3) Untuk membuktikan penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik lebih baik dari pada latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita Asma bronchial

MATERI DAN METODE

  • A.    Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat pada bulan Maret sampai Mei 2016. Penelitian ini bersifat Eksperimental study pre test and post test group design. Penelitian ini dilakukan untuk melihat penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik lebih baik dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada asma bronkial pada seluruh pasien fisioterapi yang terdiagnosis asma bronkial

fase maintenance umur 40 – 55 tahun dengan nilai FVC dan FEV1 diukur dengan menggunakan Spirometri.

  • B.    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Pasien fisioterapi yang terdiagnosa asma bronkial yang berkunjung di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Provinsi Sumatera Utara. Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dengan teknik random sampling, kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Sampel Penelitian didapat dari rumus Pocock berjumlah 30 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II, yang mana setiap kelompok terdiri dari 15 orang.

Kelompok Perlakuan I

Kelompok Perlakuan I diberikan latihan aerobik 3 kali seminggu selama 8 minggu untuk mengetahui peningkatan kapasitas fungsi paru.

Kelompok Perlakuan II

Kelompok Perlakuan II diberikan penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik, 3 kali seminggu selama 8 minggu untuk mengetahui peningkatan kapasitas fungsi paru.

  • C.    Cara pengumpulan Data

Sebelum     intervensi     dilakukan

wawancara dan dilakukan pembagian kelompok dengan metode acak sederhana, yaitu : dari 30 responden dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing berjumlah 15 orang. Satu kelompok yang terdiri dari 15 orang mengikuti pelatihan Pursed Lip Abdominal Breathing dan Latihan aerobik, satu kelompok yang terdiri dari 15 orang sebagai Kelompok Kontrol hanya mengikuti latihan aerobik tiga (3x) seminggu selama 8 minggu

  • D.    Prosedur Pengukuran Spirometri

Terlebih dahulu, pasien perlu mengukur berat badan dan tinggi badan. Kemudian melakukan tes spirometri, dengan menarik napas dalam – dalam dengan posisi sungkup mulut terpasang pada mulut. Setelah penuh, tutuplah mulut. Kemudian hembuskan napas sekencang – kencangnya dan semaksimal

mungkin hingga udara dalam paru keluar sepenuhnya dan paru kosong. Proses ini memakan    waktu    beberapa    detik.

Penghembusan napas dilakukan perlahan hingga maksimum, tergantung jenis tes spirometri yang diperlukan. Sebuah klip penutup hidung dapat dipasang pada hidung pasien untuk memastikan tidak ada hembusan napas yang keluar melalui hidung saat tes dilakukan. Pengukuran spirometri dapat diulang dua hingga tiga kali untuk memastikan pengukuran yang akurat. Tes spirometri dilakukan dalam ruang tertutup khusus untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dan detail.

  • E.    Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer, adapun analisis data yang dilakukan antara lain:

  • 1.    Deskriptif karakteristik sampel di olah dengan perangkat lunak statistik 16 (

Statistic Procces for Social Science) dan di paparkan secara deskriptif menggunakan tabel dan grafik.

  • 2.    Uji normalitas data dengan Saphiro Wilk Test, untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini di peroleh Nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05) data berdistribusi normal.

  • 3.    Uji homogenitas data dengan Leven,s Test, untuk mengetahui sebaran data bersifat homogen atau tidak. Pada penelitian ini nilai p lebih besar dari 0,05 ( p>0,05) data bersifat homogen.

Data berdistribusi normal, maka digunakan :

  • 1.    Pengujian hipotesis 1 diperoleh data berdistribusi normal maka menggunakan uji Paired Sampel t Test untuk mengetahui peningkatan kapasitas vital paru (sebelum dan sesudah latihan aerobik (Kel. Kontrol).

  • 2.    Pengujian hipotesis 2 diperoleh distribusi data normal menggunakan uji Paired Sampel t Test untuk mengetahui peningkatan kapasitas vital paru (sebelum dan sesudah latihan) dengan penambahan Pursed Lip Abdominal Breathing exercise (Kel Perlakuan).

  • 3.    Pengujian hipotesis 3 yaitu: Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kapasitas vital paru antara Pursed Lip Abdominal Breathing exercise dan latihan aerobik dengan latihan aerobik saja setelah mendapatkan latihan selama 8 minggu, untuk pengujian ini digunakan Independent sample t-test.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • a.    Deskripsi dan Distribusi Sampel

    Tabel 1.

Deskripsi karakteristik Sampel Berdasarkan Usia, Indeks Massa Tubuh

Karakteristik Sampel

Kel I (n=15)

Kel II (n=15)

Rerata ± SB

Rerata ± SB

Usia (thn)

49,00±4,37

48,26±5,04

IMT (kg/m2)

30,02±4,4

27,62±6,62

Tabel 2.

Distribusi Subjek Penelitian

Subyek Penelitian

K I

%

K II

%

Aktifitas perkerja IRT

5

33,3

5

33,3

Berdagang

4

26,7

6

40,0

Pekerja Kantor

4

26,7

2

13,3

CS

2

13,3

2

13,3

Faktor genetik Ada

6

40,0

4

26,7

Tidak ada

9

60,0

11

73,3

Kebiasaan OR

Tidak Pernah

6

40,0

6

40,0

Jarang

8

53,3

6

40,0

Sering

1

6,7

3

20,0

Frek Serangan Terkontrol

4

26,7

5

33,3

Tdk terkontrol

11

73,3

10

66,7

Pada Tabel 1 menunjukkan Kelompok perlakuan I dengan jumlah sampel (n=15) didapatkan nilai rerata umur 49,00±4,37dengan nilai minimal 40 tahun umur maksimal 55 tahun. Rerata indeks massa tubuh 30,02±4,74 kg/m2 dengan IMT minimal

23,02 kg/m2 dan maksimal 39,20 kg/m2, sedangkan pada Kelompok perlakuan II dengan jumlah sampe (n=15) didapatkan nilai rerata umur 48,26±5,04 dengan nilai minimal 41 tahun umur maksimal 55 tahun. Rerata indeks massa tubuh 27,62±6,59 kg/m2 dengan IMT minimal 17,10 kg/m2 dan maksimal 38,50 kg/m2, dan rerata pekerjaan 2,06±1,03.

Berdasarkan Tabel 2 Karakteristik dari aktivitas pekerjaan Ibu rumah tangga dan berdagang terbanyak 10 orang, pada Kelompok I Ibu rumah tangga sebanyak 5 orang (16,6%) dan pada Kelompok II sebanyak 5 orang (16,6%), sedangkan berdagang pada Kelompok I sebanyak 4 orang (13,3%) dan pada Kelompok II sebanyak 6 orang (20%). Karakteristik subjek berdasarkan aktivitas seperti: pekerjaan kantor 6 orang (20%) dan cleaning service 4 orang (13,3%). Karakteristik dari faktor genetik yang memiliki faktor genetik pencetus asma kelompok I berjumlah 6 orang (40%) kelompok II sebanyak 4 orang (26,7%) dan yang tidak memiliki faktor genetik pencetus asma kelompok I sebanyak 9 orang (60,0%) dan kelompok II berjumlah 11 orang (73,3%)

Karakteristik dari faktor kebiasaan olahraga kelompok I yang tidak pernah sebanyak 6 orang (40,0%) kelompok II sebanyak 6 orang (40%), jarang berolahraga kelompok I sebanyak 8 orang (53,3%) kelompok II sebanyak 6 orang (40,0%), sering berolahraga kelompok I sebanyak 1 orang (6,7%) dan kelompok II sebanyak 3 orang (20,0%)

Karakteristik dari frekuensi serangan kelompok I terkontrol sebanyak 4 orang (26,7%) dan tidak terkontrol sebanyak 11 orang (73,3%). Sedangkan frekuensi serangan kelompok II terkontrol sebanyak 5 orang (33,3%) dan tidak terkontrol sebanyak 10 orang (66,7%).

Tabel 3.

Uji Normalitas

Variabel

p Shapiro Wilk Test

K I       K II

Ket

FVC

Post Test

0,706     0,570

Normal

Pre Test

FEV1

0,522     0,350

Normal

Post test

0,409     0,204

Normal

Pre Test

0,195     0,325

Normal

Tabel 4.

Uji Homogenitas

p Levene’s

Variabel

Test

Ket

FVC Pre Test     0,420

Homogen

FEV1 Post Test    0,500

Homogen

Dari Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa untuk uji normalitas distribusi dengan menggunakan Shapiro-Wilk Test. Pada variable FVC dan FEV1 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok I menunjukkan bahwa dari uji tersebut didapatkan nilai p>0,005 yang berarti data sebelum dan sesudah perlakuan pada Kelompok I nilai FVC dan nilai FEV1 berdistribusi normal. Sedangkan, pada variabel FVC dan FEV1 sebelum dan sesudah perlakuan latihan aerobik dan Pursed Lip Abdominal Breathing pada kelompok II menunjukkan bahwa dari uji tersebut didapatkan nilai p>0,005 yang berarti data sebelum dan sesudah perlakuan pada Kelompok II nilai FVC dan nilai FEV1 berdistribusi normal.

Pada uji Homogenitas varian dilakukan dengan menggunakan Levene’s test diperoleh nilai FVC 0,042 yang berarti homogen (p>0,05) dan FEV1 sebelum perlakuan didapatkan nilai 0,500 (p>0,05) yang berarti bahwa data bersifat homogen.

  • b.    Uji Hipotesis I

Uji Hipotesis I bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita asma bronkial Setelah data dinyatakan homogen dan berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji hipotesa menggunakan Paired Samples t Test.

Tabel 5.

Uji Paired Sampel t Test nilai rerata persentase predicted Kapasitas Fungsi Paru Sebelum dan Setelah Mendapatkan Latihan

Aerobik (Kel. I)

Kapasitas Fungsi Paru

Rerata±SD

P value

% peningkatan

%FVC Pre

72,40±2,44

0.000

2 %

%FVC Post

73,88±2,45

%FEV1 Pre

74,02±1,85

0.000

1,2 %

%FEV1 Post

74,92±1,68

Tabel 5 menunjukkan perbedaan peningkatan nilai rerata latihan aerobik pretest dan post-test, nilai rerata FVC pre pada kelompok perlakuan I 72,40±2,44 dan nilai rerata FVC post pada kelompok perlakuan I 73,88±2,45. Sedangkan nilai rerata FEV1 pre pada kelompok perlakuan I 74,02±1,85 dan nilai rerata FEV1 post pada kelompok perlakuan I 74,92±1,68. Disimpulkan bahwa nilai probabilitas FVC p=0,000 dan FEV1 p=0,000 (P<0,05), yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rerata pre dan post pada kelompok I

  • c.    Uji Hipotesis II

Uji hipotesis II ini bertujuan untuk membuktikan bahwa kombinasi latihan aerobik dan pursed lip abdominal breathing dapat meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita asma bronkial. Setelah data dinyatakan homogen dan terdistribusi normal maka dilanjutkan uji hipotesa dengan menggunakan Paired Samples t Test

Tabel 6.

Uji Paired Sampel t Test nilai rerata persentase predicted Kapasitas Fungsi Paru Sebelum dan

Setelah Mendapatkan Latihan Aerobik dan Pursed Lip Abdominal Breathing (Kel. I)

Kapasitas Fungsi Paru

Rerata±SD

P value

% peningkatan

%FVC Pre

74,49±3,42

0.000

4 %

%FVC Post

77,74±3,58

%FEV1 Pre

75,26±4,94

0.000

4 %

%FEV1 Post

78,28±5,08

Tabel 6 menunjukkan perbedaan peningkatan nilai rerata latihan aerobic dan pursed lip abdominal breathing pre-test dan post-test, nilai rerata FVC pre pada kelompok perlakuan II 74,49±3,42 dan nilai rerata FVC post pada kelompok perlakuan II 77,74±3,58. Sedangkan nilai rerata FEV1 pre pada kelompok perlakuan II 75,26±4,94 dan nilai rerata FEV1 post pada kelompok perlakuan II 78,28±5,08. Disimpulkan bahwa nilai probabilitas FVC p=0,000 dan FEV1 p=0,000 (P<0,05), yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai rerata pre dan post pada kelompok II.

  • d.    Uji Hipotesis III

Uji hipotesis III ini bertujuan untuk membuktikan penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik lebih baik dari pada latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita asma bronchial. Setelah data dinyatakan homogen dan terdistribusi normal maka dilanjutkan uji hipotesis dengan menggunakan independent sample t-test

Tabel 7

Uji Independent t-test uji Nilai Kapasitas Fungsi Paru dan Sebelum dan Setelah Mendapatkan Latihan Aerobik dan Pursed Lip

Abdominal Breathing (Kel.I & Kel. II)

Kapasitas Fungsi Paru

Rerata±SD

P value

%

FVC Pre I

73,88±2,45

0.000

5,2%

FVC Post II

77,74±3,58

FEV1 Pre I

74,92±1,68

0.000

4,4 %

FEV1 Post II

78,28±5,08

Pada tabel 7 menunjukkan hasil uji perbandingan nilai rerata peningkatan kapasitas fungsi paru antara Pursed Lip Abdominal Breathing dan latihan aerobik dengan latihan aerobik saja kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada skor post test menunjukkan nilai rerata FVC kelompok I 73,88±2,45 dan FEV1 Kelompok I 74,92±1,68 dan nilai rerata post test kelompok II nilai FVC 77,74±3,58 dan FEV1 Kelompok II 78,28±5,08 nilai FVC p=0,002 dan FEV1

0,022 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rerata sesudah perlakuan dengan penambahan Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise dan latihan aerobik dengan latihan aerobik saja pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Berdasarkan pada hasil penelitan ini didapatkan bahwa jenis kelamin responden yang berobat jalan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Provinsi Sumatera Utara lebih banyak perempuan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Satria di Bagian Departemen Pulmonologi Dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang mendapatkan hasil pasien asma perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki15. Hal ini juga sesuai dengan National Health Statistics Report,16 bahwa perempuan yang menderita asma lebih banyak dari laki-laki.

Jenis kelamin akan mempengaruhi kapasitas vital paru karena secara anatomi sudah berbeda. Volume dan kapasitas paru pada wanita kira-kira 20-25 % lebih kecil dari pada pria.7

Dilihat dari usia kelompok I memiliki rerata umur 49,00±4,375pada kelompok II 48,26±5,049, hal tersebut memberikan gambaran bahwa sampel penelitian ini mewakili kelompok usia kategori dewasa akhir. Meningkatnya jumlah penduduk yang menderita asma berbanding lurus dengan peningkatan usia.17 Penelitian yang dilakukan oleh Marice menyatakan bahwa adanya hubungan peningkatan usia dengan tingginya angka kejadian asma, pasien usia >50 tahun beresiko 4,5 kali dari pasien asma usia 10-19 tahun.18

Hal ini berhubungan dengan perubahan fungsi paru secara fisiologis berhubungan dengan bertambahnya umur, hal ini menyebabkan penurunan kekuatan otot pernafasan, penurunan elastic recoil paru dan peningkatan kekakuan otot dinding dada. Bertambahnya usia akan menurunkan fungsi paru dan juga mengurangi reseptor β2 sehingga mengakibatkan penurunan respon terhadap bronkodilator.

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Pada lanjut usia fungsi elastis jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan bernafas menjadi lemah, akibatnya volume udara pada saat pernapasan menjadi lebih sedikit. Bertambahnya usia manusia akan diikuti perubahan bentuk jaringan otot yang menyebabkan turunnya kemampuan otot dan fungsi organ yang lain, salah satunya mempengaruhi sistem pernafasan yang mulai berkurang dalam kapasitas vital paru.19

Dari hasil uji deskriptif karakteristik table 5.1 jumlah sampel dengan aktivitas Pekerjaan ibu rumah tangga berjumlah 10 orang, berdagang 10 orang, pekerja kantor 6 orang dan cleaning service 4 orang. Dari hasil tersebut terlihat jumlah tertinggi yang ditemukan pada ibu rumah tangga dan berdagang dengan jumlah masing-masing 10 orang. Pekerja ibu rumah tangga merupakan pekerjaan yang dalam sehari-harinya berpaparan dengan bumbu dapur, debu, asap dan hal lainnya.

Latihan Aerobik dapat meningkatkan Kapasitas Fungsi Paru pada Asma Bronkial.

Pada Hipotesa I nilai mean untuk % FVC naik 2 % dari 72,40 menjadi 73.88 dengan nilai p value 0,000. FEV1 naik 1.2 % dari 74,02 menjadi 74,92 dengan nilai p value 0,000. Dapat diartikan bahwa ada peningkatan FVC dan FEV1 pada sebelum dan sesudah pemberian latihan aerobik dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita asma bronkial.

Peran latihan fisik dalam patofisiologi asma dan pengendalian penyakit telah menjadi fokus perhatian untuk dipertimbangkan, karena kapasitas ventilasi yang lebih baik dan peredaan gejala yang terkait dengan asma merupakan keuntungan yang diperoleh dari latihan fisik untuk penderita asma. Kekambuhan asma dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetus dan melakukan

olah raga secara teratur sesuai dengan porsi yang telah ditentukan.20

Kombinasi Pursed Lip Abdominal Breathing pada Latihan Aerobik dapat Meningkatkan Kapasitas Fungsi Paru pada Asma Bronkhial

Pada Hipotesa II nilai mean untuk % FVC naik 4 % dari 74,49 menjadi 77,74 dengan nilai p value 0,000. FEV1 naik 4 % dari 75,26 menjadi 78,28 dengan nilai p value 0,000. Dapat diartikan bahwa ada peningkatan FVC dan FEV1 pada sebelum dan sesudah penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita asma bronkial.

Manfaat pursed lip abdominal breathing terhadap otot-otot pernapasan bahwa tahanan pada saat ekpirasi dalam pursed lip abdominal breathing dapat mengurangi kolaps pada jalan napas sehingga terjadi peningkatan kekuatan otot pernapasan dan pertukaran gas alveolar menjadi lebih baik. Pursed lip abdominal breathing dapat meningkatkan tekanan intrabronkial selama proses ekspirasi dan mengakibatkan peningkatan diameter bronkial sehingga aliran inspirasi dan ekspirasi menjadi lebih efisien.

Penambahan Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise pada latihan aerobik lebih baik untuk meningkatkan Kapasitas Fungsi Paru pada penderita asma bronkhial

Pada Hipotesa III nilai mean untuk % FVC antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan naik 5,2 % dari 73,88 menjadi 77,74 dengan nilai p value 0,002. FEV1 naik 4,4 % dari 74,92 menjadi 78,28 dengan nilai p value 0,022. Dapat diartikan bahwa penambahan pursed lip breathing pada latihan aerobik lebih baik dari latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas fungsi paru pada penderita asma bronkial.

Hasil penelitian ini menyatakan ada perbedaan nilai rerata peningkatan kapasitas fungsi paru antara Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise dan latihan aerobik dengan

latihan aerobik saja kelompok Perlakuan dan kelompok Kontrol. Dengan melihat rerata selisih pada ke dua kelompok dapat disimpulkan bahwa pemberian Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise dan latihan aerobik lebih baik daripada pemberian latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas vital paru penderita asma bronkial.

Hal ini karena oleh Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise dan latihan aerobik merupakan jenis latihan yang membuat jantung dan paru-paru berfungsi dengan baik sehingga dapat meningkatan kapasitas fungsi paru dan daya tahan fungsional, peningkatan status fungsional paru, berkurangnya keparahan dispnea, melenturkan dan memperkuat otot pernafasan, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi, mempercepat asma bronkial yang terkontrol, mempertahankan asma bronkial yang terkontrol, kualitas hidup lebih baik.21

Berdasarkan uraian di atas Latihan aerobik baik untuk penderita asma untuk meningkatan kinerja otot- otot pernapasan dan otot-otot pendukung pernapasan sehingga ventilasi, perfusi dan difusi akan berjalan dengan lancar. Saluran napas yang tadinya menyempit akan mengalami dilatasi sehingga memaksimalkan proses ventilasi. Ventilasi yang lebih baik akan meningkatkan oksigen paru dan terjadi peningkatan difusi oksigen antara alveoli dengan kapiler paru yang akhirnya akan meningkatkan ventilasi oksigen. Tetapi akan lebih baik dengan penambahan pursed lip abdominal breathing yang bertujuan untuk memperbaiki pola pernafan dan menambah compliance paru bagian bawah dengan teknik pernafasan 1 banding 2 pada saat ekspirasi akan meningkatkan waktu difusi. Prolonged ekspirasi ini juga akan menurunkan frekuensi pernafsan dan membantu mengeluarkan volume residu sehingga dapat meningkatkan kemampuan ventilasi fungsi paru.

SIMPULAN

  • (1) .Latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas vital paru pada penderita Asma

bronkial. (2).Kombinasi Pursed lip abdominal breathing dan latihan aerobik dapat meningkatkan kapasitas vital paru pada penderita Asma bronkial. (3).Penambahan pursed lip abdominal breathing pada latihan aerobik lebih baik dari pada latihan aerobik saja dalam meningkatkan kapasitas vital paru pada penderita Asma bronkial.

SARAN

  • (1 ).Berdasarkan penelitian sebelumnya dan berdasarkan penelitian yang dilakukan maka latihan Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise dan aerobik dapat menjadi sebuah SOP untuk menangani kasus penurunan kapasitas vital paru. (2). Diharapkan kepada peneliti selanjutnya dapat meneliti latihan Pursed Lip Abdominal Breathing Exercise dan aerobik ini pada pasien dengan gangguan pola pernafasan akibat penyakit paru lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Hennerberger. 2011. Am J Respir Crit Perawatan Med; Vol. 184. No. 3.

  • 2.    Mangunegoro, H. 2005. Asma Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

  • 3.    Hardiati, 2009. Penanganan Pertama Pada Serangan Asma, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

  • 4.    Price, Anderson, Lorraine, 2005. Patofisiologi. Ed 6. Jakarta: AGC.

  • 5.    Peery, Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC.

  • 6.    Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta: EGC.

  • 7.    Guyton, AC., Hall, JE. 2007. Textbook of Medical   Physiology.    11th edition

Philadelphis: WB. Saunders Company, Misissipi.

  • 8.    Sundaru, H., Sukamto. 2010. Penyebab dan Faktor Pencetus Serangan Asma. Online:http://medicastore.com/asma/peny ebab dan factor pencetus asma.php)di akses pada 4 juli 2011.

  • 9.    Nugroho, 2006. Pengaruh Latihan terhadap daya tahan. Universitas Negri

Yogyakarta,     Jurusan     Pendidikan

Kesehatan dan Rekreasi Program Studi Ilmu Keolahragaan FIK UNY.

  • 10.    El-Batanouny, MM., Amin, MA., Salem, EY., El-Nahas, HE. 2009. Effect of exercise on ventilatory function in welders. Egyptian Journal ofBronchology. Vol. 3. No 1.

  • 11.    Widowati, 2010. Efektifitas Pursed lips breathing terhadap frekuensi serangan pasien PPOK [PDF] dari: digilib uns.ac.id efektifitas pursed lips breathing.html [12 Juni 2014].

  • 12.    Natalia, D., Saryono, Indriati, D. 2007. Efektifitas Pursed Lip breathing dan tiup balon dalam peningkatan arus puncak ekspirasi (APE) pasien asma bronchiale di RSUD Banyumas [PDF] Dari: http://digilib.stikesmuhgombong.ac.id/ download =335.

  • 13.    Rab, T. 2006. Ilmu Penyakit Paru, Jakarta.

  • 14.    Maksum A., Mutohir, TC. 2004. Dampak Olahraga Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat. Jakarta: Ditjen Olahraga.

  • 15.    Satria dkk. 2006. Profil Pasien Rawat Jalan Poli Asma RSUP Persahabatan Jakarta.

  • 16.    Department of health and human service. 2011. National health statistics reports: asthma prevalence, health care use and mortality: United States, 2005–2009. U.S.

  • 17.    Oemiati, R. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan  dengan  penyakit asma

diIndonesia.   Jakarta:   Media   litbang

kesehatan.

  • 18.    Marice, S. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit asma di Indonesia. Jakarta:   Media Litbang

Kesehatan.

  • 19.    Marleen, F. 2008. Asma pada usia lanjut. Jurnal Respirasi Indonesia.

  • 20.    Dinata, M. 2003. Senam Aerobik dan Peningkatan Kesegaran Jasmani. Lampung: Penerbit Cerdas Jaya.

  • 21.    Faisal, Y. 2002. Pengaruh Senam Asma Indonesia terhadap Penderita Asma. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol. 22.

51