ISSN: 2302-688X

Sport and Fitness Journal

Volume 4, No.2, Oktober 2016: 7-11

EFEK PEMBERIAN SENAM LANSIA TERHADAP PERUBAHAN LINGKAR PINGGANG LANSIA DESA JEGU TABANAN

Susy Purnawati, I PG Adiatmika, Made Muliarta, Ratna Sundari, Krisna Dinata, Indah Adiputra, Adiartha G, D A Inten, I D P Sutjana, K Tirtayasa, J A Pangkahila

Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana e-mail: s_purnawati@yahoo.com

ABSTRAK

Lansia merupakan kelompok penduduk yang usianya lebih dari 60 tahun keatas merupakan sekelompok masyarakat yang perpotensi mengalami gangguan metabolic akibat perubahan persentase lemak tubuhnya dan proses degenerasi. Latihan senam lansia menunjukkan secara teori signifikan menurunkan presentase lemak tubuh yang berakibat penurunan lingkar pinggang, meningkatkan kapasitas fungsi memori, dan efisiensi mental. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-eksperimental, dilakukan di Desa Jegu Tabanan Bali bulan Februari 2014-September 2015 dengan sampel penelitian sejumlah 63 lansia. Lingkar pinggang dinyatakan abnormal (mengalami obesitas sentral) bila > 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita. Data diukur sebelum dan sesudah intervensi berupa pemberian pelatihan senam lansia yang dilakukan selama enam bulan seminggu sekali pada pagi hari di Balai Banjar Desa Jegu Tabanan dan dipandu oleh seorang instruktur senam. Hasil penelitian: dari 63 subjek penelitian terdiri dari 35 (55,6 %) pria dan 28 (45,4 %) wanita dengan rerata usia 65 ± 0,5 tahun dan rerata serta simpang baku BMI 22,5 ± 3,02 (Kg/m2). Hasil analisis dengan uji bivariate t-paired test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara lingkar pinggang sebelum dan sesudah pembelian senam lansia selama enam bulan dengan nilai p = 0,023 dengan CI 0,449; 5,773. Didapatkan penurunan lingkar pinggang sebesar 3 cm (3,6%).

Kata kunci: senam lansia, lingkar pinggang, risiko penyakit metabolik

THE EFFECT OF ELDERLY GYMNASTICS ON WAIST

CIRCUMFERENCE CHANGES AMONG ELDERLY AT JEGU TABANAN VILLAGE

ABSTRACT

Elderly people, a population group whose age is more than 60 years or older is a group of people who potentially suffered by metabolic disorders due to changes in body fat percentage and the degeneration process. Elderly gymnastics showed theoretically significantly lowered the percentage of body fat that result in a decrease in waist circumference, increasing the capacity of the memory function, and mental efficiency. This study was a pre-experimental study, carried out in the Jegu Tabanan Village in February 2014 to September 2015 with a sample of 63 elderly. An abnormal waist circumference (central obesity) defined of > 90 cm in men and > 80 cm in women. The data were measured before and after the intervention (elderly gymnastic training) for the six months (once a week, in the morning, at the village hall (Balai Banjar) of Jegu Tabanan Village, and was guided by an elderly gymnastic instructor. Study result: the study consisted of 63 subjects which was 35 (55.6%) men and 28 (45.4%) women with the mean of 7

age was 65 ± 0.5 years old and the mean of BMI was 22.5 ± 3.02 (kg / m2). The results of the bivariate statistical analysis by paired t-test showed a significant difference between waist circumference before and after giving elderly gymnastics for six months with the value of p = 0.023 (CI: 0.449; 5.773). Also we found reduction in waist circumference of 3 cm (3.6%).

Keywords: elderly gymnastics, waist circumference, the risk of metabolic diseases.

PENDAHULUAN

Piramid kependudukan menggambarkan bahwa komposisi penduduk Indonesia saat ini telah berubah, di mana jumlah lansia makin meningkat. Pada tahun 2005 penduduk lansia sebesar 8.1% (18.351.100 jiwa) dan diperkirakan akan mencapai 10% pada tahun 2020. Data ini memang lebih rendah dibandingkan dengan data Negara Jepang.1,2 Pemerintah Indonesia telah mengembangkan regulasi sehubungan dengan lansia di Indonesia (Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, Peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2004 tentang peningkatan upaya-upaya untuk kesejahteraan lansia, Keputusan Presiden nomor 52 tahun 2004 tentang Komite Nasional Usia Lanjut, dan Keputusan President no 93 tahun 2005 yang menjelaskan tentang kepesertaan Komite Nasional Usia Lanjut).3

Lansia merupakan kelompok penduduk yang usianya lebih dari 60 tahun keatas merupakan sekelompok masyarakat yang perpotensi mengalami gangguan metabolik akibat perubahan persentase lemak tubuhnya dan proses degenerasi.4,5 Perubahan sistem neuromuskular akan mempegaruhi perubahan fungsional otot, yaitu penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot serta kecepatan dan waktu reaksi.6,7,8 Berbagai penelitian telah dilakukan di untuk membuktikan bahwa mengikuti senam pada lansia memberikan dampak positif baik secara fisik maupun psikologis serta ketenangan jiwa bagi para lansia. Senam lansia sebagai bentuk olahraga yang relatif aman, dan mampu meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, daya tahan, keseimbangan, dan kapasitas fungsional pada kondisi kesehatan yang baik maupun dengan gangguan muskuloskeletal 9. Latihan senam lansia menunjukkan secara teori signifikan

menurunkan presentase lemak tubuh yang berakibat penurunan lingkar pinggang, meningkatkan kapasitas fungsi memori dan efisiensi mental.

Dalam pelatihan senam lansia, gerakan-gerakan yang dihasilkan terkoordinasi dari otot-otot tubuh sehingga terjadi peningkatan pembakaran cadangan energi baik glikogen maupun lemak tubuh, diperoleh stabilitas dan fleksibilitas tubuh yang baik yang dapat membantu meningkatkan kebugaran dan status kesehatan lansia termasuk menurunkan risiko penyakit metabolik. Metabolik sindrom adalah kumpulan kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kumpulan gejalanya terdiri atas obesitas sentral yang ditandai oleh lingkar pinggang > 80 cm (pada wanita) dan > 90 cm (pada pria), dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida tinggi dan kadar kolesterol High-Density Lipoprotein yang rendah), hipertensi, dan glukosa plasma yang abnormal.

Faktor umur dan kurangya aktivitas fisik juga berperan dalam kejadian metabolik syndrom. Lansia memiliki hambatan-hambatan dalam aktivitas fisik sehingga lebih tinggi risikonya mengalami metabolik syndrom yang ditandai oleh peningkatan lingkar pinggang sebagai refleksi dari peningkatan persentase lemak tubuh atau obesitas sentral.

Penelitian ini dilakukan untuk dapat menganalisis perubahan lingkar pinggang lansia Desa Jegu Tabanan sebagai efek pelatihan senam lansia.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Desa Jegu Tabanan Bali bulan Februari 2014-September 2015, menggunakan rancangan pre-eksperimental8, dengan sampel penelitian adalah sejumlah 63 lansia.

Data lingkar pinggang didapat dengan mengukur lingkar pinggang menggunakan meteran logam. Pemeriksaan lingkar pinggang, diukur dengan posisi subjek berdiri tegak tanpa alas kaki dengan jarak kedua kaki 25-30 cm. Pengukuran dilakukan melingkar secara horizontal dari titik tengah antara puncak krista iliaka dan tepi bawah kosta terakhir pada garis aksilaris medium.9 Lingkar pinggang dinyatakan abnormal (mengalami obesitas sentral) bila > 90 cm pada pria dan > 80 cm pada wanita. Data diukur sebelum dan sesudah intervensi berupa pemberian pelatihan senam lansia yang dilakukan selama enam bulan seminggu sekali pada pagi hari di Balai Banjar Desa Jegu Tabanan dan dipandu oleh seorang instruktur senam.

Data karakteristik subjek penelitian ditampilkan secara diskriptif dan uji beda lingkar pinggang sebelum dan sesudah intervensi dianalisis dengan uji t-paired test setelah data diuji normalitas dan homogenitasnya.

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini sebanyak 63 orang lansia Desa Jegu terpilih sebagai sample dalam penelitian. Hasil penelitian dipaparkan dalam uraian berikut.

Berdasarkan table 2 di atas, dalam penelitian ini ditemukan perbedaan yang bermakna antara lingkar pinggang sebelum dan sesudah pembelian senam lansia selama enam bulan dengan nilai p = 0,023 (dengan 95% CI: 0,449 - 5,773). Didapatkan penurunan lingkar pinggang sebesar 3,1 cm (3,6%).

PEMBAHASAN

Temuan utama dalam penelitian ini adalah ditemukan perbedaan yang bermakna antara lingkar pinggang sebelum dan sesudah pemberian pelatihan senam lansia selama enam bulan. Terjadi pengurangan lingkar pinggang rerata sebesar 3 cm.

Hal ini menunjukkan bahwa senam lansia yang merupakan bentuk aktivitas rutin yang dapat meningkatkan pembakaran lemak sub-kutan akibat energy expenditure pada lansia meningkat.10 Pelatihan senam lansia adalah

  • 1    Karakteristik Subjek Penelitian

Dari 63 subjek penelitian terdiri dari 35 (55,6 %) pria dan 28 (45,4 %) wanita dengan rerata usia 65 ± 0,5 tahun dan rerata serta simpang baku BMI 22,5 ± 3,02 (Kg/m2).

Tabel 1.

Karakteristik subjek penelitian (n = 63)

Variabel

Mini mum

Maksi mum

Rer ata

Simpan g Baku

Umur (th)

50,0

86,0

65,4

7,20

IMT (Kg/m2)

15,4

30,7

22,7

3,02

  • 2    Hasil Uji Perbedaan LP Lansia Sebelum Dan Sesudah Interpensi

Tabel 2.

Hasil Uji Beda LP Lansia Sebelum dan Sesudah Intervensi (n = 63)

Variabel

Rerata ± SB

t

p (95% CI)

LP sebelum

85,7± 9,49

2,3

0,023

LP sesudah

82,6± 11,75

37

(0,4505,773)

Keyerangan: LP = lingkar pinggang

pelatihan yang didesain sesuai kebutuhan para praktisinya yang bentuk latihanya ringan dan lembut yang berdampak pada fisik, mental dan emosional dan juga merupakan pelatihan yang baik untuk mengurangi resiko pada lansia dan meningkatkan kebugarannya. Gerakan-gerakan yang terkoordinasi yang melibatkan pengerahan tenaga otot memberi efek pemakaian cadangan energi tubuh yang tersimpan dalam bentuk cadangan lemak sub-kutan.

Penurunan lingkar pinggang secara tidak langsung menurunkan risiko penyakit metabolik pada lansia. Fakta lainnya menemukan bahwa metabolic syndrome erat hubungannya dengan inaktivitas fisik, riwayat minum alkohol dan gangguan fungsi hati oleh penyebab lainnya. Aktivitas fisik dengan melakukan exercise (senam) terbukti sangat efektif juga dalam mencegah hipertensi dan potensinya 10 kali lipat

dibanding diit rendah garam. Senam lansia juga dapat menghilangkan perasaan depresi dan kecemasan dan memberi perasaan kesejahteraan psikologis.11,12 Hipertensi juga merupakan salah satu gejala selain gabungan gejala dislipidemia dalam menentukan metabolic syndrome. Penelitian yang dilakukan di Makassar oleh Adam dkk 6, misalnya sudah menggali tentang prevalensi metabolic syndrome di masyarakat menemukan prevalensi metabolic syndrome pada subjek penelitiannya pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu masing-masing 47,1% dan 19,6%. Studi-studi tentang metabolic syndrome lainnya di Indonesia juga masih terbatas pada pasien-pasien yang datang ke klinik-klinik maupun rumah sakit ketika mengalami suatu keluhan suatu gejala fisik.

Menurut teori Jim Henry, abdominal obesity yang ditandai oleh peningkatan lingkar pinggang, insulin resistance, lipid disturbances dan manifestasi lain dari metabolic syndrome adalah akibat meningkatkan sekresi hormon glucocorticoid, dan juga meningkatkan sekresi catecholamines.9 Resistensi insulin yang juga merupakan bagian dari gejala metabolic syndrome juga sering menyertai gejala hipertensi primer. Aktivasi dari hypothalamic-pituitaryadrenal axis yang berakibat peningkatan kortisol dan hormon-hormon lainnya yang mengakibatkan insulin resistance dan juga penumpukan (deposit) visceral fat dapat dihambat dengan melakukan aktivitas fisik sesuai takaran yang benar secara rutin. 9,13,14

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa senam lansia yang diberikan pada lansia Desa Jegu tabanan seminggu sekali selama enam bulan dapat menurunkan lingkar pinggang secara signifikan (p < 0,05), dan penurunan lingkar pinggang yang didapatka sebesar rerata 3 cm.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Rowthorn, C. 2007. Japan. 10th ed. Kansai: Lonely Planet.

  • 2.    Yohandarwati. 2003. National Comprehensive Social Protection System

Design. BAPPENAS       (Badan

Penyelenggaraan Pembangunan Nasional ).

  • 3.    Menkokesra. 2008. Ministry of Social and Welfare of Indonesia. Available at http://www.menkokesra.go.id. Access 23/6/2008.

  • 4.    Mauk, KL. 2010. Gerontological nursing competencies for care. second ed. Sudbury: Janes and Barlett Publisher.

  • 5.    Guccione. 2012. Geriatric Physical Therapy. 3rd ed. Missouri: Elservier Mosby.

  • 6.    Adam, JM., Herman-Adriansjah H, Fabiola MSA. 2011. Sindroma metabolik di klinik, hasil penelitian di Makassar. Available from: http:// dokternetworkangk97/2011/02/ sindroma-metabolik-di-klinik-hasil.html.

Access 1/12/2014.

  • 7.    Rosch, PJ. 2014. Stress, Hypertension and the Metabolic Syndrome. Available from: http://www.stress.org/stress-hypertension-and-the-metabolic-syndrome. Access 1/12/2014.

  • 8.    Sastroasmoro, S., Ismael, S. 2005. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara.

  • 9.    Folkow, B. 2014. Stress, Hypertension and the Metabolic Syndrome http://www.stress.org/stress-yperten sion-and-the-metabolic-syndrome.

  • 10.    Sulianti. 2000. Tentang pemanfaatan momen 17 agustus sebagai sarana latihan olahraga terapeutik     untuk     lansia.     URL:

http://www.koni.ir.id/file/ dokumen/jurnal/.

  • 11.    Heraclides, AM.,     Chandola, T.,

Witte, DR., Brunner, EJ. 2011. Work stress, obesity and the risk of type 2 diabetes: gender-specific bidirectional effect in the Whitehall II study. Obesity 20 (428) 33.

  • 12.    Rachmad, S., Andi, W., Sidartawan, S, Tommy, H. 2004. Estimating BMI and waist circumference cut-offs for obesity in Indonesia and health impact (ISSO Epidemiological Study). Proceeding 3rd National Obesity Symposium (NOS III). p. 112.

  • 13.    Lauralee, S. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal: 235.

  • 14.    Guyton, AC., Hall, JE. 2006. Adrenocortical hormones.   In Textbook of Medical

Physiology.     7th     ed. Philadelphia,

Pennsylvania: Elsevier Inc.

11