PERBANDINGAN KOMBINASI BERGANTIAN SENAM LANSIA DAN LATIHAN CORE STABILITY DENGAN HANYA SENAM LANSIA TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN STATIS LANSIA
on
ISSN : 2302-688X
Sport and Fitness Journal
Volume 4, No.1 : 1-15, April 2016
PERBANDINGAN KOMBINASI BERGANTIAN SENAM LANSIA DAN LATIHAN CORE STABILITY DENGAN HANYA SENAM LANSIA
TERHADAP PENINGKATAN KESEIMBANGAN STATIS LANSIA
Oleh :
Arif Pristianto*, Nyoman Adiputra**, Muhammad Irfan***
*Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana, Bali
**Bagian Ilmu Faal, Universitas Udayana, Bali ***Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta
ABSTRAK
Memasuki usia lansia muncul permasalahan yang disebabkan penurunan kemampuan serta kebugaran fisik. Degenerasi struktural pada sistem neuromuskuloskeletal dan sistem indera menyebabkan menurunnya keseimbangan statis dan dinamis. Keseimbangan statis merupakan komponen penting dalam menjaga posisi tubuh agar postur tetap tegak serta sebagai awalan dalam memulai gerakan. Kurangnya aktivitas fisik pada lansia menyebabkan penurunan keseimbangan statis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability dengan hanya senam lansia terhadap keseimbangan statis lansia. Penelitian eksperimental dilakukan dengan pre and post test with control group design selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali perminggu. Total sampel sebanyak 26 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kontrol diberi program latihan hanya senam lansia sedangkan kelompok perlakukan diberi program kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability. Pengukuran keseimbangan statis menggunakan functional reach test yang diukur sebelum dan sesudah program latihan pada masing-masing subjek. Hasil penelitian pada kedua kelompok didapatkan data usia subjek 6172 tahun, jenis kelamin pria dan wanita, berat badan 48-67 kg, dan tinggi badan 151167 cm. Hasil uji masing-masing pengaruh didapatkan data keseimbangan statis kelompok kontrol p<0,05 dan kelompok perlakuan p<0,05. Berdasarkan uji komparabilitas data setelah program latihan antara kedua kelompok menggunakan independent t-test didapatkan nilai p>0,05. Simpulan yang didapatkan adalah program latihan hanya senam lansia dan kombinasi bergantian senam lansia dengan latihan core stability sama-sama dapat meningkatkan keseimbangan statis lansia. Tidak ada perbedaan signifikan antara program latihan kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability dengan hanya senam lansia terhadap peningkatan keseimbangan statis lansia.
Kata kunci: senam lansia, latihan core stability, keseimbangan statis, functional reach test
THE COMPARISON OF TURN COMBINATION
OF ELDERLY GYMNASTIC AND CORE STABILITY EXERCISE WITH ELDERLY GYMNASTIC ONLY TO INCREASE THE STATIC BALANCE OF ELDERLY
By:
Arif Pristianto*, Nyoman Adiputra**, Muhammad Irfan***
*Magister of Sport Physiology, Udayana University, Bali
**Science of Physiology, Udayana University, Bali
***Faculty of Physiotherapy, Esa Unggul University, Jakarta
ABSTRACT
Entering the elderly age appears the problems that are caused by decrease of abilities and physical fitness. Structural degeneration of the neuromusculoskeletal system and sensory systems leads to decreased in static and dynamic balance. Static balance is an important component in maintaining the position of the body in order to remain upright posture as well as a prefix in initiating movement. Lack of physical activity in the elderly leads to decreased in static balance. This study aims to determine the comparison between the turn combination of elderly gymnastic and core stability exercise with elderly gymnastic only to incerase the static balance of elderly. The experimental study was conducted with pre and post test with control group design for 8 weeks with a frequency of 3 times everyweek. Total sample of 26 people who were divided into 2 groups. The control group was given gymnastic elderly only and the treatment group was given the turn combination of elderly gymnastic and core stability exercise. Measurement instrument of static balance used functional reach test that measured before and after the exercise program in each subject. The research results on both groups obtained descriptive data of subjects; age 61-72 years old, male and female gender, body weight 48-67 kg, and height 151-167 cm. The results test stated static balance data of control group p<0.05 and treatment group p<0.05. Based on the comparability test of data after exercise program between the two groups using independent t-test we obtained p>0.05. The conclusions obtained were exercise programs of gymnastic elderly only and the turn combination of gymnastic elderly with core stability exercise together can increase the static balance of elderly. There is no significant different between the turn combination of gymnastic elderly and core stability exercise with elderly gymnastic only to increase the static balance of elderly.
Keywords: Gymnastic elderly, core stability exercise, static balance, functional reach test.
PENDAHULUAN
Permasalahan yang dihadapi individu yang memasuki periode lanjut usia (lansia) adalah masalah keseimbangan. Keseimbangan merupakan kemampuan seseorang untuk mengontrol posisi tubuhnya terhadap dasar pijakan1. Keseimbangan merupakan proses kompleks yang melibatkan koordinasi sistem sensorik (visual, vestibular, dan propioseptif) dan sistem motorik (kekuatan otot dan fleksibilitas)2. Keseimbangan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu. Keseimbangan terbagi menjadi dua yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan statis merupakan kondisi tubuh yang mempertahankan posisi setimbang dalam keadaan diam. Keadaan statis (diam) merupakan awalan sebelum terjadinya pergerakan. Posisi ini perlu dasar keseimbangan yang kuat agar koordinasi pergerakan menjadi lebih baik dan terarah. Perbaikan keadaan seimbang pada posisi statis dapat menurunkan resiko jatuh pada lansia saat posisi duduk maupun berdiri.
Pada lansia terjadi penurunan input sensoris, perlambatan respon motoris,
serta adanya keterbatasan kondisi muskuloskeletal3. Kurangnya aktifitas fisik akan semakin menurunkan kemampuan fisik lansia. Buruknya kemampuan otot postural dalam menopang tubuh akan menyebabkan keseimbangan statis pada lansia mengalami penurunan. Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh pada keadaan postural dan kemampuan lansia dalam menjaga keseimbangan tubuhnya terhadap bidang tumpu. Kondisi penurunan kemampuan visual, vestibular, dan somatosensoris tentunya akan memperburuk keseimbangan pada lansia. Tubuh akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan base of support atau landasan tempat berpijak. Kondisi muskuloskeletal yang mengalami penurunan juga berpengaruh pada kemampuan otot dan postural. Perubahan postur tersebut berpengaruh pada perubahan Center of Gravity (COG) tubuh terhadap bidang tumpu. Otot-otot baik ekstremitas bawah maupun atas akan mengalami penurunan kekuatan. Akibat dari keadaan tersebut lansia sering mengalami gangguan keseimbangan saat berdiri dan rentan untuk jatuh.
Optimalisasi pada kemampuan muskuloskeletal dan respon motoris serta input sensoris dapat dilakukan dengan aktif melakukan latihan gerak yang teratur, terarah, dan terprogram. Senam lansia merupakan serangkaian gerak ritmis yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional tubuh. Senam lansia ini dirancang secara khusus untuk melatih bagian-bagian tubuh seperti pinggang, kaki serta tangan agar mendapatkan peregangan namun dengan gerakan yang tidak berlebihan.
Keseimbangan tubuh yang baik juga didukung dengan memperkuat kontrol postural. Kontrol postural merupakan kemampuan tubuh untuk mengontrol posisi dengan tujuan stabilitas dan orientasi4. Core stability merupakan bentuk latihan penguatan batang tubuh yang menekankan pada kekuatan otot, keseimbangan, fleksibilitas, dan koordinasi neuromuskular. Otot-otot yang dilatih antara lain otot-otot deep trunk, transversus abdominus, multifidus, oblique internus, paraspinal dan pelvic floor. Kemampuan batang tubuh yang baik akan meningkatkan kontrol postural akan karena kemampuan otot dalam
mempertahankan posisi tubuh pada ekstremitas atas maupun bawah menjadi lebih stabil5. Dengan kemampuan otot-otot core yang baik maka kerja dari kelompok otot global muscle juga akan lebih optimal karena adanya sinergisasi dari kedua grup otot tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka keseimbangan pada posisi statis pada lansia perlu untuk dikaji dan dicari solusinya agar kemampuan lansia dalam mempertahankan posisi dan persiapan memulai sebuah gerakan menjadi lebih baik dan terkontrol. Hal ini tentunya akan mengoptimalkan kemandirian lansia dan mengurangi resiko cedera. Pemberian program senam yang dikombinasi secara bergantian dengan latihan core stability tentunya akan lebih menarik dan variatif karena terkesan tidak monoton. Untuk mengukur keseimbangan statis dapat dilakukan dengan functional reach test. Test ini mengukur daya jangkau subjek saat berdiri dengan tangan yang menjulur ke depan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
-
1. Apakah senam lansia dapat meningkatkan keseimbangan statis pada lansia?
-
2. Apakah kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability dapat
meningkatkan keseimbangan statis pada lansia?
-
3. Apakah kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability berbeda dengan hanya senam lansia dalam meningkatkan keseimbangan statis pada lansia?
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mencari program latihan yang baik guna meningkatkan keseimbangan statis pada lansia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hal berikut:
-
1. Peningkatan keseimbangan statis pada lansia setelah diberi program latihan senam lansia.
-
2. Peningkatan keseimbangan statis pada lansia setelah diberi program latihan senam lansia yang dikombinasikan dengan latihan core stability secara bergantian.
-
3. Perbandingan perbedaan kombinasi bergantian latihan senam lansia dan latihan core stability dengan hanya senam lansia dalam meningkatkan keseimbangan statis pada lansia.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai penambah wawasan tentang permasalahan yang dihadapi lansia serta penanganannya terutama masalah keseimbangan.
MATERI DAN METODE A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta dan Posyandu Lansia Bahagia Abadi Desa Gonilan, Kecamatan Kertasura. Kedua tempat ini dipilih karena terdapat kesamaan karakteristik berupa aktivitas sehari-hari dan keadaan lingkungan. Selain itu kedua kelompok lansia ini dapat mewakili keadaan lansia di daerah masing-masing.
Rancangan penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan pre test and post test with control group design. Penelitian membagi sampel menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol diberikan program hanya senam lansia. Sedangkan kelompok 2 menjadi kelompok perlakuan diberikan program kombinasi senam lansia dan latihan core stability secara selang-seling. Pengambilan sampel dari populasi dilakukan sesuai kriteria sedangkan penentuan kelompok dilakukan secara acak.
-
B. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang berada di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta dan kelompok Posyandu Lansia Bahagia Abadi Desa Gonilan Kecamatan Kertasura. Jumlah sampel yang didapat
sebanyak 13 orang pada masing-masing kelompok. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan pemilihan sesuai kriteria yaitu berusia 60-74 tahun, memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang normal, tidak memiliki kecacatan pada anggota tubuh, serta tidak aktif dalam program latihan lain.
Kelompok 1 (Kontrol)
Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol diambil dari lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta. Kelompok 1 diberikan program latihan hanya senam lansia. Senam ini akan dibagi menjadi 3 fase yaitu: pemanasan (warming-up) selama 10 menit, gerakan inti (conditioning) selama 30 menit, dan pendinginan (cooling down) selama 15 menit. Total waktu dalam senam lansia ini 60 menit (55 menit senam dan 5 menit persiapan). Frekuensi latihan dalam senam lansia diberikan selama 8 minggu dengan porsi latihan 3 kali perminggu.
Kelompok 2 (Perlakuan)
Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan diambil dari kelompok Posyandu Lansia Bahagia Abadi Desa Gonilan, Kecamatan Kertasura. Kelompok perlakuan diberikan program latihan kombinasi senam lansia dan latihan core stability secara selang-seling bergantian setiap 2 minggu. Latihan
dimulai dengan 10 menit stretching pada otot-otot tubuh kemudian gerakan core stability sesuai program secara berurutan dengan waktu 30 menit dan diakhiri dengan relaksasi pernapasan selama 10 menit. Gerakan yang digunakan pada program latihan core stability ini antara lain lower stomach to spine, leg movement, abdominal controlled curls, bridging, wall squats, dan modified plank. Frekuensi latihan diberikan selama 8 minggu dengan porsi latihan 3 kali perminggu.
-
C. Cara Pengumpulan Data
Sebelum diberikan program latihan pada kelompok 1 dan 2 dilakukan pengukuran keseimbangan statis pada masing-masing subjek. Pengukuran keseimbangan statis menggunakan functional reach test6. Tes ini efektif untuk mengukur keseimbangan statis dan mudah dilakukan. Data ini nantinya akan dibandingkan dengan data functional reach test setelah program latihan selesai untuk mengetahui pengaruh program latihan.
Prosedur Pengukuran Keseimbangan
Pengukuran functional reach test dilakukan dengan cara subjek berdiri di samping tembok, tidak menempel, kemudian menjulurkan tangan ke depan (fleksi shoulder 900). Ukur daya jangkau subjek sebagai posisi awal. Kemudian
subjek diminta menjulurkan tangan lurus ke depan sejauh mungkin dan hitung daya jangkau tangan sebagai posisi akhir. Nilai functional reach test adalah selisih dari posisi akhir dengan posisi awal. Satuan yang digunakan adalah sentimeter (cm). Jarak normal nilai functional reach test pada lansia adalah 33-38 cm (pria) dan 27-35 cm (wanita).
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan aplikasi SPSS. Langkah-langkah analisis sebagai berikut:
-
1. Deskriptif statistik untuk menggambarkan karakteristik fisik subjek yang meliputi umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan nilai functional reach test. Data ini diambil sebelum diberikan program latihan.
-
2. Uji Normalitas data menggunakan Shapiro-wilk test.
-
3. Uji Homogenitas Data menggunakan uji Levene’s test.
-
4. Uji komparabilitas untuk membandingkan data dari kedua kelompok.
-
5. Uji Beda Pengaruh menurut pada hasil uji normalitas dan homogenitas data. Jika data bersifat homogen dan berdistribusi normal maka menggunakan uji parametrik. Namun jika ada salah satu data yang tidak
normal maupun tidak homogen maka pengujian data menggunakan uji non-parametrik. pada kelompok 1 menggunakan Wilcoxon U- test karena data berdistribusi tidak normal. Uji beda pengaruh pada kelompok 2 menggunakan Paired t-test karena data berdistribusi normal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: jenis kelamin, usia, berat badan, dan tinggi badan responden. Hasil deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik subjek penelitian
Karakteristi k subjek |
Rentangan |
Kelompok Kontrol (n = 13) |
Kelompok Perlakuan (n = 13) |
Jenis |
Laki-laki |
9 |
9 |
kelamin |
Perempuan |
4 |
4 |
61 – 65 |
6 |
7 | |
Usia (th) |
66 – 70 |
6 |
5 |
71 – 75 |
1 |
1 | |
46 – 55 |
5 |
2 | |
Berat | |||
Badan (Kg) |
56 – 65 66 – 75 |
8 0 |
9 2 |
151 – 155 |
3 |
1 | |
Tinggi |
156 – 160 |
2 |
3 |
Badan (cm) |
161 – 165 |
7 |
6 |
166 – 170 |
1 |
3 |
Berdasarkan data penelitian didapat usia subjek 60–74 tahun. Berat badan subjek 48–67 kg dengan tinggi badan 151–166 cm. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang didapat dari perbandingan berat badan dan tinggi badan dinyatakan normal pada semua subjek. Lansia pada
kedua kelompok tersebut memiliki kesamaan dalam keseharian yaitu inaktif dan tidak ada aktivitas berat yang dilakukan sehari-hari.
-
B. Data Keseimbangan Statis Lansia
Pengukuran keseimbangan statis pada kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum dan setelah program latihan menggunakan pengukuran functional reach test. Metode pengukuran ini cukup sederhana yaitu subjek diukur daya jangkauan tangannya pada saat berdiri statis. Kemudian subjek diminta untuk menjangkau sejauh-jauhnya dan diukur kembali jangkauannya. Ukur selisih dari posisi awal ke posisi akhir. Hasil pengukuran pada kedua kelompok dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Analisis Deskriptif Keseimbangan Statis Lansia Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Test |
Kelompok Kontrol (n=13) |
Kelompok Perlakuan (n=13) | ||||
Min |
Max |
Mean |
Min |
Max |
Mean | |
Pre |
18,70 |
25,00 |
22,41 |
19,20 |
25,70 |
22,18 |
Post |
19,50 |
26,70 |
23,53 |
21,00 |
27,20 |
24,20 |
Sebagai prasyarat untuk menentukan uji statistik yang akan digunakan maka dilakukan uji normalitas dan homogenitas data nilai keseimbangan statis lansia pada kelompok kontrol dan perlakuan. Data didapat dari pengukuran menggunakan functional reach test sebelum dan
sesudah program latihan berjalan. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene’s Test. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Data Keseimbangan Statis Lansia
Keseimbangan Normalitas (p) Homogenitas Statis Kontrol Perlakuan(
Berdasarkan uji normalitas (Shapiro Wilk-test) data keseimbangan statis lansia pre-test pada kelompok kontrol memiliki nilai p<0,05 berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan pada kelompok perlakuan nilai p>0,05 dan data berdistribusi normal. Untuk nilai post-test pada kedua kelompok nilai p>0,05 yang berarti data berdistribusi normal. Pada uji homogenitas (Levene’s-test) pre dan post-test diperoleh nilai p>0,05 yang berarti data bersifat homogen.
-
D. Uji Pengaruh Kelompok Kontrol
Pada uji normalitas kelompok kontrol data keseimbangan statis lansia sebelum program diberikan berdistribusi tidak normal (p<0,05) maka untuk mengetahui peningkatan keseimbangan
statis lansia sebelum dan setelah program diberikan menggunakan
Kelompok kontrol |
n |
rerata±SB |
Wilcoxon U-test | |
z |
p | |||
Sebelum |
13 |
22,41±2,533 | ||
program |
-3,193 |
0,0001 | ||
Setelah |
13 |
23,53±2,568 | ||
program |
Wilcoxon U-test. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4
Uji Peningkatan Keseimbangan Statis pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Program Latihan
Tabel 4 di atas memperlihatkan peningkatan keseimbangan statis antara sebelum dan sesudah program latihan pada kelompok kontrol yang dianalisis dengan Wilcoxon U-test nilai p= 0,0001 (p<0,05). Hasil tesebut menyatakan secara signifikan senam lansia dapat meningkatkan keseimbangan statis lansia.
Peningkatan keseimbangan statis pada lansia yang diberikan senam lansia secara terprogram tidak terlepas dari aktifnya otot-otot tubuh secara general. Pada lansia terjadi penurunan input sensoris, perlambatan respon motoris, serta keterbatasan pada kondisi muskuloskeletal3. Pada senam lansia otot-otot tubuh secara general akan
dipacu untuk bergerak. Gerakan-gerakan yang terpola dan terprogram akan memberikan respon adaptatif secara fisiologis pada sistem muskuloskeletal. Kemampuan otot besar yang baik akan meningkatkan respon otot-otot postural yang sinergis. Pada tungkai, gerakan dari senam lansia akan memperkuat kemampuan otot tungkai dalam mempertahankan keseimbangan. Kemampuan ankle strategy yang ditopang oleh otot-otot plantaris, Gastroc, grup Quadriceps dan Hamstrings serta gluteal akan lebih optimal7. Otot tungkai yang baik akan mampu menyangga tubuh bagian atas secara lebih sempurna sehingga keseimbangan lebih terjaga. Aktivasi dari otot Hamstrings dan otot-otot paraspinal mempertahankan sendi panggul dan sendi lutut dalam keadaan ekstensi4. Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postural. Beberapa kelompok otot baik pada tubuh bagian atas (kelompok otot abdomen dan back muscle) maupun bawah (otot-otot tungkai) berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh terhadap base of support8.
Gerakan yang berirama dan teratur akan menstimulus sistem vestibular dan
visual yang berperan sebagai faktor internal dalam keseimbangan. Gerakan yang bervariatif akan menjaga koordinasi mata dan respon visual. Respon visual akan memberikan informasi ke susunan saraf pusat tentang posisi tubuh terhadap kondisi lingkungan di sekitar dan antar bagian tubuh sehingga kesigapan postural dengan lingkungan menjadi lebih baik. Sistem vestibular yang baik akan membantu tubuh dalam menjaga keseimbangan dan mengontrol kepala9.
-
E. Uji Pengaruh Kelompok Perlakuan
Pada uji normalitas sebelum dan setelah program latihan pada kelompok perlakuan data berdistribusi normal dengan nilai p>0,05. Maka untuk mengetahui peningkatan keseimbangan statis lansia sebelum dan setelah program latihan digunakan uji t berpasangan (Paired t-test) yang hasilnya tertera pada Tabel 5.
Tabel 5
Uji Peningkatan Keseimbangan Statis pada Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Program Latihan
Kelompok perlakuan
rerata±SB
Paired t-test t p
Sebelum |
13 |
22,18±2,147 | ||
program |
-10,791 |
0,0001 | ||
Setelah |
13 |
24,20±2,241 | ||
program |
Tabel 5 memperlihatkan peningkatan keseimbangan statis antara sebelum dan sesudah program latihan pada kelompok perlakuan yang dianalisis dengan uji t berpasangan didapat nilai p= 0,0001 (p<0,05). Hasil tersebut menyatakan secara signifikan kombinasi senam lansia dan latihan core stability yang diberikan secara selang-seling bergantian dapat meningkatkan keseimbangan statis lansia.
Peningkatan keseimbangan statis pada kelompok perlakuan ini disebabkan dua hal. Pertama, dengan senam lansia yang teratur dan terprogram maka kebugaran tubuh akan menjadi lebih baik, kemampuan otot menjadi lebih optimal dalam bergerak maupun menopang tubuh sehingga koordinasi tubuh menjadi lebih seimbang. Semakin sering terlatih dan melakukan aktivitas secara rutin dan terprogram maka kekuatan otot lebih terjaga dan koordinasi lebih baik. Hal ke dua, program latihan core stability akan membantu meningkatkan tonus otot-otot core yang menghubungkan otot-otot deep muscle dan global muscle untuk berintegrasi dan bekerjasama untuk menjaga kestabilan postural. Pada latihan core stability terjadi peningkatan besaran tegangan otot yang menimbulkan adanya perubahan otot
saat terjadinya kontraksi yang kemudian dilanjutkan dengan perubahan pada ukuran otot berupa pembesaran massa otot hipertropi pada otot. Semakin besar diameter pada serabut otot maka semakin besar pula kontraksi yang dihasilkan.
Target pada latihan core stability adalah otot yang letaknya lebih dalam (deep muscle) pada abdomen, yang terkoneksi dengan tulang belakang (spine), panggul (pelvic) serta bahu (shoulder). Pada latihan core stability terjadi pola pengaturan postur untuk mempertahankan titik gravitasi dan input sensoris berupa informasi visual, propioseptif, dan auditori yang akan meningkatkan kontrol postural dan stabilisasi pada tubuh. Peningkatan kemampuan otot-otot core dan control otot postural dapat membantu meningkatkan keseimbangan statis karena respon koordinasi tubuh menjadi lebih stabil terhadap lingkungan. Selain itu stabilitas postur yang didapat dari aktifasi otot-otot core yang optimal akan mengoptimalkan mobilitas pada ekstremitas10. Optimalisasi otot core juga akan meningkatkan kemampuan batang tubuh dalam menjaga kontrol postural karena kemampuan otot dalam mempertahankan posisi tubuh pada ekstremitas atas maupun eksteremitas
bawah akan menjadi lebih stabil5. Latihan core stability yang melatih dan menguatkan kerja dari deep muscle dapat dikombinasikan dengan latihan lainnya untuk meningkatkan keseimbangan karena keseimbangan dipengaruhi oleh kinerja dari deep muscle dan global muscle dalam menjaga kestabilan postural.
-
F. Uji Komparabilitas Data Kedua Kelompok
Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata keseimbangan statis lansia sebelum diberikannya perlakuan. Dari data uji normalitas nilai keseimbangan statis lansia sebelum program latihan pada kelompok kontrol berdistribusi tidak normal (p<0,05), sedangkan nilai keseimbangan lansia sebelum program latihan pada kelompok perlakuan berdistribusi normal (p>0,05). Karena pada kelompok kontrol data berdistribusi tidak normal maka pengujian menggunakan uji Mann Whitney. Hasil analisis kemaknaan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6
Uji Rerata Keseimbangan Statis Lansia Sebelum Program Latihan
Kelompok Subjek |
n |
Rerata ± SB |
Mann Whitney | |
z |
p | |||
Kontrol |
13 |
22,41 ± 2,533 |
0,257 |
0,797 |
Perlakuan |
13 |
22,18 ± 2,147 |
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa rerata keseimbangan statis lansia
sebelum perlakuan pada kedua kelompok memiliki nilai p = 0,797 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa rerata kedua kelompok sebelum perlakuan tidak ada perbedaan makna yang signifikan. Sehingga untuk mengetahui adanya perbedaan peningkatan keseimbangan statis lansia dari program latihan yang diberikan pada kedua kelompok dapat dilakukan dengan pengujian data setelah program latihan dari kedua kelompok.
-
G. Uji Beda Pengaruh Kedua
Kelompok
Untuk mengetahui perbedaan peningkatan keseimbangan statis lansia sesudah program latihan dari kedua kelompok digunakan Independent t-test. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7
Uji Beda Rerata Peningkatan Keseimbangan Statis Lansia Sebelum dan Sesudah Program Latihan
Kelompok Subjek |
n |
Rerata ± SB |
Independent t-test | |
t |
p | |||
Kontrol |
13 |
23,53±2,568 |
-0,708 |
0,486 |
Perlakuan |
13 |
24,20±2,241 |
Tabel 7 menunjukkan beda rerata peningkatan keseimbangan statis lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok memiliki nilai p = 0,486 (p>0,05). Karena p lebih besar dari 0,05 maka pengaruh hasil program latihan di antara kedua kelompok tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
Dengan kata lain tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara program latihan kombinasi senam lansia yang diselingi latihan core stability secara bergantian dengan hanya senam lansia dalam meningkatkan keseimbangan statis pada lansia.
Tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kedua bentuk program latihan tersebut disebabkan beberapa faktor. Semakin meningkatnya usia maka kemampuan fisik pada tubuh akan semakin menurun. Pada lansia terjadi degeneratif pada tingkat seluler. Keadaan degeneratif tersebut menyebabkan respon adaptatif yang diterima oleh tubuh terhadap latihan yang diberikan menjadi lambat. Perubahan yang jelas pada sistem otot lansia adalah berkurangnya massa otot. Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atrofi. Otot mengalami atrofi dapat disebabkan karena berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik dan denervasi saraf11. Perubahan ini akan menyebabkan pengurangan pada laju metabolik basal sehingga butuh waktu yang lebih lama bagi tubuh lansia untuk menerima efek dari program latihan yang diberikan. Sehingga pada kelompok perlakuan dengan program latihan senam lansia yang dikombinasikan secara bergantian
setiap 2 minggu dengan latihan core stability tidak berbeda secara signifikan hasil peningkatan keseimbangan statisnya daripada kelompok kontrol yang hanya diberikan senam lansia rutin dengan frekuensi yang sama (3 kali perminggu selama 8 minggu).
Meskipun kedua program latihan ini sama baiknya dalam meningkatkan keseimbangan statis pada lansia, namun dengan bentuk program latihan yang selang-seling bergantian antara senam lansia dan latihan core stability tentunya para lansia merasa lebih tertarik karena program latihan yang lebih variatif dan tidak monoton dibandingkan hanya senam lansia saja. Namun pada prinsipnya kedua program latihan ini sama-sama dapat digunakan untuk meningkatkan keseimbangan statis pada lansia.
Dengan keseimbangan statis yang baik maka kemampuan untuk mmpertahankan posisi saat berdiri, duduk, maupun akan memulai suatu gerakan menjadi lebih terkoordinasi. Posisi statis yang baik merupakan fundamental dasar dalam menjaga kualitas dari gerakan yang akan dilakukan. Bagi individu yang dituntut untuk aktif maka keseimbangan yang baik akan meningkatkan produktivitas dari kerja. Pada lansia yang biasanya
mengalami degenerasi struktural dalam sistem neuromuskuloskeletal serta sistem indra, peningkatan dan pemeliharaan keseimbangan dapat bermanfaat dalam mengurangi resiko jatuh, koordinasi gerak yang lebih baik dalam kegiatan sehari-hari, dan kualitas lebih baik dalam menjalani hidup12.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data program latihan yang telah dilakukan selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali perminggu dapat disimpulkan bahwa: 1. Program latihan senam lansia dapat meningkatkan keseimbangan statis lansia.
-
2. Program latihan kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability dapat meningkatkan keseimbangan statis lansia.
-
3. Tidak ada perbedaan signifikan antara program latihan kombinasi bergantian senam lansia dan latihan core stability dengan hanya senam lansia terhadap peningkatan keseimbangan statis lansia.
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil kajian dalam penelitian ini adalah:
-
1. Memasuki usia lansia biasanya individu malas bergerak dan berolah raga serta cenderung inaktif sehingga
program latihan perlu dibuat menarik serta variatif agar tidak terkesan monoton dan subjek lansia semangat melakukannya.
-
2. Usia lansia akan menimbulkan beberapa permasalahan dalam gerak dan fungsi tubuh sehingga penelitian lebih lanjut tentang permasalahan pada lansia dengan program latihan lain yang bervariatif seperti
kombinasi latihan, frekuensi dan durasi, atau mengatasi masalah
lainnya yang muncul pada lansia yang berkaitan dengan quality of life.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Knudson, D. Fundamental of Biomechanics, 2nd Edition. New York: Springer Publishing
Company. 2007.
-
2. Capezuti, E.A., Malone, M.L., Katz, P.R., & Mezey, M. The Encyclopedia of Elder Care: The Comprehensive Resource on Geriatric Health and Social Care, 3rd Edition. New York: Springer Publishing Company. 2013.
-
3. Salzman, B. Gait and Balance Disorders in Older Adults. American Family Physician. 2010.
-
4. Shumway-Cook, A & Woollacott, M.H. Motor Control: Translating Research Into Clinical Practice.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
-
5. Kibler, W.B., Press, J., & Sciascia, A. The Role of Core Stability in Athletic Function. Sport Medition Jurnal, vol 36. 2006.
-
6. Dogan, D. Uzanma Testi-Fonksiyonel Erisme Testi. Serial online 2012. [Cited 2014 Feb. 11]. Available from:
http://www.drdenizdogan.com/2012 /03/uzanma-testi-fonksiyonel-erisme-testi.html
-
7. Scott, M. Balance Basic. Serial online 2013. [Cited 2014 Mar. 18]. Available from:
http://www.physioanswers.com/201 3/03/balance-basics.html
-
8. Suhartono. Pengaruh Kelelahan Otot Anggota Gerak Bawah Terhadap Keseimbangan Postural Pada Subjek Sehat [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro. 2005.
-
9. Miller, C.A. Nursing for Wellness in Older Adults, 5th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2009.
-
10. Irfan, M. Fisioterapi Bagi Insan Stroke, edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.
-
11. Martono, H. Buku Ajar Boedhi-Darmojo: Geriatri, edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004.
-
12. Browning, C. & Thomas, S. Enhanching Quality of Life in Elder People. Serial online 2013. [Cited 2014 Sep. 23]. Available from:
http://www.psychology.org.au/publi cations/inpsych/2013/february/brow ning/
15
Discussion and feedback