ISSN : 2302-688X

Sport and Fitness Journal

Volume 3, No.1 : 35-49, Januari 2015

CORE STABILITY EXERCISE LEBIH BAIK MENINGKATKAN AKTIVITAS FUNGSIONAL DARI PADA WILLIAM’S FLEXION

EXCERCISE PADA PASIEN NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK

Indah Pramita*, Alex Pangkahila**, Sugijanto***

*Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana ** Program Studi Magister Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana ***Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

ABSTRAK

Nyeri punggung bawah miogenik merupakan nyeri di sekitar punggung bawah yang disebabkan karena gangguan atau kelainan pada unsur otot dan tendon tanpa disertai gangguan neurologis. NPB miogenik dapat mengakibatkan nyeri, spasme otot dan imbalance muscle, sehingga stabilitas otot perut dan punggung bawah mengalami penurunan, mobilitas lumbal terbatas, mengakibatkan penurunan aktivitas fungsional. Latihan yang biasa diberikan di rumah sakit berupa SWD dikombinasi dengan william’s flexion exercise (WFE). Adanya metode baru core stability exercise (CSE) sangat penting bagi pasien NPB miogenik. CSE berfungsi mengaktivasi gerakan yang harmonis antara keempat group otot inti. Aktivasi keempat otot inti ini akan memberikan satabilitas pada punggung bawah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui core stability exercise lebih baik meningkatkan aktivitas fungsional dari pada william’s flexion exercise pada pasien nyeri punggung bawah miogenik. Penelitian ini mengunakan rancangan quasi eksperimental dengan pre-test and post-test control group design. Penelitian dilaksanakan di klinik di daerah Denpasar. Subjek sebanyak 28 pasien yang memenuhi kriteria yang ditetapkan peneliti. Peningkatan aktivitas fungsional diukur dengan oswestry disability index (ODI) sebelum dan sesudah pelatihan. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan diberikan SWD dan CSE tiga kali seminggu dan kelompok kontrol diberikan SWD dan WFE tiga kali semingu. Hasil uji statistik didapatkan, terjadi penurunan skor ODI pada kelompok I dengan nilai p=0,001 dan pada kelompok II dengan nilai p=0,001. Ini berarti kelompok I dan kelompok II sama-sama dapat meningkatkan aktivitas fungsional secara bermakna. Dari uji komparasi data dengan t-test menggunakan data selisih pada kedua kelompok didapatkan nilai p=0,001, yang berarti secara bermakna. Nilai selisih rerata ODI pada kelompok I sebesar 28,86% sedangkan selisih rerata ODI pada kelompok II sebesar 15,14%. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa core stability exercise lebih meningkatkan aktivitas fungsional dari pada william’s flexion exercise pada pasien nyeri punggung bawah miogenik. Penelitian diharapkan bermanfaat pada pasien nyeri punggung bawah miogenik dalam meningkatkan aktivitas fungsional.

Kata kunci : core stability exercise, william’s flexion exercise, SWD, nyeri punggung bawah miogenik, ODI

CORE STABILITY EXERCISE IS BETTER THAN WILLIAM'S FLEXION EXERCISE TO INCREASE THE FUNCTIONAL ACTIVITY IN PATIENTS WITH MYOGENIC LOW BACK PAIN

Indah Pramita*, Alex Pangkahila**, Sugijanto***

* Magister of Sports Physiology, Udayana University

** Magister of Sports Physiology, Udayana University

***Faculty of Physiotherapy, Esa Unggul University, Jakarta

ABSTRACT

Myogenic low back pain is pain around of the lower back mucle caused by disorder or abnormalities in the elements of muscles and tendons without neurological disorders. Myogenic low back pain may result in pain, muscle spasm and muscle imbalance, so that the stability of abdominal muscles and low back decreased, lumbar mobility is limited, resulting in a decrease in functional activity. The exercise was usually given in a hospital Short Wave Diathermy combined with William's Flexion Exercise (WFE). The existence of a new method of core stability exercise (CSE) is very important for patients with myogenic low back pain. CSE was function to activate the harmonious movement between the four core muscle groups. The activation of these four core muscles will given stability on the lower back. The purpose of this study to determine core stability exercise is better than William's Flexion Exercise increases the functional activity in patients with myogenic low back pain. This study uses a quasi experimental design with pre-test and post-test control group design. The experiment was conducted in a clinic in Denpasar. Subjects were 28 patients who fulfill the criteria were established of the researchers. The increasing of functional activity was measured with the Oswestry Disability Index (ODI) before and after training. Subjects were divided into two groups, they are the treatment group was given SWD and CSE three times a week and a control group given SWD and WFE three times a week. The results of statistical test was obtained, occur of decreasing in ODI scores in the first group with p = 0.001 and in the second group with p = 0.001. It means that the first group and the second group alike can increase the functional activity significantly. From the comparative test data by t-test using the difference data in the two groups was obtained the value p=0.001, which means significantly. The difference mean value ODI in first group as 28,86% although the difference ODI in the second group as 15,41%. From the results of the research can be concluded that the core stability exercises is more increase the functional activity than William's Flexion Exercise in patients with myogenic low back pain. The study is expected to be beneficial in patients with myogenic low back pain to improving functional activity.

Keywords: core stability exercise, William's Flexion Exercise, SWD, myogenic low back pain, ODI

PENDAHULUAN

Nyeri punggung bawah (NPB) adalah suatu sindroma klinik yang banyak dijumpai di masyarakat, dimana ditandai dengan nyeri di sekitar tulang punggung bagian bawah. Angka kejadian nyeri punggung bawah hampir sama pada semua populasi masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang, diperkirakan 60% - 85% dari seluruh populasi masyarakat di dunia pernah merasakan nyeri punggung bawah semasa hidupnya1.

Setiap tahun prevalensi nyeri punggung bawah selalu meningkat. Dilaporkan di Amerika Serikat sebesar 15% - 45% terjadi NPB setiap tahunnya dan angka kejadian tersebut terbanyak didapatkan pada usia 35 th - 55 th2. Berdasarkan Copcord Indonesia menunjukan prevalensi nyeri punggung bawah pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan3. Berdasarkan survei sekitar 11% -12% pasien menjadi cacat akibat kasus ini dan kecenderungan untuk kambuh cukup tinggi yaitu sekitar 26% - 37%, sehingga menyebabkan

penderita kembali tidak bekerja atau kurang produktif4. Berdasarkan data yang diperoleh dari poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar jumlah pasien NPB yang menjalani rawat jalan sebanyak 152 pasien, tahun 2010 sebanyak 249 pasien. Jumlah pasien NPB yang datang ke tempat praktek perseorangan dua tahun terakhir berjumlah 270 pasien. Tingginya angka kekambuhan ini secara implisit menunjukan pengobatan dan penanganan NPB yang belum memuaskan.

Permasalahan yang ditimbulkan NPB cukup besar, tetapi sebagian besar keluhan dapat hilang sendirinya tanpa adanya penanganan medis5. Pasien NPB yang tidak melakukan latihan secara khusus memiliki resiko 12 kali untuk kambuh dalam jangka waktu tiga tahun6.

NPB miogenik dapat mengakibatkan spasme pada otot yang mana dapat menimbulkan penderita merasakan nyeri. Spasme otot yang berkepanjangan dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mengakibatkan

iskemia, sehingga penderita akan membatasi adanya gerakan yang dapat menimbulkan nyeri7. NPB miogenik juga dapat menimbulkan atrofi otot dalam waktu yang lama. Otot yang mengalami atrofi dalam jangka waktu lama maka akan terjadi penurunan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot ini nantinya akan dapat menyebabkan penurunan stabilitas di daerah lumbal yang selanjutnya menimbulkan penurunan tingkat aktivitas fungsional pasien8.

Modalitas fisioterapi yang diberikan pada NPB biasanya hanya bertujuan untuk mengurangi nyeri dan rileksasi pada pasien, sedangkan untuk meningkatkan aktivitas fungsional belum didapatkan modalitas yang tepat. Penanganan yang umum dilakukan oleh seorang fisioterapis di klinik atau rumah sakit adalah dengan pemberian short wave diathermy (SWD) biasanya ditambah latihan William’s flexion exercise.

William’s flexion exercise (WFE ) adalah jenis latihan terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang membuka foramen intervertebralis dan sendi faset, mengulur otot fleksor hip dan

ekstensor lumbal, menguatkan otot abdominalis dan otot gluteal serta meningkatkan mobilitas jaringan ikat bagian posterior lumbosakral joint. Latihan fleksi lumbal lebih sesuai untuk mengurangi nyeri dan peningkatan LGS lumbal pada kasus NPB 9.

Belakangan telah dikembangkan suatu metode baru yang terkenal dengan latihan “Core stability”. Core stabiliy exercise (CSE) adalah sebuah latihan yang sedang trend diberikan pada pasien NPB di beberapa negara. CSE merupakan aktifasi sinergis yang meliputi otot-otot bagian dalam dari thrunk yakni otot core (inti). Fungsi core yang utama adalah untuk memelihara postur tubuh10. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti ingin meneliti apakah pemberian Core Stability Exercise lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional dari pada William’s Flexion Exercise pada NPB miogenik.

Rumusan masalah dalam penelitian ini ada 3 yaitu :(1) Apakah penerapan William’s flexion exercise pada terapi dasar dapat meningkatkan aktivitas fungsional

pada pasien nyeri punggung bawah miogenik?, (2)Apakah penerapan Core stability exercise pada terapi dasar dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenik?, (3)Apakah Core stability exercise lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada terapi dasar dari pada William’s flexion exercise pada pasien nyeri punggung bawah miogenik?

Penelitian ini bertujuan : (1)Untuk mengetahui penerapan William’s flexion exercise pada terapi dasar dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenik, (2)Untuk mengetahui penerapan Core stability exercise pada terapi dasar dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenik, (3) Untuk mengetahui Core stability exercise lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada terapi dasar dari pada William’s flexion exercise pada pasien nyeri punggung bawah miogenik.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : (1)Untuk

menambah wawasan terhadap karakteristik latihan Core stability exercise dan William’s flexion exercise dalam aplikasi kasus Nyeri Punggung Bawah, (2)Memberikan pengetahuan sejauh mana pemberian latihan core stability exercise dan william’s flexion exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenik.

MATERI DAN METODE

  • A.    Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan di klinik fisioterapi di daerah Denpasar dari bulan April – Juni 2014. Setiap kelompok mendapatkan terapi dengan frekuensi 3 kali perminggu selama 2 minggu.

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktifitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenik setelah diberi pelatihan SWD dikombinasi dengan core stability exercise dibandingkan dengan SWD dikombinasi william’s flexion exercise. Penelitian ini menggunakan

rancangan Randomized Pre and Post Test Control Droup Design.

  • B.    Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita nyeri punggung bawah miogenik yang datang ke tempat praktek fisioterapi di Denpasar pada bulan April sampai Juni 2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 28 pasien berusia 25-50 tahun, nyeri punggung bawah telah melewati masa akut, yaitu minimal lebih dari 10 hari, jenis kelamin laki-laki dan penderita wanita tidak sedang hamil, tidak adanya kelainan neurologis. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 berjumlah 24 pasien diberi latihan SWD dikombinasi dengan core stability exercise. Kelompok 2 diberi latiihan SWD dikombinasi dengan william’s flexion exercise.

Kelompok Perlakuan I

Kelompok I diberi pelatihan SWD dikombinasi dengan core stability exercise selama 2 minggu. Jenis latihan yang diberikan adalah : bridging, single leg bridging, modified plank, fron plank, dan side

plank yang diberikan 3 kali seminggu.

Kelompok Perlakuan II

Kelompok II diberi pelatihan SWD dikombinasi dengan william’s flexion exercise selama 2 minggu. Jenis latihan yang diberikan adalah : pelvic tilting, single knee to chest, double knee to chest, partial sit up, hamstring stretches, dan squat yang diberikan 3 kali seminggu.

  • C.    Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan sebelum diberikan pelatihan dan setelah 2 minggu diberikan pelatihan. Pengukuran aktifitas fungsional menggunakan Oswestry Disability Index

  • D.    Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  • 1.    Statistik diskriptif untuk menggambarkan karakteristik fisik sampel yang meliputi umur, jenis kelamin, aktivitas pekerjaan, dan skor ODI .

  • 2.    Uji normalitas Data dengan Shapiro-wilk test

  • 3.    Uji homogenitas data dengan uji Levene’s test

  • 4.    Uji beda Kelompok 1 dengan menggunakan Paired sample T-test, karena pada uji normalitas sebelum dan sesudah perlakuan data berdistribusi normal

  • 5.    Uji beda Kelompok 2 dengan menggunakan Wilcoxon match pair test, karena pada uji normalitas sebelum dan sesudah perlakuan salah satu berdistribusi tidak normal.

  • 6.    Uji beda sebelum pelatihan pada Kelompok I dan sebelum pelatihan pada Kelompok II dengan menggunakan Independent Sample Test

  • 7.    Uji beda selisih pada Kelompok I dan selisih pada Kelompok II diuji dengan Independent Sample Test , karena data berdistribusi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 1

Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek

Rentang

Kel I (n=14)

Kel II (n=14)

n

N

Umur

21-30

4

3

31-40

4

2

41-50

6

9

Jenis

Laki-laki

10

9

kelamin

Perempuan

4

5

Aktivitas

Duduk

9

6

pekerjaan

Berjalan

1

2

Berdiri

3

1

Membungkuk

0

1

Mengangkat

1

4

Data karakteristik subjek penelitian yang didapat adalah umur, jenis kelamin, aktivitas pekerjaan dan data awal kemampuan aktivitas fungsional. Berdasarkan distribusi subjek menurut umur menunjukkan pada Kelompok I golongan umur 4150 tahun merupakan jumlah terbanyak yaitu sejumlah 9 orang (64,3%). Keadaan serupa terlihat pada Kelompok II dimana golongan

umur 41-50 tahun merupakan jumlah terbanyak yaitu sejumlah 6 orang (42,8%). Hasil persentase umur dalam penelitian ini sesuai dengan beberapa pendapat. Angka kejadian NPB terbanyak ditemukan di usia 35-55 tahun2. NPB dialami sejak saat masa remaja atau saat dewasa, yaitu pada umur 25 tahun dan 55 tahun11.

Karakteristik subjek menurut jenis kelamin pada kedua kelompok menunjukkan bahwa subjek terbanyak kelamin laki-laki yaitu pada Kelompok II sebanyak 9 orang (64,3%) dibandingkan subjek perempuan sebanyak 5 orang (35,7), sedangkan pada Kelompok I subjek laki-laki sebanyak 10 orang (71,4) dibandingkan subjek perempuan sebanyak 4 orang (28,6%). Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Copcord Indonesia menunjukkan prevalensi NPB 18,2% pada laki-laki dan 13,6% pada perempuan3.

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan aktivitas pekerjaan juga sangat mempengaruhi ada tidaknya peningkatan aktivitas fungsional. Dalam penelitian ini ditemukan pada kedua kelompok aktivitas pekerjaan

yang paling sering dilakukan adalah aktivitas duduk lama yaitu pada Kelompok II sebesar 42,9% dan pada Kelompok I sebesar 64,3%.

Hasil di atas sesuai dengan hasil penelitian yang melaporkan bahwa NPB banyak terjadi pada pekerja atau karyawan yang bekerja dalam posisi duduk lama, berdiri lama, dan pekerjaan berat lainnya seperti pekerjaan yang banyak aktivitas membungkuk secara berulang, atau mengangkat dan menurunkan beban berat dengan cara yang salah8.

Distribusi Uji normalitas dan Homogenitas Skor ODI

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas Dan Homogenitas Skor ODI

Skor ODI

Saphiro Wilk test (p)

Levene test (p)

Kel I

Kel II

Sebelum perlakuan

0,194

0,159

0,189

Sesudah perlakuan

0,001

0,161

0,914

Selisih

0,485

0,526

0,510

Hasil uji normalitas, didapatkan skor penurunan ODI pada Kelompok I sebelum pelatihan didapatkan nilai p=0,194 (berdistribusi normal), dan setelah

pelatihan didapatkan nilai p=0,001 (berdistribusi tidak normal) sehingga pengujian selanjutnya dengan uji non parametrik. Sedangkan uji normalitas skor penurunan ODI pada Kelompok II sebelum pelatihan p=0,159 dan setelah pelatihan didapatkan nilai p=0,161 (berdistribusi normal) sehingga pengujian selanjutnya dengan uji paramentrik. Hasil uji normalitas selisih Kelompok I didapat nilai p=0,489 dan selisih Kelompok II didapatkan nilai p=0,526 (berdistribusi normal) sehingga uji selisih kedua kelompok menggunakan uji parametrik.

Hasil uji homogenitas penurunan skor ODI sebelum dan setelah pelatihan didapatkan nilai p>0,05 (data homogen), dan pada sellisih kedua kelompok juga didapatkan nilai p>0,05 yang berarti data homogen.

Uji Perbedaan Penurunan Skor ODI Pada Kelompok II

Tabel 3

Uji Hipotesis Penurunan Skor ODI Pada Kelompok II Sebelum Dan

Sesudah Pelatihan

N Rerata±SB Uji t

Kel II

berpasangan t p

Sebelum 14 37,43±15, pelatihan 989

7,421 0,001 Setelah 14 22,29±12, pelatihan 048

Berdasarkan analisis data skor ODI sebelum dan setelah pelatihan pada Kelompok II dengan menggunakan uji t berpasangan (dua sampel berpasangan) tertera pada tabel 3, didapatkan rerata sebelum pelatihan 37,43±15,989 dan setelah pelatihan 22,29±12,048 dengan nilai p=0,001     (p<0,05), sehingga

Kelompok II terjadi penurunan skor ODI

Penambahan SWD pada William’s Flexion Exercise tidak berlawanan dengan efek fisiologisnya, kombinasi latihan ini justru akan meningkatkan hasil yang lebih maksimal. Mekanisme penurunan nyeri dan perbaikan aktifitas fungsional ditinjau dari efek fisiologis,

dimana perbedaan struktur jaringan tubuh menyebabkan efek yang dihasilkan akan berbeda untuk tiap jaringan. Jaringan ikat akan mengalami peningkatan elastisitas akibat turunnya viskositas matriks jaringan karena homeostasis lokal sehingga jaringan akan mudah digerakkan dan kelenturannya bertambah, sehingga waving efek akan mudah didaoatkan dan reseptor saraf Aδ dan C yang terjebak akibat tekanan jaringan fibrous akan terbebas sehingga nyeri berkurang12.

William’s Flexion Exercise adalah sebuah program latihan dengan tujuan untuk mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi facet dan meregangkan otot dan fascia di daerah dorsolumbal, serta bermanfaat mengkoreksi postur tubuh yang salah. Latihan ini juga dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara aktif melatih otot-otot abdominal, gluteus maksimus dan hamstring. Disamping itu WFE juga dapat meningkatkan tekanan abdominal yang mendorong kolumna vertebralis ke arah belakang, dengan demikian akan membantu mengurangi hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis. Secara teoritis, WFE

dapat mengurangi nyeri dengan cara mengurangi gaya kompresi pada sendi facet dan meregangkan fleksor hip dan ekstensor lumbal8.

Tabel 4

Uji Hipotesis Penurunan Skor ODI Pada Kelompok I Sebelum Dan Sesudah Pelatihan

Kel I

N

Median±SB

wilcoxon rank test

z       p

Sebelum

14

42±12,34

pelatihan

-3,301 0,001

Setelah

14

8±12,269

pelatihan

Berdasarkan analisis data skor ODI sebelum dan setelah pelatihan pada Kelompok I dengan menggunakan uji Wilcoxon match pair test (dua sampel berpasangan) tertera pada tabel 4, didapatkan data rerata sebelum pelatihan 42±12,34 dan setelah pelatihan 8±12,269 dengan p=0,001 (p<0,05), sehingga kelompok perlakuan terjadi penurunan skor ODI . Dengan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan Core Stability Exercise pada terapi dasar dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada pasien NPB miogenik.

Pemberian SWD pada Core Stability Exercise tidak memiliki efek fisiologis yang berlawanan, melainkan apabila dikombinasi dengan CSE akan lebih meningkatkan hasil. Terapi dasar merupakan terapi thermal yang efektif diberikan sebelum pelatihan. Mekanisme dari kedua efek tersebut mengakibatkan jaringan ikat akan lebih mudah digerakkan dan kelenturannya bertambah12. Kondisi seperti itu sangat membantu program pelatihan Core Stability Exercise yang diberikan.

Core Stability Exercise mempunyai kemampuan untuk mengontrol posisi dan gerakan pada bagian pusat tubuh10, karena target utama latihan ini adalah otot yang letaknya dalam dari perut, yang terkoneksi dengan tulang belakang, panggul, dan bahu. CSE bermanfaat untuk memelihara kesehatan punggung bawah, statik stabilisasi, dan dinamik trunk serta mencegah terjadinya cedera (pada punggung dan ekstremitas bawah) terutama dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Ketika otot inti lemah atau tidak ada keseimbangan

(imbalance muscle), yang terjadi adalah rasa sakit di daerah punggung bawah. Dengan CSE keseimbangan otot abdominal dan paravertebrae akan membentuk suatu hubungan yang lebih baik karena terjadi koaktivitas otot dalam dari trunk bawah sehingga dapat mengontrol selama terjadinya pergerakan perpindahan berat badan, aktivitas fungsional dari ekstremitas seperti meraih dan melangkah13.

Terapi latihan berupa CSE ini merupakan cara yang efektif untuk mengobati juga mencegah NPB dan cedera ekstremitas bawah terutama dalam peningkatan aktivitas fungsional yang melibatkan otot inti yaitu otot transversus abdominis, otot multifidus, otot diafragma thorak dan otot-otot dasar panggul14. Otot-otot ini semua bekerja secara harmonis untuk memberikan stabilisasi bagi tubuh (the neutral zone).

Core Stability Exercise Lebih Meningkatkan Aktivitas Fungsional Dari Pada William’s Flexion Exercise Pada Pasien Nyeri Punggung Bawah Miogenik

Untuk mengetahui perbedaan peningkatan aktivitas fungsional pada Kelompok I dan Kelompok II dapat dilihat melalui independent sample t-test.

Tabel 5

Rerata Selisih Penurunan Skor

ODI Pada Aktivitas Fungsional Sebelum Dan Setelah Pelatihan

Kel n Rerata±SB T p

I     14   28,86±6,916

4,981 0,001

II    14    15,14±7,635

Berdasarkan hasil analisis uji t-test seperti Tabel 5 di atas, menunjukkan bahwa nilai selisih skor ODI pada Kelompok I dan Kelompok II didapatkan hasil nilai p=0,001 yang artinya terdapat perbedaan secara signifikan antara Kelompok I dan Kelompok II dalam meningkatkan aktivitas fungsional pada pasien NPB miogenik. Disimpulkan bahwa pelatihan Core Stability Exercise lebih baik dalam meningkatkan aktivitas fungsional dari pada William’s flexion exercise pada terapi dasar pada psien NPB miogenik.

Kelompok II, dimana subjek mendapatkan terapi dasar berupa

SWD yang dilanjutkan dengan latihan William’s Flexion Exercise menunjukkan peningkatan aktivitas fungsional, hal ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa William’s Flexion Exercise meningkatkan mobilitas lumbal dan aktivitas fungsional pada pasien NPB mekanik subakut dan kronis15. William’s Flexion Exercise memiliki prinsip rileksasi otot paravertebra yang merupakan global muscle yang berfungsi sebagai penggerak fleksi dan ekstensi trunk8. Pada pasien NPB miogenik terjadi spasme pada otot paravertebrae dengan latihan WFE otot tersebut menjadi rileks sehingga mobilitas fleksi dan ekstensi trunk meningkat, nyeri berkurang dan aktivitas fungsional meningkat.

Kelompok I, dimana subjek mendapatkan terapi dasar berupa SWD yang dilanjutkan dengan pemberian terapi latihan berupa pelatihan Core Stability Exercise menunjukkan peningkatan aktifitas fungsional yang lebih besar dibandingkan pada Kelompok II, yang mendapatkan terapi dasar berupa SWD dan dilanjutkan dengan pelatihan William’s Flexion Exercise.

Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian, bahwa latihan Core Stability Exercise lebih meningkatkan aktivitas fungsional dari pada William’s Flexion Exercise pada terapi dasar pada pasien NBP miogenik.

Hasil analisis di atas sesuai dengan teori bahwa prinsip latihan CSE adalah mengaktifkan kerja dari pada core muscle yang merupakan deep muscle yang pada pasien NPB miogenik mengalami kelemahan. Teraktifasinya core muscle ini akan meningkatkan stabilitas tulang belakang, karena core muscle yang aktif akan meningkatkan tekanan intra abdominal dan hal tersebut akan membentuk abdominal brace yang akan meningkatkan stabilitas dari tulang belakang11. Peningkatan aktivitas dan co-aktivitas antagonis otot trunk dapat meningkatkan kontrol tulang belakang pada individu NPB hal tersebut mendorong pemeliharaan dari posisi lumbopelvic agar tetap stabil14. Pemberian terapi latihan berupa core stability exercise pada terapi dasar yang dilakukan dengan benar dapat memberikan peningkatan kekuatan

otot yang mengalami kelemahan sekaligus dapat mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan aktivitas fungsional. Stabilitas yang baik lebih diperlukan pada pasien NPB miogenik daripada mobilitas, karena permasalah pada NPB miogenik adalah berkurangnya stabilitas pada punggung bawah.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil   analisis

penelitian ini didapatkan kesimpulan:

  • 1.    Pelatihan William’s  Flexion

exercise dapat meningkatkan aktifitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenk.

  • 2.    Pelatihan core stability exercise dapat meningkatkan aktifitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah miogenk.

  • 3.    Core stability exercise lebih meningkatkan aktivitas fungsional dibandingkan dengan william’s flexion exercise pada terapi dasar pada pasien nyeri punggung bawah miogenik

SARAN

Metode latihan core stability exercise perlu ditambahkan pada terapi dasar, mengingat bahwa

peningkatan aktivitas fungsional pada pasien NPB miogenik lebih besar setelah diberikan latihan core stability exercise dibandingkan dengan pemberian william’s flexion exercise

DAFTAR PUSTAKA

  • 1    Tiger, White. Lapkas Low Back Pain rehab medik  unsrat,

Retrieved November,23, 2013. Available from: http:// www.whitetigermtc76.co.cc

  • 2    Tulder, M., Koes B.2001. Low back pain and Sciatica. Clinical evidence, Retrieved: December, 12, 2006, Available from: http://www.Emedicine.com, hal. 1-19.

  • 3    Wirawan, R.B. 2004. Diagnosis dan Manajemen Nyeri Pinggang. Jogjakarta: Dalam Pain Simposium. Towards Mechanism Based Treatment. 5 Desember, hal. 36, 105 – 108

  • 4    Marpaung, B., Sjah M. 2006. Penatalaksanaan nyeri pinggang kronis. dalam, Setiyohadi, Kasjmir, editor. Temu Ilmiah Reumatologi 2006, Jakarta, hal. 14 -17.

  • 5    Kravitz. 2006. Low Back Stability Training. diakses tanggal 20 Januari 2014. Available                 from:

www.unm.edu/~lkravitz/pages.

  • 6    Knudsen, H.A. 2003. William’s Flexion versus Mc. Kenzie Extension for LBP. PT Doctor Information products inc [online],                       dari

http://homeexerciseprogram.

com/William’s-Flexion-Versus-Mckenzie-Extension-Exercises-For-LowBack Pain. html.

  • 7    Meliala, L dan Pinzon, R. 2004. Patofisiologi               dan

Penatalaksanaan Nyeri Pinggang Bawah. Dalam: Meliala L, Rusdi I, Gofir A, editor. Pain Symposium: Towards Mechanim Based Treatment, Jogjakarta, hal. 109116.

  • 8    Hills, E.C. 2006. Mechanical low back pain. Retrieved: 10/12/2013, Available from: http://www.emedicine.com

  • 9    Borestein and Wissel. 2004. Low back pain Medical diagnosis and comprehensive management.

WB Saunders Company. Philadelphia, hal. 147- 16

10 Brandon dan Raphael. 2009. Core stability training and Core stability program. [Cited 2014 Jan, 11]. Available from: http://www.sportinjurybulletin.c om/archive/core-stability.html.

11 Andri. 2008. Program Fisioterapi untuk Nyeri Punggung Bawah. 13 Mei 2014. Available from: Home Made-in Riko My friendster Free Blog Template Pakdenono.Com Al-Sofwah.Com.

12 Sugijanto. 2006. Perbedaan Pengaruh Pemberian Short Wave Diathermy (SWD) dan Contract Relax And Stretching Dengan Short Wave Diathermy dan Transvers Friction Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Sindroma Nyeri Miofasial Otot Levator     Skapula.

Fisioterapi Indonesia, 6 (1). Hal. 46-66.

  • 13    Panjabi, M.M. 2013. The Stabilizing system of the Spine. Part II. Neutral Zone and Instability Hypothesis. Journal of Spinal Disorder, hal 390-396

  • 14    Hodges, P.W, and Richardson, C.A. (1999). Altered trunk muscle recruitment in people with low back pain with upper limb movement at different speeds. Archives of Physical medicine ang rehabilitation, hal 1005-1012.

  • 15    Kurniawan, Hadi. 2004.

Pengaruh William’s Flexion

Exercise Terhadap Mobilitas

Lumbal Dan Aktivitas

Fungsional Pada Pasien-Pasien Dengan Nyeri Punggung Bawah (NPB) Mekanik Subakut Dan

Kronis,     Program Studi

Rehabilitasi Medik Fakultas

Kedokteran Universitas

Diponegoro. Semarang.

49