JURNAL SIMBIOSIS II (2): 203- 214

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

ISSN: 2337-7224

September 2014

AKLIMATISASI ANGGREK HITAM (Coelogyne pandurata Lindl.) HASIL PERBANYAKAN IN VITRO PADA MEDIA BERBEDA

(ACCLIMATIZATION BLACK ORCHID (Coelogyne pandurata Lindl.) PROPAGATED IN VITRO ON DIFFERENT MEDIA)

Ni Kade Ayu Purnama Adi, Ida Ayu Astarini, Ni Putu Adriani Astiti

Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Udayana

E-mail : [email protected]

INTISARI

Anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) merupakan anggrek endemik di Pulau Kalimantan. Namun, keberadaannya semakin lama semakin terancam punah. Upaya perbanyakan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama. Maka dilakukan perbanyakan secara in vitro. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan anggrek hitam pada media dan teknik penanaman yang berbeda. Plantlet anggrek hitam yang sudah disubkultur diaklimatisasi pada empat jenis media yang berbeda yaitu moss, pakis, arang kayu, kombinasi arang kayu dan serabut kelapa dan teknik penanaman yang berbeda yaitu compot (community pot) dan individual yang dipelihara selama tiga bulan. Pada digunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan 8 kombinasi perlakuan dan 7 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan anggrek hitam memiliki respon pertumbuhan yang baik pada media moss, pakis, dan kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, sedangkan pada media arang kayu menunjukkan hasil yang tidak baik. Perbedaan teknik penanaman tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Presentase hidup yang tinggi ditunjukkan pada media kombinasi arang kayu dan serabut kelapa dan teknik compot.

Kata kunci : Anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.), aklimatisasi, media

ABSTRACT

Black orchid (Coelogyne pandurata Lindl.) is an orchid endemic to the island of Borneo. However, its existence is increasingly threatened with extinction. Conventional propagation efforts require a long time. Therefore in vitro propagation was performed. The purpose of this study was to determine the growth response of black orchids on the media and different planting techniques. Black orchid plantlets that have been sub-cultured was acclimatized in four different media types ie moss, fern, wood charcoal, wood charcoal and coconut fiber mixture and different planting techniques namely compot (community pot) and the individual, were allowed to grow for three months. Randomized block design (RBD) was utilised, obtained 8 combination treatments, with 7 replicates. The results showed black orchid has a good growth response in the media moss, ferns, and a mixture of wood charcoal and coconut fiber, while the wood charcoal media showed unfavorable results. Different planting techniques showed no significant results. Percentage of high life shown in mixed media wood charcoal and coconut fiber and compot techniques.

Keyword : Black orchid (Coelogyne pandurata Lindl.), acclimatization, media

PENDAHULUAN

Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropika yang sampai saat ini dikenal sebagai tipe hutan dengan biodiversitas

yang tinggi. Sebagai negara mega diversity, kekayaan jumlah spesies flora (tumbuhan) Indonesia tidak perlu diragukan. Salah satu kekayaan flora Indonesia yang tidak tersaingi oleh flora

negara lain adalah anggrek. Tanaman anggrek tergolong anggota family Orchidaceae. Keluarga anggrek terdiri atas lebih dari 600 genera, dan sekitar 25.000 spesies asli ditemukan di hutan belantara di bumi ini. Sementara, di kawasan Indonesia yaitu di Kalimantan terdapat 1.400 spesies, Sumatera 1.126 spesies, Jawa 769 spesies, Sulawesi 500 spesies, Maluku 369 spesies, dan Nusa Tenggara sekitar 200 spesies (Clintonboni, 2012).

Spesies anggrek di Indonesia memiliki sifat yang khas dan hanya dapat dijumpai di pulau – pulau tertentu di Indonesia seperti anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) yang hanya ditemukan di Pulau Kalimantan. Nama anggrek hitam diberikan karena bunga anggrek ini memiliki tanda hitam pada bibirnya yang membentang ke belakang sampai bagian dalam bunga. Mahkota bunga dan kelopak bunga anggrek hitam berwarna hijau cerah (Agromedia, 2006).

Populasi anggrek hitam di alam saat ini semakin menurun bahkan keberadaannya di alam terancam punah akibat dari pengambilan yang berlebihan karena anggrek hitam banyak diminati masyarakat. Secara keseluruhan anggrek hitam memiliki penampilan yang sangat menarik dan dapat dimanfatkan sebagai tanaman hias atau bunga potong. Pengambilan anggrek hitam di alam oleh

manusia cenderung untuk kebutuhan komersil, bukan untuk dibudidayakan sehingga keberadaan anggrek hitam saat ini sebagai tanaman yang dilindungi dan dibudidayakan. Faktor lain yang menyebabkan menurunnya populasi anggrek hitam adalah dikarenakan habitat tumbuh yang rusak akibat penebangan dan konversi lahan dan periode berbunganya sangat pendek (cepat layu) dan bunga relatif sulit untuk disilangkan (Untari, 2006).

Upaya perbanyakan anggrek hitam dengan teknik konvensional seperti stek batang, pembelahan rumpun, penggunaan pseudobulb, dan keiki (anakan yang keluar dari ruas tanaman yang berada agak jauh dari pangkal tanaman) atau aerial stem sulit dilakukan karena keterbatasan tanaman induk yang jumlahnya kian menurun di alam. Selain itu, jumlah anakan yang dihasilkan dengan teknik perbanyakan konvensional relatif sedikit, antara 2 - 5 anakan per tanaman, sehingga tidak dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan memerlukan waktu yang lama (Gunawan, 2007).

Perbanyakan tanaman secara konvensional yang sulit dapat diatasi dengan teknik perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan (in vitro). Teknik kultur jaringan sudah sangat dikenal sebagai salah satu cara dalam perbanyakan

tanaman untuk memperoleh bibit tanaman yang langka dan tanaman yang relatif sulit untuk dikembangbiakkan dengan cara konvensional. Claudia (2013) berhasil memperbanyak anggrek hitam secara in vitro dengan menggunakan media W3. Namun, tahap yang tak kalah pentingnya adalah tahap aklimatisasi yang merupakan kelanjutan dari teknik perbanyakan tanaman in vitro.

Media tumbuh dan teknik penanaman merupakan faktor penting dalam proses aklimatisasi. Diperlukan media yang mempermudah pertumbuhan akar dan menyediakan hara yang cukup bagi plantlet. Teknik penanaman secara compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami banyak tanaman anggrek dipercaya dapat mengurangi resiko kematian tanaman anggrek yang sedang diaklimatisasi. Tetapi, kemungkinan terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui teknik yang baik dalam aklimatisasi bibit anggrek hitam ini perlu dilakukan penelitian mengenai teknik aklimatisasi bibit anggrek hitam hasil perbanyakan in vitro.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan plantlet anggrek hitam (Coelogyne pandurata Lindl.) berumur 9 bulan yang

disubkultur pada media W3 (Western 3). Media subkultur dibuat dengan menimbang bubuk W3 sebanyak 18,49 gram, gula 20 gram, dan agar 7,5 gram, ditambah aquades 1 liter. Plantlet anggrek hitam dipelihara selama 3 bulan secara in vitro, kemudian diaklimatisasi pada media moss, pakis, arang kayu, dan kombinasi arang kayu dan serabut kelapa dengan teknik penanaman secara compot (community pot) di green house selama 3 bulan menggunakan pot gerabah (tanah liat) dengan tinggi 9,5 cm, berdiameter 14 cm dengan lubang pada bagian dasar dan sisinya. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi hari menggunakan hand sprayer, pemupukkan dilakukan dua kali seminggu menggunakan pupuk anggrek “plus”, dan plantlet disungkup selama 1 MST (minggu setelah tanam). Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 -Mei 2014. Parameter yang diamati persentase hidup tanaman, tinggi tanaman, jumlah daun, dan skor warna daun selama 12 MST (3 bulan).

HASIL

Persentase hidup yang tertinggi pada perlakuan media adalah media kombinasi arang dan serabut kelapa yaitu sebesar 57,14%, sedangkan persentase hidup yang paling rendah ada pada media arang yaitu sebesar 0% (Gambar 1). Pada perlakuan teknik penanaman, persentase

hidup tanaman yang tinggi pada tanaman anggrek dengan teknik penanaman compot yaitu sebesar 42,86%, sedangkan pada teknik penanaman individual sebesar

32,14% (Gambar 1). Pada 9 MST seluruh tanaman anggrek hitam pada media arang kayu mengalami kematian.


Gambar 1. Grafik persentase hidup tanaman anggrek hitam pada 12 MST pada perlakuan media

Compot

— Individual

bulan ke-1 bulan ke-2 bulan ke-3 Bulan setelah tanam (BST)


Gambar 2. Grafik persentase hidup tanaman anggrek hitam pada 12 MST pada perlakuan teknik penanaman

Tinggi tanaman pada perlakuan media tidak berbeda nyata, sedangkan antar teknik penanaman mengalami perbedaan yang nyata (Gambar 3). Teknik penanaman secara individual menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan teknik penanaman

secara compot. Namun, tanaman anggrek hitam pada semua perlakuan media antar teknik penanaman secara compot maupun individual tidak menunjukkan pertambahan tinggi yang jauh berbeda (Gambar 4 dan 5).

Compot

Individual


Gambar 3. Grafik tinggi tanaman anggrek hitam pada 12 MST pada media yang berbeda dengan teknik compot dan individual

Ket : *) Pengamatan media arang kayu sampai 9 MST karena mati.

4



H 0

BULAN KE-1         BULAN KE-2         BULAN KE-3

Bulan setelah tanam (BST)

Gambar 4. Grafik pertambahan tinggi tanaman anggrek hitam setiap bulan dengan media yang berbeda pada teknik compot

Ket : (M1 = moss, M2 = pakis, M3 = arang kayu, M4 = kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, T1 = compot, T2 = individual). Seluruh tanaman anggrek pada media arang kayu mati pada 9 MST.

S u


4.4

4.2

4

3.8

3.6

3.4

3.2

3



M1T2

--M2T2

M3T2

M4T2

BULAN KE-1 BULAN KE-2 BULAN KE-3 Bulan setelah tanam (BST)

Gambar 5. Grafik pertambahan tinggi tanaman anggrek hitam setiap bulan dengan media yang berbeda pada teknik individual

Ket : (M1 = moss, M2 = pakis, M3 = arang kayu, M4 = kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, T1 = compot, T2 = individual). Seluruh tanaman anggrek pada media arang kayu mati pada 9 MST.

Jumlah daun pada tanaman

anggrek hitam hasil kultur in vitro

menunjukkan perbedaaan nyata pada perlakuan media dan teknik penanaman

(Gambar 6). Pengamatan yang dilakukan setiap minggu selama 12 MST memperlihatkan bahwa jumlah daun pada

tanaman anggrek hitam semakin berkurang (Gambar 7 dan 8).

Compot

Individual


Gambar 6. Jumlah daun tanaman anggrek hitam pada 12 MST pada media yang berbeda pada teknik compot dan individual

Ket : *) Pengamatan media arang kayu sampai 9 MST karena mati.

6


2

M1T

1

0

BULAN KE-1 BULAN KE-2 BULAN KE-3 Bulan setelah tanam (BST)

Gambar 7. Grafik perubahan jumlah daun tanaman anggrek hitam dengan media yang berbeda pada teknik compot

Ket : (M1 = moss, M2 = pakis, M3 = arang kayu, M4 = kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, T1 = compot, T2 = individual). Seluruh tanaman anggrek pada media arang kayu mati pada 9 MST.

Bulan setelah tanam (BST)


Gambar 8. Grafik perubahan jumlah daun tanaman anggrek hitam dengan media yang berbeda pada teknik individual

Ket : (M1 = moss, M2 = pakis, M3 = arang kayu, M4 = kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, T1 = compot, T2 = individual). Seluruh tanaman anggrek pada media arang kayu mati pada 9 MST.

Warna daun memberikan hasil yang berbeda nyata antar media perlakuan, sedangkan tidak berbeda nyata terhadap

Pengamatan yang dilakukan selama 12 MST memperlihatkan skor warna daun semakin menurun (Gambar 10 dan 11).

teknik



Gambar 9. Skor warna daun tanaman anggrek hitam pada 12 MST pada media yang berbeda dengan teknik compot dan individual

Ket : *) Pengamatan media arang kayu sampai 9 MST karena mati.

3

2

1

0



M1T1

--M2T1

—⅛- M3T1

M4T1

BULAN KE-1       BULAN KE-2       BULAN KE-3

Bulan setelah tanam (BST)

Gambar 10. Grafik perubahan skor warna daun setiap bulan dengan media yang berbeda pada teknik compot

Ket : (M1 = moss, M2 = pakis, M3 = arang kayu, M4 = kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, T1 = compot, T2 = individual). Seluruh tanaman anggrek pada media arang kayu mati pada 9 MST.

3

2.5

2

1.5

1

0.5

0



→-M1T2

--M2T2

—⅛- M3T2

BULAN KE-1         BULAN KE-2         BULAN KE-3

Bulan setelah tanam (BST)

Gambar 11. Grafik perubahan skor warna daun setiap bulan dengan media yang berbeda pada teknik individual

Ket : (M1 = moss, M2 = pakis, M3 = arang kayu, M4 = kombinasi arang kayu dan serabut kelapa, T1 = compot, T2 = individual). Seluruh tanaman anggrek pada media arang kayu mati pada 9 MST.

PEMBAHASAN

Pertambahan tinggi tanaman anggrek hitam pada penelitian ini tidak terlalu cepat yaitu pertambahan tinggi yang tertinggi 1,03 cm selama 3 bulan pada media pakis dengan teknik compot. Tanaman anggrek hitam yang diaklimatisasi dengan teknik penanaman individual lebih cepat mengalami pertambahan tinggi setiap minggunya dibandingkan dengan tanaman anggrek hitam yang diaklimatisasi dengan teknik penanaman secara compot. Perbedaan respon ini diduga karena tanaman anggrek yang ditanam secara individual tidak mengalami perebutan unsur hara yang tersedia pada media, sehingga dengan maksimal tanaman anggrek menggunakannya untuk proses pertumbuhan yang terlihat pada pertambahan tinggi tanaman. Penelitian oleh Dwiyani (2012) menyatakan tanaman anggrek Dendrobium sp. saat diaklimatisasi selama 90 hari (3 bulan) dengan penyemprotan berbagai macam pupuk mengalami pertambahan tinggi tanaman tertinggi sebesar 0,53 cm.

Tanaman anggrek hitam pada bulan ketiga pada media pakis menunjukkan tinggi tanaman yang paling tinggi pada semua teknik penanaman. Pakis merupakan media yang remah

sehingga memiliki aerasi dan drainase yang baik sehingga mampu menjaga keadaan tanaman dengan baik. Kemampuan pakis menyerap air menyebabkan pupuk yang diberikan lebih mudah terserap sehingga hara pada media lebih banyak. Sedangkan, tanaman anggrek hitam yang ditanam pada media moss menunjukkan gejala pembusukkan yaitu daun dan akarnya yang menjadi coklat tetapi tidak terlihat kekeringan. Hal tersebut dikarenakan moss memiliki daya simpan air yang tinggi sehingga banyak menyimpan air berlebih (Suradinata et al., 2012).

Jumlah daun tanaman anggrek hitam sejak awal hingga 12 minggu setelah tanam (MST) masa aklimatisasi tidak banyak mengalami pertambahan daun. Jumlah daun paling banyak diperoleh pada perlakuan kombinasi media pakis dan teknik penanaman individual. Jumlah daun yang paling sedikit dihasilkan pada perlakuan media arang terutama pada teknik individual. Berkurangnya jumlah daun mendukung hasil pengamatan pada warna daun. Warna hijau dari daun tanaman anggrek hitam semakin lama semakin berkurang. Berdasarkan hasil pengukuran skor warna daun selama pengamatan, skor warna daun anggrek hitam yang diaklimatisasi rata - rata

memiliki skor 2 - 2,5 (hijau kekuningan), sedangkan warna daun anggrek hitam yang sehat dan keadaan warna daun yang sebenarnya di alam cenderung hijau tua (Claudia, 2013).

Media kombinasi arang kayu dan serabut kelapa memberikan persentase hidup yang tinggi, diduga karena sifat dari masing - masing media tersebut yang mendukung. Arang kayu yang tidak mampu mengikat air dengan baik, didukung serabut kelapa mampu mengikat air dengan baik, oleh karena tanaman anggrek yang pada proses aklimatisasi sangat rentan tidak disarankan selalu dalam keadaan kelebihan air dan tidak disarankan pula dalam keadaan kekurangan air. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Suradinata et al. 2012 menyatakan media campuran arang kayu dan serabut kelapa adalah media yang paling baik untuk aklimatisasi anggrek Dendrobium sp. karena memiliki porositas air yang tinggi. Selain itu, serabut kelapa merupakan media yang mampu mengikat air dan banyak mengandung unsur kalium yang dapat mempengaruhi sistem enzim pada proses fotosintesis dan translokasi karbohidrat serta mengatur membuka dan menutupnya stomata (Gunawan, 2007).

Media arang kayu memiliki persentase hidup yang paling rendah. Seluruh tanaman anggrek hitam pada meda arang mati pada 9 MST. Sesuai

pernyataan Sandra (2001) yang menyatakan bahwa pada usia semai harus menggunakan media yang mempunyai kemampuan mengikat air yang cukup baik. Namun, dibandingkan dengan media moss, pakis, dan serabut kelapa, kemampuan arang dalam mengikat air masih kalah sehingga hara yang terkandung tidak dapat terserap oleh akar tanaman, dan akar tanaman sulit untuk menempel pada media karena ukuran potongan yang besar. Arang kayu dengan potongan yang besar -besar akan dengan mudah meloloskan air. Sedangkan bila arang diremahkan menjadi potongan yang lebih kecil - kecil maka air akan lebih lama tersimpan di dalam media. Penelitian oleh Suradinata et al. (2012) menggunakan arang kayu dengan potongan kecil - kecil berdiameter 0,5 - 1 cm pada aklimatisasi Dendrobium sp.

Berdasarkan teknik penanaman, teknik compot memperlihatkan persentase hidup yang tinggi diperkirakan karena dalam teknik penanaman secara compot dalam satu pot terdiri dari banyak tanaman, sehingga tanaman satu dengan yang tanaman yang lainnya saling menopang dan kondisi kelembaban lebih terjaga karena tanaman tumbuh berkelompok sehingga mampu bertahan hidup lebih lama dibandingkan dengan tanaman yang diaklimatisasi dengan teknik penanaman secara individual.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tanaman anggrek hitam pada proses aklimatisasi ini sangat kritis dan cepat mengalami layu dan menyebabkan kematian. Menurut Limarni et al. (2008) Tanaman hasil kutur in vitro memiliki stomata yang lebih terbuka dan respon stomata yang lebih lambat terhadap kehilangan air serta lapisan lilin kutikula yang kurang berkembang. Lapisan kutikula yang tipis mengakibatkan tanaman akan kehilangan air dalam jumlah cukup besar melalui evaporasi kutikula pada saat tanaman dipindahkan pada kondisi in vivo. Stomata tidak berfungsi dengan sempurna sehingga menyebabkan terjadinya cekaman air. Defisit air dapat mempengaruhi laju fotosintesis, pada keadaan laju transpirasi yang tinggi, daun akan mengalami layu sementara dan stomata menutup. Dalam keadaan tersebut penyerapan CO2 ke dalam daun akan menurun dan laju fotosintesis menurun (Zulkarnain, 2009). Keadaan seperti ini yang sering menyebabkan tanaman dalam proses aklimatisasi memiliki keberhasilan yang rendah dan persentase hidup yang rendah. Maka dari itu dibutuhkan media yang mampu mengikat air untuk memenuhi kebutuhan tanaman anggrek terhadap air.

Pengaruh faktor luar merupakan faktor utama serta pendukung dalam menentukan keberhasilan aklimatisasi

diantaranya adalah intensitas cahaya, suhu, air dan kelembaban. Hal ini sejalan dengan pendapat Salisbury dan Ross (Salisbury dan Ross, 1995) yang menyatakan bahwa apabila cahaya yang diberikan pada tanaman dalam jumlah yang optimum maka akan menyebabkan terbukanya stomata dan ini memungkinkan unsur hara bagi tanaman terpenuhi. Diketahui bahwa intensitas cahaya yang diperlukan untuk aklimatisasi berkisar antara 40 – 50%, sehingga dibutuhkan pelindung seperti paranet untuk menaungi dan melindungi tanaman anggrek yang diaklimatisasi dari sinar matahari langsung.

Faktor lain yang menyebabkan sedikitnya persentase hidup tanaman anggrek hitam pada penelitian ini yaitu kemungkinan plantlet yang masih terlalu muda untuk diaklimatisasi. Plantlet yang digunakan adalah plantlet anggrek hitam yang disubkultur satu kali. Tanaman anggrek hasil kultur in vitro yang siap diaklimatisasi memiliki tinggi 8 – 12 cm, jumlah daun 7 – 16 helai, dan jumlah anakan 1 - 6 bulb/pot. Daun yang berwarna hijau tua dan akar berwarna putih (Sukma dan Setiawati, 2011).

SIMPULAN

Respon pertumbuhan tanaman anggrek hitam hasil kultur in vitro berdasarkan parameter tinggi tanaman,

jumlah daun, warna daun, dan persentase hidup menunjukkan hasil yang baik yaitu pada media moss, pakis, dan campuran arang dan serabut kelapa, sedangkan pada media arang menunjukan hasil yang tidak baik. Persentase hidup tertinggi ditunjukkan pada media campuran arang dan serabut kelapa, sedangkan persentase tanaman hidup terendah ditunjukkan pada media arang. Teknik penanaman tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara teknik penanaman secara compot dan individual. Persentase hidup yang tinggi ditunjukkan pada teknik penanaman compot.

KEPUSTAKAAN

Agromedia. 2006. Cara Tepat Merawat Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Claudia, V., I. A. Astarini., dan S. K. Sudirga.    2013.    Perbanyakan

Anggrek    Hitam (Coelogyne

pandurata Lindl.) Secara In Vitro. Jurnal Simbiosis.1(2): 79-84.

Clintonboni. 2012. Indonesia Negerinya Anggrek.   Available from :

http://clintonboni.wordpress.com/20 12/11/16/indonesia-negerinya-anggrek-dunia-loo-ga-percaya/.

Diakses pada 21 Oktober 2013.

Dwiyani, R. 2012. Respon Pertumbuhan Bibit Anggrek Dendrobium sp. pada Saat Aklimatisasi terhadap Beragam Frekuensi Pemberian Pupuk Daun. Agrotrop. Bali.

Gunawan, L. W. 2007. Budidaya Anggrek. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Limarni, L., N. Akhir., I. Suliansyah., dan A. Riyadi. 2008. Laporan Penelitian “Pertumbuhan Bibit Anggrek (Dendrobium sp.) dalam Kompot Pada Beberapa Jenis Median dan Konsentrasi Vitamin B1”. Jurnal Penelitian Jerami 1: 87-89.

Salisbury, F. B., dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan III. Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB, Bandung.

Sandra, E. 2001. Membuat anggrek Rajin Berbunga. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sukma, D., dan A. Setiawati. 2011. Pengaruh Waktu dan Frekuensi Aplikasi Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Anggrek Dendrobium ‘Tong Chai Gold’. J.Hort.1(2):97-104.

Suradinata, Y. R., A. Nuraini., dan A.

Setiadi. 2012. Pengaruh Kombinasi Media Tanam dan Konsentrasi Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anggrek Dendrodium sp. pada Tahap Aklimatisasi. J.

Agrivigor 11(2):104-116. Bandung.

Tirta, I. G. 2006. Laporan Penelitian “Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanaman dan Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium macrophyllum A. Rich.)”. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tabanan, Bali.

Untari, R., dan D. W. Puspitaningtyas. 2006. Pengaruh Bahan Organik dan

NAA terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam    (Coelogyne

pandurata Lindl.) dalam kuntur in vitro. Biodiversitas. 7(3): 344-348.

Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman; Solusi Perbanyakan Tanaman Budi Daya. Bumi Aksara. Jakarta.

12