PERBANDINGAN KARAKTERISTIK BIOLOGIS KOPEPODA Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp.
on
SIMBIOSIS XI (1): 226-237 http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
Program Studi Biologi FMIPA UNUD
eISSN: 2656-7784
September 2023
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK BIOLOGIS KOPEPODA Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp.
COMPARISON OF BIOLOGICAL CHARACTERISTICS OF COPEPODA Acartia spp., Tisbe spp. and Oithona spp.
Mukhamad Indra 1*, Deny Suhernawan Yusup 1, Ketut Maha Setyowati 2
1Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Bali, Indonesia – 80361
2Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Jl. Singaraja Gilimanuk, Kec. Gerokgak - Kab. Buleleng, Bali - 81155 *Email korespodensi: [email protected]
ABSTRAK
Kopepoda merupakan salah satu jenis zooplankton dari kelas Crustacea yang paling melimpah di alam, keberadaannya menjadi kunci bagi kelangsungan hidup biota pada tingkat yang lebih tinggi dengan menjadi sumber pakan berbagai jenis larva ikan dan udang – udangan. Namun, besarnya potensi pemanfaatan kopepoda bagi industri perikanan khususnya hatchery tidak diikuti dengan adanya informasi mengenai jenis-jenis yang paling optimal untuk dikembangkan secara massal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan karakteristik morfologi antara kopepoda Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp. yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kopepoda sebagai alternatif pakan alami larva ikan. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol pada bulan Juli-Desember 2019. Pengambilan sampel kopepoda dilakukan di tambak percobaan milik BBRBLPP di Desa Pejarakan, Kec. Gerokgak. Berdasarkan penelitian ini diketahui karakteristik pembeda antara Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp. adalah ukuran tubuh (panjang dan lebar), panjang dan jumlah segmen pada antenna, jumlah telur dan jumlah segmen pada urosome. Tubuh Acartia spp. memiliki ukuran maksimal paling besar (panjang 0,86±0,3 µm; lebar 0,36±0,11 µm) dibanding Tisbe spp. (panjang 0,75±0,2 µm; lebar 0,24±0,07 µm) dan Oithona spp. (panjang 0,4±0,14 µm; lebar 0,1±0,04 µm).
Kata kunci: Acartia spp., Tisbe spp., Oithona spp., pakan alami.
ABSTRACT
Copepods are one of the most abundant types of zooplankton from the Crustacean class in nature, their existence is the key to the survival of biota at a higher level by being a source of food for various types of fish larvae and shrimp. However, the large potential utilization of Copepods for the fishing industry, especially hatcheries, is not accompanied by information regarding the most optimal species for mass development. This study aims to determine the comparison of morphological characteristics between the copepods Acartia spp., Tisbe spp. and Oithona spp. which can be used as a reference for the development of copepods as an alternative natural feed for fish larvae. This research was conducted at the Gondol Maritime Cultivation Research and Fisheries Extension Center (BBRBLPP) from July to December 2019. Copepod sampling was carried out at BBRBLPP's experimental ponds in Pejarakan Village, District Gerokgak. Based on this research, it is known that the distinguishing characteristics between Acartia spp., Tisbe spp. and Oithona spp. are body size (length and
width), length and number of segments in the antenna, number of eggs and number of segments in the urosome. Body of Acartia spp. has the largest maximum size (length 0,86±0,3 µm; width 0,36±0,11 µm) compared to Tisbe spp. (length 0,75±0,2 µm; width 0,24±0,07 µm) and Oithona spp. (length 0,4±0,14 µm; width 0,1±0,04 µm).
Keywords : Acartia spp., Tisbe spp., Oithona spp., live feed.
PENDAHULUAN
Kegiatan budidaya perikanan laut maupun darat telah mengalami perkembangan baik dalam segi jumlah produksi maupun jenis komoditi ikan yang dibudidayakan. Salah satu faktor pendukung keberhasilan kegiatan budidaya perikanan adalah berkembangnya kegiatan hatchery untuk pengadaan benih ikan. Perkembangan kegiatan usaha hatchery juga tidak terlepas dari keberhasilan pengadaan pakan alami untuk ikan fase larva sampai juvenil karena benih pada fase awal kehidupannya umumnya belum memiliki sistem pencernaan yang kompleks, sehingga belum mampu merespon pakan pelet buatan (Reitan dkk., 1997).
Pakan alami yang telah dikenal dalam industri budidaya perikanan adalah larva udang (mysid), Artemia sp. dan rotifer (Branciolus rotiferrus) (Lubzens and Zmora, 2003). Namun, pakan alami tersebut memiliki kendala teknis dan ekonomis pada tataran aplikasi di masyarakat. Maka perlu upaya pengembangan pakan alami alternatif khususnya zooplankton untuk larva karnivora.
Salah satu zooplankton yang memiliki cakupan hidup yang luas serta sangat mudah ditemukan di berbagai perairan adalah kopepoda. Kopepoda merupakan hewan air golongan Crustacean yang hidup di laut lepas, perairan payau maupun perairan tawar (Humes, 1994). Selain mudah ditemukan di alam, penggunaan kopepoda sebagai alternatif pakan alami adalah didasarkan pada kandungan nutriennya yang sama atau bahkan lebih besar dari pakan alami Artemia sp. dan rotifer (Branciolus rotiferrus). Protein kopepoda berkisar antara 24-82% lebih besar bila dibanding dengan Rotifer yang kandungan proteinnya berkisar 28-63% dari berat kering (Kusmiyati, dkk, 2002). Menurut Toledo et al. (1999) kandungan EPA (Eicosapentaenoic Acid/Asam Lemak Esensial) pada kopepoda berkisar 9,25%, lebih tinggi daripada rotifer yang berkisar 8,26% area. Kandungan DHA (Docosahekxaenoic Acid/Asam Lemak) pada kopepoda lebih besar dari rotifer yakni 24,41% area pada kopepoda dan 0,17% area pada rotifer. Tingginya kandungan nutrien pada kopepoda diharapkan juga dapat menghasilkan perbaikan pertumbuhan dan mengurangi terjadinya abnormalitas pada larva ikan (Toledo et al., 1999).
Ordo kopepoda yang paling umum dicoba sebagai pakan alami adalah Calanoida, Harpacticoida dan Cyclopoida (Hunter, 1981) karena ketiga ordo tersebut paling dominan ditemui pada berbagai kondisi perairan (tawar dan laut) (Huys and Boxshall, 1991). Kemampuan beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan merupakan faktor yang dapat menunjang tingkat kelangsungan hidup ketiga ordo kopepoda tersebut (Huys and Boxshall, 1991). Sehingga ketiga ordo tersebut memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai sumber pakan alami alternatif budidaya perikanan (Chilmawati, dan Suminto, 2016.). Tiga genus anggota ordo tersebut telah ditemukan di tambak pecontohan milik BBRBLPP di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak yaitu Acartia spp. (Calanoida), Tisbe spp. (Harpacticoida)
dan Oithona spp. (Cylopoida). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti mencoba melakukan penelitian mengenai aspek biologi ketiga kopepoda tersebut dan hasil perbandiangan ketiganya pada saat dikultur massal untuk mengetahui mana diantara ketiganya yang memiliki potensi paling besar untuk dijadikan alternatif pakan alami pada larva ikan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga Agustus 2019 yang dilakukan di lingkungan Kementrian Riset dan Tekhnologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (RISTEK-BRIN) melalui Balai Besar Riset Budidaya Luat dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Br. Gondol, Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali.
Pengambilan sampel kopepoda dilakukan di tambak percobaan BBRBLPP di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupateen Buleleng, Bali. Proses identifikasi dilakukan di laboratorium biologi di lingkungan BBRBLPP.
Prosedur Penelitian
Pengambilan air pada tiap titik sampling dilakukan dengan menyaring air menggunakan pompa celup dengan daya 2400 Liter/jam, air dialirkan dan disaring menggunakan jaring plankton (ukuran 45 µm) berbentuk kantung (panjang 30 cm x lebar 15 cm). Pengambilan air pada setiap titik sampling dilakukan selama 4 jam, pada waktu siang hari (jam 09.00-13.00). Kondisi air pada ketiga kolam sampling relatif tergenang karena air masuk hanya ketika pasang. Sampel air dipindahkan ke dalam bak plastik berukuran 10 Liter untuk memisahkan partikel tersuspensi (penjernihan sampel) selama 10 – 15 menit. Endapan partikel tersuspensi dipisahkan dengan cara disipon.
Proses Identifikasi
Proses identifikasi ini ditujukan untuk memilih kopepoda yang jadi target yaitu Acartia spp. (Calanoida), Tisbe spp. (Harpacticoida) dan Oithona spp. (Cyclopoida). Identifikasi kopepoda dilakukan dengan melihat karateristik morfologis dari kopepoda yang teramati menggunakan buku identifikasi. Diambil sebanyak 50 ekor dari masing-masing kopepoda target yang telah masuk fase dewasa dipelihara selama 10 hari pada 3 beaker glass berbeda dengan volume 1 Liter yang diisi 750 ml air laut yang telah difilter dan diberi aerasi dengan pemberian pakan berupa pakan tepung larva ikan dan dipelihara selam 10 hari.
Data karakteristik kopepoda yang diamati meliputi perkembangan tubuh kopepoda setiap fase, morfologi tubuh (prosome), antenna, urosome dan bagian telur.
Selama pemeliharaan kopepoda pengamatan kualitas air dilakukan setiap hari meliputi suhu dan salinitas. Pengamatan setiap 3 hari sekali meliputi pH, Nitrat dan Nitrit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Kopepoda
Berdasarkan pengamatan karakteristik morfologi, diketahui bahwa dari ketiga jenis kopepoda yaitu Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp. memiliki ciri morfologis yang berbeda jelas yakni: bagian tubuh (prosome), antenna, urosome, segmen dan telur.
Tubuh (Prosome)
Gambar 1. Morfologi tubuh Acartia spp. (A), Tisbe spp. (B) dan Oithona spp. (C)
Acartia spp. memiliki bagian tubuh yang memanjang dengan bagian ujung kepala yang tumpul (A). Tisbe spp. (B) memiliki bentuk tubuh oval dengan bagian ujung kepala yang meruncing. Oithona spp. memiliki tubuh yang berbentuk oval dengan bagian ujung kepala yang tumpul. Ketigannya memiliki titik gelap pada ujung kepala (diantara antenna) yang merupakan organ penglihatan, namun pada Oithona spp. hanya terdapat satu titik gelap yang menjadi ciri ordo Cyclopoida.
Antenna
Gambar 2. Antenna pada Acartia spp. (A), Tisbe spp.
(B) dan Oithona spp. (C)
Acartia spp. (A) memiliki antenna yang panjangnya melebihi panjang tubuh dan terdapat serabut bulu disekitar segmennya. Jumlah segmen yang terdapat pada antenna Acartia spp. >25 segmen. Tisbe spp. (B) memiliki antenna hanya seukuran setengah panjang tubuhnya dan juga terdapat serabut bulu disekitar batas antar segmennya. Segmen yang dimiliki Tisbe spp. sejumlah <10 segmen. Pada Oithona spp. (C) panjang antenna seukuran dengan panjang tubuhnya dengan serabut halus yang lebih sedikit dibanding Acartia spp. dan Tisbe spp. namun dengan ukuran lebih panjang. Jumlah segmen yang terdapat pada antenna Oithona spp. >10. Urosome
Bagian urosome pada Acartia spp. (A) berjumlah 4 segmen yang telihat jelas. Pada segmen terakhir terdapat bagian yang bercabang dan pada ujung-ujungnya terdapat serabut-serabut bulu halus. Pada Tisbe spp. (B) bagian urosomenya memiliki 3 segmen yang pada segmen terakhirnya memiliki bagian yang bercabang dan terdapat serabut bulu tunggal yang panjangnya seukuran dengan tubuhnya. Oithona spp. (C) memiliki bentuk urosome yang
hampir sama dengan Acartia spp. namun dengan ukuran yang lebih kecil dengan jumlah segmen sebanyak 4 segmen yang tidak tampak jelas. Pada ujung segmen urosome terdapat bagian yang bercabang yang ditumbuhi serabut bulu halus.
Gambar 3. Urosome Acartia spp. (A), Tisbe spp. (B) dan Oithona spp. (C)
Telur
Pada Acartia spp. kantong telur terbagi menjadi 2 kantong yang melekat mulai dari segmen
Gambar 4. Telur pada Acartia spp. (A), Tisbe spp.
(B) dan Oithona spp. (C)
pertama Urosome hingga segmen keempat. Setiap kantong telur rata-rata memuat 7-8 telur. Kantong telur pada Tisbe spp. berupa kantong telur tunggal yang memiliki panjang 2 kali panjang urosome dan tumbuh mulai dari segmen pertamanya. Rata-rata kantong telur pada Tisbe spp. dapat menampung sebanyak 25-30 telur. Pada Oithona spp. telur tersimpan pada kantong 2 kantong telur yang tumbuh pada samping kiri dan kanan segmen kedua urosomenya hingga mencapai segmen ketiga. Rata-rata jumlah telur pada setiap kantong berkisar antara 57 butir telur.
Siklus hidup Acartia spp., Tisbe spp dan Oithona spp. Nauplii (usia 1-4 hari)
Perbesaran 60x Nauplii Acartia spp.
Perbesaran 60x Perbesaran 60x
Nauplii Tisbe spp. Nauplii Oithona spp.
Gambar 5. Fase nauplii ketiga kopepoda
Saat baru menetas fase kopepoda disebut nauplii. Pada fase ini bagian tubuh nya hanya berupa satu segmen (usia 1-2 hari) yang dilengkapi dengan sepasang antenna yang digunakan sebagai alat gerak dan penangkap makanan. Pada umur pemeliharaan mencapai 3-4 hari bagian antenna kedua mulai tumbuh, sedangkan pada antenna pertama telah mengalami penambahan panjang. Bagian yang nantinya menjadi urosome telah terlihat.
Kopepodit (usia 5-7 hari)
Gambar 6. Acartia spp. jantan dan betina.
Keterangan gambar: 16. Antenna yang memiliki tonjolan tempat spermatophore (jantan), 17.
Urosome, 18. Antenna yang tidak memiliki tonjolan (betina)
Saat umur kopepoda telah mencapai 5-6 hari, bagian tubuh kopepoda akan semakin bertambah sempurna ditandai dengan mulai terlihatnya beberapa bagian seperti tumbuhnya kaki dayung, antenna yang semakin panjang dan telah tumbuhnya bagian urosome.
Pada umur 6-7 hari Acartia spp. memasuki fase kopepodit, ditandai dengan telah sempurnanya alat gerak dan organ-organ yang berfungsi untuk menangkap makanan seperti antenna kedua dan mandible Pada bagian Metasome telah berkembang sempurna kaki dayung sebanyak 5 pasang. Bagian urosome terlihat telah memisah dari metasome dengan hanya 1-2 segmen yang telah muncul.
Pada umur 5-6 Tisbe spp. telah memasuki fase kopepodit ditandai dengan bentuk tubuh yang telah menyerupai bentuk tubuh dewaasa yakni bagian prosome yang telah berkembang sempurna berupa pemisahan kepala (cephalosome) (nomor 18) dan metasome (nomor 19), urosome juga telah terbentuk dengan 3-4 segmen dan disertai caudal rami pada ujungnya. Antenna pertama juga mengalami penambahan jumlah segmen. Pada umur 7 hari pertumbuhan berpusat pada penambahan ukuran tubuh dan juga mulai muncul organ-organ yang membantu proses kawin (mating). Pada fase ini organ reproduksi belum matang namun telah terbentuk di daerah sekitar segmen kedua pada urosome.
Umur 5-7 Oithona spp. memasuki fase kopepodit yang ditandai semua bagian tubuhnya telah lengkap namun belum mencapai ukuran maksimal. Bagian prosome telah mengalami pembagian yang jelas antara cephalosome dan metasome. Bagian urosome (nomor 23) telah terbentuk berupa 3-4 segmen.
Dewasa (usia 7-9 hari)
Gambar 7. Acartia spp. dewasa membawa 2 kantong telur di sisi kiri dan kanan urosomenya (nomor 4)
Saat mencapai umur 7-9 hari kopepoda akan masuk pada fase dewasa awal yang ditandai dengan telah lengkapnya organ tubuhnya, namun belum mencapai ukuran maksimum Pada umur 7 hari pertumbuhan Acartia spp. berpusat pada penambahan ukuran tubuh karena semua organ telah tumbuh, namun belum mencapai ukuran maksimal. Pada umur 8 hari Acartia spp. mulai masuk pada fase dewasa ditandai dengan telah lengkapnya segmen pada urosom sebanyak 4 segmen, ukuran tubuh yang telah mencapai maksimal (800 µm-1 mm) dan organ reproduksi yang telah matang. Pada jantan matangnya organ reproduksi ditandai dengan salah satu antenna pertama yang menggelembung. Indukan Acartia spp. dewasa mampu membawa telur 15–20 butir yang terbagi dalam 2 kantong telur dan melekat di bagian genital somite di area urosome.
Gambar 8. Tisbe spp. dewasa membawa telur.
Keterangan gambar:1. Organ penglihatan, 2. Antenna, 3. Kepala (Chepalosome), 4.
Metasoma, 5. Kaki dayung, 6. Kantong telur, 7. Setae
Pada umur 8 hari Tisbe spp. telah memasuki fase dewasa ditandai dengan telah lengkapnya segmen pada urosome yang berjumlah 4 segmen. Pada fase ini panjang antenna telah mencapai ukuran maksimal yang memiliki segmen >10 segmen dan hanya seukuran setengah panjan tubuhnya (prosome).
Pada umur 8 hari Oithona spp. telah masuk pada fase dewasa awal ditandai dengan bagian urosome yang telah memiliki 5 segmen dan munculnya organ genital dan segmen pada antenna yang telah lengkap.
Gambar 9. Oithona spp. dewasa membawa telur.
Keterangan gambar: 1. Kepala (Cephalosome), 2. Metasome, 3. Urosome, 4.
Prosome, 5. Setae, 6. Antenna, 7. Dua kantong telur, 8. Caudal rami
Pertumbuhan (panjang dan lebar) kopepoda
Hasil pengukuran pertumbuhan (panjang dan lebar tubuh) ketiga jenis kopepoda pada kultur laboratorium dari umur pemeliharaan ke-1 (fase nauplii) sampai dengan pemeliharaan ke-10 (fase induk/dewasa) ditampilkan pada gambar 9 dan gambar 10.
Gambar 10. Grafik pertumbuhan panjang tubuh kopepoda
Acartia spp. pada pemeliharaan hari kesatu menunjukkan nilai rata-rata 0.43 (±0,307) µm dan pada pemeliharaan hari kesepuluh 0,867 (±0,307) µm. Lonjakan penambahan panjang tubuh mulai terjadi pada pemeliharaan hari kelima dan terjadi penambahan ukuran lebar tubuh yang signifikan pada pemeliharaan hari kesembilan, pada akhir pemeliharaan ukuran lebar tubuh masih mengalami penambahan namun tak sebesar pada pemeliharaan kesembilan.
Tisbe spp. pada pemeliharaan hari kesatu menunjukkan nilai rata-rata 0,04 (±0,272) µm dan pada pemeliharaan hari kesepuluh 0,755 (±0,272) µm. Pada awal pemeliharaan hari kesatu hingga hari ketiga terlihat belum nampak penambahan panjang. Pertambahan panjang tubuh mulai terlihat pada pemeliharaan hari keempat dan penambahan panjang tubuh tertinggi terjadi pada pengamatan kesembilan. Pada akhir pemeliharaan panjang tubuh Tisbe spp. masih mengalami penambahan ukuran namun tidak sebesar pada pemeliharaan hari kesembilan.
Oithona spp. pada pemeliharaan hari kesatu menunjukkan rata-rata 0,03 µm (±0,143) µm dan pada pemeliharaan hari kesepuluh 0,488 (±0,143) µm. Pertumbuhan Oithona spp. cenderung lebih lambat ditandai dengan grafik yang terbentuk adalah melandai. Penambahan panjang tubuh mulai terlihat pada hari pemeliharaan keempat dan keenam. Mulai terjadi kembali penambahan panjang tubuh yang signifikan pada pemeliharaan hari kesembilan dan puncaknya pada hari pemeliharaan kesepuluh. Hal ini diduga karena pada hari ke-4 dan 5 kopepoda mulai berganti fase dari nauplii menuju fase kopepodit sedangkan pada usia pemeliharaan 7 dan 8 kopepoda mulai masuk pada fase dewasa/induk.
-■-Tisbe Spp.
Acartia Spp.
Oithona Spp.
Hari pemeliharaan
Gambar 11. Grafik pertumbuhan lebar tubuh kopepoda
Acartia spp. pada pemeliharaan hari pertama menunjukkan nilai rata-rata 0,43 (±0,115) µm dan pada pemeliharaan hari kesepuluh 0,369 (±0,115) µm. Lonjakan penambahan lebar tubuh mulai terjadi pada pemeliharaan hari kedua hingga akhir pengamatan. Lonjakan tertinggi pada lebar tubuh Acartia spp. terjadi pada pengamatan kesembilan dan pada akhir pengamatan masih mengalami penambahan ukuran.
Tisbe spp. pada pemeliharaan hari kesatu menunjukkan nilai rata-rata pertumbuhan 0,40 (±0,079) µm dan pada pemeliharaan hari kesepuluh berada pada nilai rata-rata 0,249 (±0,079) µm. Pertambahan ukuran lebar tubuh mulai terjadi pada hari pemeliharaan keempat dan terjadi lonjakan yang signifikan pada hari pemeliharaan kesembilan.
Oithona spp. pada pemeliharaan hari kesatu menunjukkan nilai rata-rata pertumbuhan 0,30 (±0,045) µm dan pada pemeliharaan hari kesepuluh berada pada nilai rata-rata 0,144 (±0,045) µm. Pertambahan ukuran lebar tubuh awal terjadi pada pemeliharaan hari keempat dan berangsur-angsur mengalami penambahan lebar tubuh hingga pada pemeliharaan hari kesepuluh tanpa adanya lonjakan signifikan.
Tabel 1. Pengamatan kualitas air selama penelitian
Parameter |
Kopepoda | ||
Acartia spp. |
Tisbe spp. |
Oithona spp. | |
Suhu (oC) |
27 |
27 |
27 |
Salinitas (ppt) |
30-31 |
30-31 |
30-31 |
pH |
8.5 |
8.5 |
8.5 |
Nitrat |
0 |
0 |
0 |
Nitrit |
0 |
0 |
0 |
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan ciri morfologi tubuh Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp. diketahui ciri yang paling menonjol antara ketiganya adalah bagian tubuh (prosome), antenna, urosome, segmen dan telur.
Berdasarkan hasil pengamatan dari awal hingga akhir (hari ke-10) dapat diketahui bahwa pada saat baru menetas (fase nauplii) ukuran Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp. relatif sama (panjang dan lebar). Pada fase kopepodit mulai terlihat perbedaan ukuran ketika memasuki kopepodit usia 2-3 hari namun tidak terlalu signifikan. Perbedaan yang cukup terlihat ketika kopepoda mulai masuk dalam fase dewasa yakni di hari pemeliharaan ke 7-8. Pada fase ini ukuran Acartia spp. bisa mencapai 2 kali lebih besar dari ukuran Oithona spp. dan mencapai ukuran maksimalnya pada pemeliharaan hari ke-10. Sedangkan grafik pertumbuhan ukuran tubuh Oithona spp. mulai menunjukkan stagnansi pada pemeliharaan hari kedelapan hingga Sembilan, kemungkinan pada usia pemeliharaan tersebut Oithona spp. telah mencapai ukuran maksimalnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga jenis kopepoda yang digunakan memiliki pola pertumbuhan yang hampir sama, yakni mulai mengalami lonjakan pertumbuhan ukuran pada hari keempat dan lima, dilanjutkan pada hari ketujuh sampai sembilan. Lonjakan pada usia pemeliharaan kesembilan terjadi karena pada usia pemeliharaan tersebut kopepoda mulai berganti dari fase kopepodit ke dewasa. Hal tersebut akan mendukung proses makan pada kopepoda sehingga terjadi lonjakan pertumbuhan panjang tubuh yang signifikan karena bertambahnya variasi makanan. Hal ini sesuai dengan laporan Schipp et al (1999) yang menyebutkan bahwa kecepatan pertumbuhan kopepoda berkaitan erat dengan variasi dan kelimpahan sumber pakan di perairan, dalam penelitiannya yang menggunakan Oithona similis diketahui bahwa populasi kopepoda yang diuji meningkat pada musim panas karena pada saat tersebut fitoplankton tumbuh dengan pesat dan paling rendah pada musim dingin. Namun pada musim semi pertumbuhan Oithona similis meningkat secara signifikan yang disebabkan selain karena melimpahnya fitoplankton namun juga meningkatnya zooplankton seperti golongan cilliata dan flagellata yang juga menjadi sumber makanan bagi kopepoda.
Hasil pengukuran kualitas air pada ketiga bak kultur kopepoda yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kualitas air kultur sangat mendukung untuk pertumbuhan kopepoda. Suhu yang didapat adalah 27 oC (untuk seluruh jenis kopepoda). Dalam Millione dan Zeng (2007) melaporkan bahwa suhu optimal pertumbuhan kopepoda di media kultur berkisar 2630 oC dengan toleransi pada rentang suhu 23-35 oC. Pengukuran salinitas selama penelitian menunjukkan rentang salinitas pada media kultur berkisar 30-31 ppt (untuk seluruh jenis kopepoda). Menurut Chinnery and Williams (2004) melaporkan bahwa salinitas optimal pada pemeliharaan Acartia spp. adalah 30-35 ppt. Sedangkan untuk Tisbe spp., salinitas optimum pada pemeliharaan skala massal dalam Milou (1993) adalah berkisar 38-35 ppt. Untuk Oithona spp. Aliah dkk. (2010) menyebutkan bahwa Oithona spp. dapat berkembang dengan optimal pada pemeliharaan skala laboratorium dengan rentang salinitas 26-33 ppt.
SIMPULAN
Ciri yang paling menonjol antara Acartia spp., Tisbe spp. dan Oithona spp. dapat digunakan untuk membedakan ketiganyaa -adalah bagian tubuh (prosome), antenna, urosome, segmen dan telur. kopepoda yang memiliki ukuran maksimal paling besar dan terkecil antara ketiganya adalah Acartia spp. dan Oithona spp. Kopepoda yang memiliki jumlah telur terbanyak untuk satu kali proses reproduksi adalah Tisbe spp. Kopepoda dengan panjang antenna dan jumlah segmen antenna terbanyak adalah Acartia spp. kopepoda dengan siklus hidup paling pendek adalah Oithona spp.
DAFTAR PUSTAKA
Reitan, K. I., J. R. Rainuzzo, G. Oie, and Y. Olsen. 1997. A Review of the Nutritional Effects of Algae in Marine Fish Larvae. Aquaculture, 155: 207-221.
Lubzens, E. and Zmora, O. (2003). Production and Nutritional Value of Rotifers. Live Feeds in Marine Aquaculture (ed. by J.G. Støttrup, J.G. and L.A. McEvoy). Blackwell Science, Oxford, UK.
Humes, A.G. 1994. How Many Copepods? Hydrobiologia, Vol. 292/293: 1-7.
Kusmiyati, D. Yaniharto, E. Juliaty, dan S. A. Indah. 2002. Kajian tentang Ukuran dan Kandungan Nutrisi Beberapa Jenis Pakan Alami yang Sesuai bagi Larva Ikan Kerapu. Majalah Ilmiah Analisa Sistem Edisi Khusus No. 4 Tahun IX.
Toledo, J.D., Golez, M.S., and Ohno, A. 1999. Use of Copepod Nauplii during Early Feeding Stage of Grouper Epinephelus Coioides. Fisheries Science. Vol. 65:390–397.
Hunter, J. 1981. Feeding Ecology and Predation of Marine Fish Larvae. Marine Fish Larvae: Morphology, Ecology, and Relation to Fisheries. University of Washington Press, Seattle, 33-77.
Huys, R. and Boxshall, G. A. 1991. Copepod Evolution. The Ray Society, New York.
Chilmawati, D., and Suminto. 2016. The Effect of Different Diet of Phytoplankton Cells on Growth Performance of Copepod, Oithona sp. in Semi-mass Culture. Aquatic Procedia 7(1): 39 – 45.
Schipp, G.R., Bosmans, J.M.P., Marshall, A.J. 1999. A Method for Hatchery Cultivation of Tropicalalanoid Copepods, Acartia sp. Aquaculture. 174, 81-88.
Milione, M. and Zeng, C. 2007. The Effects of Algal Diets on Population Growth and Egg Hatching Success of the Tropical Calanoid Copepod, Acartia sinjiensis. Aquaculture, 273: 656-664.
Chinnery, F. E., and Williams, J. A. 2004. The Influence of Temperature and Salinity on Acartia (Kopepoda: Calanoida) Nauplii Survival. Marine Biology, 145: 733-738.
Milou, H. 1993. Temperature, Salinity and Light Induced Variations on Larval Survival and Sex Ratio of Tisbe holothuriae Humes (Copepoda: Harpacticoida). Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. Vol. 173:95-109.
Aliah, R., S. Kusmayati, dan Yaniharto, D. 2010. Pemanfaatan Kopepoda Oithona sp. sebagai Pakan Hidup Larva Ikan Kerapu. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. Pusat Teknologi Produksi Pertanian. Jakarta.
DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2023.v11.i02.p10
236
Discussion and feedback