REKRUTMEN KARANG ALAMI SCLERACTINIA DI SEKITAR CORAL GARDEN NUSA DUA REEF FOUNDATION, NUSA DUA, BALI
on
SIMBIOSIS XI (2): 160-173 http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
Program Studi Biologi FMIPA UNUD
eISSN: 2656-7784
September 2023
REKRUTMEN KARANG ALAMI SCLERACTINIA
DI SEKITAR CORAL GARDEN NUSA DUA REEF FOUNDATION, NUSA DUA, BALI
RECRUITMENT OF SCLERACTINIA AROUND THE CORAL GARDEN NUSA DUA REEF FOUNDATION, NUSA DUA, BALI
Kezia Ruth Marganti Sitompul, Job Nico Subagio*, Luh Putu Eswaryanti
Kusuma Yuni*
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali.
* Email corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang memiliki peran penting bagi manusia. Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem terumbu karang terluas di dunia, namun tidak sedikit kondisi tutupan terumbu karang yang dinyatakan buruk. Nusa Dua merupakan salah satu perairan yang dipilih menjadi tempat dilakukannya upaya rehabilitasi karang. Upaya transplantasi karang serta perawatannya telah dilakukan oleh Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) di coral garden, Nusa Dua selama tujuh tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh coral garden terhadap rekrutmen di sekitarnya dengan melihat rekrutmen karang di kawasan sekitar coral garden NDRF. Rekrutmen karang diketahui dengan melihat jenis koloni rekrut dan densitasnya. Koloni rekrut ditentukan dengan menggunakan metode Underwater photo transect (UPT), kemudian dihitung densitasnya. Dari hasil penelitian ditemukan 25 koloni rekrut karang alami dari tujuh genus dan enam suku. Spesies rekrut yang ditemukan yaitu Goniastrea sp., Pocillopora damicornis, Porites sp., Stylophora sp.1, Stylophora sp.2, Galaxea fascicularis, Montipora digitate, Psammocora sp. Spesies yang paling banyak ditemui koloni karang rekrutnya adalah Pocillopora damicornis. Densitas karang rekrut secara keseluruhan sebesar 0,65 koloni/m2 yang tergolong rendah.
Kata kunci: Coral garden, terumbu karang, pantai Nusa Dua, rekrutmen terumbu karang, Scleractinia
ABSTRACT
Coral reefs are one of the ecosystems that have an important role for humans. Indonesia is a country that has the largest coral reef ecosystem in the world. However, the condition of coral reef cover that is declared to be poor is relatively not small. Nusa Dua is one of Indonesia’s coast chosen for coral rehabilitation. Coral transplantation and its maintenance have been carried out for seven years by the Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) at the coral garden, that is located in Nusa Dua. This study was conducted to determine the effect of coral garden on recruitment in the surrounding waters by observing the coral recruitment in the area around the NDRF’s coral garden. Coral recruitment was determined by observing the species of recruit and its density. Recruit colony were determined by using the Underwater photo transect Method (UPT). The study resulted that the overall recruit coral density was 0.65 colonies/m2 which was classified as low. The study found 25 colonies of natural coral recruits from seven genus and six families. The recruit species found were Goniastrea sp., Pocillopora damicornis, Porites sp., Stylophora sp.1, Stylophora sp.2, Galaxea fascicularis, Montipora digitate, Psammocora sp. The species that most commonly found was Pocillopora damicornis.
Keywords: Coral garden, coral reef, coral reef transplantation, Nusa Dua beach, Scleractinia
PENDAHULUAN
Karang atau coral merupakan hewan yang bersimbiosis dengan alga mikroskopik (Suharsono, 2008). Terumbu karang terbentuk dari karang batu yang termasuk dalam ordo Scleractinia. Scleractinia merupakan ordo karang yang mampu mensekresikan CaCO3. CaCO3 adalah senyawa pembentuk kerangka atau skeleton karang yang sering disebut dengan terumbu (Arini, 2013). Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting di Indonesia. Terumbu karang menyediakan habitat bagi biota laut lainnya. Terumbu karang juga menjadi pelindung alami pantai dari abrasi, serta sebagai sumber bahan makanan, obat dan suplemen bagi manusia. Masyarakat sekitar pesisir juga menjadikan terumbu karang sebagai sumber edukasi, penelitian, dan tempat wisata (Giyanto dkk., 2017).
Indonesia memiliki 2,5 juta hektar terumbu karang berdasarkan analisis citra satelit (Giyanto dkk., 2017). Terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi sangat baik sebanyak 6,56%, kategori baik sebesar 22,96%, kategori cukup sebesar 34,3 %, dan pada kategori buruk sebesar 36,18% yang merupakan persentase terbesar (Dirhamsyah, 2018). Persentase tertinggi pada kategori buruk menandakan tingginya tekanan yang dialami oleh terumbu karang di Indonesia.
Kerusakan terumbu karang baik secara lokal maupun global terjadi karena pertumbuhan dan perkembangannya terhambat akibat adanya gangguan. Gangguan terhadap terumbu karang dapat berupa penangkapan ikan berlebih, perikanan yang merusak, sedimentasi, polusi, dan perubahan iklim global (Rinduwati dkk., 2015). Peningkatan karbon dioksida di atmosfer akibat pembakaran minyak bumi juga memberi dampak negatif terhadap terumbu karang seperti pengasaman air laut dan pemutihan karang. Pariwisata, penyakit karang, hama dan spesies invasif, gangguan alami seperti badai dan tornado juga merupakan masalah lingkungan yang sering ditemukan di berbagai kawasan terumbu karang (Reid dkk., 2011).
Karang melakukan beberapa cara untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, seperti reproduksi dan rekrutmen karang. Reproduksi dan rekrutmen karang merupakan dua hal penting yang dapat menentukan kelangsungan dan ketahanan ekosistem terumbu karang (Rudi dkk., 2005). Reproduksi merupakan tahap pembentukan individu baru baik secara seksual maupun aseksual. Rekrutmen karang merupakan proses karang juvenil mengakhiri fase hidupnya sebagai organisme planktonik (planula) dan menjadi organisme bentik dengan cara menempel pada suatu substrat (Richmond, 1988).
Transplantasi karang merupakan salah satu upaya yang bertujuan untuk pemulihan terumbu karang yang rusak pada lokasi atau daerah tertentu (Sadili dkk., 2015). Salah satu lokasi yang telah dilakukan transplantasi karang yaitu perairan yang berada di depan hotel St. Regis yang termasuk dalam kawasan Pantai Mengiat di kawasan Nusa Dua, kabupaten Badung, Provinsi Bali. Nusa Dua Reef Foundation adalah lembaga swadaya masyarakat yang mengelola transplantasi karang ini yang kemudian disebut coral garden (taman karang) karena tingginya jenis dan kuantitas terumbu karang yang ditanam.
Perubahan terhadap kondisi perairan telah terlihat pada lokasi dilakukannya transplantasi karang di Coral garden Nusa Dua Reef Foundation yang berada di depan hotel St. Regis. Coral garden telah menjadi daya tarik bagi hewan laut lain di sekitar pantai tersebut. Meskipun manfaat dari transplantasi karang yang telah dilakukan selama tujuh tahun di coral garden sudah dapat dilihat
secara langsung, namun belum diketahui pengaruhnya terhadap tingkat rekrutmen karang di kawasan sekitarnya. Oleh karena itu, perlu diteliti tingkat rekrutmen di kawasan sekitar coral garden dan pengaruh coral garden terhadap tingkat rekrutmen di kawasan tersebut.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 09 Januari – 05 Februari 2022 di perairan sekitar Coral Garden Nusa Dua Reef Foundation yang berlokasi di kawasan perairan di depan hotel St. Regis Bali Resort Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali (S. 08°48’26.4 E. 115°13’55.4”). Coral garden berlokasi ±150 m dari pesisir pantai dengan kedalaman ±1,2 m saat surut dan ±3 m saat pasang dengan luas 800 m2. Pengamatan dilakukan di tiga titik transek yang berbeda, pengambilan data pada tiap transek dilakukan di hari yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengambilan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data rekrutmen juvenil karang alami. Data sekunder merupakan informasi yang diperoleh melalui jurnal, buku, ensiklopedia, maupun karya ilmiah.
Data koloni karang rekrut diperoleh dengan menggunakan metode Underwater Photography Transect (UPT), yaitu dengan cara melakukan snorkeling, menggunakan meteran yang dibentangkan sepanjang 50 m pada titik transek. Pada meter kesatu, frame berukuran 58x44 cm diletakkan di sebelah kiri meteran, kemudian difoto menggunakan kamera bawah air Olympus Tough (TG) 6 dengan jarak ±60 cm dari substrat dasar yang berada dalam frame. Foto meter kedua diambil di sebelah kanan meteran. Selanjutnya, untuk meter pada angka ganjil diletakkan di sebelah kiri meteran dan untuk meter pada angka genap diletakkan di sebelah kanan begitu seterusnya hingga meter ke-50.
Rekrutmen karang diketahui dengan mendata seluruh koloni rekrut yang ditemukan pada frame di dalam transek. Koloni rekrut adalah koloni karang dengan diameter kurang dari 10 cm. Ukuran koloni rekrut diukur dengan penggaris 15 cm.
Data suhu perairan sebagai data tambahan diambil bersamaan dengan pengambilan data menggunakan transek. Data diambil menggunakan kamera Olympus TG 6 yang dapat merekam suhu perairan ketika foto diambil. Suhu disetiap foto dicatat dan dihitung rata-ratanya.
Analisis Data
Tingkat rekrutmen pada coral garden diperoleh dari hasil pengambilan data rekrutmen alami yang dihitung dengan menggunakan rumus densitas menurut Engelhardt (2000). Perhitungan densitas dilakukan untuk mengetahui banyaknya koloni karang rekrut per meter persegi. Data suhu yang terekam dari 150 foto dicatat dan kemudian dicari rata-rata serta rentang suhunya.
HASIL
Rekrutmen Juvenil Karang Alami
Tingkat rekrutmen karang yang tinggi penting agar ekosistem terumbu karang dapat tetap
bertahan. Pada kawasan sekitar coral garden hanya ditemukan 25 koloni rekrut karang alami dari tujuh genus dan enam suku. Koloni karang rekrut yang ditemukan memiliki ukuran 1,5– 9 cm dengan kondisi koloni cukup beragam mulai dari yang sehat hingga adanya bagian koloni yang mati dan ditumbuhi alga. Spesies yang paling banyak ditemui adalah Pocillopora damicornis.
Koloni karang rekrut yang ditemukan memiliki kondisi yang berbeda-beda. Goniastrea sp. ditemukan satu koloni dengan koloni berukuran 3 cm, mengalami sedikit sedimentasi dan pemutihan di satu sisi. Pocillopora damicornis ditemukan 16 koloni rekrut dengan rentang ukuran koloni 2,8-9 cm, kondisi koloni beragam. Porites sp. diperoleh satu koloni dengan ukuran koloni 6,2 cm, menempel (encrusting) pada batu kecil sehingga mudah dipindahkan oleh arus/manusia dan lain-lain. Stylophora sp. 1 (angka 1 dan 2 pada spesies menandakan spesies yang berbeda) ditemukan dua koloni dengan ukuran koloni 2 dan 2,7 cm, kedua koloni terancam dengan adanya pertumbuhan turf algae dan sedimentasi. Stylophora sp. 2 ditemukan satu koloni dengan ukuran koloni 5cm, lifeform Berupa submassive, polip dapat terlihat dan sehat. Galaxea fascicularis diperoleh satu koloni dengan ukuran koloni 4,5 cm, polip terlihat jelas dan terdapat koloni karang dewasa di dekatnya. Montipora digitata diperoleh dua koloni dengan ukuran kedua koloni 3,5 cm, terdapat sedikit sedimentasi, dan pemutihan pada beberapa cabang dalam koloni. Psammocora sp. ditemukan satu koloni dengan ukuran koloni terkecil yaitu 1,5 cm, encrusting pada batu, kondisi sehat namun sekitar koloni ditumbuhi alga.
Tabel 1. Densitas jenis karang yang ditemukan koloni karang rekrut dalam transek
Spesies |
Densitas (koloni/m2) | |||
T I |
T II |
T III |
T I, II, II | |
Porites sp. |
0,078 |
0 |
0 |
0.026 |
Pocillopora damicornis |
0,470 |
0,548 |
0,156 |
0,418 |
Goniastrea sp. |
0,078 |
0 |
0 |
0,026 |
Stylophora sp. 1 |
0,078 |
0 |
0,078 |
0,052 |
Stylophora sp. 2 |
0 |
0,078 |
0 |
0,026 |
Galaxea fascicularis |
0 |
0 |
0,078 |
0,026 |
Montipora digitata |
0 |
0 |
0,156 |
0,052 |
Psammocora sp. |
0 |
0 |
0,078 |
0,026 |
Densitas koloni karang rekrut dari seluruh spesies yang ditemukan adalah 0,65 koloni/m2 yang tergolong rendah (Engelhardt, 2000). Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui berapa bayak koloni rekrut satu jenis karang dalam 1 meter persegi. Densitas setiap jenis karang yang ditemukan koloni karang rekrutnya dalam transek disajikan dalam Tabel 1.
Secara keseluruhan semua spesies yang ditampilkan pada Tabel 1 memiliki densitas yang sama pada setiap transek yaitu 0,078 koloni/m2, kecuali pada spesies Montipora digitate dan Pocillopora danicornis. Seperti juga terjadi pada persentase tutupan karang, P. damicornis memiliki densitas rekrutmen yang paling tinggi dibandingkan jenis lain yang ditemukan pada pengamatan. P. damicornis juga merupakan satu-satunya jenis yang ditemukan pada ketiga transek. Jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan pada setiap transek dan pada keseluruhan transek. Stylophora sp. 1 dan Montipora digitata adalah spesies kedua yang memiliki densitas tertinggi pada perairan, meskipun jenis ini hanya ditemukan dua koloni. Stylophora sp. 1 ditemukan pada transek I dan III. Montipora digitata hanya ditemukan pada transek III. Jenis lainnya memiliki densitas yang sama pada perairan yaitu 0,26 koloni/m2 dan hanya ditemukan pada salah satu transek.
PEMBAHASAN
Tingkat Rekrutmen Karang di Kawasan Sekitar Coral garden Nusa Dua Reef Foundation
Jumlah spesies pada perairan kawasan sekitar coral garden NDRF, Nusa Dua yaitu sebanyak delapan spesies. Spesies Pocillopora damicornis adalah yang paling banyak ditemukan koloni karang rekrutnya yaitu 16 koloni. Spesies ini merupakan salah satu spesies yang ditransplantasikan di coral garden oleh NDRF. Proses rekrutmen sangat ditentukan dengan proses penempelan larva (planula) ke substrat. Pocillopora damicornis adalah terumbu karang dengan metode reproduksi brooding. Terumbu karang yang melakukan proses reproduksi dengan brooding memiliki kemungkinan penempelan planula yang lebih tinggi dibandingan terumbu karang yang proses reproduksinya dengan spawning. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Dunstant dan Johnson (1998), Abrar (2000), Tamelander (2002), Rudi (2006), dan Rahman dkk. (2014) yang juga mendapatkan Pocillopora damicornis sebagai jenis yang paling banyak ditemukan koloni karang rekrutnya. Namun berbeda dengan penelitian Bachtiar (2000) yang melaporkan bahwa di kawasan Gili Indah, Lombok Barat spesies Acropora spp. lebih mendominasi rekrutmen karang.
Pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa suku Pocilloporidae merupakan suku yang paling banyak ditemukan koloni karang rekrutnya. Hal ini mendukung pernyataan Veron (2000) bahwa Pocilloporidae merupakan pionir karang di ekosistem yang keberadaannya menentukan keberhasilan rekrutmen jenis karang lainnya. Pocilloporidae merupakan karang yang dengan cepat mampu membangun koloni pada substrat baru, sehigga suku ini juga menjadi pionir karang pada substrat yang baru (Baird and Morse, 2004; Petersen et al., 2005). Spesies dari suku Pocilloporidae juga merupakan karang yang mampu melakukan reproduksi sepanjang tahun sehingga jenis ini memang hampir selalu mendominasi di berbagai lokasi perairan (Richmond, 1997; Golbuu and Richmond, 2007).
Spesies karang rekrut lainnya yang juga ditemukan karang dewasanya pada transek adalah Goniastrea sp. dan Galaxea fascicularis. Pada kawasan sekitar coral garden Nusa Dua, terlihat adanya koloni karang dewasa dari kedua spesies ini. Genus Goniastrea dan Galaxea termasuk dalam genus karang yang melakukan reproduksi dengan cara spawning. Karang dengan cara reproduksi spawning memiliki peluang penempelan planula lebih kecil dibandingkan dengan tipe brooding (Thamrin, 2017), sehingga adanya spesies karang dewasa yang sama di lokasi ini meningkatkan kemungkinan adanya rekrutmen spesies yang sama.
Montipora digitata adalah salah satu spesies kedua terbanyak yang ditemukan koloni karang rekrutnya yaitu dua koloni. Koloni karang dewasa spesies ini merupakan salah satu jenis yang ditransplantasikan di coral garden NDRF. Spesies Porites sp. dan Stylophora sp.2 yang ditemukan karang rekrutnya berbeda dengan spesies Porites sp. dan spesies Stylophora sp. yang ditransplantasikan oleh NDRF, maka dapat dikatakan kemungkinan spesies ini merupakan spesies yang berasal dari luar kawasan coral garden. Spesies Psammocora sp. juga bukan menjadi salah satu jenis yang teridentifikasi di coral garden NDRF maupun ditemukan karang dewasanya tumbuh secara alami di kawasan sekitar coral garden. Terdapat kemungkinan spesies-spesies tersebut merupakan spesies yang berasal dari luar kawasan sekitar coral garden, Nusa Dua. Stromberg and Larson (2017) menyatakan bahwa larva karang dapat bertahan delapan hingga 10 bulan pada fase planula yang sudah memiliki mulut. Larva karang juga dapat bermigrasi secara vertikal dengan kecepatan 0.5–0.7 mm s-1 serta memiliki toleransi terhadap perubahan salinitas sebesar 5psu. Beberapa dari hal tersebut dapat memungkinkan larva karang dari lokasi perairan yang berbeda dapat tumbuh di substrat perairan yang jauh dari koloni karang dewasanya. Berbeda halnya dengan spesies Stylophora sp. 1, spesies ini belum dapat diidentifikasi sebagai spesies yang sama atau berbeda dengan spesies dari genus Stylophora yang ditransplantasikan oleh NDRF karena adanya keterbatasan data spesies coral garden NDRF.
Koloni karang rekrut yang ditemukan memiliki ukuran berkisar 1,5 – 9cm. Kondisi koloni cukup beragam mulai dari yang sehat hingga adanya bagian koloni yang mati dan ditumbuhi alga. Rekrutmen karang juga dipengaruhi oleh kondisi terumbu karang yang dilewati arus menuju perairan tertentu. Jika terumbu karang yang dilewati arus memiliki kondisi yang baik, maka kemungkinan rekrutmen di perairan yang terkena arus tersebut akan baik, dan begitu sebaliknya (Rudi dkk., 2005). Pergerakan air seperti arus dan gelombang penting dalam proses perpindahan larva, zat hara, limbah, dan partikel sedimen. Perairan yang memiliki gelombang lebih kaya oksigen yang penting bagi pertumbuhan larva karang.
Berdasarkan hal tersebut, maka perairan yang tenang dan tidak bergelombang akan lebih rendah tingkat pertumbuhan larvanya (Rahman dkk., 2014) seperti pada perairan pantai Nusa Dua. Alga seperti filamentous / turf alga juga dapat mempengaruhi proses penempelan larva. Jika pada suatu area turf alga mendominasi maka akan mempersempit ruang dan menghalangi penempelan larva pada substrat area tersebut (Babcock and Mundy, 1996). Pada kawasan sekitar coral garden juga sering ditemukannya turf alga. Berdasarkan penelitian Beatty et al. (2018) juvenil karang juga memiliki tingkat kemungkinan bertahan hidup yang lebih rendah pada perairan yang memiliki tutupan makro alga tinggi dibandingkan perairan yang memiliki tutupan makro alga yang rendah dan tutupan karang yang tinggi. Ekosistem terumbu karang membutuhkan lingkungan yang rendah akan
nutrisi (Oligotrofik), karena perairan yang tinggi nutrisi cenderung menjadi lingkungan yang dimanfaatkan makro alga untuk tumbuh berlebihan dan akan menaungi karang (overshading). Perairan yang tinggi nutrient menjadi ancaman bahkan dapat membunuh terumbu karang (McCook et al., 2001).
Resiliensi ekosistem terumbu karang di dalam pemulihan populasi karang secara spasial maupun temporal dapat dilihat melalui densitas rekrutmen karang anakannya (Abrar, 2015). Densitas koloni karang rekrut dari seluruh spesies yang ditemukan adalah 0,65 koloni/m2 yang tergolong rendah (Engelhardt, 2000). Spesies yang densitasnya paling tinggi adalah Pocillopora damicornis dengan rentang densitas di setiap transek yaitu 0,1 hingga 0,5 koloni/m2. Hasil penelitian Abrar (2005), Siringoringo (2009), dan Bachtiar dkk. (2012) juga menemukan bahwa suku Pocilloporidae memiliki densitas rekrutmen yang lebih tinggi dari rekrutmen spesies lainnya. Jika dilihat pada keseluruhan transek maka P. damicornis memiliki tingkat densitas atau kepadatan koloni rekrut sebesar 0,42 koloni/m2 yang mana nilai ini juga tergolong rendah. Lokasi lain di Indonesia seperti Lombok (Abrar, 2000), Kepulauan Seribu (Rudi, 2006), Pulau Panjang, Nias, Sumatra Utara (Siringoringo, 2009), dan Wakatobi (de-Leon et al., 2013) juga telah dilakukan pengukuran densitas koloni karang rekrut. Pulau-pulau tersebut memiliki densitas rekrutmen 5-15 koloni/m2, yang termasuk dalam kepadatan golongan sedang hingga tinggi. Tahun 2006 dilakukan penelitian rekrutmen terumbu karang di lintang tinggi Amakusa di bagian barat dan selatan Jepang yang hasil penelitiannya menemukan densitas rekrutmen karang sebesar 2 koloni/m2 yang masuk dalam kategori rendah (Nozawa et al., 2006). Jika dibandingkan dengan penelitian tersebut densitas karang rekrut alami di kawasan perairan sekitar coral garden Nusa Dua Reef Foundation lebih rendah nilainya.
Terumbu karang yang tumbuh di daerah pesisir dan dekat dengan daratan memiliki ancaman yang lebih tinggi karena aktivitas manusia (Luthfi dkk., 2018) Aktivitas manusia yang merugikan pernah dilakukan di masa lalu di perairan Nusa Dua. Penambangan terhadap terumbu karang secara masal pernah dilakukan di Nusa Dua sehingga menyebabkan kondisi terumbu karang yang buruk saat ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari warga Nusa Dua bahwa di sekitar tahun 19501989 di perairan Nusa Dua dilakukan penambangan skala besar terhadap terumbu karang di lokasi ini. Terumbu karang diambil dalam jumlah besar dan terus-menerus untuk dijadikan kapur sebagai bahan bangunan. Bangunan hotel di area Tanjung Benoa dulunya merupakan tempat produksi kapur. Warga setempat bekerja sama dengan pihak pengusaha dari Jepang untuk memproduksi kapur (Mahardika, Kompri, 2021). Pernyataan yang sama juga diberikan oleh Laras (Kompri) yang merupakan staff NDRF. Hal ini merupakan alasan utama hilangnya sebagian besar ekosistem terumbu karang di perairan Nusa Dua dan banyaknya pecahan karang yang terlihat sebagai substrat perairan di lokasi ini seperti terlihat pada gambar 1. Adanya penambangan yang terjadi di masa lalu juga dibuktikan melalui foto udara coral garden Nusa Dua dan kawasan sekitarnya yang memperlihatkan adanya tutupan terumbu karang yang tidak rata dan berjarak satu dengan yang lain seperti pada gambar 2. Pada gambar 2 terlihat adanya lubang bekas galian dan sisa-sisa terumbu. Penambangan terhadap terumbu karang juga dibuktikan dengan adanya tembok-tembok Pura yang terbuat dari terumbu karang di pulau Bali seperti pada Pura Segara Sanur.
Gambar 1. Contoh substrat dalam transek dengan banyak pecahan karang serta alga merah.
Perairan Nusa Dua memiliki sejarah kondisi terumbu karang yang baik, serta air yang cukup bersih dengan adanya pengolahan limbah secara terpadu di lokasi ini yang termasuk ke dalam kawasan perhotelan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) untuk mengurangi resiko pencemaran. Tahun 2016 telah dilakukan penelitian oleh As-Syakur dkk. untuk mengetahui kondisi hidrologi perairan Nusa Dua. Penelitian tersebut menyatakan bahwa kondisi hidrologi perairan ini masih memenuhi batas toleransi yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Suhu yang diperoleh peneliti dari setiap foto data transek, perairan ini memiliki rentang suhu 27,2 °C – 29,3°C dengan rata-rata suhu perairan adalah 28,4°C.
Rata-rata suhu perairan yang diperoleh juga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 untuk habitat karang. Banyaknya spesies karang yang dapat tumbuh dengan kondisi yang baik pada coral garden (Gambar 3) menunjukkan bahwa terumbu karang yang ditransplantasikan di coral garden dapat menjadi bioindikator bahwa perairan ini cocok untuk pertumbuhan terumbu karang. Adanya soft coral atau karang lunak yang ditemukan (Gambar 4) menjadi indikator bahwa perairan Nusa Dua memiliki kondisi lingkungan yang cukup baik bagi pertumbuhan karang. Namun kondisi terumbu karang saat ini masih tergolong buruk dan belum menunjukkan adanya tingkat rekrutmen yang baik.
Gambar 2. Foto udara pantai di lokasi penelitian yang menunjukkan adanya sisa-sisa terumbu karang.
«&
(a) dan (b) adalah foto kondisi di kawasan sekitar coral garden NDRE (c), (d), (c), dan (I) adalah foto LoihIim di dalam arca coral garden NDRF.
Foto (f) milik Pariama Hutasoit
Gambar 3. Kondisi kawasan di dalam area coral garden NDRF dan kondisi kawasan di sekitar coral garden.
Gambar 4. Karang lunak yang ditemukan di dalam transek pada kawasan di sekitar coral garden NDRF
Rendahnya tingkat rekrutmen karang di lokasi ini meskipun koloni karang dewasa di coral garden sudah tersedia dapat disebabkan oleh beberapa hal. Sedimentasi yang tinggi dapat menyebabkan rendahnya kelimpahan rekrutmen karang disuatu lokasi (Febrian dkk., 2015). Selain sedimentasi, sedikitnya planula/larva anakan karang yang lewat atau beredar di lokasi ini dan kurangnya substrat yang cocok bagi planula untuk menempel pada dasar perairan dapat mempengaruhi tingkat rekrutmen karang (Subagio, 2020). Kelimpahan planula karang merupakan salah satu faktor penting dalam rekrutmen dan resiliensi pada suatu ekosistem terumbu karang (Connel dkk., 1997). Meskipun coral garden telah memiliki karang yang dewasa namun belum dapat diketahui apakah karang-karang tersebut sudah matang gonad untuk dapat menghasilkan anakan (Subagio, 2020).
Kondisi substrat yang sesuai juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat rekrutmen di suatu perairan. Jenis substrat, keras tidaknya substrat, dan posisi substrat akan mempengaruhi proses rekrutmen karang. Adanya mikroalga tertentu atau diatom serta bakteri tertentu pada suatu substrat juga dapat mempengaruhi proses penempelan planula karang (Richmond, 1997). Planula anakan karang membutuhkan substrat yang keras dan tidak bergerak karena arus. Jenis substrat pasir dan pecahan karang yang tinggi terlihat pada kawasan pantai Nusa Dua. Banyaknya pasir dan pecahan karang merupakan salah satu dampak negatif dari penambangan di masa lalu. Luasnya tutupan substrat pasir dan pecahan karang menandakan sedikitnya substrat yang sesuai bagi penempelan dan pertumbuhan planula. Pecahan karang dapat menjadi substrat yang lebih baik untuk penempelan planula karang jika pecahan karang tersebut ditumbuhi oleh coralline algae
dari genus Halimeda (Nugues dkk., 2006). Hal tersebut disebabkan karena alga tersebut dapat mengikat pecahan karang sehingga tidak mudah berpindah karena arus. Untuk mengetahui ada tidaknya substrat yang cocok bagi penempelan planula karang maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tipe substrat di perairan Nusa Dua untuk melihat kesesuaiannya bagi proses rekrutmen karang.
KESIMPULAN
Densitas karang rekrut alami pada perairan ini adalah 0,65 koloni/m2 yang tergolong rendah. Spesies karang Pocillopora damicornis adalah yang paling banyak ditemui baik koloni dewasa maupun rekrutnya. Pengaruh coral garden Nusa Dua Reef Foundation terhadap rekrutmen di kawasan tersebut dilihat dengan adanya spesies koloni karang anakan yang tidak ditemukan koloni dewasanya pada kawasan perairan sekitar coral garden namun ditemukan spesies yang sama pada coral garden.
SARAN
Penelitian rekrutmen karang Scleractinia di sekitar coral garden, Nusa Dua ini kiranya dapat dijadikan data awal mengenai rekrutmen karang di lokasi ini. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut penyebab utama perairan Nusa Dua sulit untuk kembali membaik kondisi terumbu karangnya. Penelitian menyangkut ketersediaan substrat yang sesuai bagi penempelan planula karang serta faktor fisika dan kimia perairan dapat membantu menggambarkan masalah di perairan ini. Observasi tahunan terhadap rekrutmen di perairan ini juga sebaiknya dilakukan untuk melihat ada tidaknya perkembangan yang terjadi terhadap tingkat rekrutmen dan dampak positif dari coral garden di lokasi ini
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Deny Suhernawan Yusup, Ibu Ni Made Suartini, dan Bapak I Ketut Ginantra atas saran dan masukannya untuk perbaikan artikel ini. Kepada Ibu Pariama Hutasoit atas bimbingan dan ijin selama proses penelitian dan staf NDRF atas segala bantuan yang diberikan, serta teman dan keluarga yang mendukung terselesaikannya artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar, M. 2000. Coral Colonization (Scleractinian) on Artificial Substrate at Sikuai Island, Bungus, Teluk Kabung Padang, West Sumatera: A Conservation Planning for Damaged Coral Reef. Prosiding Loka Karya Pengelolaan dan Iptek Terumbu Karang Indonesia; Jakarta, 22-23 November 1999. Jakarta. LIPI: 173-176.
Abrar, M. 2005. Pemulihan Populasi Karang Setelah Pemutihan Di Perairan Sipora, Kepulauan
Mentawai, Sumatera Barat. Widyariset. 8(1). 60-72.
Abrar, M. 2015. Karang Keras Rekruitmen (Scleractinia) Di Perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 41 (2). 133-147
Arini, D. I. D. 2013. Potensi Terumbu Karang Indonesia“Tantangan Dan Upaya Konservasinya”. INFO BPK Manado. 3.2. 147-173.
As-Syakur, A. R. dan Wiyanto, D. B. 2016. Studi Kondisi Hidrologis Sebagai Lokasi Penempatan Terumbu Buatan di Perairan Tanjung Benoa Bali. Jurnal Kelautan. 9. 1. 85-92.
Babcock, R. dan C. Mundy. 1996. Coral Recruitment: Consequences of Settlement Choice for Early Growth And Survivorship In Two Scleratinians. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 206. 179-201.
Bachtiar, I. 2000. Promoting Recruitment of Scleractinian Corals Using Artificial Substrate In The Gili Indah, Lombok Barat, Indonesia. The Ninth International Coral Reef Symposium. Bali 1: 425-430
Bachtiar, I., Abrar, M., dan A. Budiyanto. 2012. Rekrutmen Scleractinia di Perairan Lembata, Nusa Tenggara Timur. Indonesian Journal of Marine Science. 17 (1). 1-7
Baird, A. H. and Morse, A. 2004. Induction of Metamorphosis in Larvae of Brooding Corals Acropora palifera and Stylophora pistillata. Marine and Freshwater Research. 55. 469-472.
Beatty, D. S., Clements, C. S., Stewart, F. J., and Hay, M. E. 2018. Intergenerational Effects Of Macroalgae On A Reef Coral: Major Declines In Larval Survival But Subtle Changes In Microbiomes. Marine Ecology Progress Series. 589. 97–114.
de-Leon, P.S., Dryden, C., Smith, D.J., and Bell, J.J. 2013. Temporal and Spatial Variability in Coral Recruitment on Two Indonesian Coral Reefs: Consistently Lower Recruitment to a Degraded Reef. Marine Biology. 160(1). 97-105
Dirhamsyah, M. A. 2018. LIPI: Status Terkini Terumbu Karang Indonesia 2018. Terdapat pada http://lipi.go.id/siaranpress/lipi:-status--terkini-terumbu-karang-indonesia-2018-/21410.
Diakses pada tanggal 16 Juli 2019.
Dunstan, P. K. and P. R. Johnson. 1998. Spatio-Temporal Variation In Coral Recruitment At Different Scale On Heron Reef, Southern Great Barrier Reef. Coral Reef. 17. 71-81.
Engelhardt, U. 2000. Monitoring Protocol for Assesing the Status and Recovery Potential of Scleractinian Coral Communities on Reef Effected by Mayor Ecological Disturbances. Australia: Reefcare International
Febrian, Suparno, dan Efendi. 2015. Kajian Rekruitmen Karang Batu Pada Zona Inti Dan Zona Pemanfaatan Di Pulau Air Kawasan Konservasi Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh Dan Laut Di Sekitarnya. Prosiding Hasil-Hasil Penelitian Mahasiswa. 8. 2. 1-13.
Golbuu, Y., and Richmond, R. H. 2007. Substratum Preferences in Planula Larvae of Two Species of Scleractinian Corals, Goniastrea rotiformis and Stylaraea punctata. Marine Biology. 152(3). 639- 644.
Giyanto. 2013. Metode Transek Bawah Air Untuk Penilaian Kondisi Terumbu Karang. Oseana. 38 (1). 47-61.
Giyanto, M. Abrar., Hadi. T. A., Budiyanto. A., Hafizt. M., Salatalohy, A., dan M. Y. Iswari. 2017. Status Terumbu Karang 2017. COREMAP-CTI Pusat
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 51. 2004. Baku Mutu Air Laut.
Luthfi, O. M., Rahmadita, V. L., dan Setyohadi, D. 2018. Melihat Kondisi Kesetimbangan Ekologi Terumbu Karang di Pulau Sempu, Malang Menggunakan Pendekatan Luasan Koloni Karang Keras (Scleractinia). Jurnal Ilmu Lingkungan. 16 (1): 1-8.
McCook, L. J., Tompa, J., dan Diaz-Pulilo, G. 2001. Competition between corals and algae on coral reefs: a review of evidence and mechanism. Coral reef. 19. 400-417
Nozawa, Y., Tokeshi, M., and Nojima, S. 2006. Reproduction and Recruitment Of Scleractinian Corals In A High-Latitude Coral Community, Amakusa, Southwestern Japan. Marine Biology. 149. 1047-1058.
Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2015. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Dan Ekosistem Terkait Lainnya Coremap CTI Kabupaten Sikka. Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur: Coral Reef Information and Training Center Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Rahman, A., Haris, A., dan Jamaluddin. 2014. Pola Rekrutmen Karang Scleractinia Pada Kondisi Lingkungan Berbeda. Jurnal Sains dan Teknologi, Desember 2014. 14. 3:209 – 219.
Reid, C., Marshall, J., Logan, D. dan Kleine, D. 2011. Terumbu Karang dan Perubahan Iklim. Coral Watch, The University of Queensland. Brisbane, Australia.
Richmond, R. 1988. Competency and Dispersal Potential of Planula Larvae of Aspawning Versus A Brooding Coral. Proceedings of the 6th Internaional Coral Reef Symposium Australia. 2. 827-831
Richmond, R. H. 1997. Reproduction, and Recruitment in Corals: Critical Links in the Persistence of Reef. Life and Death of Coral Reefs. New York: Chapman & Hall. 8:175-196
Rinduwati. R., Lapon, Y., Prabuning, D., Simorangkir, O. R., Putra, M. I. H., Fajariyanto, Y., dan Purwanto. 2015. Standar Operasional Prosedur Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Taman Nasional Perairan Laut Sawu. Kupang: Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang.
Rudi, E., Soedharma, D., Sanusi, H. S., dan Pariwono, J. L. 2005. Affinitas Penempelan Larva Karang (Scleractinia) Pada Substrat Keras. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 12 (2). 129-137.
Rudi, E. 2006. Rekruitmen karang (skleraktinia) di ekosistem terumbu karang Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Disertasi (tidak dipublikasikan). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sadili, D., Sarmintohadi., Ramli, I., Rasdiana, H., Sari, R. P., Miasto, Y., Prabowo., Monintja. M., dan Tery. N., Annisa. S. 2015. Pedoman Rehabilitasi Terumbu Karang (Scleractinia). Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut.
Siringoringo, R. M. 2009. Potensi Pemulihan Komunitas Karang Setelah Kejadian Gempa dan Tsunami Di Pulau Nias, Sumatera Utara. Thesis (Tidak Dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Stromberg, S. M., and Larsson, A. I. 2017. Larval Behavior and Longevity in the Cold-Water Coral Lophelia pertusa Indicate Potential for Long Distance Dispersal. Frontiers in Marine Science. 4. 1-14
Suadyana. W. 2019. Nusa Dua VS Sanur – Yang Mana Anda Pilih Untuk Tempat Menginap?.
Terdapat pada https://www.rentalmobilbali.net/nusa-dua-vs-sanur-yang-mana-anda-pilih-untuk-tempat-menginap/. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2019.
Subagio, J. 2020. Rekrutmen Karang Di Sekitar Kebun Karang Nusa Dua. Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Denpasar. (Karya Ilmiah). Tidak Dipublikasikan.
Subagio, J. 2018. Rekrutmen Karang Scleractinia Di Paparan Terumbu Pantai Nihi Watu Sumba Barat NTT. Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Denpasar. (Karya Ilmiah). Tidak Dipublikasikan.
Suharsono. 2008. Jenis-Jenis Karang Di Indonesia. Jakarta: LIPI Press, anggota Ikapi.
Suparno, Efendi, Y., Arlius, Eriza, M., Bukhari, Samsuardi, Yennafri, dan Arafat, M. Y. 2021. Penilaian Indeks Kesehatan Terumbu Karang di TWP Selat Bunga Laut, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Jurnal Kelautan Tropis Maret 2021. 24(1):71-80
Tamelander, J. 2002. Coral recruitment following a mass mortality event. Ambio., 31: 551-557
Thamrin. 2017. Karang: Biologi, Reproduksi & Ekologi. Pekanbaru: UR Press Pekanbaru.
Veron, J. 2000. Corals Of the World First Edition. Townsville: Australian Institute of Marine Science
DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2023.v11.i02.p04
173
Discussion and feedback