SIMBIOSIS XI (2): 138-148

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

eISSN: 2656-7784

September 2023

INTERPRETASI EKOWISATA OLEH PEMANDU WISATA/ PRAMUWISATA PADA DAYA TARIK WISATA MANGROVE TOUR DI BALI

INTERPRETATION OF ECOTOURISM BY TOUR GUIDE ON MANGROVE TOUR ATTRACTIONS IN BALI

Ismi Aliya Izaati1, A.A. Gde Raka Dalem,2, Martin Joni1

Email: [email protected];

  • 1Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Udayana, Bali.

  • 2Lab. Ekologi/Lingkungan, Prodi Biologi, FMIPA & Pusat Unggulan Pariwisata, Universitas Udayana, Bali; email: [email protected];

[email protected]

ABSTRAK

Ekowisata merupakan kegiatan pariwisata yang memfokuskan terhadap konservasi alam, kelestarian lingkungan serta pemberdayaan masyarakat setempat. Ekowisata mangrove tour dapat mengedukasi pengunjung tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Pemandu wisata/pramuwisata memegang peranan penting dalam pemberian edukasi tersebut melalui interpretasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dari interpretasi yang diberikan oleh pemandu wisata/pramuwisata terhadap pengunjung, serta tipe interpretasi dan sarana interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata/pramuwisata ekowisata mangrove tour di Bali. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya (Tahura Ngurah Rai) dan Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) Bali antara bulan Januari-Juni 2022. Metode yang digunakan adalah observasi, pemeriksaan dokumen dan wawancara. Pemandu yang diwawancara sebanyak 26 orang, serta penyebaran kuesioner kepada wisatawan sebanyak 50 orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tipe interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata Tahura Ngurah Rai dan HPI Bali sebanyak 9 tipe, sarana interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata Tahura Ngurah Rai sebanyak 15 sarana, dan HPI sebanyak 15 sarana. Kualitas interpretasi pemandu wisata Tahura Ngurah Rai adalah baik (skor 77%) dan pemandu wisata HPI Bali adalah baik (skor 75%). Kepuasan wisatawan terhadap pemandu wisata dan interpretasi yang diberikan pemandu wisata adalah sangat baik (skor 84,4%). Aspek yang berpengaruh terhadap kualitas interpretasi pemandu wisata antara lain adalah pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan edukasi terhadap wisatawan dan pemandu wisata tentang pentingnya kualitas interpretasi terhadap persepsi dan sikap wisatawan ekowisata mangrove tour.

Kata kunci: ekowisata, mangrove, interpretasi, pemandu wisata, pramuwisata

ABSTRACT

Ecotourism is an activity that focuses on nature conservation, environmental sustainability and local community empowerment. Mangrove ecotourism educate visitors about the importance of preserving nature. Tour guides play important role in providing education through interpretation. This study aims to determine the quality of the interpretation given by the tour guide to visitors, as well as the type of interpretation and interpretation facilities used by the tour guide. The research was conducted at Taman Hutan Raya (Tahura Ngurah Rai), and HPI Bali from January – June, 2022. The methods used are observation, documents examination and interviews. The interviewed guides were 26 people, and distributing questionnaire to 50 tourists. This study found that the types of interpretations that are used by Tahura Ngurah Rai tour guides and HPI are 9 types, interpretation facilities that are used by Tahura Ngurah Rai tour guides are 15 facilities and HPI as many as 15 facilities. The

interpretation quality of Tahura Ngurah Rai tour guides was good (score 77%) and HPI tour guides was also good (score 75%). The tourist's satisfaction was excellent (score 84.4%). Aspects that affect the quality of tour guide interpretation include education, training, and experience. The expected benefits of this research was it could educate tourists and tour guides about importance of quality interpretation on tourists’ perceptions and attitudes.

Keywords: ecotourism, mangrove, interpretation, tour guide

PENDAHULUAN

Industri pariwisata bergerak di bidang jasa dan pelayanan (Ridlwan dkk., 2017). Industri pariwisata memiliki ketergantungan terhadap kondisi lingkungan dan sangat rawan akan kerusakan lingkungan (Urbanus dan Febianti, 2017). Pariwisata terkenal sebagai komoditi utama bagi perekonomian Bali. Pulau Bali merupakan destinasi utama yang sangat diminati oleh para wisatawan lokal dan mancanegara (Disparda Bali, 2012). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2021) peningkatan terjadi setiap tahun yaitu dari 4.001.835 orang pada tahun 2015 hingga 6.275.210 pada tahun 2019. Penurunan jumlah wisatawan terjadi pada tahun 2020 menjadi sebanyak 1.069.473 pengunjung akibat pandemi Covid-19.

Perkembangan industri pariwisata dapat menyebabkan dampak positif maupun negatif. Dampak negatif yang marak terjadi yaitu munculnya permasalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan yang terjadi antara lain banyaknya sampah berserakan di sepanjang garis pantai dan hutan mangrove yang dihasilkan oleh wisatawan tidak bertanggungjawab (Lestyono, 2010). Sampah-sampah tersebut juga berasal dari sungai yang tercemar akibat pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri tanpa pengolahan yang baik dan benar (Purnaya dan Semara, 2018). Kumpulan sampah dan limbah tersebut akhirnya bermuara di pantai. Selain sampah, permasalahan lain yang dihadapi adalah alih fungsi lahan hutan, seperti alih fungsi mangrove untuk membangun sarana dan prasarana pariwisata. Lahan hutan mangrove tersebut dialihfungsikan menjadi tempat pembuangan limbah, pabrik, jalan tol, perluasan area bandara, hingga reklamasi Pulau Serangan (Andika et al., 2018).

Mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang hidup dan teradaptasi di zona intertidal, serta memiliki kemampuan khusus. Kemampuan khusus yang dimiliki mangrove yaitu dapat hidup dalam kondisi tanah tergenang, tanah kurang stabil dan tingkat salinitas yang tinggi (Noor dkk., 2012).

Ekowisata adalah konsep yang mengupayakan pelestarian alam dan keberlanjutan (sustainability) dengan nilai budaya lokal dan memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat dan pemerintah sekitar (Hadinata dkk., 2020). Berikut adalah prinsip-prinsip dari ekowisata daerah Bali menurut Dalem (2004):

  • 1.    Memiliki kepedulian, komitmen serta tanggung jawab terhadap konservasi alam dan warisan budaya.

  • 2.    Menyediakan interpretasi yang memberikan kesempatan agar wisatawan dapat menikmati alam dan meningkatkan kecintaan terhadap alam.

  • 3.    Memberdayakan serta berkontribusi secara terus menerus (kontinyu) terhadap masyarakat setempat.

  • 4.    Peka dan menghormati nilai sosial budaya serta tradisi agama setempat.

  • 5.    Menaati peraturan serta undang-undang yang berlaku.

  • 6.    Pengembangan didasarkan oleh musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat.

  • 7.    Konsisten dalam memberikan kepuasan terhadap konsumen/wisatawan.

  • 8.    Pemasaran dilakukan secara bertanggungjawab, jujur, dan akurat sehingga memenuhi harapan.

  • 9.    Sistem pengelolaan yang seimbang dan serasi sesuai dengan konsep Tri Hita Karana.

Konsep ekowisata muncul karena dorongan dari berbagai pihak terhadap penyelenggara pariwisata. Dorongan tersebut menghasilkan ide berupa pariwisata berkelanjutan, serta komitmen untuk melestarikan lingkungan demi kelanjutan dari usaha mereka. Faktor penting yang dapat mendorong perilaku kunjungan ekowisata yaitu pemberian pemahaman/interpretasi serta promosi yang tepat. Perilaku kunjungan ekowisata merupakan tindakan yang dilakukan oleh wisatawan secara sadar untuk mengurangi dampak negatif dari pariwisata konvensional dan memiliki kesadaran serta mendukung konsep keberlanjutan (misal dalam ekowisata) (Sharma dan Sharma, 2013).

Terdapat 4 aspek yang wajib dipertimbangkan serta diperhatikan dalam melaksanakan ekowisata, yakni kealamiahan alam, konsep keberlanjutan, grup-grup kecil sebagai pelaku ekowisata, serta pemberian edukasi terhadap wisatawan (interpretasi) (Lorant, 2011). Interpretasi dalam ekowisata adalah proses pemberian edukasi (berupa komunikasi) untuk membentuk suatu ketertarikan baik secara intelektual maupun emosional serta ketertarikan pendengar terhadap sumber daya yang terdapat di suatu wilayah.

Akibat dari perkembangan pariwisata serta aktivitas manusia di sekitar wilayah hutan mangrove, kesadaran untuk menjaga lingkungan terutama hutan mangrove sangat diperlukan karena mangrove memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Pemberian edukasi tentang mangrove (berupa interpretasi) merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesadaran terhadap kelestarian mangrove serta meningkatkan kepuasan wisatawan. Pemandu wisata memiliki fungsi untuk menyampaikan edukasi berupa interpretasi tersebut terhadap wisatawan, yang diharapkan dapat mengubah cara pandang wisatawan serta meningkatkan kecintaan wisatawan terhadap hutan mangrove.

METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali dengan melibarkan para pemandu wisata/pramuwisata yang ada di Bali. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Juni 2022.

Alat dan bahan

Alat dan bahan yang dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah perekam suara, kertas berisi kuesioner, serta alat tulis. Pemandu wisata yang diwawancarai sebanyak 26 orang, 13 berasal dari Tahura Ngurah Rai, baik yang berada di Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan maupun yang berada di Ekowisata Kampoeng Kepiting, serta 13 responden dari pemandu wisata Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) Bali. Penyebaran kuesioner terhadap wisatawan sebanyak 50 orang.

Pengambilan data

Wawancara pemandu wisata dari Tahura Ngurah Rai dilakukan di kantor Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan, wawancara pemandu Ekowisata Kampoeng Kepiting dilaksanakan di Jl. Bypass Ngurah Rai, Tuban, serta wawancara pemandu HPI melalui media daring maupun luring. Metode yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ini adalah metode observasi, wawancara, pemeriksaan dokumen. Informan (responden) dipilih dengan menggunakan metode accidental sampling. Pemandu wisata yang ditemui di lapangan dan memenuhi kriteria dijadikan informan.

Kualitas interpretasi dari pemandu wisata/pramuwisata di Tahura Ngurah Rai dinilai dari aspek kepribadian, keramahan, kesopanan, kejujuran, kepedulian dan lain-lain sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan mengenai mangrove dan keunikannya. Kelengkapan sertifikat serta berkas-berkas penting lainnya juga diperhatikan.

Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data hasil wawancara dan penyebaran kuesioner mengenai tipe–tipe interpretasi ditabulasikan, kemudian diberikan uraian secara deskriptif kualitatif apabila diperlukan. Data hasil wawancara dan penyebaran kuesioner mengenai sarana interpretasi dianalisis persis seperti data tipe interpretasi. Tipe interpretasi dan sarana interpretasi penelitian ini mengacu pada Jenkins (2009). Data disampaikan dengan menggunakan persentase dan uraian/deskriptif.

Data kualitas interpretasi dianalisis melalui tiga aspek, yaitu kepemilikan sertifikat yang wajib bagi pemandu wisata, persentase penguasaan materi dan pengetahuan, keterampilan serta sikap dari pemandu wisata tersebut. Ketiga aspek tersebut akan menentukan nilai interpretasi dari para pemandu wisata, dengan kategori nilai 85%-100% sangat baik, 75%-84% baik, 65-74% cukup, dan persentase <65% dianggap buruk/tidak memenuhi kriteria ekowisata. Kualitas interpretasi pada penelitian ini mengacu pada Dalem (2004) dan Tilden (2007). Data hasil wawancara dan penyebaran kuesioner tersebut nantinya akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemandu wisata yang dijadikan informan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 26 orang, 13 orang berasal dari pegawaI atau pekerja di Tahura mangrove dan 13 pemandu berasal dari HPI Bali (pemandu berlisensi). Gabungan dari pemandu wisata kantor mangrove dan HPI selanjutnya akan disebut sebagai pemandu wisata mangrove tour Bali. Tipe interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove dan pemandu wisata HPI disajikan pada Tabel 1.

Tipe interpretasi pemandu wisata mangrove tour Bali

Tipe interpretasi yang sering digunakan oleh pemandu wisata mangrove tour Bali adalah tipe interpretasi guided tour, point duty, roving interpretation, dan bicara (lecture or talk). Tipe interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove sebanyak 9 tipe. Tipe interpretasi yang sering digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove sebanyak 5 tipe interpretasi, yaitu guided tour, point duty, roving interpretation, interaktif, dan bicara (lecture or talk). Pemandu wisata kantor mangrove biasanya memandu dalam kelompok jumlah besar.

Wisatawan Tahura Ngurah Rai mayoritas memiliki tujuan untuk education tour (tur edukasi) dan ecotourism (ekowisata).

Tabel 1. Tipe Interpretasi yang Digunakan oleh Pemandu Wisata Mangrove Tour di Bali

No

Tipe Interpretasi

Pemandu Wisata Kantor Mangrove

Pemandu Wisata HPI

Jumlah sampel yang menggunakan

Jumlah Sampel yang menggunakan

(da ri total 13)

(dari total 13)

1

Guided tour

12

12

2

Point duty

12

12

3

Roving

Interpretation

12

12

4

Presentasi

11

5

5

Demonstrasi

10

8

6

Living history

7

8

7

Interaktif

12

11

8

Bicara (Lecture or talk)

12

12

9

Drama

3

2

Hal tersebut menyebabkan penggunaan tipe interpretasi guided tour banyak digunakan. Berdasarkan pendapat dari para pemandu wisata kantor mangrove dan HPI yang diwawancarai, tipe interpretasi point duty dan roving interpretation merupakan tipe interpretasi paling efisien dalam memandu kelompok. Penyampaian interpretasi dengan berbicara juga mempermudah pemandu dalam menyampaikan interpretasi karena tidak memerlukan banyak peralatan.

Pengunjung Ekowisata Kampoeng Kepiting Bali memiliki tujuan beragam, mulai dari ecotourism, education tour, maupun nature tour (wisata alam). Hal tersebut dibuktikan dengan tersedianya berbagai macam paket tur yang ditawarkan, seperti tur pelepasan bibit kepiting, paket keramba mangrove tour, mangrove education tour, canoe and clean mangrove tour, mangrove tour, canoe fishing mangrove, dan fishing mangrove with traditional boat (Suta dan Mahagangga, 2017).

Tipe interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata HPI sebanyak 9 tipe. Tipe interpretasi yang banyak digunakan pemandu HPI sebanyak 5 tipe, yaitu guided tour, point duty, roving interpretation, interaktif, dan bicara (lecture or talk). Pemandu wisata HPI seringkali memandu wisatawan asing, terutama dari Jepang. Indonesia pernah menjalin kerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) (Kedutaan Besar Jepang, 2003). Tipe interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata HPI memiliki kesamaan dengan tipe interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove. Hal tersebut dikarenakan pemandu wisata kantor mangrove dan HPI saling bekerjasama, dimana wisatawan diarahkan ke kantor mangrove Tahura Ngurah Rai yang terdapat museum, galeri dan diorama. Wisatawan yang telah mengunjungi kantor mangrove kemudian diarahkan menuju jalur trekking mangrove dan dipandu oleh pemandu wisata dari HPI.

Tipe interpretasi yang paling jarang digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove dan pemandu wisata HPI adalah drama. Berdasarkan hasil wawancara, tipe interpretasi ini jarang digunakan karena membutuhkan banyak waktu untuk persiapan pementasan drama.

Sarana interpretasi pemandu wisata mangrove tour Bali

Sarana interpretasi yang digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove dan HPI disajikan pada Tabel 2. Sarana interpretasi yang sering digunakan oleh pemandu wisata mangrove tour Bali adalah print (sarana cetak), dan pameran. Sarana interpetasi yang digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove sebanyak 15 jenis. Sarana interpretasi yang

sering digunakan oleh pemandu wisata kantor mangrove sebanyak 3 jenis, yaitu print (sarana cetak), papan interpretasi, dan video. Sarana cetak digunakan untuk memberi informasi singkat tentang mangrove sebelum dijelaskan lebih lanjut oleh pemandu wisata. Sarana berupa papan interpretasi merupakan sarana yang terdapat pada Tahura Ngurah Rai Bali dan Ekowisata Kampoeng Kepiting yang letaknya strategis (dalam jalur trekking) dan mudah untuk dicapai. Contoh dari papan interpretasi yang tersedia di jalur trekking mangrove Tahura Ngurah Rai adalah pengenalan (introduction) tentang mangrove. Sarana berupa video digunakan untuk membangkitkan semangat serta antusiasme wisatawan, dan juga merupakan salah satu sarana yang mudah untuk didapatkan di masa kini. Sarana interpretasi yang jarang digunakan adalah media repeater dan closed circuit TV (CCTV). Sarana interpretasi media repeater tidak ditemukan pada kantor mangrove Tahura Ngurah Rai dan Ekowisata Kampoeng Kepiting, sedangkan closed circuit TV (CCTV) tersedia namun tidak digunakan sebagai sarana interpretasi. Sarana interpretasi lainnya selain yang disebutkan di atas adalah buah mangrove serta olahan dari buah dan bunga mangrove. Sarana interpretasi tersebut digunakan oleh pemandu wisata Ekowisata Kampoeng Kepiting.

Sarana interpretasi yang digunakan pemandu wisata HPI sebanyak 15 jenis. Sarana interpretasi yang banyak digunakan pemandu wisata HPI sebanyak 4, yaitu print (sarana cetak), lambang/papan tanda self-guiding, papan interpretasi, dan visitor centre. Keempat sarana tersebut digunakan oleh pemandu dalam memberikan informasi sebelum wisatawan memasuki jalur trekking mangrove. Sarana interpretasi yang jarang digunakan adalah media repeater, closed circuit TV (CCTV) dan information poles. Sarana media repeater tidak dimiliki semua pemandu, sedangkan closed circuit TV (CCTV) tidak dimanfaatkan oleh pemandu wisata sebagai sarana dalam menyampaikan interpretasi, melainkan hanya sarana untuk keamanan kantor mangrove dan area sekitarnya.

Tabel 2. Sarana Interpretasi yang Digunakan oleh Pemandu Wisata Mangrove Tour Bali

Pemandu Wisata

Pemandu Wisata HPI

No

Sarana Interpretasi

Kantor Mangrove

Jumlah sampel yang

Jumlah Sampel yang

menggunakan (dari

menggunakan (dari total

total 13)

13)

1

Print (poster, buku, pamflet)

11

12

2

Lambang/papan tanda self-guiding

7

12

3

Papan interpretasi

11

12

4

Rekaman a udio

5

3

5

Pameran (galeri, koleksi)

10

10

6

Visitor centre

8

12

7

Museum

7

8

8

Media repeater (berupa rekaman suara yang mengandung informasi)

0

1

9

Portable media player (MP3, CD player)

7

4

10

Closed circuit TV

0

0

11

Computer

8

2

12

Laser Disc

5

2

13

Video

11

7

14

Slideshow

8

5

15

Observation Hides (tempat berkamuflase untuk keperluan observasi)

6

4

16

Information Poles (berupa audio bersuara yang dapat diaktifkan oleh pendengar)

5

1

17

Lainnya (buah mangrove, bunga mangrove, olahan buah dan bunga mangrove)

6

0

Kualitas interpretasi pemandu wisata mangrove Tour Bali

Pemandu wisata merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan wisata,

salah satunya berperan sebagai interpreter. Interpreter adalah seseorang yang menyampaikan interpretasi dan bertanggungjawab dalam kegiatan pemanduan pariwisata (Amelia, 2020). Pemandu wisata juga berperan untuk menjembatani sumber daya yang berada di suatu objek daya tarik wisata dengan wisatawan yang berkunjung. Pemandu wisata yang baik harus mampu menyampaikan interpretasi berkualitas yang dapat memperkaya pengalaman wisatawan serta meningkatkan minat konservasi wisatawan (Logan, 2005). Untuk mengetahui kualitas interpretasi pemandu wisata mangrove tour Bali berdasarkan keempat aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Kualitas pengetahuan (knowledge) pemandu wisata mangrove tour Bali dinilai berdasarkan pengetahuan pemandu dalam informasi dasar tentang mangrove, ekowisata, dan tata cara pemanduan dalam masa pandemi Covid-19. Kualitas (skill) pemandu wisata mangrove tour Bali dinilai berdasarkan keterampilan dalam memandu, keterampilan berbahasa asing, serta kesesuaian interpretasi pemandu terhadap prinsip interpretasi dan ekowisata. Sikap pemandu wisata mangrove tour Bali dinilai berdasarkan keterampilan pemandu dalam memandu wisatawan.

Persentase kelengkapan sertifikat dan dokumen lainnya pemandu wisata kantor mangrove berdasarkan scoring masuk dalam kategori kurang, dengan persentase sebesar 33%, knowledge (pengetahuan) masuk dalam kategori sangat baik, sebesar 92%, skill (keterampilan) masuk kategori sangat baik, sebesar 91,61%, sikap termasuk kategori sangat baik dengan persentase sebesar 91%. Kualitas interpretasi yang disampaikan pemandu kantor mangrove mendapatkan skor baik dengan persentase rata – rata sebesar 77%.

Tabel 3. Kualitas Interpretasi Pemandu Wisata Mangrove Tour Bali

No

Aspek

Pemandu Wisata Kantor Mangrove (%)

Pemandu

Wisata HPI (%)

1

Kelengkapan Sertifikat dan Dokumen Penting Lainnya

Kurang (33%)

Cukup (59%)

2

Knowledge (Pengetahuan)

Sangat baik (92%)

Baik (71%)

3

Skill (Keterampilan)

Sangat baik (91,61%)

Sangat baik (92,38%)

4

Sikap

Sangat baik (91%)

Baik (78%)

Total

307,61

300,38

Rata-rata (%)

77

75

Kualitas interpretasi yang disampaikan oleh pemandu wisata HPI juga berdasarkan kelengkapan sertifikat dan dokumen penting lainnya, knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), dan sikap. Kelengkapan sertifikat dan dokumen lainnya pemandu wisata HPI masuk kategori cukup, sebesar 59%, knowledge (pengetahuan) kategori baik, sebesar 71%, skill (keterampilan) kategori sangat baik, sebesar 92,38%, dan sikap masuk kategori baik dengan persentase sebesar 78%. Kualitas interpretasi yang disampaikan pemandu wisata HPI mendapatkan skor baik dengan persentase rata – rata sebesar 75%.

Mayoritas pemandu wisata kantor mangrove sudah mengikuti pelatihan mangrove namun tidak memiliki kartu tanda pengenal pramuwisata dan sertifikat kompetensi

pramuwisata. Hal tersebut dikarenakan pemandu wisata kantor mangrove merupakan pemandu wisata yang mencakup sebagai staff di kantor Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (BPPIKHL). Pemandu wisata di kantor BPPIKHL pernah mengikuti pelatihan mangrove di Jepang dalam kurun waktu 1 bulan. Pemandu wisata di Ekowisata Kampoeng Kepiting Bali mayoritas pernah mengikuti seminar/pelatihan di bidang mangrove, karena kegiatan ekowisata di tempat tersebut melibatkan pembibitan, pemeliharaan, dan penanaman mangrove. Pemandu wisata HPI mayoritas memiliki kartu tanda pengenal pramuwisata serta sertifikat kompetensi pramuwisata namun jarang yang mengikuti pelatihan/seminar di bidang mangrove. Hal tersebut dikarenakan pemandu wisata HPI tidak selalu ditugaskan untuk memandu wisatawan di hutan mangrove.

Pemandu wisata kantor mangrove unggul 21% dalam aspek knowledge (pengetahuan) dan unggul sebanyak 13% dalam aspek sikap. Hal tersebut dikarenakan pemandu wisata kantor mangrove telah mengikuti berbagai macam pelatihan dan seminar, terutama pelatihan di Jepang yang merupakan bentuk kerjasama Departemen Kehutanan Republik Indonesia dengan JICA (Japan International Cooperation Agency). Pemandu wisata HPI unggul sebanyak 26% dalam aspek kelengkapan sertifikat dan dokumen lainnya serta unggul sebanyak 0,77% dalam aspek skill (keterampilan). Pemandu wisata HPI memiliki sertifikat dan dokumen pelatihan lainnya yang merupakan persyaratan wajib bagi pemandu wisata. Pemandu wisata HPI juga tentunya telah mengikuti berbagai macam pelatihan (workshop) untuk menunjang pekerjaan mereka di bidang pariwisata.

Aspek lain dalam menentukan kualitas interpretasi pemandu wisata mangrove tour Bali adalah persepsi dan kepuasan wisatawan. Interpretasi dengan kualitas yang baik tentunya dapat mempengaruhi cara pandang wisatawan terhadap daya tarik wisata yang dikunjungi. Hal tersebut mendukung pernyataan Kastolani dkk, (2016), yaitu produk/jasa yang berkualitas mampu menciptakan kesan yang baik serta kepuasan dan kesetiaan pelanggan terhadap suatu perusahaan.

Kuesioner disebar kepada 50 wisatawan, baik yang pernah berkunjung ke daya tarik wisata Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai maupun Ekowisata Kampoeng Kepiting Bali. Kuesioner tersebut berisi 15 pertanyaan. Aspek/pertanyaan yang mendapatkan skor terbaik (4 atau 5) yaitu pertanyaan nomor 1, 4, dan 5. Pertanyaan nomor 1 membahas tentang keahlian dan pengetahuan pemandu, pertanyaan nomor 4 tentang cara berbahasa pemandu, dan pertanyaan nomor 5 tentang perlakuan ramah pemandu terhadap wisatawan. Hasil ini menunjukkan bahwa menurut wisatawan, pemandu wisata mangrove tour Bali memiliki keahlian, pengetahuan dan cara berbahasa yang baik serta memberikan perlakuan yang ramah. Persentase kepuasan wisatawan 84,4% dan diberikan skor A (sangat baik). Hal tersebut menunjukkan bahwa wisatawan mangrove tour Bali puas terhadap interpretasi yang diberikan pemandu wisata mangrove tour di Bali.

Menurut Runtuwu dkk. (2019) kinerja dan kualitas dari pemandu wisata dipengaruhi oleh pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. Pendidikan yang baik dapat meningkatkan pengetahuan serta penentuan sikap. Hal tersebut dapat dibuktikan dari hasil penelitian ini yang disajikan dalam Diagram 1 dan 2, dimana rata – rata pemandu wisata baik dari kantor mangrove maupun HPI telah mengenyam pendidikan minimal SMA hingga jenjang S2.

Pendidikan terakhir pemandu wisata kantor mangrove 31% jenjang SMA (Sekolah

Menengah Atas), 8% jenjang D3 (diploma), 46% jenjang S1 (sarjana), dan 15% jenjang S2 (magister). Pemandu wisata kantor mangrove rata–rata mengenyam pendidikan hingga jenjang S1 (sarjana). Mayoritas pemandu wisata kantor mangrove mengenyam pendidikan di bidang kehutanan dan pertanian. Pendidikan terakhir pemandu wisata HPI didominasi oleh lulusan jenjang D3 (diploma), yaitu sebanyak 38%. Pemandu wisata dengan pendidikan terakhir jenjang SMA (Sekolah Menengah Atas) 15%, S1 (sarjana) 23%, jenjang S3 (doktor) 15%, dan jenjang D1 (diploma) 8%. Mayoritas pemandu wisata HPI mengenyam pendidikan di bidang pariwisata. Aspek penting lainnya yang mempengaruhi kinerja dan kualitas dari pemandu wisata adalah pelatihan dan pengalaman kerja. Pelatihan bertujuan untuk mengembangkan potensi serta keterampilan seseorang. Pengalaman merupakan soft skill yang didapat dari tempat kerja. Pemandu wisata yang berpengalaman tentunya dapat menyelesaikan masalah dengan baik berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Pemandu wisata kantor mangrove dan HPI memiliki pengalaman kerja mulai dari 4 tahun – 25 tahun di bidangnya. Berdasarkan hasil wawancara, pemandu wisata yang bekerja di bawah kurun waktu 5 tahun dan <5 tahun memiliki jawaban, pengetahuan dan pengalaman yang berbeda pula.

Pendidikan Terakhir Pemandu Wisata Kantor Mangrove


Pendidikan Terakhir

Pemandu Wisata HPI



  •    SMA

  •    D3

  •    S1

  •    S2



  •    SMA

  •    D1

  •    D3

  •    S1

  •    S3


Diagram 1. Pendidikan Terakhir Pemandu Wisata Kantor Mangrove.


Diagram 2. Pendidikan Terakhir Pemandu Wisata HPI.


SIMPULAN

Tipe interpretasi yang dimanfaatkan oleh pemandu wisata kantor mangrove sebanyak 9 jenis, jenis yang paling sering dimanfaatkan sebanyak 5 jenis (guided tour, point duty, roving interpretation, interaktif, dan bicara (lecture or talk)) dan pemandu wisata HPI sebanyak 5 jenis (guided tour, point duty, roving interpretation, interaktif, dan bicara (lecture or talk)).

Sarana interpretasi yang dimanfaatkan oleh pemandu wisata kantor mangrove sebanyak 15 jenis, sarana yang paling sering dimanfaatkan sebanyak 3 jenis (print (sarana cetak), papan interpretasi, video) dan pemandu wisata HPI memanfaatkan sebanyak 15 jenis, sarana yang paling banyak dimanfaatkan sebanyak 4 jenis (print (sarana cetak), lambang/papan tanda self-guiding, papan interpretasi, visitor centre).

Kualitas interpretasi pemandu wisata kantor mangrove mendapatkan skor baik, dengan persentase rata – rata 77, dan pemandu wisata HPI mendapatkan skor baik, dengan persentase rata – rata 75%. Kepuasan wisatawan terhadap pemandu wisata dan interpretasi yang diberikan pemandu wisata mendapatkan skor sangat baik, dengan nilai sebesar 84,4%.

SARAN

Kualitas interpretasi pemandu wisata kantor mangrove maupun HPI mendapatkan nilai baik, namun perlu ditingkatkan kembali guna menciptakan kepuasan dan kesetiaan wisatawan. Selain itu, interpretasi yang berkualitas juga dapat mengubah persepsi wisatawan agar tidak sekedar melihat – lihat saja, tetapi juga turut melestarikan kawasan konservasi mangrove.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada I Ketut Sundra, I Ketut Ginantra dan I Made Saka Wijaya yang telah memberikan dukungan serta saran selama penulisan artikel ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, F.R. 2020. Perencanaan Program Pemanduan Interpretasi Bagi Wisatawan Disabilitas Netra di Museum Gedung Sate Bandung. Proyek Akhir. Program Studi Manajemen Pengaturan Perjalanan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Andika, I.B.M.B., Kusmana, C. dan I.W. Nurjaya. 2018. Dampak Pembangunan Jalan Tol Bali Mandara terhadap Ekosistem Mangrove di Teluk Benoa Bali. Journal of Natural Resources and Environmental Management 9(3): 641-657.

Dalem, A.A.G.R. 2004. Merumuskan Prinsip – Prinsip dan Kriteria Ekowisata Daerah Bali.

Journal Lingkungan Hidup : Bumi Lestari 4(2): 86-90.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Bali. 2012. Sektor Andalan Pariwisata. (https://disparda.baliprov.go.id/) diakses pada 23 September 2021.

Hadinata, F.W., Khayani, D.N., Tria, H., Pao, H.P. dan N. Zurba. 2020. Pengembangan Ekowisata Mangrove Berbasis Konservasi di Pesisir Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Journal of Aceh Aquatic Science 4(1): 25-33.

Jenkins,         H.         2009.         Tour         Guiding         Interpretation.

(https://www.slideshare.net/hillarypjenkins/tour-guiding-interpretation) diakses pada 22 November 2021.

Lestyono, R. 2010. Dampak Negatif Perkembangan Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik Pesisir, Studi Kasus: Pantai Pangandaran. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2(2).

Logan, H. 2005. Interpretation Handbook and Standard. Department of Conservation. Wellington.

Noor, Y.R., Khazali, M. dan I.N.N Suryadiputra. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.

Purnaya, I.G.K. dan I.M.T. Semara. 2018. Implementasi Kebijakan Pemerintah terhadap Penataan Sungai Badung dalam Upaya Pengembangan Pariwisata di Kota Denpasar. Jurnal Ilmiah Hospitality Management 8(2): 1-10.

Ridlwan, M.A., Muchsin, S. dan Hayat. 2017. Model Pengembangan Ekowisata dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat Lokal. Politik Indonesia : Indonesian Political Science Review 2(2): 141-158.

Sharma, N. and C.S. Sharma. 2013. Encouraging Green Purchasing Behavior through Green Branding. Business Analyst 34(2): 65-76.

Suta, P.W.P. dan I.G.A.O. Mahagangga. 2017. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Ekowisata Kampoeng Kepiting Tuban, Bali). Jurnal Destinasi Pariwisata 5(1): 144-149.

Tilden, F. 2007. Interpreting Our Heritage. University of North Carolina Press. New York.

Urbanus, I.N. dan Febianti. 2017. Analisis Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap Perilaku Konsumtif Masyarakat Wilayah Bali Selatan. Jurnal Kepariwisataan dan Hospitalitas 1(2): 118-133.

DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2023.v11.i02.p02

148