SIMBIOSIS XI (1):70-83                http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

Maret 2023

PERILAKU HARIAN DAN PREFERENSI MAKAN LEMUR EKOR CINCIN (Lemur catta) DI BALI ZOO, GIANYAR

DAILY BEHAVIOUR AND EATING PREFERENCES OF RINGTAILED LEMUR (Lemur catta) AT BALI ZOO, GIANYAR

Stefanny, Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni, I Ketut Ginantra

1Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali *Email: luh_eswaryanti@unud.ac.id (corresponding author)

ABSTRAK

Lemur ekor cincin (Lemur catta) merupakan hewan dari ordo primata yang hidup dan tinggal di Madagaskar. Habitat dengan kualitas yang buruk, lahan yang sudah tidak luas, fragmentasi hutan yang parah menyebabkan penurunan ketersediaan sumber makanan bagi lemur ekor cincin di alam sehingga populasi lemur ekor cincin semakin terancam. Upaya konservasi dilakukan terhadap lemur ekor cincin (Lemur catta) di luar habitat aslinya. Salah satu lembaga konservasi di Bali adalah Bali Zoo. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku harian dan preferensi makan lemur ekor cincin (Lemur catta) di Bali Zoo. Penelitian ini dilakukan terhadap tujuh individu lemur ekor cincin di Bali Zoo pada bulan Januari-Februari 2022 dan dilaksanakan pada jam 08.00 WITA – 16.00 WITA. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode focal animal sampling dan pencatatan dilakukan dengan metode instantaneous recording dengan interval waktu 30 detik selama 30 menit. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Microsoft excel untuk menghitung persentase perilaku harian, dan kemudian dijabarkan secara deskriptif komparatif. Perilaku yang paling banyak dilakukan adalah perilaku istirahat (40,97%) dan perilaku yang paling sedikit dilakukan adalah perilaku minum (0,4%) . Makanan yang paling disukai lemur ekor cincin adalah anggur Vitis vinifera (16,77%). Penelitian ini memberikan data serta informasi dari studi spesies yang dapat membantu meningkatkan upaya pengelolaan konservasi eksitu.

Kata kunci: Bali Zoo, konservasi, lemur ekor cincin, perilaku harian, preferensi makan

ABSTRACT

Ring-tailed lemurs (Lemur catta) is a primate that live in Madagascar. Poor habitat quality, limited land area, severe forest fragmentation causes a decrease in the availability of food sources for ring-tailed lemurs in nature so that the ring-tailed lemur population is increasingly threatened. Conservation effort has been carried out on ring-tailed lemurs (Lemur catta) outside their natural habitat. One of the conservation institutions in Bali is the Bali Zoo. This study aims to observe the daily behavior and eating preferences of ring tailed lemur (Lemur catta) at Bali Zoo. This research was conducted on seven ring-tailed lemur at Bali Zoo in January-February 2022 and was carried out at 08.00 am – 04.00 pm. The observation method used was the focal animal sampling and the recording was carried out by the instantaneous recording method with an interval of 30 seconds for 30 minutes. The data obtained were analyzed by using Microsoft excel to calculate the percentage of the daily behavior, and later was described in a comparative descriptive way. The most conducted behavior by the lemurs was resting (40.97%) and the least was drinking (0,4%). The most preferred food for ring-tailed lemur was grapes Vitis vinifera (16.77%). This research provides data and information from the study species in order to help to improve the management of the ex-situ conservation.

Keywords: Bali Zoo, conservation, daily behaviours, eating preferences, Ring-tailed lemur

PENDAHULUAN

Lemur berasal dari bahasa latin lemures merupakan hewan dari ordo primata yang hidup dan tinggal di Madagaskar, Afrika. Lemur terbagi menjadi beberapa jenis, salah satunya yaitu lemur ekor cincin. Nama "ekor cincin" berasal dari ekor hewan ini yang berwarna belang hitam-putih (Garbutt, 2007). Lemur ekor cincin (Lemur catta) menempati ceruk ekologi di daratan Madagaskar yang bergantung pada hutan dalam menjalani aktivitasnya seperti makan dan tidur (Jolly et al., 2002). Populasi lemur ekor cincin diduga mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar individu-individu ini terisolasi pada rentang geografis mereka, dan tingkat kepadatan populasi tercatat rendah (Gould et al., 2003; Sussman et al., 2003). Diperkirakan terjadi penurunan populasi ≥50% pada spesies ini selama beberapa dekade. Sejak hampir 2.000 tahun yang lalu saat manusia mulai masuk ke pulau Madagaskar, hutan tempat lemur sudah berubah menjadi padang rumput dan pertanian. Diperkirakan 90% per hari hutan asli di Madagaskar telah hilang (Nield, 2007).

Lahan yang sudah tidak luas serta fragmentasi hutan yang parah menyebabkan penurunan ketersediaan sumber makanan bagi lemur ekor cincin di alam sehingga populasi lemur ekor cincin semakin terancam. Seiring dengan berkurangnya ketersediaan sumber makanan dan populasi lemur ekor cincin (Lemur catta) di alam, maka perlu dilakukan upaya konservasi terhadap lemur ekor cincin (Lemur catta) di luar habitat aslinya. Dengan terbatasnya ketersediaan sumber makanan di alam tentunya lembaga konservasi perlu memperhatikan kesejahteraan lemur ekor cincin di penangkaran seperti di habitat aslinya. Kesejahteraan hewan pada suatu Lembaga konservasi dapat ditinjau melalui lima aspek kebebasan (five freedom) yaitu bebas dari haus dan lapar, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas berperilaku alami dan bebas dari takut dan stress (Ecceleston, 2009). Melalui upaya pelestarian yang dilakukan secara eksitu, yaitu pelestarian di luar habitat aslinya, diharapkan populasi lemur ekor cincin (Lemur catta) dapat terjaga. Salah satu tempat pelestarian Lemur ekor cincin secara eksitu adalah Bali Zoo, Taman Safari Indonesia, Bandung Zoo, dan kebun binatang lainnya.

Bali Zoo yang berlokasi di Gianyar adalah tempat wisata keluarga sekaligus merupakan lembaga konservasi eksitu bagi satwa. Salah satu satwa yang terdapat di Bali Zoo adalah lemur ekor cincin. Lemur ekor cincin merupakan satwa endemik asli Madagaskar yang tidak dapat ditemui di Indonesia. Penelitian terbaru tentang perilaku dan preferensi makan lemur ekor cincin sangat jarang ditemui.

Preferensi makan memiliki keterkaitan erat dengan perilaku hewan karena berkaitan dengan kesejahteraan hewan (Manteca et al.. 2008). Perilaku abnormal dapat timbul jika hewan dalam keadaan kekurangan nutrisi (Mellor and Stafford, 2004). Hewan akan memilih makanan yang menunjang kecukupan nutrisi hewan sehingga hewan tidak mengalami kekurangan nutrisi maupun kelebihan nutrisi (Provenza et al., 2003). Pilihan makanan dan kemampuan memilih makanan juga penting kaitannya dengan kesejahteraan hewan dikarenakan kebutuhan dan preferensi setiap individu berbeda. Namun dalam hal ini, variasi makanan dapat berperan dalam mengurangi stress pada hewan (Manteca et al., 2008). Oleh karena itu penelitian mengenai

perilaku harian dan preferensi makan lemur ekor cincin (Lemur catta) yang dapat dilakukan di Bali Zoo perlu dilakukan bersamaan agar dapat memberikan informasi yang komprehensif untuk semakin meningkatkan kesuksesan upaya konservasi lemur ekor cincin di Bali Zoo.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bali Zoo yang berlokasi di Jalan Raya Singapadu, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali 80582. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2022 sampai Februari 2022.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu buku catatan, alat tulis, dan timer stopwatch sebagai penunjuk waktu. Kamera handphone digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian dan pengamatan terhadap lemur ekor cincin. Pada penelitian ini diamati tujuh individu Lemur catta di Bali Zoo. Lemur ekor cincin di Bali Zoo berjumlah 13 individu, namun yang dapat diamati hanya tujuh individu karena hanya tujuh individu lemur ini saja yang memiliki ciri-ciri morfologi yang dapat digunakan sebagai pembeda dari individu lemur lainnya. Individu lemur yang diamati mencakup lemur betina berumur 10 Tahun (Luna), lemur betina berumur 11 Tahun (Miro), lemur betina berumur 6 Tahun (Voyimbia), lemur jantan berumur 11 Tahun (Tifleur), lemur betina berumur 1 tahun (Faye), lemur jantan berumur 1 tahun (Dimy), dan lemur jantan berumur 2 tahun (Andro).

Pengambilan Data

Pengambilan data dan pengamatan lemur ekor cincin dilakukan di kandang Aviary di Bali Zoo. Pengambilan dan pengumpulan data perilaku harian lemur ekor cincin dilakukan dengan metode focal animal sampling terhadap individu lemur ekor cincin. Perilaku yang diamati adalah istirahat, makan, grooming, bermain, ekskresi, moving, minum, vokalisasi, dan interaksi.

Pengamatan perilaku harian lemur ekor cincin dilakukan terhadap setiap individu dengan menggunakan metode pencatatan instantaneous recording dengan interval waktu setiap 30 detik interval selama 30 menit, sehingga diperoleh 60 data (bouts) per waktu pengamatan. Pengamatan perilaku harian dilakukan dalam satu hari pengamatan dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00 WITA.

Pengambilan data untuk preferensi makan dilakukan pada saat pengamatan perilaku harian dilakukan. Ketika individu lemur yang sedang diamati melakukan aktivitas makan, maka jenis makanan yang dimakan dicatat, termasuk juga jumlah makanan dan sumber makanan yang dimakan. Sumber makanan dibedakan apakah makanan tersebut diperoleh dari makanan yang disediakan pihak Bali Zoo atau dari lingkungan kandangnya (tanaman yang terdapat di dalam kandang yang disediakan pihak Bali Zoo sebagai property atau hiasan di dalam kandang). Selain itu, dilakukan pencatatan terhadap respon lemur terhadap pemberian makanan oleh pengunjung pada saat waktunya hand feeding.

Analisis Data

Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung persentase perilaku harian dengan rumus rata-rata (%) ± S.E dengan menggunakan Microsoft Excel dari masing-masing aktivitas dan preferensi makan pada ketujuh individu. Data kualitatif setiap grup dianalisis secara deskriptif menggunakan literatur mengenai perilaku harian primata, data grup dewasa dibandingkan antara jantan dan betina, sedangkan data grup anak ditabulasikan dikarenakan rentan usianya yang dekat. Hasil yang diperoleh kemudian dijabarkan secara deskriptif.

Data pada preferensi makan ditentukan berdasarkan pencatatan ketika lemur sedang melakukan aktivitas makan. Variabel yang dianalisis yaitu jumlah setiap jenis makanan yang dimakan lemur di kandangnya.

Gambar 1. Perilaku harian Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo

Analisis juga dikaitkan dengan banyaknya kategori makanan yang sering dikonsumsi (frekuensi) oleh lemur yang diperoleh dari pihak zoo atau berasal dari kandangnya, maupun kategori makanan yang diberikan saat hand feeding saat terjadi interaksi terhadap pengunjung.

HASIL

Pengamatan dilakukan terhadap tujuh individu lemur ekor cincin di Bali Zoo dari tanggal 10 Januari sampai dengan 14 Februari 2022. Pengamatan preferensi makan dilakukan secara bersamaan saat pengambilan data perilaku harian selama 30 menit setiap waktu pengamatan efektif (pagi, siang, dan sore). Pada setiap pengamatan aktivitas harian pengulangan dilakukan satu kali sehingga didapatkan total 147 jam pengamatan pada penelitian ini. Hasil pengamatan perilaku harian dapat dilihat pada Gambar 1. Data merupakan rata-rata dari tabulasi pengamatan pagi, siang, dan sore.

Perilaku harian Lemur ekor cincin di Bali Zoo, secara keseluruhan didapatkan alokasi waktu terbesar yaitu perilaku istirahat sebesar 40,97 ± 1,37%. Lemur ekor cincin di Bali Zoo mengalokasikan waktunya cukup besar untuk moving (27,39 ± 0,76%) dan makan (13,23 ± 0,77%). Untuk perilaku lainnya, lemur ekor cincin di Bali Zoo mengalokasikan waktunya untuk grooming sebesar 8,45 ± 0,45%, interaksi sebesar 4,37 ± 0,42%, dan vokalisasi sebesar 2,91 ± 0,24%. Hanya sebagian kecil waktunya yang di alokasikan untuk bermain, ekskresi, dan minum yaitu masing-masing sejumlah 1,21 ± 0,24%, 1,06 ± 0,11%, dan 0,4 ± 0,13%.

Lemur ekor cincin di Bali Zoo memiliki alokasi perilaku yang bervariasi di setiap waktu pengamatan (gambar 3). Pada siang hari, Lemur ekor cincin di Bali Zoo mengalokasikan waktunya paling tinggi untuk beristirahat (61,24 ± 2,26%) dan sebaliknya, paling sedikit untuk perilaku lainnya seperti moving (18,32 ± 1,42%), dan grooming (9,15 ± 0,86%).

Gambar 2. Perilaku harian lemur ekor cincin di Bali Zoo pada pagi, siang, dan sore hari.

Alokasi waktu untuk perilaku grooming pada siang hari ini tidak jauh berbeda dengan di pagi hari yaitu sebesar 9,22 ± 0,81%. Perilaku makan pada siang hari merupakan alokasi terendah (4,54 ± 0,70%) dibandingkan perilaku makan pada pagi hari (20,75 ± 1,31%) dan pada sore hari (14,4 ± 1,35%).

Sebaliknya dengan pada siang hari, Lemur ekor cincin mengalokasikan waktunya lebih banyak untuk moving (30,83 ± 0,91%) pada pagi hari dan pada sore hari (33.03 ± 1,05%). Alokasi perilaku terbesar selanjutnya yaitu istirahat sebesar 30,34 ± 1,43% pada pagi hari dan 31,34 ± 1,90 pada sore hari. Pola yang sama juga terdapat pada perilaku makan yaitu alokasinya lebih tinggi pada pagi (20,75 ± 1,31%) dan sore hari (14,4 ± 1,35%) dibandingkan dengan pada siang hari. Untuk perilaku moving dan interaksi, alokasi paling besar dilakukan oleh Lemur ekor cincin pada sore hari, yaitu sebesar 33,03 ± 1,05 untuk moving dan 9,23 ± 0,86% untuk interaksi dibandingkan dengan pada pagi dan sore hari.

Preferensi Makan Lemur Ekor Cincin

Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo mengkonsumsi buah-buahan, dedaunan dan sayur-sayuran. Jenis makanan tersebut dikonversi jumlahnya berdasarkan manual husbandry, yang merupakan tabel kebutuhan mikro dan makronutrien dari Lemur Ekor Cincin dan satwa lain yang menempati kandang yang sama dengan Lemur Ekor Cincin. Jenis makanan ditentukan oleh ketersediaan pakan yang dapat disediakan oleh pihak Bali Zoo.

Pemberian pakan di Bali Zoo dilakukan 1-3 kali sehari berupa beberapa jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Buah-buahan yang diberikan berupa anggur (Vitis vinifera), nangka (Artocarpus heterophyllus), pisang kepok (Musa acuminata), apel hijau (Malus sylvestris), dan pepaya (Carica papaya). Adapun sayur-sayuran yang diberikan berupa sawi hijau (Brassica chinensis) dan selada (Lactuca sativa).

Gambar 3. Preferensi makan lemur ekor cincin di Bali Zoo.

Lemur Ekor Cincin juga memakan buah-buahan dan sayur-sayuran lain yang seharusnya ditujukan untuk satwa lain di kandang tersebut seperti buah semangka (Citrullus vulgaris), melon (Cucumis melo) dan sawi putih (Brassica rapa) yang sebenarnya ditujukan untuk iguana (Iguana iguana), bebek mandarin (Aix galericulata), dan kura-kura brazil (Trachemys scripta elegans), serta wortel (Daucus carota) dan tomat (Lycopersicum esculentum) yang ditujukan untuk makanan kancil (Tragulus sp.). Terdapat beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran yang dikonsumsi lemur yang diperoleh dari interaksi dengan pengunjung berupa hand feeding yaitu buah salak (Salacca zalacca) dan timun (Cucumis sativus). Jenis makanan terbanyak yang dimakan secara berurutan meliputi anggur (16,77%), selada (11,14%), pisang (10,26%), sawi hijau (6,32%), timun (6,15%), semangka (3,83%), pepaya (3,76%), nangka (1,65%), apel hijau (1,04%), salak (0,78%), sawi putih (0,45%), melon (0,35%), tomat (0,31%), dan wortel (0,18%). Adapun kategori lainnya yaitu preferensi makan yang tersedia di kandang lemur ekor cincin di Bali Zoo, jenis makanan yang dimakan secara berurutan meliputi rumput (10,93%), serasah daun (4,63%), palem (3,09%), daun waregu (2,56%), daun daun kemuning (2,51%), daun nangka

(1,63%), daun maja (1,07%), dan daun awar-awar (0,29%).

PEMBAHASAN

Dari pengamatan yang dilakukan di Bali Zoo ini dapat diketahui bahwa pengelolaan kesehatan Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo sudah baik yang diindikasikan dengan terpenuhinya prinsip “five freedoms” yaitu lemur bebas dari rasa lapar dan haus; bebas dari rasa tidak nyaman; bebas dari rasa nyeri, luka, dan sakit; bebas dari rasa takut dan ketakutan; dan bebas untuk mengekspresikan perilaku normalnya. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan populasi lemur secara terus menerus selama beberapa tahun berlangsung dan didukung pemberian vitamin fitkomTM secara rutin kepada lemur. Kebersihan kandang dijaga dengan dibersihkan setiap hari. Selain itu, bagian atas kandang diberikan jaring yang menurut keeper setempat digunakan untuk menghindari predator.

Perilaku Istirahat

Perilaku istirahat lemur dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu tidur, diam, dan duduk. Perilaku istirahat yang sama juga teramati pada lemur ekor cincin di Bali Zoo. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perilaku istirahat individu lemur ekor cincin di Bali Zoo lebih dominan daripada perilaku lainnya yang diamati, dengan persentase 40,97 ± 1.37%.

Lemur ekor cincin lebih banyak beristirahat secara berkelompok di sebuah tempat seperti gazebo pada pagi menjelang siang yang telah disediakan pihak Bali Zoo. Primata menghabiskan lebih dari setengah hidup mereka di tempat tidur, pemilihan lokasi juga merupakan aspek terpenting dari kebugaran individu dan kinerja seluruh kelompok ekologi perilaku (De vere et al., 2011). Lemur memiliki tingkat metabolisme yang rendah sehingga mereka cenderung mengandalkan strategi termoregulasi perilaku sebagai adaptasi terhadap sumber makanan yang cenderung langka di habitat aslinya (Dausmann, 2014).

Individu lemur dewasa dan anak memiliki perbedaan dalam melakukan istirahat, individu lemur dewasa cenderung lebih banyak menghemat pemakaian energi sedangkan pada individu lemur anak lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan bergerak dan sosial (Tilden, 2008). Perilaku istirahat primata dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang tinggi, pada suhu lingkungan yang tinggi primata lebih banyak beristirahat ditempat yang teduh yaitu di bawah tajuk pohon (Prayoga, 2006). Diketahui bahwa di habitat alaminya, lemur di Madagaskar menunjukkan gaya hidup arboreal dan nokturnal (Rowe and Donohue, 2022), sedangkan di Bali Zoo aktif pada siang hari dikarenakan pemberian makanan diberikan pada saat siang hari.

Perilaku Makan

Perilaku makan lemur ekor cincin di Bali Zoo teralokasikan sebanyak 13,23 ± 0.77%. Pakan yang diberikan berupa buah-buahan seperti anggur, nangka, pisang, semangka dan lain-lain. Perilaku makan meliputi perilaku mengunyah makanan dan pergerakan saat makan serta lama waktu yang diperlukan lemur ekor cincin untuk menghabiskan makanannya (Resende et al., 2009). Primata mempunyai ciri khas dalam tingkah laku makannya, yaitu dapat menggenggam makanan yang akan dimakan dan perkembangan sekum yang baik sehingga meningkatkan

kemampuan sistem digesti dalam mencerna makanan (Tortora dan Anagnostakos, 1990).

Primata memiliki naluri terhadap makanan yang perlu dimakan, dan hal ini mempengaruhi tingkah laku makan mereka (Lambert, 1988). Pada umumnya hewan primata adalah omnivora (pemakan hewan dan tumbuhan) (Perwitasari, 2007). Pemberian pakan lemur ekor cincin di Bali Zoo dilakukan pada jam 06.30 dan 09.00 pagi. Pakan berupa buah-buahan dan sayuran yang mencakup pisang, pepaya, anggur, daun selada, daun sawi. Lemur di Bali Zoo ditempatkan di kandang Aviary yang digabungkan dengan beberapa hewan lainnya seperti kancil (Tragulus sp.), iguana (Iguana iguana), bebek mandarin (Aix galericulata), kura-kura brazil (Trachemys scripta elegans), dan burung. Hal tersebut mempengaruhi banyaknya variasi pada makanan lemur di Bali Zoo dikarenakan lemur sering memakan makanan hewan lain di kandang tersebut seperti semangka, sawi hijau, tomat, wortel, dan melon.

Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo juga sering memakan tanaman di sekitarnya seperti daun waregu (Rhapis excelsa), daun pohon nangka (Artocarpus heterophyllus), rumput jepang (Zoysia japonica), daun pohon maja (Aegle marmelos), daun pohon awar-awar (Ficus septica), daun palem (Arecaceae), daun pohon kemuning (Murraya paniculata). Jenis makanan ditentukan oleh ketersediaan pakan yang dapat disediakan oleh pihak Bali Zoo. Hal ini dikarenakan harga buah yang tidak menentu serta kelimpahan buah yang terdapat di daerah Singapadu.

Perilaku Moving

Kegiatan berjalan, melompat, memanjat, dan berpindah tempat merupakan perilaku moving (Lee, 2012). Perilaku moving juga mencakup kegiatan mencari individu lainnya, perpindahan dari tempat ke tempat yang lain untuk mencari makan, dan mengelilingi wilayah jelajahnya (Sinaga, 2010). Hasil pengamatan menunjukkan perilaku moving lemur ekor cincin sebesar 27,39 ± 0,76%. Perilaku moving yang tinggi pada seluruh individu yang diamati dikarenakan banyaknya pengunjung yang berinteraksi dengan pemberian makan secara langsung dan melakukan interaksi langsung untuk keperluan berfoto bersama. Perilaku moving juga tercatat ketika lemur melakukan perpindahan ke tempat yang lebih sejuk saat matahari bersinar terik. Perilaku Grooming

Perilaku sosial dalam bentuk sentuhan yang umum dilakukan dalam kelompok primata merupakan perilaku grooming. Perilaku ini dilakukan dengan tujuan untuk merawat dan mencari kutu di semua rambutnya. Grooming juga memiliki fungsi mempererat hubungan sosial dalam kelompok (Kamilah et al., 2013).

Hasil pengamatan menunjukkan perilaku grooming lemur ekor cincin dialokasikan sebesar 8,45 ± 0,45% dalam keseluruhan perilakunya. Perilaku grooming Lemur Ekor Cincin yang teramati adalah menjilati bagian tubuhnya sendiri dan teramati pula ketika individu satu melakukan grooming terhadap individu yang lain. Terdapat dua jenis grooming, yaitu autogrooming (membersihkan tubuh sendiri) dan allogrooming (membersihkan tubuh individu lain) (Bolwig, 1960). Sclafani et al. (2012) menjelaskan bahwa grooming pada Lemur Ekor Cincin terbukti mengurangi frekuensi indikator perilaku kecemasan lemur.

Perilaku Bermain

Perilaku bermain merupakan aktivitas yang dilakukan dengan saling berkejaran, memainkan

tali, menarik ekor individu lain, dan berpelukan. Hasil pengamatan menunjukkan perilaku bermain lemur ekor cincin sebesar 8.15 ± 0.93% dalam keseluruhan perilakunya. Perilaku bermain dilakukan oleh individu remaja untuk melatih kemampuan fisik dan koordinasi serta kemampuan untuk berkompetisi di habitat alaminya (Benirschke and Miller, 1981). Perilaku bermain juga berfungsi untuk mempererat hubungan antar individu. Proses ikatan (bounding) antar individu dalam suatu dapat terjalin melalui perilaku bermain, dan hal ini akan mendukung jika pada saatnya akan dilakukan proses pelepasan ke habitat alaminya. Salah satu fungsi dari bermain adalah melatih dan menyempurnakan kemampuan motoriknya untuk menangkap mangsa, menghindari predator, bertarung dengan sesama, menarik pasangan, dan merawat bayi (Spinka et al., 2001).

Perilaku Ekskresi

Perilaku buang air lemur ekor cincin meliputi buang air besar (defecating) dan buang air kecil (urinating) dengan persentase hasil 1,06 ± 0,11%. Berdasarkan pengamatan perilaku buang air besar lemur ekor cincin, seringkali melakukannya ketika sedang duduk di batang pohon ataupun di atas ranting pohon. Perilaku buang air kecil lemur ekor cincin sering dilakukan saat mereka duduk atau jalan di tanah. Lemur ekor cincin melakukan perilaku urinating dan defecating cenderung di beberapa tempat yang sama setiap harinya. Hal ini berhubungan dengan penandaan atau pembatasan daerah teritorial (Resende et al., 2009).

Perilaku Vokalisasi

Perilaku vokalisasi merupakan kegiatan mengeluarkan suara untuk berkomunikasi. Hasil pengamatan menunjukkan perilaku vokalisasi lemur ekor cincin sebesar 4.22 ± 0.58%. Perilaku vokalisasi teramati didominasi individu Luna dikarenakan individu tersebut merupakan betina dewasa yang merupakan ketua dari lemur lainnya sehingga individu Luna sering mengeluarkan suara untuk berkomunikasi dengan individu lainnya untuk menandakan peristiwa seperti turun hujan ataupun mencari makan. Lemur tidak seperti primata lain, dikarenakan lemur ekor cincin betina lebih dominan daripada jantan dan seringkali agresif terhadap jantan (Wilson and Hanlon, 2010). Perilaku vokalisasi yang terlihat di habitat alaminya dapat dilakukan untuk menandai daerah teritori, mengabarkan posisi individu ketika menemukan area untuk tempat makan, dan sebagai alarm call pada keadaan tertentu seperti bahaya atau dalam posisi terancam (Sontono dkk., 2016).

Perilaku Minum

Hasil pengamatan perilaku minum lemur ekor cincin di Bali Zoo adalah 0,4 ± 0,13%. Hasil ini merupakan hasil terendah dibandingkan dengan perilaku lemur ekor cincin lainnya. Pengamatan dilakukan pada musim hujan sehingga suhu pada saat pengamatan tidak menentu menyebabkan lemur jarang minum dikarenakan cuaca tidak dalam keadaan panas sekitar 26ºC hingga 32ºC sehingga lemur tidak meminum banyak air. Pada pengamatan ini juga teramati lemur ekor cincin meminum air dari genangan air seperti pada gambar 9. Pada persentase minum yang sedikit juga dapat dikarenakan lemur tersebut sudah memakan buah-buahan dimana buah-buahan tersebut sudah mengandung banyak air. Primata dapat mengonsumsi makanan dengan kadar air 2% hingga 70% (Sajuthi, 2016), sedangkan pada penelitian ini anggur memiliki kadar air sebanyak

70% sehingga lemur yang diamati lebih dominan memakan buah dibandingkan meminum air yang disediakan.

Perilaku Interaksi

Hasil pengamatan perilaku interaksi lemur ekor cincin di Bali Zoo adalah 4,37 ± 0,42%. Perilaku interaksi pada pengamatan ini terbagi menjadi interspesifik dan intraspesifik dimana perilaku interspesifik pada lemur dilihat pada handfeeding yang terjadi antara lemur dan pengunjung. Pada perilaku interspesifik ini lemur tidak menunjukkan adanya perilaku agresif dikarenakan pihak keeper Bali Zoo sudah mengingatkan agar pengunjung selalu berhati-hati dan tidak menyentuh lemur terlebih dahulu.

Perilaku interspesifik pada lemur dan satwa lain di kandang tersebut seperti dengan iguana, kancil, dan burung tidak terlihat adanya agresifitas. Hal ini dikarenakan satwa lain bebas memakan makanan lemur Ketika mereka merasa kekurangan makanan sebaliknya juga terhadap lemur yang memakan makanan satwa lain. Perilaku intraspesifik lemur terlihat pada kawanan lemur yang berkerumun dimana perilaku berkerumun (huddling) dapat memberikan efek langsung sebagai mekanisme termoregulasi selama lemur beristirahat.

Perilaku berkerumun atau berkelompok telah terbukti memberikan hasil yang lebih tinggi dan lebih konstan daripada istirahat soliter (sendiri) dan sekaligus merupakan strategi yang efektif untuk mempertahankan kondisi homoiterm dan mengurangi pengeluaran energi pada lemur (Gilbert et al., 2010; McFarland et al., 2015). Termoregulasi perilaku oleh mamalia kecil dapat mencegah kematian hewan di bawah suhu yang sangat rendah dengan demikian, perilaku berkerumun mungkin telah berkembang di antara hewan sosial karena potensi manfaat kesehatannya (McFarland & Majolo, 2013).

Preferensi Makan

Sumber makanan lemur ekor cincin di Bali Zoo sudah disediakan pihak Bali Zoo dengan takaran dan nutrisi yang sudah disesuaikan dengan pola makan 1-2 kali sehari. Persentase makan lemur ekor cincin di lingkungan alaminya bersifat frugivora dengan makanan utamanya berupa buah. Kriteria buah yang dipilih oleh lemur biasanya dilihat berdasarkan bau, warna, berat buah, dan kandungan nutrisi.

Selain buah, jenis makanan yang biasa dikonsumsi lemur ekor cincin adalah daun, burung kecil, dan serangga (Wilson and Hanlon, 2010). Tingkah laku makan primata dapat dipengaruhi perubahan musim. Primata lebih banyak memakan buah-buahan pada musim buah. Primata memakan bagian tumbuhan lainnya seperti daun muda, bunga dan biji-bijian untuk memenuhi kebutuhan makanannya ketika musim tak berbuah tiba (Perwitasari, 2007). Buah-buahan dan sayur-sayuran yang disediakan pihak Bali Zoo sudah ditakarkan sebanyak selada 20 gram, papaya 100 gram, pisang 400 gram anggur 70 gram, dan apel 40 gram. Takaran tersebut ditakarkan untuk per satu ekor individu lemur di kandang tersebut.

Salah satu buah yang sering diberikan kepada lemur oleh pihak Bali Zoo adalah Anggur (Vitis vinifera). Anggur diketahui mempunyai nilai gizi yang baik seperti vitamin, mineral, karbohidrat dan senyawa fitokimia (Xia et al., 2010). Polifenol dari buah anggur mempunyai efek yang menguntungkan yaitu dapat menghambat penyakit seperti penyakit kanker, jantung,

memperlambat penuaan, dan mengurangi oksidasi plasma dan. Selain itu anggur juga mempunyai efek antioksidan, antikanker, antiinflamasi, anti aging dan antimikroba (Xia et al., 2010). Warna hitam pada buah anggur (Vitis vinifera) dapat merefleksikan kandungan flavonoid didalamnya, karena itu anggur memiliki warna kehitaman akan memiliki warna flavonoid yg tinggi (Niel et al., 2013). Anggur diberikan Keeper untuk lemur dikarenakan anggur merupakan pakan yang hampir diberikan kepada seluruh satwa di Bali Zoo. Anggur juga mudah didapatkan di daerah tersebut sehingga pihak Bali Zoo menjadikan anggur sebagai pakan tetap lemur dan lemur teramati juga menyukai anggur tersebut.

Selain buah anggur buah pisang juga menjadi pakan wajib yang disediakan Bali Zoo untuk lemur ekor cincin. Buah pisang yang disajikan yaitu pisang kepok (Musa acuminata), dimana buah pisang ini sudah dipotong-potong mejadi beberapa bagian yang dapat digenggam lemur sehingga memudahkan lemur ketika memakan buah pisang tersebut. Buah pada pisang kepok mengandung protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan zat metabolit sekunder lainnya, yang menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan lainnya (Forster et al., 2003). Pisang juga merupakan sumber karbohidrat bagi lemur ekor cincin di Bali Zoo. Hal ini didukung oleh komposisi pakan pisang yang paling banyak diantara pakan lainnya serta kandungan karbohidrat yang tinggi pada pisang.

Selanjutnya pakan tetap lemur ekor cincin yaitu pepaya. Pepaya (Carica papaya) adalah jenis buah tropis yang buahnya berwarna kuning kemerahan dan manis. Buah pepaya mengandung banyak vitamin terutama vitamin A, vitamin B9, vitamin C, dan vitamin E. Selain vitamin, pepaya juga mengandung mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi, dan kalsium (Surtiningsih, 2005).

Mentimun (Cucumis sativus) merupakan pakan kedua setelah anggur yang diberikan Bali Zoo saat adanya pengunjung untuk hand feeding yang diharapkan dengan pemberian mentimun pengunjung dapat berfoto dan merasakan hand feeding dengan lemur ekor cincin. Kandungan air yang banyak pada mentimun menarik perhatian lemur ekor cincin sehingga lemur tersebut dapat menghampiri pengunjung, biasanya interaksi dengan bantuan mentimun ini dilakukan pada siang hari saat cuaca sedang panas. Mentimun merupakan famili dari Cucurbitaceae yang rendah kalori, kaya akan air dan dapat menjadi sumber antioksidan alami karena memiliki kandungan vitamin C dan flavonoid yang dapat memutus reaksi radikal bebas yang sangat reaktif yang cenderung membentuk radikal baru (Santoso dkk., 2005).

Pakan selanjutnya yang menjadi makanan untuk hand feeding yaitu salak pondoh (Salacca zalacca). Pemberian salak yang dilakukan saat handfeeding biasanya sudah dikupas dan dipotong kecil-kecil oleh keeper sehingga lemur dapat langsung memakannya saat handfeeding. Salak merupakan buah dengan rasa manis dan komoditas yang kaya dengan kandungan gizi berupa kalori, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Komposisi kimia daging buah salak berubah dengan semakin meningkatnya umur buah dan bervariasi menurut varietasnya (Putra, 2011).

Selain pakan yang disebutkan, terdapat pakan yang tersedia di kandang Bali Zoo yaitu rumput. Rumput jepang (Zoysia japonica) memiliki kemampuan menghasilkan biomassa yang

tinggi dan kualitas nutrisi yang tinggi. Beberapa keunggulan rumput sebagaimana dilaporkan Urribari et al. (2005), antara lain kandungan protein 10- 15% tergantung umur panen, tanaman tahunan yang tinggi produksi, dan tanaman rumput tropis yang tinggi nilai nutrisinya karena kandungan serat kasar yang rendah. Selain rumput, serasah daun juga mendapati nilai cukup besar, hal ini dikarenakan serasah daun mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa ini merupakan serat yang dapat membantu melancarkan pencernaan serta serat juga dapat meningkatkan kepadatan feses.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai perilaku harian dan preferensi Lemur Ekor Cincin (Lemur catta) di Bali Zoo, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Perilaku harian Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo adalah perilaku istirahat sebesar (40,97%), moving (27,39%), makan (13,23%), grooming (8,45%), interaksi (4,37%), dan vokalisasi (2,91%), bermain (1,21%), ekskresi (1,06%), dan minum (0,4%). Perilaku harian yang paling dominan dilakukan adalah istirahat, dilanjutkan dengan moving, makan, grooming, dan interaksi sedangkan perilaku harian yang paling jarang dilakukan adalah vokalisasi, bermain, ekskresi, dan minum.

  • 2.    Jenis makanan yang dikonsumsi Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori makanan yang diberikan pihak Bali Zoo dan kategori makanan yang didapatkan dari kandang Lemur Ekor Cincin. Kategori makanan yang diberikan pihak Bali Zoo yang paling dominan dikonsumsi secara berurutan meliputi anggur, selada, pisang, sawi hijau, dan timun. Sedangkan kategori lainnya yang dominan dikonsumsi yaitu rumput dan serasah daun.

SARAN

Pemeliharaan Lemur Ekor Cincin di Bali Zoo dengan menyesuaikan habitat aslinya sudah bagus, namun dapat disarankan agar diperhatikan untuk dapat mengurangi inbreeding yang dapat menyebabkan variasi gen menurun. Diperlukan lebih banyak lagi penelitian mengenai perilaku harian Lemur Ekor Cincin seperti perilaku breeding ataupun perilaku lainnya agar lebih mendukung penelitian sebelumnya, sehingga pengetahuan mengenai Lemur Ekor Cincin terbaru dapat membantu lembaga konservasi lainnya yang ingin membantu mengkonservasi Lemur Ekor Cincin.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia atas beasiswa Bidikmisi yang penulis pertama terima dengan nomor 870/UN 14/HK/2020 sehingga penulis pertama dapat menempuh pendidikan di Universitas Udayana. Penulis juga berterima kasih kepada Bali Zoo atas perizinan tempat penelitian dan bimbingannya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian untuk skripsi ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada FX Sudaryanto, Ida Bagus Made Suaskara dan Deny Suhernawan Yusup atas saran dan masukannya untuk penyempurnaan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Benirschke, K., and C. J. Miller. 1981. Weights and neonatal growth of ring-tailed lemurs (Lemur catta) and ruffed lemurs (Lemur variegatus). Journal of Zoo Animal Medicine 12:107–111.

Bolwig, N. 1960. A comparative study of the behavior of various lemurs. Me´moirs of the Institute of Science of Madagascar, Se´ries A 14:205–217.

Dausmann. K. H. 2014. Flexible Pattern in Energy Saving: Heterothermy in Primates. Journal of Zoology. 292.101-111.

De Vere, R, A., Y. Warren., A. Nicholas, M. E. Mackenzie., J. P. Higham. 2011. Nest Site Ecology of The Cross River Gorilla at The Kagwene Gorilla Sanctuary. Cameroon, with special reference to anthropogenic influence. American Journal of Primatology. 73.253261.

Ecceleston, K. L. 2009. Animal welfare di Jawa Timur: Model Pendidikan Kesejahteraan Binatang di Jawa Timur. Universitas Muhammadiyah Malang.

Forster, M., E. R. Rodriguez, J. D. Martin, and C. D. Romero. 2003. Distribution of nutrients in edible banana pulp. Food Technol. Biotechnol. 41(2): 167- 171.

Garbutt, N. 2007. Mammals of Madagascar, A Complete Guide. A&C Black Publishers.

Gilbert, C., D. McCafferty, Y. Le Maho, J. M. Martrette, S. Giroud, S. Blanc. 2010. One for All and All for One: The Energetic Benefit of Huddling in Endotherms. Biological Reviewers. 85: 545-569.

Gould, L., R., W. Sussman, and M. L. Sauther. 2003. Demographic and Life-History Patterns in A Population of Ring-Tailed Lemurs (Lemur catta) at Beza Mahafaly Reserve, Madagascar: a 15-year perspective. American Journal of Physical Anthropology 120: 182-194.

Jolly, A., A.S. Mertl-Millhollen., E.S. Moret., D. Felantsoa., A. Rasamimanana. 2002. Demography of Lemur catta at Berenty Reserve, Madagascar: Effects of Troop Size, Habitat and Rainfall. International Journal of Primatology 23:327–353.

Karmilah, S.N., S. Deni, & Jarulis. 2013. Perilaku Grooming Macaca fascicularis Raffles, 1821. di Taman Hutan Raya Rajolelo Bengkulu. Konservasi Hayati. 09(2): 1-6.

Lambert, J. E. 1998. Primate Digestion. Evolutionary Anthropology. 7(1):8-20.

Lee, G.H. 2012. Comparing the Relative Benefits of Grooming-contact and Full Contact Pairing for Laboratory-housed Adult Female Macaca fasci-cularis. Applied Animal Behaviour Science. 137: 157-165.

Manteca, X., J. J. Villalba, S. B. Atwood, L. Dziba, F. D. Provenza. 2008. Is Dietary Choice Important to Animal Welfare? Journal of Veterinary Behaviour. 3:5.

McFarland, R., A. Fuller, R. S. Hetem, D. Mitchell, S. K. Maloney, S. P. Henzi. 2015. Social Intergration Confers Thermal Benefits in a Gregarious Primate. Journal of Animal Ecology. 84: 871-878.

McFarland, R. & B. Majolo. 2013. Coping with The Cold: Predictors of Survival in Wild Barbary Macaques. Macaca sylvanus. Biologi Letters. 9. 20130428.

Mellor, D. J. and K. J. Stafford. 2004. Animal Welfare Implications of Neonatal Mortality and Morbidity in Farm Animals. Veteriner Journal. 168, 118-133.

Niel, S.H., S. H. Kim., E. Y. Ko., and S.W. Park. 2013. Polyphenolic Contents and Antioxidant Properties of Different Grape (V. vinifera, V. labrusca, and V. hybrid) Cultivars. BioMed Research International Article ID 718065.

Nield, T. 2007. Supercontinent: Ten Billion Years in the Life of Our Planet. Harvard University Press.

Perwitasari, R. R. D., 2007. Makanan Primata. Bahan Ajar. IPB. Bogor.

Prayoga, H. 2006. Kajian Tingkah Laku dan Analisis Pakan Lutung Perak (Trachypithecus cristatus) di Pusat Primata Schmutzer Taman Margasatwa Ragunan. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Provenza, F. D., J. J. Villalba, L. E. Dziba, S. B. Atwood, R. E. Banner. 2003. Linking Herbivore Experience, Varied Diets, and Plant Biochemical Diversity. Small Ruminant Res. 49, 257-274.

Putra, A. 2011. Pengaruh Berbagai Macam Pupuk Kandang dan Takaran Hara N, P Dan K Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.). Proposal Penelitian. Dipublikasikan Fakultas Pertanian Universitas Baturaja. Baturaja.

Resende, Leticia, S. Gabriella. 2009. The Influence of Feeding Enrichment on the Behavior of Small Fields (Calivornia: Felidae) in Captivity. Zoologia. 26(4): 601-605.

Rowe, A. K. and M. E. Donohue. 2022. Lemurs: Madagascar’s Endemic Primates. Mperiled: The Encyclopedia of Conservation. Vol 1.

Sajuthi, D., D. A. Astuti, D. Perwitasari, E. Iskandar, E. Sulistiawati, I. H. Suparto, dan R. C. Kyes. 2016. Hewan Model Satwa Primata Macaca fascicularis: Kajian Populasi, Tingkah laku, Status Nutrien, dan Nutrisi untuk Model Penyakit. Institut Pertanian Bogor. IPB Press. Bogor.

Santoso, B. B. 2005. Pascapanen Hortikultura. UNRAM Press. Mataram.

Sclafani, V., I. Norscia, D. Antonacci, & E. Palagi. 2012. Scratching Around Mating: Factors Affecting Anxiety in Wild Lemur catta. Primates. 53: 247-254.

Sinaga, S. M., P. Utomo, S. Hadi, & N. A. Archaitra. 2010. Pemanfaatan Habitat oleh Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Kampus IPB Darmaga. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Spinka M., R. Newberry, M. Bekoff. 2001. Mammalian Play: Training for The Unexpected. Quart Rev Biol. Vol 76(141).

Sontono, D., A. Widiana., dan S. Sukmaningrasa. 2016. Aktivitas Harian Lutung Jawa (Trachypithecus auratus sondaicius) di Kawasan Taman Buru Masigit Kareumbi Jawa Barat. Jurnal Biojati. 1(1): 39-47.

Surtiningsih. 2005. Cantik dengan Bahan Alami. PT Alex Media Komputindo. Jakarta.

Sussman, R. W., O. Andrianasolondraibe, T. Soma, and I. Ichina. 2003. Social Behavior and Aggression Among Ringtailed Lemurs. Folia Primatologica 74:168–172.

Tilden, C. 2008. Low fetal energy deposition rates in lemurs: another energy conservation strategy. Elwyn Simons: a search for origins (J. Fleagle and C. C. Gilbert, eds.). Springer, New York. Pp. 311–318.

Tortora, G. J. dan N. P. Anagnostakos. 1990. Principles of Anatomy and Physiology. Harper and Row Publisher. New York. pp: 547-561.

Urribari, L., A. Ferrer and A. Collina. 2005. Leaf Protein From Ammonia Treasted Dwarf Elephant Grass (Pennisetum purpureum schum Cv Mott). Journal Applied Biochemistry and Biotechnology. 122 (1-3): 721‒730.

Wilson, D. E. and E. Hanlon. 2010. Lemur catta (Primates: Lemuridae). Mammalian Species. (42):58–74.

Xia, En-Qia, Deng, Gui-Fang, Guo, Ya-Jun, Li, Hua-Bin. 2010. Biological Activities of Polyphenol from Grapes, Int. J. Mol. Sci. 11 : 622-6

DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2022.v11.i01.p06

83