JURNAL SIMBIOSIS I (2): 70- 78                                                          ISSN : 2337-7224

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana                                            September 2013

PROFIL STRUKTUR SERAT IBU TANGKAI DAUN ANTARA INDUK DAN ANAKAN KELAPA (Cocos nucifera L “Rangda”)

(ANATOMICAL STRUCTURE OF THE LEAF STALK FIBER OF COCONUT (Cocos nucifera L. "Rangda") FROM SEEDLING AND PARENT PLANT)

Ni Made Puspawati 1), Eniek Kriswiyanti 2), I Ketut Junitha 3) Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana

*) Email: [email protected]

INTISARI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur anatomi serat ibu tangkai daun induk dan anakan kelapa (Cocos nucifera L. “Rangda”). Sampel diambil dari Perkebunan Kelapa Pemda Badung yang ada di Desa Sanghyang Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Pembuatan preparat dan pengamatan mikroskopis dilakukan di laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan FMIPA Unud dari bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan April 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur morfologi ibu tangkai daun kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”) yang terpuntir disertai dengan perubahan anatomisnya, dimana bentuk sel penyusun serat ibu tangkai daun sebagian besar tersusun oleh serabut sklerenkim dengan banyak torsi terutama pada tanaman induk sebanyak 81% sel sklerenkimnya terpuntir sedangkan anakan 13%, dengan rata-rata jumlah puntiran 17 ± 1 pada tanaman induk dan 6 ± 1 pada anakan.

ABSTRACT

The research aims to determine the anatomical structure of the leaf stalk fiber Coconut (Cocos nucifera L. "Rangda") on the seedling and parent plant. Sampling was conducted at Sanghyang village Melaya district, Regency of Jembrana. Preparations and microscopic observations made in the laboratory of Plant Development Structure Biology Department, FMIPA Unud. The research was conducted in October 2012 - April 2013. Maceration method used for preparations sklerenkim fibers and xylem elements. The results showed that the anatomical parent plant and seedling petiole were torque and mostly composed by sclerenchym fibers but in the parent plant more torque than seedling. In the parent plant about 81% the sclerenchym cell was torque but in seedling only 13%, with an average number of 17 ± 1 torsion of the parent plant and 6 ± 1 in seedling.

Keywords: the fiber structure, torque

PENDAHULUAN

Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan berbatang lurus yang memiliki nilai budaya dan ekonomi yang tinggi serta

mudah ditemui di berbagai daerah di Indonesia (Sadjad, 1983).

Menurut Kriswiyanti (2012) berdasarkan kegunaannya di Bali kelapa dibedakan menjadi dua kelompok kelapa

(nyuh = kelapa dalam bahasa Bali): kelapa biasa umumnya digunakan untuk kopra, minyak atau bahan makanan, dan kelapa madan oleh masyarakat biasa digunakan untuk keperluan obat dan upakara. Kelapa madan terdapat lebih dari 20 macam diantaranya kelapa bingin, bojog, bejulit, sudamala, sangket, kopyor, menjangan, salak, surya, rangda, dan lain sebagainya. Masing-masing memiliki ciri khusus dibagian tertentu, salah satunya adalah Cocos nucifera L.”Rangda”. Kelapa “Rangda” adalah kelapa Dalam yang memiliki karakter ujung batang dan ibu tangkai daun terpuntir, sehingga mahkota daun terlihat seperti rambut rangda.

Identifikasi Cocos nucifera L.”Rangda” sejak anakan sulit dilakukan dimana ibu tangkai daun anakan kelapa tersebut tumbuh tidak terpuntir seperti induknya. Hal tersebut sesuai pendapat Tomlinson (1961) dan Weiner dan Leise (1988) menyatakan bahwa pada jenis rotan yang sama terdapat sifat memanjat yang sama pula, tetapi kemungkinan mempunyai ciri anatomi batang yang berbeda, sebaliknya jenis rotan yang berbeda sifat memanjatnya dapat memiliki kemiripan ciri anatomi. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara susunan anatomi dengan morfologi sehingga perbedaan morfologi dapat ditelusuri melalui struktur anatominya.

Pada tanaman, yang berperan sebagai penyokong tubuh tanaman adalah serat. Serat merupakan sel yang memanjang dengan ujung tertutup dan biasanya berdinding tebal (Pandit dan Ramdhan, 2002). Pada pelepah daun, serat dapat berasal dari sklerenkim maupun unsur xilem dari berkas pengangkut (Malyono, 2012).

Berdasarkan latar belakang diatas maka, tujuan penelitian ini untuk mengetahui struktur serat ibu tangkai daun pada induk dan anakan Cocos nucifera L.”Rangda”.

Tempat dan Waktu Penelitian

Sampel diambil dari Perkebunan Kelapa Pemda Badung yang ada di Desa Sanghyang Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Pembuatan preparat dan pengamatan mikroskopis dilakukan di laboratorium Struktur Perkembangan Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana dari bulan Oktober 2012 - April 2013.

Metode maserasi dari Franklin digunakan untuk membuat preparat. Potongan ibu tangkai daun direbus hingga mendidih dalam campuran 1 bagian AAG dan 2 bagian hydrogen peroksida (30%) hingga lunak. Setelah itu dimaserasi dan dicuci dengan air dilanjutkan pewarnaan dengan 1% safranin dalam air selama 24

jam. Pencucian dengan air, dehidrasi menggunakan alkohol bertingkat (20%-100%) masing-masing 15 menit. Dealkoholisasi dengan alkohol absolute dan xilol (3:1; 1:1; 1:3) masing-masing selama 10 menit, kemudian xilol murni. Selanjutnya penempelan dan penutupan dengan canada balsam dan labeling (Berlyn dan Miksche, 1976). Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya tipe L301.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan hasil maserasi ibu tangkai daun tanaman induk dan anakan tersusun oleh serabut sklerenkim, trakeid dan parenkim. Serabut sklerenkim dapat berasal dari jaringan sklerenkim maupun unsur xilem, sedangkan trakeid hanya berasal dari unsur xilem. Malyono (2012) menyatakan bahwa pada pelepah daun, serat dapat berasal dari

ISSN : 2337-7224 September 2013 sklerenkim maupun unsur xilem dari berkas pengangkut.

Hasil penghitungan rata-rata jumlah serabut sklerenkim paling banyak terdapat pada bagian tengah ibu tangkai daun (total : 139 ± 14 sel serabut sklerenkim; 113 ± 10 sel terpuntir ; 26 ± 5 sel lurus ; 57 ± 10 sel trakeid) dan paling sedikit dibagian ujung (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Liese (1980) yang menyatakan bahwa pada arah vertikal, jumlah serat meningkat dari bagian bawah ke atas, sebaliknya jumlah parenkim menurun.

Pada anakan jumlah sel sklerenkim dan trakeidanya lebih sedikit dibandingkan dengan induk. Hal ini berkaitan dengan faktor usia dimana jaringan tanaman induk lebih berkembang dari tanaman anakan sehingga jumlah selnyapun lebih banyak. Menurut Kartasapoetra (1987) semakin tua usia tanaman maka jumlah sel akan bertambah jumlahnya.

Tabel 1. Rata-rata Jumlah Sel Penyusun Serat Pada Ibu Tangkai Daun Induk Dan Anakan Kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”)

Jenis sel penyusun ibu tangkai daun

Serabut Skerenkim

Prosentase (%)

Trakeida

Ibu Tangkai Daun Anakan

Puntir

16 ± 7

13

0

Lurus

101 ± 15

87

51 ± 16

Total

117 ± 14

51 ± 16

Ibu Tangkai Daun Induk

Pangkal

Puntir

81 ± 19

71

0

Lurus

33 ± 9

29

34 ± 11

Total

114 ± 24

34 ± 11

Tengah

Puntir

113 ± 10

81

0

Lurus

26 ± 5

19

57 ± 10

Total

139 ± 14

57 ± 10

Ujung

Puntir

80 ± 20

72

0

Lurus

31 ± 6

28

48 ± 17

Total

111 ± 24

48 ± 17

Serabut sklerenkim memiliki bentuk yang terpuntir (torsi) pada tanaman induk dan anakan (Gambar. 1a dan 2). Hal ini sangat berbeda dengan bentuk sel dari tanaman normal yang memiliki ibu tangkai daun lurus dimana bentuk serabut sklerenkim juga lurus (Gambar 1e). Dari data yang diperoleh kemungkinan perbandingan jumlah sel sklerenkim yang terpuntir dan yang lurus juga mempengaruhi proses terpuntirnya morfologi Kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”) ini, dimana pada kelapa anakan hanya 13 % yang terpuntir sedangkan pada tanaman induk bagian yang paling banyak puntirannya dibagian tengah ibu tangkai daunnya yaitu 81% sel

yang terpuntir. Persentase jumlah sel yang terpuntir tersebut sesuai dengan morfologinya dimana pada tanaman anakan bentuk ibu tangkai daunnya terlihat lurus sedangkan pada tanaman induk terpuntir. Pada ibu tangkai daun tanaman induk di bagian tengah morfologinya terlihat lebih terpuntir daripada bagian pangkal dan ujung hal ini sesuai dengan anatominya dimana pada bagian tengah jumlah sel yang terpuntir lebih banyak daripada dibagian lainnya. Kemungkinan semakin banyak jumlah sel yang terpuntir akan membuat ibu tangkai daun mengalami tekanan yang lebih besar dari dalam sehingga morfologi luarnya juga menjadi lebih terpuntir.


e

M=100X


Gambar 1. Bentuk struktur sel penyusun serat ibu tangkai daun induk Kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”) yang terpuntir

Keterangan :a. serabut sklerenkim, b. trakeida, c .parenkim, d. penebalan pada trakeida, e.serabut sklerenkim yang lurus, M: perbesaran mikroskop

Gambar 2. Bentuk struktur sel penyusun serat ibu tangkai daun anakan Kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”) yang terpuntir

a. serabut sklerenkim, b. trakeida, Perbesaran mikroskop : 100X

Pada tanaman Brotowali yang tumbuh melilit memiliki bentuk serabut sklerenkim yang melengkung. Pada batang tanaman yang tua lengkungan-lengkungan tersebut bersambung satu dengan yang lain, sehingga merupakan seludang sklerenkim yang tidak terputus. Meskipun dinding sel pada serabut sklerenkim mengandung lignin namun ternyata daya elastisitasnya sangat besar sehingga serat-serat tersebut dapat dilengkung-lengkungkan (Suciadi, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa bentuk morfologi dapat dipengaruhi oleh anatomi.

Morfologi ibu tangkai daun yang terpuntir selain karena anatomi dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Pada saat dewasa, seiring dengan bertambahnya umur maka tanaman kelapa akan tumbuh lebih tinggi dan diameter batang akan mengecil. Diameter batang mengecil menyebabkan kerapatan sel dalam jaringan juga turut meningkat. Kerapatan sel meningkat dapat menimbulkan tekanan yang lebih besar. Hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu faktor luar seperti terpaan angin yang terjadi secara terus menerus seiring dengan bertambah tingginya pohon yang dapat menambah tekanan pada ibu tangkai daun. Adanya

tekanan dari dalam secara anatomis dan tekanan dari luar oleh angin inilah yang kemungkinan menyebabkan bentuk ibu tangkai daun Cocos nucifera L.”Rangda” menjadi terpuntir. Hal tersebut didukung oleh pendapat Walker, 1993 dalam Nugraheni (2008), yang menyatakan bahwa apabila pohon mendapat pengaruh luar yang mengganggu keseimbangan alaminya, seperti oleh angin, atau tekanan dan beban mekanis lainnya, pohon akan membentuk jaringan khusus yang disebut kayu reaksi.

Menurut Kartasapoetra (1987) jaringan sklerenkim merupakan jaringan yang fungsi utamanya adalah sebagai jaringan penguat tumbuhan. Jaringan sklerenkim hanya terdapat pada organ tumbuhan yang tidak lagi mengadakan pertumbuhan dan perkembangan, jadi pada organ tumbuhan yang telah tetap. Dengan terdapatnya jaringan ini pada tumbuhan, akan memungkinkan alat-alat tumbuhan bertahan menghadapi segala macam tekanan dan desakan tanpa menimbulkan akibat atau berpengaruh pada sel-sel atau jaringan yang keadaannya lebih lemah (tekanan, desakan, lentingan, pembentangan, pukulan, berat, dan gaya mekanik lainnya).

Pada tanaman anakan secara mikroskopis serabut sklerenkimnya tidak banyak yang terpuntir. Hal ini kemungkinan karena pada saat anakan jumlah selnya lebih sedikit dibandingkan disaat dewasa sehingga beban berat dan tekanannya tidak begitu besar dan menimbulkan morfologi yang berbeda dengan induknya, sehingga disaat masih muda sulit dibedakan dengan kelapa biasa

Hasil pengukuran rata-rata panjang serat pada tanaman induk diketahui bahwa ukuran serabut sklerenkim pada tanaman induk lebih panjang dari tanaman anakan.pada tanaman induk ukuran serat terpanjang terdapat dibagian tengah ibu tangkai daun yaitu 73,3 ± 14,1 µm. Demikian pula dengan sel trakeida, ukuran sel trakeida di bagian tengah ibu tangkai daun lebih panjang daripada bagian yang lainnya yaitu 41,6 ± 7,5 µm (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-Rata Panjang dan Jumlah Puntiran / Torsi Pada Sel Penyusun Ibu Daun Kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”)

Letak

Serabut Sklerenkim (µm)

Trakeida (µm)

Jumlah torsi

Ibu Tangkai Daun Anakan

50.6 ± 19.0

36.3 ± 5.1

6 ± 1

Ibu Tangkai Daun Induk

Pangkal

54.4 ± 18.0

38.9 ± 7.0

10 ± 3

Tengah

73.3 ± 14.1

41.6 ± 7.5

17 ± 1

Ujung

58.6 ± 15.6

35.8 ± 4.6

7 ± 1

Dari data tersebut diketahui bahwa ukuran serabut sklerenkim pada tanaman induk lebih panjang daripada tanaman anakan. Pada ibu tangkai daun induk ukuran panjang sel bertambah panjang dari bagian pangkal hingga ke bagian tengah dan memendek di bagian ujung ibu tangkai daun. Hal ini sesuai dengan pendapat Pandit (2002) yang menyatakan bahwa panjang serat bervariasi dipengaruhi oleh jenis kayu, posisi batang, umur, dan

tempat tumbuh. Panjang serat ke arah tinggi bertambah mulai dari pangkal batang hingga mencapai maksimum pada ketinggian tertentu dan selanjutnya bertambah pendek sampai pucuk. Selain itu dengan bertambahnya umur pohon, ukuran panjang serat cenderung bertambah.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa antara setiap bagian pada ibu tangkai daun induk jumlah puntiran

serabut sklerenkimnya berbeda, demikian pula jika dibandingkan dengan ibu tangkai daun anakan. Pada ibu tangkai daun anakan rata-rata jumlah puntiran pada serabut sklerenkimnya 6 ± 1 sedangkan pada ibu tangkai daun induk puntiran terbanyak dijumpai pada bagian tengah yaitu 17 ± 1 puntiran. Perbedaan jumlah puntiran antara ibu tangkai daun induk dan anakan dapat disebabkan oleh faktor umur tanaman. Pada tanaman induk serabut

KESIMPULAN

Struktur morfologi ibu tangkai daun kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”) yang terpuntir disertai dengan perubahan anatomisnya, dimana bentuk sel penyusun serat ibu tangkai daun sebagian besar tersusun oleh serabut sklerenkim dengan banyak torsi terutama pada tanaman induk sebanyak 81% sel sklerenkimnya terpuntir sedangkan anakan 13%, dengan rata-rata

KEPUSTAKAAN

Adesuciadi. 2012. Jaringan Sklerenkim Pada Brotowali

Available            at            :

http://adesuciadi.blogspot.com/201 2/11/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Opened : 01.05.2013

Berlyn and Miksche. 1976. Botanical Microtechnique              and

Cytochemistry. First edition.Iowa State University Press. Ames

Budiyanto. 2011. Struktur dan Fungsi Jaringan Sklerenkim

sklerenkimnya sangat terpuntir karena jaringannya telah dewasa sehingga ukurannya lebih panjang dan jumlah puntirannyapun      lebih      banyak

dibandingkan dengan anakan. Demikian juga halnya pada ibu tangkai daun induk, pada bagian tengah ibu tangkai daun jumlah puntiran serabut sklerenkimnya lebih banyak dibandingkan dengan bagian pangkal dan ujung.

jumlah puntiran 17 ± 1 pada tanaman induk dan 6 ± 1 pada anakan.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai struktur serat dengan menggunakan bagian lain dari tanaman induk dan anakan Kelapa (Cocos nucifera L.”Rangda”), seperti bagian ujung batang untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai struktur seratnya.

Available            at            :

http://budisma.web.id/materi/sma/k elas-xi-biologi/struktur-dan-fungsi-jaringan-sklerenkim/ Opened : 17.08.2012

Haygreen, J.G. and J.L. Bowyer. 1989.

Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar,

Terjemahan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kartasapoetra, A.1987. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan (Tentang Sel Dan Jaringan. PT. Bina Aksara. Jakarta

Kriswiyanti, E. 2013. Keanekaragaman Karakter Kelapa (Cocos nucifera L., Arecaceae) Yang Digunakan Sebagai Bahan Upacara Padudusan Agung. Laporan Penelitian Jurusan Biologi, FMIPA, UNUD. Denpasar

Liese, W. and G. Weiner. 1987. Anatomical Structures for the Identification of Rattan. In: Rao, A.N. and I. Vongkaluang (eds.). Proc. International Seminar on Rattan. Kuala Lumpur, October 24, 1984.

Malyono, J. 2012. Jaringan Pengangkut (Vaskuler) Xylem dan Floem Pada Tumbuhan

Available            at            :

http://juprimalino.blogspot.com/20 12/02/jaringan-pengangkut-vaskuler-xilem-dan.html Opened : 17.08.2012.

Nugraheni, N. 2008. Keragaman Komponen Kimia Dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn). Fakultas

Differences of Rattan Genera from Southeast Asia. Journal of Tropical Forest Science 1:122-132.

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Pandit, I.K.N. dan H. Ramdhan. 2002. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Sadjad, S. 1983. Empat Belas Tanaman Perkebunan Untuk Agro-Industri. Balai Pustaka. Jakarta

Sansan, O. 2010. Deskripsi Kelapa dan Mangga.

Available            at            :

http://okasansan.blogspot.com/201 0/01/deskripsi-kelapa-mangga.html Opened : 17.07.2012

Setyamidjaja, D. 2000. Bertanam Kelapa. Kanisius. Yogyakarta

Walker, J.C.F. 1993. Primary Wood Processing; Principles and Practice. Chapman & Hill. London

Weiner, G. and W. Liese. 1988. Anatomical Structures and

Tomlinson, P.B.. 1961. Anatomy of Monocotyledone II. Palmae. London:    Oxford University