PERKEMBANGAN MIKROGAMETOFIT DAN UJI VIABILITAS SERBUK SARI KELAPA (Cocos nucifera L. “Ancak”)
on
JURNAL SIMBIOSIS I (2): 51- 58
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana
ISSN: 2337-7224
September 2013
PERKEMBANGAN MIKROGAMETOFIT DAN UJI VIABILITAS SERBUK SARI KELAPA (Cocos nucifera L. “Ancak”)
THE DEVELOPMENT OF MICROGAMETOPHYTE AND POLLEN VIABILITY OF COCONUT ANCAK (Cocos nucifera L. “Ancak”)
Ni Luh Gede Cerli Tonika Sari, Eniek Kriswiyanti, Ni Nyoman Darsini
Jurusan Biologi F.MIPA Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali Email: cerlitonika@yahoo.com
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipe bentuk serbuk sari, perkembangan mikrogametofit dan viabilitas serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak”, meliputi struktur serbuk sari dengan metode asetolisis, perkembangan mikrogametofit dan viabilitas serbuk sari secara in vitro dengan media 0,8% agar dalam larutan gula 0%, 50%, dan 70%. Hasil penelitian menunjukan bahwa tipe bentuk serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak”: circular, sulkus, media, Subferoidal (P/E: 1.12-1.18). Perkembangan mikrogametofit Cocos nucifera L. “Ancak” pada bunga masak umumnya pada tingkat uninukleat (>60%) dan binukleat (<40%). Gamet jantan (trinukleat) mulai terbentuk pada hari ke-2,4. Persentase viabilitas serbuk sari secara in vitro rata-rata rendah (< 2.5%).
Kata kunci: Struktur serbuk sari, mikrogametofit, uji viabilitas, in vitro
ABSTRACT
The research observed the type of pollen shape, development of microgametophyte, and pollen viability of Cocos nucifera L. “Ancak”, that is the pollen structure Cocos nucifera L. used preparation with acetolysis method. Development of microgametophyte, and pollen viability with germinated pollen in vitro used 0,8% of agar media in sugar solution 0%, 50%, and 70%. The result showed that the type of pollen shape Cocos nucifera L. “Ancak”: circular, sulkus, media, Subferoidal, P/E: (1.12-1.18). Development of microgametophyte Cocos nucifera L. “Ancak” the flowers are ripe generally at the level of uninucleate (> 60%) and binukleat (<40%). Male gametes (trinukleat) started on day 2,4. percentage of pollen viability in vitro low average (< 2.5%).
Keywords: Pollen structure, microgametophyte, viability test, in vitro
PENDAHULUAN
Hasil eksplorasi keragaman tanaman kelapa di Bali berdasarkan kegunaan dibedakan 2 kelompok besar berdasarkan kegunaannya yaitu Nyuh Biasa dan Nyuh Madan. Nyuh Biasa (Nyuh = Kelapa dalam bahasa Bali) adalah kelapa yang buahnya umum digunakan untuk bahan makanan dan
kopra, sedangkan Nyuh Madan adalah kelapa yang memiliki ciri dan nama khusus diantaranya Nyuh Ancak, Nyuh Be Julit, Nyuh Rangda, dan lain sebagainya. Nyuh Ancak adalah salah satu Nyuh Madan yang memiliki karangan bunga bercabang atau ujung batang bercabang, baik pada kelapa
Genjah maupun kelapa Dalam. Pada Nyuh Ancak ujung batang dapat bercabang 2, 3, 4, 5, 6 bahkan sampai ada yang bercabang sembilan (Kriswiyanti, 2012).
Manfaat Nyuh Ancak di Bali adalah sebagai bahan obat penetralisir racun dan sebagai bahan upacara agama Hindu seperti; Dudonan Karya Agung Padudusan Agung, Pemelaspas, Mamungkah Lan Ngenteg Linggih. Buah Nyuh Ancak dapat digunakan untuk banten penyucian, bagiapulekerti, tetukon, dan caru (Anonim, 2004;Anonim, 2008), untuk itu perlu dijaga kelestariannya, salah satu cara dengan melakukan konservasi melalui penelitian-penelitian dasar seperti perbungaan, reproduksi dan lain sebagainya.
Reproduksi kelapa umumnya menggunakan biji, biji berasal dari persatuan gamet jantan dan betina menghasilkan zigot dan gamet jantan dengan inti katung lembaga menghasilkan endosperm. Salah satu penyebab kegagalan pembentukan buah dan biji adalah sterilitas gamet jantan (Bhojwani dan Bhatnagar, 1999). Keberhasilan penyerbukan dan pembuahan ditentukan oleh beberapa hal seperti struktur dan posisi alat reproduksi (Tjitrosoepomo, 2005). Reproduksi kelapa Dalam pada umumnya dengan penyerbukan silang oleh karena serbuk sari masak lebih dulu
daripada putiknya yang dapat menyebabkan buahnya sedikit ±10 butir pertanaman, sedangkan pada kelapa Genjah terjadi penyerbukan sendiri sehingga dapat menghasilkan buah yang lebih banyak (Kriswiyanti, 2012).
Menurut Ashari (1998) serbuk sari steril dapat juga disebabkan ketidak seimbangan genetis yang terjadi pada saat produksi gamet pada peristiwa mikrogametogenesis. Mikrogametogenesis diawali dengan serbuk sari masak menjelang penyerbukan intinya akan membelah menjadi dua yaitu inti vegetatif dan inti generatif. Inti generatif akan membelah menjadi dua sel sperma, dimana sperma dibentuk mungkin masih dalam anther atau kepala sari (stadium 3 inti) atau setelah keluar dari anther (stadium 2 inti atau 1 inti). Inti vegetatif bertugas mengendalikan proses pertumbuhan sel buluh serbuk sari (Bhojwani dan Bhatnagar, 1999).
Serbuk sari dikatakan viabel apa bila buluh yang tumbuh lebih dari diameternya. Menurut Hersuroso dkk. (1984), persentase viabilitas serbuk sari kelapa yang baik adalah lebih dari 30%. Viabilitas serbuk sari dapat diuji dengan berbagai metode. Salah satu cara yang paling baik adalah uji viabilitas serbuk sari secara in vitro yaitu dengan mengecambahkan serbuk sari pada
media agar yang sesuai. Menurut hasil penelitian Moro, dkk. (1999) hasil uji viabilitas serbuk sari juga dapat dipengaruhi oleh asal pengambilan serbuk sari dari bunga yang tumbuh dibagian karangan bunganya. Berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian struktur serbuk sari, perkembangan mikrogametofit dan uji viabilitas (%) serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” . Jadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkem bangan mikrogametofit dan uji viabilitas serbuk sari dari Cocos nucifera L. ”Ancak”.
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilanm sampel dilaksanakan pada pagi hari jam 08.00-09.00 WITA di halaman musolah Al-Muhajirin, Blayu-Tabanan, warung D’Sawah, Krobokan-Badung dan di pedagang tanaman hias jalan Hangtuah No 99X-Sanur. Pembuatan dan pengamatan preparat dilaksanakan di Laboratorium
HASIL
Hasil pembuatan preparat asetolisis menunjukan tipe bentuk serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” adalah bulat dengan 1 apertura berbentuk seperti alur memanjang
Struktur Perkembangan Tumbuhan Jurusan Biologi F.MIPA Universitas Udayana. Penelitian dilakukan dari bulan September 2012 sampai Januari 2013.
Cara Kerja
Serbuk sari yang diambil dari bunga yang belum mekar dari 4 individu tanaman yang digunakan sebagai sampel. Tiap individu tanaman diambil 3 spikelet, setiap spikelet diambil 30 bunga, jadi dalam 1 pohon diambil sebanyak ± 90 bunga. Perkembangan mikrogametofit dan uji viabilitas serbuk sari secara In Vitro dengan media 0,8% agar dalam larutan gula 0%, 50%, dan 70%. Dikumpulkan serbuk sari dalam petridis, serbuk sari yang telah diambil disterilkan dengan alkohol 70% selama 1 menit, disaring dengan kertas saring, dicuci dengan aquadest dan dikeringkan, serbuk sari yang sudah kering ditaburkan pada gelas benda yang telah dioleskan agar, diinkubasi selama 24 jam.
Tipe Bentuk Serbuk Sari Cocos nucifera L. “Ancak”
tegak pada sumbu memanjang pada kutub butir serbuk sari, dan indeks antara P/E 1.12-1.18.

Gambar 1. Serbuk Sari Cocos nucifera L. “Ancak”. a. Eksin, b. Intin
Perkembangan Mikrogametofit Cocos nucifera L. “Ancak”
Hasil secara in vitro terdapat serbuk sari berkecambah pada hari pertama dan banyak serbuk sari dengan 1 inti (>60%) dan
2 inti (<40%) dimulai hari pertama. Serbuk sari 3 inti ditemukan pada hari ke 2,4 (Gambar 2).

Gambar 2. Perkembangan mikrogametofit Cocos nucifera L. “Ancak”.
A. Tahap uninukleat; B. Tahap binukleat; C. Tahap trinukleat; D. Tahap terbentuk buluh serbuk sari. a.Eksin; b.Intin; c.Sel vegetatif; d.Sel generatif; e.Buluh serbuk sari.
Viabilitas (%) Serbuk Sari Cocos nucifera L. “Ancak”
Hasil penelitian yang telah dilakukan
sampai hari ke-7 dengan viabilitas (%)
menggunakan media agar (in vitro) dengan
tertinggi adalah 2.2% pada sampel yang
konsentrasi 0%, 50%, dan 70%, mengalami
diambil dari Blayu (Gambar 3).
peningkatan persentasi (%) serbuk sari

Gambar 3. Rerata persentase viabilitas serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak”
Gambar 4a menunjukan serbuk sari
Cocos nucifera L. “Ancak” yang
berkecambah ditandai dengan keluarnya
buluh dan panjang buluh sama atau lebih
panjang dari diameter serbuk sari.
Gambar 4b menunjukan serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” tidak berkecambah karena panjang buluh serbuk sari lebih kecil dibandingkan dengan diameter serbuk sari.


Gambar 4. Serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak”
Keterangan : a. Serbuk sari viabel; b. Serbuk sari non viabel
PEMBAHASAN
Bunga merupakan alat perkembangbiakan bagi tanaman. Dari bunga akan terbentuk tanaman baru yang diawali dari perubahan bunga yang tumbuh menjadi buah dan buah tersebut berisi biji kemudian biji tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Cocos nucifera atau kelapa dengan family arecaceae memiliki bunga jantan dan bunga betina pada satu individu (monoecious) (Tjitrosoepomo, 2005).
Hasil pembuatan preparat asetolisis menunjukkan tipe bentuk serbuk sari Cocos nucifera L. ”Ancak” adalah bulat (circular) dengan apertura 1 atau disebut mono. Pada hasil penelitian didapatkan bentuk apertura seperti alur memanjang tegak pada sumbu memanjang pada kutub butir serbuk sari yang disebut tipe sulkus dengan indeks P/E antara 1.12-1.18 termasuk tipe Subferoidal (Erdtman, 1972; Mulyani, 2010).
Dari hasil penelitian serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” perkem-bangan mikrospora serbuk sari yaitu terdiri dari satu inti (uninukleat), dua inti (binukleat), tiga inti (trinukleat) hingga tumbuh buluh serbuk sari. Pada serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” paling banyak ditemukan serbuk
sari satu inti dan dua inti dibandingkan dengan tiga inti. Serbuk sari dengan satu inti atau dua inti dapat ditemukan mulai hari ke-1 sampai hari ke-7. Serbuk sari dengan satu inti mulai ditemukan dari ke-4 individu tanaman pada hari ke-1 yaitu >60% dan serbuk sari dua inti pada hari ke-1 yaitu <40%. Pada Kelapa Dalam Renon hari ke-2 dengan konsentrasi 50% sudah mulai ditemukan serbuk sari tiga inti, Kelapa Genjah Renon dan Kelapa Genjah Blayu serbuk sari tiga inti ditemukan pada hari ke-4 dengan perlakuan kontrol (0%), sedangkan Kelapa Genjah Krobokan tidak ditemukan serbuk sari tiga inti dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Hasil penelitian tersebut sama dengan hasil yang didapatkan Leduc et al. (1990) yang menggunkan media Brewbaker dan Kwack berhasil digunakan pada banyak spesies dengan tingkat perkembangan serbuk sari binukleat sedangkan serbuk sari trinukleat susah ditemukan. Menurut Grayum (1986) dan Kearns dan Inouye (1993) perkecambahan serbuk sari binukleat hidupnya lebih panjang sedangkan serbuk sari trinukleat hidupnya sangat pendek. Dari hasil penelitian perkembangan mikrogametofit Cocos nucifera L. “Ancak”
menurun pada hari ke-7, namun viabilitas serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” meningkat pada hari ke-7, hal ini dikarenakan serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” terlebih dahulu melakukan perkembangan mikrogametofit 1 inti, 2 inti dan 3 inti kemudian mengalami proses perkecambahan (Kriswiyanti, 2012).
Perkembangan mikrogametofit Cocos nucifera L. “Ancak” sangat lambat karena pada hari ke-1 sampai hari ke-7 masih banyak ditemukan serbuk sari satu inti.
Hasil uji viabilitas serbuk sari secara in vitro didapatkan viabilitas (%) rendah (<
SIMPULAN
Struktur serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” Genjah dan Dalam memiliki tipe bentuk yang sama: circular, monosulcus, sulcus, media, Subferoidal, P/E 1.12- 1.18. Perkembangan mikrogametofit Cocos nucifera L. “Ancak” pada bunga masak umumnya pada tingkat uninukleat baik pada
DAFTAR PUSTAKA
Asnawi, S. dan S.N. Darwis. 1985. Prospek Ekonomi Tanaman Kelapa dan Masalahnya di Indonesia. Terbitan Khusus No. 2/VI/1985. Balai Penelitian Kelapa, Manado.
Ashari, S. 1998.Pengantar Biologi
Reproduksi Tanaman. Cetakan Pertama. Penebit PT. Rineka Cipta, Jakarta.
2.5%). Serbuk sari yang viabel ditunjukan dengan ciri-ciri seperti dinding serbuk sari tidak mengkerut dan setiap serbuk sari terdapat buluh serbuk sari yang keluar dari apertura setelah terjadi penyerbukan (Bhojwani and Bhatnagar, 1999). Menurut Shivana dkk. (1991) dalam Sumardi dkk. (1995) serbuk sari dinyatakan viabel apabila mampu menunjukan kemampuan berkecambah dan mengantarkan fungsinya, mengantarkan sperma ke kantong embrio setelah terjadi penyerbukan.
kontrol, maupun perlakuan menunjukan perkembangan inti uninukleat (>60%) dan binukleat (<40%). Gamet jantan dimulai pada hari ke- 2,4 (trinukleat). Viabilitas (%) serbuk sari Cocos nucifera L. “Ancak” umumnya rendah (<2.5%).
Bhojwani, S. S. and S. P. Bhatnagar. 1999. The Embryology of Angiosperm. Fourth Resived Edition. Vikas Publishing House. PVT. LTD. Delhi.
Erdtman, G. 1972. Pollen Morphology and Plant Taxonomy Angiospermae (An Introduction to Palinology I). The Chronica Botanica Co. Waltham. Mass. USA.
Grayum, M. H. 1986. Phylogenetic Implication of Pollen Nuclear Number in the Araceae. Available at:
http://www.springerlink.com/index/P 4153574677102M5.pdf Opened: 23.02.2013
Hersuroso, I., Suharyo, S. Hastjarjo, dan Y. Faswani. 1984. Panduan Kebun Induk Kelapa Hibrida. Pusat Penelitian Kelapa. 1-88.
Kearns, C.A. and D. W. Inouye. 1993. Techniques for Pollination Biologists.
Available at: http://www.alibris.com. Opened: 23.02.2013
Kriswiyanti, E. 2012. Karakterisasi Nyuh Madan (Cocos nucifera L., Arecaceae) di Bali. Jurusan Biologi, F. MIPA, UNUD. Denpasar.
Leduc, N., M.Monnier and G.C. Douglas. 1990. Germination of Trinucleated Pollen: Formulation of a New Medium for Capsellabursa-pastoris. Available at:
www.springerlink.com/index/R2Q07 T54150UK808.pdf
Opened: 23.02.2013
Anonim. 2004. Taman Gumi Banten. Ensiklopedi Tanaman Upakara. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Unud (LPM). Universitas Udayana. Bali.
Anonim. 2008. Dudonan Karya Agung Padudusan Agung Pemelaspas Mamungkah Lan Ngenteg Linggih. Manggala Dharma Ghosana Pedanda Siwa Buda Kabupaten Klungkung. Bali.
Moro, F.V., M.A.S.Silva and J.R.Moro. 1999. Pollen Viability in Syagrus romanzoffiana and S.coronata (Arecaceae). Acta.Hort.486, ISHS.
Mulyani, S. 2010. Anatomi Tumbuhan. Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta.
Sumardi, I. Sutikno dan S. Susanti. 1995. Pengawet Serbuk Sari Salak (Salacca edullis Reinw) secara In Vitro. Biota. I. 445-451
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi
Tumbuhan. Cetakan ke-15. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Discussion and feedback