SIMBIOSIS IX (2):105-114             http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

September 2021

AKTIVITAS HARIAN DAN FREKUENSI BEGGING BEHAVIOUR DARI ELANG BONDOL (Haliastur indus) SITAAN DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA, TABANAN, BALI

DAILY ACTIVITY AND BEGGING BEHAVIOUR FREQUENCY OF CONFISCATED BRAHMINY KITE (Haliastur indus) IN BALI WILDLIFE RESCUE CENTRE, TABANAN, BALI

Gde Oka Widiyavedanta1, Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni1,2*, I Ketut Ginantra1 1Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali 2Frank Williams Museum Patung Burung, Pusat Kajian Ornithologi, Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Udayana, Bali *Email: [email protected]

ABSTRAK

Elang bondol (Haliastur indus) merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang menduduki posisi sebagai top predator. Elang bondol banyak yang ditangkap untuk dipelihara di sangkar sebagai hewan peliharaan yang menyebabkan burung tersebut kehilangan kemampuan untuk berburu akibat lama dipelihara dan tidak dilatih untuk tetap berburu. Di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Bali, elang bondol yang berhasil disita menunjukkan begging behaviour dimana burung “merengek” setiap kali ada manusia yang mendekat. Hal ini dapat berpengaruh pada kesiapan burung elang sitaan tersebut untuk dilepasliarkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas harian dan frekuensi begging behaviour dari elang bondol (Haliastur indus) sitaan di PPS Bali. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2020. Hasil yang didapat adalah aktivitas harian elang bondol di PPS Bali yang paling dominan dilakukan adalah hinggap diam. Aktivitas kedua terbanyak yang dilakukan adalah menelisik bulu, sedangkan aktivitas yang sedikit dilakukan adalah makan dan bergerak. Elang bondol di PPS Bali paling banyak melakukan begging behaviour pada pagi hari, sedangkan pada siang hari begging paling jarang terjadi. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa elang bondol sitaan di PPS Bali masih membutuhkan waktu untuk direhabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali.

Kata Kunci: aktivitas harian, begging behavior, elang bondol, Haliastur indus, penyelamatan satwa

ABSTRACT

Brahminy kite (Haliastur indus) is one of bird of prey species that occupy position as top predator. Many brahminy kite was captured and was kept as pet which caused those birds lose their ability to hunt as a result of being caged for too long and for not to be trained to hunt. In Bali Wildlife Rescue Centre, the confiscated brahminy kite showed begging behavior in which the birds “whine” every time a human approach. This kind of behaviour affect their readiness to be released in the wild. The purpose of this study was to determine the daily activity and the frequency of begging behaviour of confiscated brahminy kite in Bali Wildlife Rescue Centre. This study was conducted in January 2020. This study found that the brahminy kite at the Bali Wildlife Rescue Centre spent most of their time for perching. The second highest activity was preening, whereas the least activities were feeding and moving. The highest percentage to beg in brahminy kite was recorded in the morning, whereas the lowest percentage was in the midday. The results of this study indicated that the confiscated brahminy kite at the Bali

Wildlife Rescue Centre were still need more time to be rehabilitated prior to release back into the wild.

Keywords: Animal Rescue, Begging Behavior, Brahminy kite, Daily Activity, Haliastur indus

PENDAHULUAN

Elang merupakan salah satu dari burung pemangsa yang menduduki puncak dari rantai makanan (top predator) yang berperan sebagai pengendali ekosistem (Prawiradilaga, 1999), termasuk di dalamnya elang bondol (Prawiradilaga dkk., 2003). Elang bondol (Haliastur indus) merupakan salah satu burung pemangsa yang sering dijadikan hewan peliharaan, sehingga terjadi perubahan perilaku alami dari hewan tersebut. Elang yang berada di dalam kandang biasanya mengalokasikan waktunya untuk bertengger dan menelisik bulu (Sawitri dan Takandjanji, 2010). Perilaku bersuara tidak terlalu sering dilakukan, namun pada beberapa burung yang telah dipelihara lama, terjadi perilaku bersuara setiap kali ada kehadiran manusia. Perilaku ini disebut sebagai begging behaviour, yaitu merupakan perilaku meminta makanan yang biasanya terjadi pada masa bayi (infant) saat merasa lapar (Roulin, 2001). Hal ini dapat berpengaruh pada kesiapan pelepasliaran karena dapat menarik perhatian pemburu sehingga lebih mudah untuk tertangkap kembali pasca pelepasliaran (Haskel, 1994).

Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) merupakan sebuah lembaga non pemerintah yang melakukan kegiatan usaha penyelamatan dan pelepasliaran satwa liar ke habitat aslinya, mendukung segala kebijakan yang berhubungan dengan usaha penyelamatan dan pelepasliaran satwa liar, menampung, merawat dan memfasilitasi satwa liar hasil serahan warga maupun hasil sitaan dari badan pemerintah terkait (Balai

Konservasi Sumber Daya Alam), edukasi terhadap satwa liar kepada masyarakat sekitar, penyelenggaraan penelitian tentang konservasi hewan liar, serta menjalin hubungan antar PPS lain di daerahnya (Sawitri dan Takandjanji, 2010). Di Indonesia terdapat tujuh Pusat Penyelamatan Satwa yang memiliki fungsi sebagai tempat penitipan dan penampungan sementara dari satwa-satwa dilindungi yang didapat dari penyitaan pemerintah, translokasi dari PPS lain, dan juga dari penyerahan sukarela masyarakat sekitar. Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Bali berada di Banjar Dukuh, Desa Dauh Peken, Tabanan, Bali dan sudah berdiri sejak tanggal 1 Mei 2004. Saat ini, PPS Bali telah merehabilitasi 11 jenis satwa yang merupakan hewan sitaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali atau penyerahan sukarela dari masyarakat di wilayah kerja BKSDA Bali, termasuk jenis elang bondol. Elang bondol sitaan ini direhabilitasi perilakunya di PPS Bali yang mana diharapkan untuk dapat beraktifitas dengan optimal di alam pada saatnya untuk dilepasliarkan di habitat alaminya nanti. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aktivitas harian dan frekuensi begging behaviour dari elang bondol (Haliastur indus) sitaan di Pusat Penyelamatan Satwa Bali. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan di dalam upaya pelepasliaran satwa, khususnya elang bondol, yang direhabilitasi di PPS Bali.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2020, bertempat di Pusat

Penyelamatan Satwa Bali yang berlokasi di Banjar Dukuh, Desa Dauh Peken, Tabanan, Bali. Sebelum pengambilan data, dilakukan pemberian penanda (tagging) yang

bertujuan untuk membedakan setiap individu elang bondol yang diamati aktivitasnya (Tabel 1). Pemberian penanda (tagging) dilakukan dengan menggunakan kabel ties berwarna hitam dan putih pada kaki dengan pemberian warna dan letak kaki yang berbeda-beda tiap individu (Gambar 1).

Tabel 1. Skema penandaan (tagging) individu elang bondol untuk pengamatan aktivitas harian dan begging behaviour di PPS Bali pada bulan Januari 2020


Individu

Tanda (tag)

Keterangan

1

BW (Black White)

Tanda hitam dan putih pada satu kaki

2

RW (Right White)

Tanda putih pada kaki kanan

3

LW (Left White)

Tanda putih pada kaki kiri

4

RB (Right Black)

Tanda hitam pada kaki kanan

5

LB (Left Black)

Tanda hitam pada kaki kiri

Gambar 1. Tag yang diberikan pada kaki elang bondol (individu RW) di PPS Bali untuk keperluan studi ini

Pengamatan terhadap aktivitas harian elang bondol di PPS Bali dilakukan dengan mengunakan metode Focal Animal Sampling (Altmann, 1974). Menurut Nasri dan Yoza (2014), aktivitas harian elang dikelompokkan menjadi lima, yaitu makan, berburu, bersuara, terbang, bertengger.

Sedangkan menurut Sawitri dan Takandjandji (2010) aktivitas harian elang yang dapat diamati meliputi aktivitas diam, bergerak, dan ingestif (makan). Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut maka pengamatan aktivitas harian elang bondol di dalam kandang di PPS Bali pada

penelitian ini dikelompokkan menjadi lima yaitu:

  • a.    Feeding atau Makan (FE), meliputi aktivitas mengambil makan, dan memakan makanan yang telah disediakan oleh petugas;

  • b.    Perching atau hinggap diam (PE), meliputi aktivitas diam ditenggeran, terkadang sambil menoleh-noleh lingkungan sekitar;

  • c.    Preening atau menelisik bulu (PR), meliputi aktivitas menelisik bulu atau merapikan bulu diseluruh tubuhnya, membersihkan paruh dan kaki;

  • d.    Moving atau berpindah tempat (MO), meliputi aktivitas terbang, berpindah tempat dengan berjalan atau loncat;

  • e.    Vokalisasi Begging atau bersuara meminta (VB), meliputi aktivitas bersuara untuk meminta perhatian terhadap orang sekitar.

Pengamatan aktivitas harian elang bondol dilakukan terhadap lima (5) individu elang bondol sitaan yang terdapat di PPS Bali (lihat tabel 1). Setiap aktivitas individu dicatat dengan metode pencatatan instantaneous recording (Altmann, 1974) dengan interval waktu setiap sepuluh (10) detik selama lima (5) menit, sehingga diperoleh 150 data (bouts) per waktu

pengamatan. Pengulangan pengamatan dilakukan selama sembilan (9) kali pada hari yang berbeda untuk setiap individu. Pengamatan dilakukan pada pada pagi hari (07.00-07.25 WITA), siang hari (13.0013.25 WITA), dan sore hari (16.00-16.25 WITA). Data begging behaviour diekstrak dari persentase aktivitas begging yang dilakukan per waktu pengamatan selama pengamatan aktivitas harian dilakukan.

Hasil data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan menghitung rata-rata ± S.E. dengan menggunakan aplikasi Microsoft excel dari masing-masing aktivitas pada kelima individu. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif menggunakan literatur dan membandingkan hasil pengamatan dengan penelitian terkait yang telah dilakukan mengenai perilaku elang di alam bebas dan atau yang ada di dalam kandang.

HASIL

Pengamatan terhadap aktivitas harian elang bondol di PPS Bali dilakukan selama sembilan (9) hari dengan total waktu pengamatan selama 945 jam. Data yang didapatkan dikelompokkan menjadi tiga yaitu pagi, siang, dan sore hari. Hasil pengamatan ditampilkan pada diagram (Gambar 2) berikut.

100.00

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00




Diam (PE) Menelisik  Begging Makan (FE) Bergerak

Bulu (PR) (VB)               (MO)

AKTIVITAS HARIAN

■ PAGI ■ SIANG ■ SORE

Gambar 2. Diagram aktivitas harian elang bondol di PPS Bali. Data merupakan rata-rata ±S.E.

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa aktivitas elang bondol di Pusat Penyelamatan Satwa Bali yang paling sering dilakukan baik pagi, siang maupun sore adalah hinggap diam (PE) dengan persentase 47.48±0.5% pada pagi hari, 79.41±0.5% pada siang hari dan 80.96±0.4% pada sore hari. Aktivitas kedua terbanyak yang dilakukan adalah menelisik bulu (PR) yang paling sering dilakukan pada pagi hari dengan persentase 40.30±0.5%, siang hari 6.81±0.3% dan sore hari 10.96±0.3%. Aktivitas begging yang dilakukan oleh elang bondol pada tiap pengamatan adalah tertinggi pada pagi hari yaitu 9.56±0.2%, lalu 4.52±0.1% pada siang hari dan 5.56±0.1% pada sore hari. Aktivitas makan pada elang bondol hampir tidak pernah tercatat karena pengamatan untuk penelitian ini dilakukan sebelum elang bondol diberikan pakan dan satu jam

setelah elang bondol diberikan pakan. Persentase aktivitas makan tertinggi yang dapat tercatat yaitu pada siang hari yaitu sebesar 5.19±0.3%, kemudian pada sore hari dengan persentase sebesar 0.30±0.04%. Aktivitas bergerak hanya terjadi beberapa kali, pada pagi hari sebesar 2.67±0.1%, siang hari dengan persentase tertinggi sebesar 4.07±0.1% dan sore hari sebesar 2.22±0.1%.

Data pengamatan terhadap begging behaviour diambil dari persentase begging behaviour per waktu pengamatan selama pengamatan aktivitas harian dilakukan. Data dari begging behaviour diambil dari persentase begging (VB) pada aktivitas harian yang kemudian dipisahkan antar individu dan antar waktu. Data begging behaviour ditampilkan dalam gambar 3 dan gambar 4.


Gambar 3. Diagram persentase begging behaviour per waktu pengamatan elang bondol di PPS Bali. Data merupakan rata-rata ±S.E.


Gambar 4. Rata-rata begging behaviour per individu elang bondol di PPS Bali. Data merupakan rata-rata ±S.E.

Pada gambar 3, dapat dilihat bahwa elang bondol di PPS Bali paling banyak melakukan begging behaviour pada pagi hari (9.56±0.2%), sedangkan pada siang hari begging paling jarang terjadi (4.52±0.1%). Pada sore hari persentase begging sedikit lebih tinggi daripada di siang hari yaitu 5.56±0.1%. Gambar 4

menunjukkan persentase aktivitas begging tiap individu elang bondol di PPS Bali yang diamati. Dari gambar 4, dapat dilihat bahwa individu dengan kode tagging BW memiliki persentase begging paling tinggi (17.65±0.3%), sedangkan individu LB dengan persentase begging terendah (0.12±0.02%). Persentase begging

behaviour yang tercatat pada individu-individu lainnya yaitu 6.17±0.2%, 5.06±0.2%, dan 3.70±0.22% untuk masing-masing individu RW, LW, dan RB.

PEMBAHASAN

Aktivitas harian tertinggi yang dilakukan oleh elang bondol sitaan di PPS Bali pada seluruh waktu pengamatan adalah hinggap diam (PE), dan setelahnya adalah aktivitas menelisik bulu (PR). Perilaku hinggap diam burung merupakan perilaku saat burung tidak melakukan aktivitas yang bertujuan untuk memulihkan energi setelah melakukan aktivitas, dan merupakan bentuk pengaturan laju metabolisme tubuh (Sawitri dan Takandjaji, 2010). Penelitian aktivitas harian elang jawa (Nisaetus bartelsi) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga mencatat hinggap diam merupakan aktivitas tertinggi yang dilakukan yaitu sebesar 66%, sementara aktivitas pergerakan dalam bentuk terbang dilakukan sebesar 34% (Luthfi dkk. 2020). Menurut Sawitri dan Takandjaji (2010), aktivitas harian dari burung dapat berubah pada saat berada di dalam kandang dibandingkan dengan di alam. Namun selama pengamatan aktivitas harian di PPS Bali, elang bondol tercatat tidak banyak melakukan pergerakan (MO), baik meliputi aktivitas terbang, berpindah tempat dengan berjalan atau meloncat. Aktivitas hinggap diam tercatat dominan pada siang hari dan sore hari yang kemungkinan dikarenakan pada saat siang suhu udara di lingkungannya menjadi panas. Pada siang hari saat suhu lingkungan panas, burung umumnya mengurangi pergerakan dan mencari naungan untuk tempat berteduh (Mardiastuti dkk., 2001).

Kondisi bulu merupakan faktor penting untuk kesehatan dan keamanan dari burung

tersebut, maka dari itu burung melakukan aktivitas membersihkan badan atau menelisik bulu (Safanah dkk., 2018). Aktivitas menelisik bulu (preening) berguna untuk mengeliminasi ektoparasit pada tubuh burung (Waite et al., 2012). Pada penelitian ini, aktivitas menelisik bulu paling banyak dilakukan pada pagi hari.

Pada penelitian ini, tidak banyak aktivitas makan (FE) yang tercatat. Hal ini disebabkan karena pengamatan aktivitas harian ini dilakukan di luar waktu pemberian makan semua satwa sitaan yang terdapat di PPS Bali. Pemberian makan dilakukan pada jam 09.00 WITA oleh keeper satwa yang dibantu juga oleh peneliti. Jenis makanan yang diberikan untuk elang bondol di PPS Bali adalah ikan segar atau ikan hidup yang diletakkan di dalam baskom yang berisi air. Penelitian elang bondol di kawasan Nusa Dua, Bali mencatat elang bondol mencari makan dengan cara sambil terbang, menukik, lalu menyambar ikan mujair yang terdapat pada kolam pengolahan limbah ITDC Nusa dua, sebanyak maksimum lima kali dalam satu hari pengamatan, dengan tingkat kesuksesan 80% (Yuni et al. 2019). Pada waktu pengamatan ini, terlihat beberapa individu elang bondol masih memakan ikan yang diberikan oleh keeper. Elang bondol di PPS tidak hanya memakan ikan yang diberikan oleh keeper tersebut, namun juga terlihat memangsa kadal yang sedang berjemur di dalam kandang elang.

Pada penelitian ini, begging behaviour lebih dominan teramati pada pagi hari, sedangkan paling sedikit tercatat pada siang hari. Terdapat 1-2 individu yang melakukan begging pada sore hari, meskipun tidak terlalu sering dilakukan. Prilaku begging tersebut dilakukan saat keeper maupun

volunteer lewat di dekat kandang. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa begging yang dilakukan oleh elang bondol di PPS adalah untuk menarik perhatian keeper maupun volunteer agar diberikan makan, seperti halnya mungkin dilakukan terhadap pemeliharanya terdahulu sebelum dilakukan penyitaan oleh aparat untuk direhabilitasi di PPS Bali. Begging merupakan sinyal yang biasanya dilakukan pada saat suatu individu menginginkan sesuatu dari “induknya” entah itu perhatian maupun diberikan makan, yang terjadi apabila induk berada di dekat anak-anaknya (Hinde dan Godfray, 2011).

Setiap individu elang bondol yang ada di PPS Bali dapat dibedakan sesuai dengan kabel ties yang dipakaikan pada kakinya (Tabel 1). Semua elang bondol yang ada di PPS Bali melakukan begging behavior. Namun frekuensinya bervariasi pada setiap individu. Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa elang bondol dengan kode BW lebih dominan melakukan aktivitas begging. Hal ini kemungkinan terjadi akibat individu tersebut dipelihara terlalu lama, seperti yang dinyatakan oleh Hoek and Cate (1998) bahwa burung yang dipelihara terlalu lama maka perilakunya berubah akibat hilangnya insting alami dari burung tersebut. Informasi lamanya setiap individu elang bondol tersebut telah dipelihara oleh manusia tidak tersedia sehingga tidak dapat dipastikan hubungan frekuensi begging behaviour dengan masa pemeliharaan elang bondol oleh pemilik terdahulunya.

Individu LB jarang melakukan begging, kemungkinan akibat dari bulu primernya rusak sehingga tidak dapat melakukan banyak aktivitas. Bagian bulu

primer pada sayap sangat penting pada seluruh fase hidup burung dan juga berkaitan dengan pengeluaran energi pada saat terbang. Jika rusak, maka burung akan mengurangi durasi terbangnya (Echeverry-Galvis dan Hau, 2013). Individu RW tidak terlalu sering melakukan begging behaviour, namun sering bergerak mendekat ke arah keeper atau volunteer jika mereka sedang berada di dekat kandangnya. Hal ini dapat disebabkan oleh seringnya elang bondol RW berinteraksi dengan manusia. Manusia dapat memberikan efek buruk ketika berinteraksi secara langsung dengan burung karena dapat menyebabkan burung menjadi lebih sensitif terhadap keberadaan manusia (Cluzcaf dan Marzluff, 2012).

Dari penelitian aktivitas harian dan frekuensi begging behaviour yang dilakukan ini, dapat dikatakan bahwa elang bondol sitaan di PPS Bali masih membutuhkan waktu untuk direhabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali. Pemberian enrichment (Widiyavedanta et al., 2019) akan sangat membantu untuk mengembalikan insting dan prilaku alami elang bondol tersebut. Kajian lebih mendalam tentang begging behaviour yang dilakukan oleh burung dewasa perlu dilakukan karena masih sedikit studi yang dilakukan terkait topik tersebut.

SIMPULAN

Aktivitas harian elang bondol di Pusat Penyelamatan Satwa Bali yang paling sering dilakukan adalah hinggap diam. Aktivitas kedua terbanyak yang dilakukan adalah menelisik bulu, sedangkan aktivitas yang sedikit dilakukan adalah makan dan bergerak. Elang bondol di PPS Bali paling banyak melakukan begging behaviour pada pagi hari, sedangkan pada siang hari

begging paling jarang terjadi. Dari penelitian aktivitas harian dan frekuensi begging behaviour yang dilakukan ini, dapat dikatakan bahwa elang bondol sitaan di PPS Bali masih membutuhkan waktu untuk direhabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Bali, drh. Dyah Ayu Risdasari Tri Noviarini dan seluruh pegawai Pusat Penyelamatan Satwa Bali yang telah memberikan ijin dan fasilitas selama penelitian berlangsung. Studi ini merupakan bagian dari Praktik Kerja Lapang mahasiswa di Prodi Biologi, FMIPA Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Altmann, J. 1974. Observational study of behavior:   sampling methods.

Behaviour 49: 227-266.

Cluzcaf, B. and J. Marzluff. 2012. Attitudes and Actions Toward Birds in Urban Areas: Human Cultural Differences Influence Bird Behavior. The Auk. 129 (1): 8-16

Echeverry-Galvis, M. and M. Hau. 2013. Flight Performance and Feather Quality:  Paying the Price of

Overlapping Moult and Breeding in A Tropical Highland Bird. PLoS One. 8(5): e61106

Haskel, D. 1994. Experimental Evidence That Nestling Begging Behaviour Incurs A Cost due to Nest Predation. Proceedings of the Royal Society of London. Series B: Biological Sciences. 257 (1349): 161-164

Hinde, C. A. and H.C.J. Godfray. 2011. Quality, need, or hunger; begging the question. Behavioral Ecology. 22(6) :1147-1148

Hoek, C. and T.C. Cate. 1998. Abnormal Behavior in Caged Birds Kept as Pets. Journal of Applied Animal Welfare Science. 1 (1): 51-64.

Luthfi, M., D. Elfidasari, Pairah. 2020. Aktivitas Harian Elang Jawa (Nisaetus   bartelsi)   di Bumi

Perkemahan Sukamantri Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal Bios Logos. 10(2): 99-105.

Mardiastuti, A., Salim, L. R., and Mulyani, Y. A. 2001. Perilaku Makan Rangkong Sulawesi pada Dua Jenis Ficus di Suaka Margasatwa Lambusango, Buton. Media Konservasi. 6(1): 7-10.

Nasri, G.H. dan D. Yoza. 2014. Studi Perkembangan Perilaku Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) di Pusat Rehabilitasi Suaka Elang, Bogor. Universitas Riau.

Prawiradilaga, D.M. 1999. Seri Pendidikan Konservasi     Keanekaragaman

Hayati: Elang Jawa Satwa Langka. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Biodiversity Conservation Project PHKA-JICA-LIPI. Bogor

Prawiradilaga, D.M., T. Murate,  A.

Muzakkir,    T. Inoue, T.

Kuswandono, A.A. Supriatna,  D.

Ekawati, M.H. Afianto, Hapsoro, T. Ozawa, N. Sakaguchi . 2003. Panduan Survei Lapangan dan Pemantauan      Burung-burung

Pemangsa. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia:             Biodiversity

Conservation Project PHKA-JICA-LIPI. Bogor

Roulin, A. 2001. On the Cost of Begging Vocalization:    Implication of

Vigilance.  Behavioral Ecology.

12(4): 506-515

Safanah, N.G.,   C.S. Nugraha, R.

Partasasmita, dan T. Husodo. 2017. Keanekaragaman Jenis Burung di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia 3(2) : 266-272

Sawitri, R. dan M. Takandjandji. 2010. Pengelolaan dan Perilaku Burung Elang Jawa Di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga, Sukabumi. Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(3): 257-270.

Waite, J.L., A.R. Henry, D.H. Clayton. 2012. How Effective is Preening against Mobile Ectoparasites? An Experimental Test with Pigeons and Hippoboscid Flies. International

Journal for Parasitology. 42(5):

463-467.

Widiyavedanta, G.O., K.R.M. Sitompul, A.A. Wibisono, G.A.P.I. Pandini, L.P.E.K. Yuni. 2019. Enrichment Variation Provided for the Confiscated Raptors at Tabanan Animal Rescue Centre. Abstract in Proceeding of the 11th Asian Raptor Research and Conservation Network (ARRCN): page 131. Udayana University, Bali – Indonesia.

Yuni, L.P.E.K., R. Monika, N.N. Sumarlita, M. Saifudin, Y.Y. Yunus. 2019. Diurnal Activity and Energy Expenditure Estimation of the Brahminy kite Haliastur indus in South of Bali,    Indonesia.

Proceeding of the 11th Asian Raptor Research and Conservation Network (ARRCN): page 71-75. Udayana University, Bali – Indonesia.

114