ANALISIS KUALITAS AIR PADA TIGA MATA AIR DI KECAMATAN SUKAWATI, KABUPATEN GIANYAR, BALI
on
SIMBIOSIS IX (1): 31-40 http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
Program Studi Biologi FMIPA UNUD
eISSN: 2656-7784
Maret 2021
ANALISIS KUALITAS AIR PADA TIGA MATA AIR DI KECAMATAN SUKAWATI, KABUPATEN GIANYAR, BALI
WATER QUALITY ANALYSIS AT THREE SPRINGS IN SUKAWATI SUBDISTRICT OF GIANYAR DISTRICT, BALI
Ni Gusti Made Yuliari ¹, Ni Luh Watiniasih2, Alfi Hermawati Waskita Sari1
1Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali-Indonesia.
2
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali-Indonesia.
Email: [email protected]
ABSTRAK
Pemanfaatan mata air sebagai sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali masih cukup tinggi. Akitivitas manusia seperti aktivitas domestik, industri, dan pertanian yang semakin meningkat berpengaruh terhadap penurunan kualitas air. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2019 sampai Januari 2020. Sampel air diambil dari di mata air Pancoran Kutri, mata air Beji Dalem Agung Kemenuh dan mata air Taman Beji Cengcengan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup Berdasarkan Kelas (Kelas I) dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Prasyarat Kualitas Air Minum. Parameter yang diamati yaitu parameter fisika (suhu dan TDS), parameter kimia (pH, DO, BOD, nitrat, fosfat, kadmium (Cd) dan Timbal (Pb)) dan parameter biologi (bakteri fecal coliform). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air pada ketiga mata air di lokasi penelitian masih memenuhi baku mutu kualitas air. Namun parameter DO pada mata air Pancoran Kutri, parameter BOD pada mata air Taman Beji Cengcengan dan fosfat pada ketiga mata air di lokasi penelitian, serta parameter bakteri fecal coliform pada ketiga mata air di lokasi penelitian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 telah melampaui ambang baku mutu.
Kata kunci: kualitas mata air, parameter fisika, kimia, dan biologi.
ABSTRACT
Utilization of springs as water resources for their daily needs by the people of Sukawati Sub-Distric of Gianyar Regency, Bali is still quite high Human activities, such as increasing domestic, industrial and agricultural activities, have an effect on decreasing water quality. This research was conducted ini December 2019 to January 2020 at Pancoran Kutri springs, Beji Dalem Agung Kemenuh springs and Taman Beji Cengcengan springs. This research aimed to determine water quality based on Bali Governor's Regulation No.16 of 2016 concerning Environmental Quality Standards and Standard Criteria for Enviromental Damage Based on Class (Class I) and Minister of Health Republic of Indonesia Regulation No.492/ Menkes/Per/IV/2010 concerning Prerequisites for Drinking Water Quality. The parameters analyzed were the physical parameters (temperature and TDS), the chemical parameters (pH, DO, BOD, nitrate, phosphate, cadmium (Cd) and lead (Pb)) and the biological parameters (fecal coliform bacteria). The results of the research conducted showed that the water quality in the three springs in the study location still met the water quality standards. However, DO parameters at Pancoran Kutri springs, BOD parameters at Taman Beji Cengcengan springs and phosphate in the three springs at the research location are based on regulations, as well as fecal coliform bacteria parameters in the three springs at the
research location based on the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 have exceeded the quality standard threshold.
Keywords: springs quality, physical, chemical, and biological parameters
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia. Air untuk memenuhi kebutuhan manusia diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya adalah air tanah. Air tanah dapat diperoleh dari mata air, yang merupakan lokasi pemusatan keluarnya air tanah ke permukaan tanah karena terpotongnya lintasan aliran air tanah oleh fenomena alam (Kresic dan Stevanovic, 2010). Air yang yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai air minum berasal dari mata air dengan kualitas yang baik (Arthana, 2007).
Masyarakat pedesaan banyak memanfaatkan air yang bersumber dari mata air sebagai keperluan rumah tangga. Mata air yang relatif kecil umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, sedangkan mata air yang berdebit lebih besar dimanfaatkan oleh pemerintah atau perusahaan untuk penyediaan air minum (Sudarmadji et al., 2016). Sumber utama mata air dan potensi alirannya di dalam tanah berbeda-beda akan mempengaruhi debit mata air. Lapisan mineral tanah yang dilaluinya juga mempengaruhi kualitas air pada mata air tersebut (Arthana, 2007).
Akitivitas manusia seperti aktivitas domestik, industri, dan pertanian yang semakin meningkat memberikan pengaruh terhadap penurunan kualitas air. (Priyamba et al., 2008). Peningkatan kadar parameter fisika seperti, perubahan warna air menjadi kecoklatan hingga hitam dapat mengindikasikan adanya kandungan bahan kimia seperti besi, mangan dan sianida.
Bau yang tidak sedap pada air mengindikasikan adanya pencemar seperti bakteri Escherichia coli (E. coli) (Handayani, 2010). Gargitha et al, (2016) menyebutkan bahwa kualitas air di beberapa mata air di Kabupaten Gianyar telah melampaui ambang baku diantaranya parameter DO, bakteri fecal coliform dan fosfat.
Pemanfaatan mata air sebagai sumberdaya air, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang diperlukan oleh masyarakat di Kecamatan Sukawati, masih cukup tinggi. Pemanfaatan Mata air Pancoran Kutri, Taman Beji Cengcengan dan Beji Dalem Agung Kemenuh untuk konsumsi secara langsung oleh masyarakat cukup tinggi. Oleh karena itu, informasi mengenai kualitas dan kelayakan air di tiga mata air tersebut sangat diperlukan. Diharapkan masyarakat dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumber mata air secara berkelanjutan sesuai dengan baku mutu yang berlaku.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 sampai Januari 2020. Sampel air diambil dari mata air Pancoran Kutri, mata air Beji Dalem Agung Kemenuh, dan mata air Taman Beji Cengcengan yang terletak di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat dan bahan yaitu, termometer, TDS meter, pH pen, botol sampel, vortex, spectrophotometer, tabung durham, air sampel, Natrium tiosulfat, medium kaldu laktosa dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dan komfaratif, yaitu menggambarkan hasil perbandingan data kualitas air dari hasil uji laboratorium dengan baku mutu yang berlaku dan mendeskripsikan hasil penelitian berdasarkan kajian kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan pengujian laboratorium. Dokumentasi dilakukan disetiap kegiatan untuk menunjang penelitian. Pengambilan sampel air untuk parameter fisika-kimia dilakukan dengan mengambil air dari setiap pancoran dimasukan kedalam botol bersih ukuran 1.500 ml yang diberi label nama sesuai lokasi sampel. Pengambilan sampel air untuk parameter biologi dilakukan dengan membersihkan dan mensterilkan keran atau pipa, tutup botol dan leher botol dengan lampu spirtus. Pengisian air sampel hanya 3/4 dari ukuran botol sampel. Sterilkan kembali leher dan tutup
botol sebelum ditutup. Beri label sesuai nama lokasi sampel. Setiap sampel baik untuk parameter fisika-kimia dan biologi dimasukan kedalam coldbox agar sampel tidak kontan dan sampel dibawa ke laboratorium untuk penelitian lebih lanjut
Pengumpulan Data
Data penelitian diperoleh dari observasi secara langsung di lapangan dengan pengambilan sampel air di ketiga mata air yang kemudian dilakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui nilai masing-masing parameter uji. Pengujian parameter kualitas air dilakukan secara in situ meliputi, pengukuran suhu, pH dan TDS air. Pengukuran ex situ meliputi, pengukuran DO, nitrat dan fosfat yang dilakukan di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana serta parameter BOD, kadmium (Cd), timbal (Pb), dan bakteri fecal coliform yang dilakukan di UPTD. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali.
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu dengan mendeskripsikan kondisi kualitas air di lokasi penelitian
dengan hasil penelitian kemudian dibandingkan dengan standar baku mutu kualitas air. Standar baku yang digunakan untuk analisis tersebut menggunakan baku mutu kualitas air kelas I Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum (Tabel 1).
Tabel 1. Baku Mutu Kualitas Air Kelas I Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010.
No |
Parameter |
Satuan |
Pergub Bali |
Permenkes |
1 |
Suhu |
0C |
Deviasi 3 |
Suhu udara ±3 |
2 |
TDS |
mg/L |
1000 |
500 |
3 |
pH |
- |
6-9 |
6,5-8,5 |
4 |
DO |
mg/L |
≥6 |
- |
5 |
BOD |
mg/L |
2 |
- |
6 |
Nitrat |
mg/L |
10 |
50 |
7 |
Fosfat |
mg/L |
0,2 |
- |
8 |
Kadmium |
mg/L |
0,01 |
0,003 |
9 |
Timbal |
mg/L |
0,003 |
0,01 |
10 |
Fecal coliform |
Jumlah/ 100 mL |
100 |
0 |
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu
Rata-rata suhu tertinggi terdapat pada mata air Pancoran Kutri dengan nilai sebesar 30 0C, tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata suhu pada mata air Taman Beji Cengcengan sebesar 29,9 0C sedangkan suhu terendah tedapat pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh sebesar 29,3 0C (Gambar 2). Tingginya suhu pada lokasi tersebut disebabkan saat pengambilan sampel pada mata air Taman Beji Cengcengan dan Pancoran Kutri matahari cukup terik. Sumber mata air pada kedua lokasi tersebut terbuka sehingga cahaya matahari menembus langsung ke mata air. Mata air Beji Dalem Agung Kemenuh menunjukkan rata-rata
nilai suhu terendah, dapat disebabkan karena banyak vegetasi yang menghalangi penetrasi cahaya langsung masuk ke mata air.
Matn Air
Gambar 2. Rata-rata Suhu pada 3 Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Suhu untuk air minum yang baik idealnya ±30 0C, sesuai dengan pernyataan Effendi, (2003), bahwa suhu air berada
pada kisaran 30 0C masih layak untuk dimanfaatkan sebagi air minum.
Total Padatan Terlarut (TDS)
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 mempersyaratkan kandungan residu terlarut maksimal sebesar 1000 mg/L, sementara prasyarat kualitas air minum pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
492/Menkes/Per/IV/2010 dengan
maksimal nilai TDS sebesar 500 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa nilai TDS pada ketiga lokasi penelitian masih sesuai standar baku mutu yang ditetapkan pada kedua peraturan tersebut (Gambar 3).
Gambar 3. Rata-rata Konsentrasi Total Padatan (TDS) pada 3 Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Kandungan bahan anorganik berupa ion-ion di perairan, seperti air buangan yang mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang berasal dari limbah rumah tangga dan industri pencucian merupakan sumber dan penyebab tingginya nilai TDS. Semakin tinggi nilai TDS dalam air maka semakin keruh perairan (Mukarromah, 2016).
Derajat Keasaman
Nilai rata-rata dearajat keasaman (pH) pada mata air di lokasi penelitian berbeda-beda (Gambar 4). Nilai pH lebih besar dari 9,2 dan lebih kecil dari 4,8 dapat
dianggap tercemar. CO2 pada konsentrasi yang besar masuk kedalam perairan mengakibatkan perubahan nilai parameter kualitas air, khususnya pH air (Rukminasari et al, 2014). Hal ini menunjukkan ketiga mata air di lokasi penelitian memenuhi kriteria kedua peraturan tersebut.
Mata Air
Gambar 4. Rata-rata pH pada 3 Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Dissolved Oxygen (DO)
Gambar 5. Konsentrasi Dissolved Oxygen (DO) pada 3 Sumber Mata Air di Lokasi penelitian.
Nilai DO tertinggi terdapat pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh dengan nilai sebesar 8,3 mg/L, kemudian mata air Taman Beji Cengcengan sebesar 6,3 mg/L dan nilai DO terendah terdapat pada mata air Pancoran Kutri sebesar 5,4 mg/L (Gambar 5). Tingginya nilai DO pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh disebabkan oleh rendahnya temperatur perairan ditambah karakteristik lingkungan yang banyak terdapat vegeatasi
menyebabkan mudahnya terjadi difusi udara pada perairan. Rendahnya nilai DO pada mata air Pancoran Kutri disebakan karena karakteristik lingkungan perairan yang memiliki vegetasi rendah ditutupnya sumber air dengan beton mengakibatkan cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan rendah. Difusi udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang hidup dalam suatu perairan merupakan faktor keberadaan oksigen terlarut (DO) dalam air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau reaksi fotosintesis alga, namun reaksi fotosintesis alga tidak efisien karena oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh alga untuk proses metabolisme pada saat tidak ada cahaya (Umaya, 2017).
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Mata Air
Gambar 6. Konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) pada 3 Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) pada setiap mata air di lokasi penelitian memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai BOD tertinggi terdapat pada mata air Taman Beji Cengcengan dengan nilai sebesar 4 mg/L, kemudian mata air Pancoran Kutri sebesar 2 mg/L dan nilai BOD terendah terdapat pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh dengan nilai BOD sebesar 1 mg/L (Gambar 6). Kandungan BOD tinggi pada mata air Taman Beji
Cengcengan mengidentifikasi bahwa air tercemar oleh bahan organik pada sumber mata air ini. Bahan organik akan stabil secara biologi dengan bantuan mikroba melalui sistem oksidari aerobik dan anarobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik (Piranti et al, 2018). Rendahnya nilai BOD pada mata air Pancoran Kutri dan Beji Dalem Agung Kemenuh menandakan tidak terjadinya aktivitas penguraian bahan organik yang tinggi oleh mikroba (Arthana, 2007).
Nitrat
Gambar 7. Konsentrasi Nitrat pada 3
Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Berdasarkan Konsentrasi nitrat pada mata air di lokasi penelitian tertinggi terdapat pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh sebesar 10 mg/L. Nilai nitrat pada mata air Pancoran Kutri dan Taman Beji Cengcengan berturut-turut sebesar 6,8 mg/L dan 6,5 mg/L (Gambar 7). Kondisi lingkungan sekitar mata air di lokasi penelitian yang berdekatan dengan aktivitas pertanian merupakan sumber pencemar nitrat terhadap air minum. Kandungan nitrat larut dalam air disebabkan oleh penggunaan pupuk nitrogen (urea) di sekitar mata air (Jana et
al, 2014). Peningkatan nitrat di dalam tanah dan air terutama akibat pemakaian pupuk secara intensif (Manampiring, 2009). Aktivitas pertanian sekitar lokasi penelitian tidak berdampak begitu besar sehingga kandungan nitrat pada ketiga mata air di lokasi penelitian memiliki nilai yang rendah.
Fosfat
Gambar 8. Konsentrasi Fosfat pada 3
Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Ketiga mata air di lokasi penelitian memiliki nilai fosfat yang berbeda-beda. Nilai fosfat tertinggi terdapat pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh sebesar 0,663 mg/L, kemudian mata air Pancoran Kutri sebesar 0,461 mg/L dan kandungan fosfat terendah pada mata air Taman Beji Cengcengan sebesar 0,442 mg/L (Gambar 8). Fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian (Ndani, 2016). Keadaan lingkungan sekitar lokasi penelitian yang berdekatan dengan aktivitas pertanian dan sungai. Keberadaan sungai yang berdekatan dengan mata air Beji Dalem Agung Kemenuh dan Taman Beji Cengcengan sering digunakan untuk aktivitas permandian. Begitupula adanya pemandian umun di dekat mata air Pancoran Kutri merupakan sumber deterjen ke perairan menyebabkan
tingginya nilai fosfat pada ketiga mata air di lokasi penelitian.
Bakteri Fecal Coliform
Nilai bakteri fecal coliform berbeda-beda pada mata air di lokasi penelitian. Nilai bakteri fecal coliform tetinggi terdapat pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh dengan nilai sebesar 14 jumlah/100 mL, kemudian mata air Taman Beji Cengcengan sebesar 8 jumlah/100 mL dan nilai terendah pada mata air Pancoran Kutri sebesar 1,8 jumlah/100 mL (Gambar 9).
Mata Air
Gambar 9. Kandungan Bakteri Fecal Coliform pada 3 Sumber Mata Air di Lokasi Penelitian.
Kondisi perairan yang terbuka pada mata air Beji Dalem Agung Kemenuh dan Taman Beji Cengcengan menyebabkan kotoran hewan seperti burung mudah masuk ke perairan dibandingkan dengan mata air Pancoran Kutri yang tertutup beton dan menggunakan keran air. Namun rembesan air dari sungai mengandung bakteri fecal coliform yang berasal dari kotoran manusia dan hewan memengukinan masuk ke dalam mata air. Kotoran manusia dapat menghasilkan bakteri pathogen berupa Escherichia coli, Shigella sp., Vibrio cholerae, Campylobacter jejuni dan Salmonella yang merupakan anggota dari fecal coliform.
Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya diare pada manusia (Santy et al, 2017).
Cadmium (Cd) dan Timbal (Pb)
Kadar kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada ketiga mata air di lokasi penelitian tidak dapat terdeteksi oleh alat SSA (Spektofotometer Serapan Atom) dimana batas yang dapat terdeteksi pada kadmium sebesar 0,001 mg/L dan timpal sebesar 0,0036 mg/L. Nilai kadar kadmium dan timbal pada ketiga mata air di lokasi penelitian kurang dari jangkauan tersebut. Hal ini menunjukkan ketiga mata air di lokasi penelitian memenuhi prasayat baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Bali No.16 Tahun 2016 dan prasyarat kualitas air minum Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010.
Terdeteksinya beberapa polutan logam berat yakni, kadmium (Cd), timbal (Pb) dan magan (Mn) merupakan peningkatan pencemaran air tanah yang berasal dari limbah industri, pelindihan TPA, penggunaan pupuk berlebih dan limbah domestik (Widaningrum et al, 2007). Kondisi lingkungan sekitar mata air di lokasi penelitian yang berdekatan dengan persawahan dan sungai serta kondisi mata air Beji Dalem Agung Kemenuh yang berdekatan dengan pemakaman tidak terlalu menyebabkan tingginya nilai kadmium pada mata air di lokasi penelitian.
Bidang industri modern pembuatan pipa air yang tahan terhadap korosi menggunakan unsur Pb. Pembuatan cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin TEL (Tetra Ethyl Lead) menggunakan pigmen Pb. Selain itu dalam industri kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, zat penyusun patri atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa juga menggunakan logam timbal
sehingga memungkinkan terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb (Widowati et al, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan transportasi pada mata air Pancoran Kutri yang berdekatan langsung dengan jalan raya tidak terlalu tinggi dan minimnya terjadi kebocoran bahan bakar di lokasi tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan kualitas air pada ketiga mata air di lokasi penelitian masih memenuhi baku mutu kualitas air. Namun parameter DO pada mata air Pancoran Kutri, BOD pada mata air Taman Beji Cengcengan dan fosfat pada ketiga mata air di lokasi penelitian berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016, serta parameter bakteri fecal coliform pada ketiga mata air di lokasi penelitian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/Per/IV/2010 telah melampaui ambang baku mutu.
SARAN
Perlu adanya sosialisai oleh pemerintah dan pihak terkait kepada masyarakat, khususnya para petani mengenai penanganan limbah hasil pertanian dengan baik dan benar untuk menjaga sumber air tetap memenuhi peruntukan air sebagai sumber air minum masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arthana, I. W. 2007. Studi Kualitas Air
Beberapa Mata Air di Sekitar Bedugul, Bali (The Study of Water Quality of Springs Surrounding Bedugul, Bali). Bumi Lestari Journal of Environment, 7(1).
Bali, P. 2016. Peraturan Gubernur Bali No. 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup. Bali, Indonesia: Pemerintah Provinsi
Bali.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air, bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Kanisius.
Gargitha, I. W. G. S., Restu, I. W., & Sari, A. H. W. 2016. Analisis Kondisi Indeks Kualitas Air Pada Enam Mata Air Di Kabupaten Gianyar, Bali. Ecotrophic: Jurnal Ilmu
Lingkungan (Journal of
Environmental Science), 10(2), 116-122.
Handayani, N. 2010. Studi Awal Tentang Sistem Penyediaan Air Bersih di Desa Karangduwur Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
Jana, I. W., Sudarmanto, I. G., &
Rusminingsih, N. K. 2014.
Pengaruh Aktivitas Pertanian terhadap Kualitas Air Irigasi di Subak Tegalampit Payangan Gianyar. Jurnal Skala Husada, 11(1), 34-40.
Kresic, N., & Stevanovic, Z. 2010.
Groundwater Hydrology of Springs: Engineering, Theory.
Management, and Sustainability. Elsevier.
Manampiring, A. E. 2009. Studi Kandungan Nitrat (NO-3) Pada Sumber Air Minum Masyarakat Kelurahan Rurukan Kecamatan Tomohon Timur Kota Tomohon.
Mukarromah, R. 2016. Analisis Sifat Fisis Dalam Studi Kualitas Air di Mata Air Sumber Asem Dusun Kalijeruk, Desa Siwuran,
Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
Ndani, L. P. L. M. 2016. Penentuan Kadar Senyawa Fosfat Di Sungai Way Kuripan Dan Way Kuala Dengan Spektrofotometer UV-Vis.
Permenkes, R. I. 2010. Persyaratan Kualitas Air Minum (Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010). Jakarta: Percetakan Negara.
Piranti, A. S., Rahayu, D. R. U. S., & Waluyo, G. 2018. Evaluasi Status Mutu Air Danau
Rawapening. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental Management). 8(2): 151-160.
Priyambada, I. B., & Suprapto, R. P. E. 2008. Analisa Pengaruh Perbedaan Fungsi Tata Guna Lahan Terhadap Beban Cemaran BOD Sungai (Studi Kasus: Sungai Serayu-Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi: Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan, 5(2), 55-62.
Rukminasari, N., Nadiarti, N., &
Awaluddin, K. 2014. Pengaruh derajat keasaman (pH) air laut terhadap konsentrasi kalsium dan laju pertumbuhan Halimeda sp. Jurnal Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Indonesia, 24(1), 105669.
Santy, D. A., Adyatma, S., & Huda, N. 2017. Analisis kandungan bakteri fecal coliform pada Sungai Kuin Kota Banjarmasin. Majalah
Geografi Indonesia. 31(2): 51-60.
Sudarmadji, S., Darmanto, D., Widyastuti, M., & Lestari, S. 2016.
Pengelolaan mata air untuk
penyediaan air rumahtangga berkelanjutan di lereng Selatan Gunungapi Merapi (Springs Management for Sustainability Domestic Water Supply in the South West of Merapi Volcano Slope). Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23(1), 102-110.
Umaya, A. F. 2017. Uji Kualitas Air pada Mata Air di Desa Belabori Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).
Widaningrum, Miskiyah dan Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan
Pencemarannya. Buletin Teknologi Pasca Pertanian Vol.3.
Widowati, W ., Sastiono, A., dan Jusuf, R.. 2008. Efek Toksik Logam, Penerbit Andi. Yogyakarta.
40
Discussion and feedback