JURNAL SIMBIOSIS IV (2): 50-54

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

ISSN: 2337-7224

September 2016

http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

DOAJ


Directoryof OPEN ACCESS JOURNALS


DEKOMPOSISI SAMPAH JANUR KELAPA (Cocos nucifera L.) DAN NIBUNG (Oncosperma tigillarium (Jack) Ridl.) DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI

WASTE DECOMPOSITION COCONUT (Cocos Nucifera L.) AND NIBUNG (Oncosperma Tigillarium (Jack) Ridl.) IN ABSORPTION HOLES BIOPORE

I Putu Candra Noviarta, A.A. Gde Raka Dalem, dan Ni Luh Watiniasih

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Bali, Indonesia

INTISARI

Sisa persembahyangan setiap harinya dari umat Hindu di Bali masih menumpuk sehingga menjadi permasalahan serius yang harus ditangani. Sementara itu, sampah organik sisa persembahyangan memiliki potensi untuk didekomposisi dengan beberapa metode khususnya menggunakan metode Lubang Resapan Biopori (LRB) yang menghasilkan kompos dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Penelitian dilakukan untuk mengetahui dekomposisi sampah janur kelapa dan nibung dengan metode lubang resapan biopori. Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015. Sampel diambil dari sampah di beberapa tempat persembahyangan di kota Jembrana. Pembuatan LRB dilakukan di perkebunan masyarakat Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana. Metode penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 2 faktor yaitu perlakuan dan waktu. Perlakuan terdiri empat kelompok dan tiga kali ulangan. Lama perlakuan adalah 1 minggu, 2 minggu, 3 minggu, 4 minggu dan 23 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekomposisi pada perlakuan lubang resapan biopori lebih baik dibandingkan kontrol. Persentase rata-rata kompos pada sampel janur kelapa dan nibung yang dihasilkan dengan LRB pada waktu 23 minggu sebesar 98,63% dan 99,23%, sedangkan kontrol sebesar 89,06% dan 75,76%. Laju dekomposisi janur kelapa dan nibung dengan LRB yakni 9,33 %/minggu dan 9,64 %/minggu sedangkan kontrol yakni 7,85 %/minggu dan 8,07 %/minggu. Waktu yang diperkirakan untuk mendekomposisi sampah ini hingga habis dengan LRB yakni 23,3 dan 23,2 minggu sedangkan kontrol 25,8 dan 30,4 minggu. Dekomposer yang paling banyak terdapat saat penelitian adalah kaki seribu (Harpaphe haydeniana) disamping ditemukan dekomposer lain yaitu cacing tanah dan moluska.

Kata Kunci: dekomposisi, biopori, dekomposer, bali, sampah janur kelapa, sampah janur nibung

ABSTRACT

The increasing volume of garbage of Balinese Hindu’s offering is still a problem. The garbage, when it is decomposed however could be useful for fertilized. This organic litter can be decomposed in biopore. This research ainied to investigated the decomposition rate of C. nucifera and O. tigillarium litter in biopores. This research was conducted between February and July 2015. Garbage were collected from temples in Jembrana city and treated at Dangin Tukadaya village, Jembrana Distric. Sampels were arranged in a Factorial Randomized Blocked Sampling Design 2 factors i.e: treatments and times (1, 2, 3, 4 and 23 weeks). The result showed that decomposition rate 98,63% of cocos litter and 99,23% of oncosperma litter were decomposed in biopore on week 23 compared to 89,06% of cocos and 75,76 % of oncosperma litter in control. Decomposition mean rate is 9,33 %/week of cocos litter and 9,64 %/week of oncosperma litter were decomposed in biopore but in control is 7,85 %/week of cocos and 8,07 %/week of oncosperma litter. Total cocos and oncosperma litter decomposition took about 23,3 and 23,2 weeks in biopore but for control 25,8 and 30,4 weeks The number of millipedes (Harpaphe haydeniana) as decomposer was found higher compared to other decomposers such as earth worms and molusca.

Keywords: decomposition, biopore, decomposer, bali, cocos litter, oncosperma litter

PENDAHULUAN

Pulau Bali dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura. Aktifitas persembahyangan yang dilakukan setiap hari warganya menggunakan berbagai macam sarana. Beberapa sarana utama dalam prosesi persembahyangan umat Hindu di Bali antara lain: bunga, canang, dupa, dan air. Sarana-sarana tersebut akan menjadi sampah organik setelah persembahyangan berakhir. Sampah ini perlu ditangani dengan baik. Beberapa cara telah dilakukan seperti dengan menyediakan tempat-tempat sampah di sekitar tempat persembahyangan. Namun, sampah ini belum dikelola dengan baik, sehingga masih banyak sampah yang ditemukan menumpuk di sekitar tempat persembahyangan atau di tempat pembuangan sampah. Hal ini mudah teramati setelah selesai upacara persembahyangan umat Hindu.

Janur yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan canang dan sampyan (Bali; kelengkapan sarana upacara lain) berupa janur yang masih segar yang berasal dari tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) yang diperoleh dari Bali dan luar Bali atau janur dari tanaman ibung/nibung (Oncosperma tigillarium (Jack) Ridl.) yang sudah dikeringkan yang berasal dari daerah Sulawesi. Daun nibung yang digunakan merupakan daun yang sudah dikeringkan, sehingga sering dipilih untuk digunakan sebagai bahan sarana persembahyangan karena tahan lebih lama, dan dapat dipersiapkan jauh hari

sebelum persembahyangan. Janur daun kelapa biasanya digunakan pada saat masih segar sehingga cepat layu.

Pemerintah Provinsi Bali telah memperkenalkan metode biopori yakni pembuatan lubang-lubang bertujuan untuk memperluas bidang resapan air pada saat hujan yang dapat juga difungsikan sebagai tempat biodegradasi sampah organik. Metode ini dapat digunakan sebagai salah satu cara dalam penanggulangan sampah organik sisa persembahyangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dekomposisi sampah janur dan nibung dengan metode biopori. Hasil penelitian dengan metode biopori ini akan dibandingkan dengan sampah berbahan dasar sama (janur dan ibung) yang diletakkan di atas permukaan tanah sebagai kontrol.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015. Sampel berupa janur dari kelapa dan nibung diambil dari sampah di beberpa tempat persembahyangan di kota Jembrana. Sampah ini kemudian didekomposisi di dalam LRB. Pembuatan lubang biopori dilakukan di perkebunan masyarakat Desa Dangin Tukadaya, Kecamatan Jembrana.

Pembuatan lubang resapan biopori dengan melubangi tanah menggunakan alat bor biopori diameter 10 cm dan kedalaman 75 cm dengan jarak antar lubang

RΓ> Λ I Directoryof

OPEN ACCESS

UU∕-J JOURNALS

0,5 cm. Sampel ditimbang sebanyak ±400 gram dimasukkan kedalam kantong sampel terbuat dari nilon dengan ukuran lebar 1,5 cm (stretch size). Replikasi dalam penelitian ini adalah tiga kali pada setiap perlakuan. Kantong sampel yang telah terisi sampel dimasukkan ke dalam lubang. Kontrol dibuat dengan meletakkan sampel dipermukaan tanah.

Pengamatan dilakukan setiap minggu dan setiap sampel dalam LRB dan kontrol diambil kemudian dipisahkan dari mesofauna atau makrofauna yang terdapat didalamnya. Berat basah keseluruhan ditimbang, kemudian diayak dengan ukuran mesh 1 inchi, setiap tingkat ditimbang dan dikering anginkan sampai mencapai berat konstan. Sampel yang telah kering ditimbang kembali untuk mengetahui berat keringnya.

Pengukuran persentase dekomposisi dilakukan dengan cara sebagai berikut (Indriani, 2008):

ΣW = total berat sampel saat pengamatan

Wt         = berat sampel dengan ukuran di atas 1

inchi pada minggu ke-t

Untuk menghitung besar laju dekomposisi menggunakan rumus sebagai berikut (Indriani, 2008):

Keterangan: k= laju dekomposisi (dalam persen / minggu)

ΣY   = persentase dekomposisi

t     = periode pengamatan (dalam

γ = (ΣW - ^t) ΣW


x 100%


Keterangan: Y = persentase dekomposisi menjadi kompos

minggu)


ΣY k = — t

HASIL

Kompos Hasil Dekomposisi Sampah Janur Kelapa dan Nibung

Berat kompos yang dihasilkan dari dekomposisi sampah janur kelapa dan nibung didapat berdasarkan ukuran partikel yang digunakan pada Badan Standar Nasional (BSN) (2004) mengenai spesifikasi kompos dari sampah organik domestik yaitu 0,55 mm (0,027 inchi) sampai 25 mm (1 inchi). Pada ukuran dibawah 1 inchi dianggap telah memenuhi standar tersebut, sehingga

didapat berat kompos pada masing-masing sampel. Persentase kompos didapat dari berat keseluruhan sampel dikurangi berat sampel dengan ukuran di atas 1 inchi dibagi berat keseluruhan, kemudian dikalikan 100%.

Rata-rata persentase dekomposisi sampah janur kelapa menjadi kompos pada minggu ke-1 hingga minggu ke-4 dan minggu ke-23 dapat dilihat pada gambar 1 dan 2.


Gambar 1. Rata-rata persentase dekomposisi janur kelapa dan nibung pada kontrol dan biopori per minggu (data yang digunakan adalah selama 4 minggu).

. Dekomposisi rata-rata dari minggu ke-1 hingga minggu ke-4 pada kontrol pada sampah janur kelapa lebih rendah dibandingkan sampah janur nibung. Pada dekomposisi dengan perlakuan biopori pada sampah janur kelapa maupun nibung hampir sama. Dekomposisi

rata-rata sampai minggu ke-23 pada kontrol pada sampah janur nibung lebih rendah dibandingkan sampah janur kelapa. Pada dekomposisi dengan perlakuan biopori pada sampah janur nibung persentase yang didekomposisi lebih besar dibandingkan sampah janur kelapa.

DOAJ


Directoryof OPEN ACCESS JOURNALS



Gambar 2. Rata-rata persentase dekomposisi janur kelapa dan nibung pada kotrol dan biopori per minggu pada minggu ke-23.

Tabel 1. Laju dekomposisi sampah janur kelapa dan nibung

Waktu (Minggu)

Laju Dekomposisi Janur Kelapa

Laju Dekomposisi Janur Nibung

Kontrol (%/minggu)

Biopori (%/minggu)

Kontrol (%/minggu)

Biopori (%/minggu)

0-1

17,77

21,24

16,70

16,33

1-2

0,43

8,02

5,72

7,35

2-3

6,93

8,03

6,82

7,36

3-4

11,34

6,47

9,13

14,31

4-23

2,77

2,89

1,97

2,84

Rata-rata

7,85

9,33

8,07

9,64

Berdasarkan hasil penelitian di atas, volume kompos sampah janur kelapa dan nibung yang dihasilkan tiap minggunya mengalami peningkatan yang konsisten, baik pada kontrol maupun dengan LRB. Persentase pada minggu terakhir pengamatan kompos yang diperoleh dengan metode LRB sebesar 98,63 % untuk sampah janur kelapa dan 99,23 % untuk sampah nibung. Sementara itu, pada kontrol persentase kompos yang diperoleh pada minggu terakhir pengamatan sebesar 89,06% untuk sampah janur kelapa dan 75,76 % untuk sampah nibung.

Berdasarkan data pada tabel 1, dapat diuraikan bahwa terjadi penurunan dan kenaikan pada setiap kelompok. Penurunan laju dekmposisi terjadi dari minggu ke 0-1 menuju minggu ke 1-2 pada setiap kelompok dan terjadi kenaikan pada minggu berikutnya. Laju dekomposisi sampah janur kelapa pada LRB terjadi kenaikan tertinggi dari minggu ke 1-2 menuju minggu ke 2-3, sedangkan pada kontrol terjadi kenaikan dari minggu ke 2-3 menuju minggu ke 3-4. Laju dekomposisi sampah janur nibung pada LRB dan kontrol terjadi kenaikan tertinggi dari minggu ke 2-3 menuju minggu ke 3-4.

Laju Dekomposisi Sampah Janur Kelapa dan Nibung

Laju dekomposisi sampah janur kelapa dan nibung pada setiap minggunya dan rata-rata dalam 23 minggu dapat dilihat pada Tabel 1

Komposisi dan Jumlah Fauna Tanah yang Ditemukan

Jumlah rata-rata kaki seribu yang terdapat saat penelitian dari minggu ke-1 hingga minggu ke-4 dan minggu ke-23 ditampilkan pada Gambar 6.


DOAJ


Directoryof OPEN ACCESS JOURNALS


Kondisi Lingkungan pada Waktu Pengambilan Sampel

Faktor lingkungan yang diukur pada saat penelitian, dapat dilihat dalam Tabel 2.

Perbedaan perlakuan menunjukan perbedaan

jumlah kaki seribu yang ditemukan, pada perlakuan

biopori lebih banyak dibandingkan pada kontrol. Selain itu, terdapat beberapa organisme seperti cacing tanah dan moluska yang ditemukan pada LRB.

Suhu udara saat penelitian berkisar antara 24,88oC - 27,05oC. Kelembaban udara saat penelitiaan antara 79,71% - 85,29%. Curah hujan pada saat penelitian berkisar antara 1 mm - 13,86 mm dan lama penyinaran matahari antara 45% - 86,86%.

Tabel 2. Data faktor lingkungan di lokasi penelitian pada bulan Februari 2015 hingga Juli 2015

No.

Faktor Lingkungan                        Minggu ke-x

0        1       2      3      4       5       23

1

Suhu udara

27,05   26,47 27,10 26,52   26,42   26,97   24,88

2

3

4

Kelembaban udara %    79,71   86,57  80,71  83,57  85,00   85,29   84,43

Curah hujan (mm)       5,86    10,29   1,57   5,00   13,86    1,00    1,00

Lama Penyinaran

Matahari pada siang     86,86   52,57  70,00  53,00  57,86   45,00   84,86

hari

Sumber: Data pengukuran Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2015)

PEMBAHASAN

Waktu yang diperkirakan untuk mendekomposisi hingga habis pada janur janur kelapa dan nibung dengan LRB yakni 23,3 dan 23,2 minggu sedangkan kontrol 25,8 dan 30,4 minggu. Gambar 1 dan 2 menunjukan bahwa penggunaan lubang resapan biopori dapat mempercepat dekomposisi sampah janur nibung dibandingkan kontrol. Persentase kompos lebih besar dihasilkan dengan menggunakan perlakuan LRB dibandingkan kontrol. Proses dekomposisi masih terjadi hingga minggu ke-23 yang dapat dilihat dari hasil persentase berat kompos. Persentase rata-rata kompos pada sampel janur kelapa yang dihasilkan dengan LRB pada waktu 23 minggu menunjukkan sebesar 98,63%, sedangkan pada kontrol sebesar 89,06%. Persentase rata-rata kompos pada sampel janur nibung yang dihasilkan dengan LRB pada waktu 23 minggu menunjukkan sebesar 99,23%, sedangkan pada kontrol sebesar 75,76%.

Persentase berat kompos pada setiap minggunya mengalami peningkatan. Berdasarkan penelitian Hartono (2012), pengomposan pada LRB dengan menggunakan sampah kulit pisang dan nanas mengalami penurunan volume bahan kompos dalam kurun waktu delapan minggu secara berurutan yakni sebanyak 56,67% dan 61,39%.

Diperlukannya waktu yang lama untuk mendekomposisi sampah janur nibung dapat disebabkan oleh unsur kimia didalamnya. Unsur kimia yang terdapat pada sampah janur nibung berasal dari penambahan bahan aditif berupa pewarna dan pengawet, serta terdapat perlakuan perebusan oleh produsen sehingga janur nibung. Unsur kimia yang terdapat pada sampah janur nibung diperkirakan terserap oleh tanah dalam lubang resapan biopori.

Sebelumnya, diperkirakan bahwa dekomposisi sampah janur kelapa akan lebih cepat dibandingkan sampah janur nibung namun diperlukan waktu yang hampir sama untuk mendekomposisi kedua sampah ini. Hal ini disebabkan karena proses dekomposisi merupakan proses yang sangat komplek yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Dezzeo et al., 1998) yakni faktor lingkungan seperti iklim (temperatur, kelembaban, dan cuaca) (Guo & Sim, 2001); komposisi kimia dari sampel (Aerts & Caluwe, 1997) dan organisme tanah (Saetre, 1998). Kondisi cuaca saat dilakukan pengambilan sampel mendukung terjadi dekomposisi, hal ini ditunjukan dengan data kelembaban udara berkisar di atas 80% yang memungkinkan tercucinya bahan adiktif dalam bahan dan suhu udara di bawah 28oC yang merupakan pendorong aktifitas organisme tanah. Kandungan kimia pada sampel tersusun oleh lignin yang tinggi yang menyebabkan dekomposisi yang dilakukan oleh dekomposer memerlukan waktu yang lama. Menurut Chabot & Hicks (1982) menyatakan bahwa serasah yang

kualitas rendah memiliki kandungan N dan Ca rendah, dan tingginya lignin dan tannin. Hal ini menyebabkan biomasa yang terdekomposisi rendah.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, diperlukan jangka waktu yang cukup lama untuk mendekomposisi sampah janur kelapa yang dapat disebabkan oleh jaringan yang menyusun daun tersebut. Jumlah berkas pengangkut dan sklerenkim pada daun yang menentukan kekerasan dan keuletan daun, karena dinding sel sklerenkim mengalami penebalan oleh lignin (Esau, 1977). Kriswiyanti (2014) menyatakan bahwa janur kelapa memiliki kerapatan berkas pengangkut yang tinggi. Menurut Thomas et al. (1998), janur kelapa memiliki persentase lignin mencapai 38,68% dan selulosa mencapai 23,83%. Kandungan persentase lignin dan selulosa yang tinggi membuat serat janur kelapa menjadi kuat dan kaku (Tsoumis, 1991). Lignin merupakan senyawa polimer yang mengisi rongga antar sel pada tanaman, sehingga menyebabkan jaringan tanaman menjadi keras dan sulit untuk dirombak oleh mikroorganisme tanah (Stevenson, 1982). Hal tersebut, menyebabkan proses dekomposisi berlangsung lama seperti pada dekomposisi janur nibung.

Kemampuan biopori dalam mempercepat dekomposisi dapat dikarenakan kemampuannya dalam memanfaatkan sampah organik sebagai sumber makanan oleh fauna tanah dan meningkatkan aktivitas fauna tanah yang mampu menambah jumlah biopori, dimana dengan adanya lubang biopori dalam tanah dapat meningkatkan laju peresapan air ke dalam tanah dan dapat memelihara kelembaban sampah organik dan tanah di sekitar LRB (Glab, 2007) yang mendukung proses dekomposisi. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan LRB mempertahankan oksigen dalam lubang resapan, sehingga fauna tanah mendapatkan oksigen yang cukup untuk melakukan proses dekomposisi sampah janur kelapa dan nibung. Struktur biopori berupa liang menjadi jalan meresapnya air dan udara kedalam tanah sehingga tersedia cukup bahan organik, air, oksigen dan unsur hara yang cocok bagi perkembangan akar tanaman dan organisme tanah (Brata dan Nelistya, 2008).

Perlakuan selama 23 minggu memberikan rerata laju dekomposisi sampah janur kelapa pada LBR dan kontrol dengan nilai masing-masing secara berurutan 9,33 %/minggu dan 7,85 %/minggu, sedangkan sampah janur nibung pada LBR dan kontrol dengan nilai masing-masing secara berurutan 9,64 %/minggu dan 8,07 %/minggu Berdasarkan hasil penelitian diatas, diperlukan jangka waktu yang cukup lama untuk mendekomposisi sampah janur kelapa dan nibung dibandingkan dengan sampah organik pada umumnya seperti sampah kulit nanas dan pisang dalam penelitian Hartono (2012). Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan metode lubang resapan biopori mampu meningkatkan laju

ΓΛΓΛ Λ I Directoryof OPEN ACCESS L√kJΛΛ⅛J JOURNALS

dekomposisi sampah jenis janur kelapa dan nibung yang biasa digunakan sebagai sarana persembahyangan umat Hindu di Bali.

Pada minggu ke-1 tidak ditemukannya makrofauna, dikarenakan oleh kandungan lignin yang masih tinggi pada sampel. Sedangkan pada minggu ke-2 mulai ditemukan beberapa makrofauna yakni kaki seribu pada sampel, diperkirakan bahwa sampel kandungan lignin mulai terdegradasi yang menyebabkan sampel lebih mudah untuk dicerna dan didukung oleh kondisi lingkungan. Widyastuti (2013) menyatakan bahwa lubang resapan biopori memberikan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan fauna tanah. Di dalam LRB yang telah diisi sampah akan menjadi tempat bagi fauna tanah untuk berkembang biak, menghindari kejaran pemangsanya dan bekerja membuat biopori untuk memperlancar peresapan air dan oksigen kedalam tanah sehingga LRB memberikan manfaat baik secara fisik mengurangi beban peresapan air dan secara bilogis memperbaiki laju peresapan air dan sekaligus memanfaatkan sampah untuk memperbaiki ekosisitem tanah.

SIMPULAN

Persentase berat kompos sampah janur kelapa dan nibung yang dihasilkan pada LRB lebih besar dibadingkan kontrol. Persentase rata-rata kompos pada sampel janur kelapa dan nibung yang dihasilkan dengan LRB pada waktu 23 minggu menunjukkan sebesar 98,63% dan 99,23%, sedangkan pada kontrol sebesar 89,06% dan 75,76%. Laju dekomposisi pada perlakuan lubang resapan biopori lebih baik dibandingkan kontrol. Rerata laju dekomposisi janur kelapa dan nibung dengan LRB yakni 9,33 %/minggu dan 9,64 %/minggu sedangkan pada kontrol yakni 7,85 %/minggu dan 8,07 %/minggu. Dekomposer yang paling banyak terdapat saat penelitian adalah serangga kaki seribu (Harpaphe haydeniana) di samping juga ditemukan dekomposer lain seperti cacing tanah dan moluska.

KEPUSTAKAAN

Aerts, R. and H. D. Caluwe. 1997. Nutritional and Plant-mediated controls on leaf litter decomposition of Carex species. Ecology. 78:244-260.

Brata, K dan A. Nelistya. 2008. Lubang Resapan Biopori. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Chabot, B. F., and D. J. Hicks. 1982. The ecology of leaf life spans. Ann. Rev. Ecol. Syst. 13:229-259.

Dezzeo, N., R. Herrera, G. Escalante, and E. Briceno. 1998. Mass and Nutrient loss of fresh plant biomass in a small black-water tributary of Caura river. Venezuelan Guayana. Biogeochemistry. 43: 197210.

Esau, K. 1977. Abatomy of Seed Plants Second Edition. John Wiley and Sons, Inc. Canada.

Glab, T. 2007. Effect Of Soil Compaction On Root System Development And Yields Of Tall Fescue. Int. Agrophysics. 21: 233-239.

Guo, L. B. and R. E. H. Sim. 2001. Effect of light, temperature, water and meatworks effluent irrigation on eucalypt leaf litter decomposition under controlled environmental conditions. Applied Soil Ecology. 17: 229-237.

Hartono, R.D. 2012. Pengomposan Sampah Sisa Buah-Buahan dalam Lubang Resapan Biopori di Berbagai Pengunaan Lahan. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Indriani, Y. 2008. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Daun Mangrove Api-api (Avicennia marina Forssk. Vierh) di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

Kriswiyanti, E. 2014. Karakteristik Ragam Kelapa (Cocos nucifera L.) di Bali Berdasarkan Morfologi, Anatomi dan Molkuler. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Udayana (Tidak Dipublikasi)

Saetre, P. 1998. Decomposition, microbial community structure, and earthworm effects along a birch-spure soil gradient. Ecology. 79:834-846.

Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. John Wiley and Sons. New York.

Thomas, G.V., S.R. Prabhu, M.Z. Reeny, and B.M.

Bopiah. 1998. Evaluation of Lignocellulosic Biomas from Coconut Palm as Substrate for Cultivation of Pleurotus Sajar-Caju (Fr) Singer. Wood Journal of Microbiology and Biotechnology. 14:879-882.

Tsoumis, G.1991. Science and Technology of Wood, Structure, Properties and Utilization. Von Nostrand Reinhold. New York.

Widyastuti, Sri. 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan pada Lubang Resapan Biopori. Jurnal Teknik Waktu. 11(01).

54