JURNAL SIMBIOSIS IV (1): 6-9

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

I SSN: 2337-7224

Maret 2016

http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

JENIS LEBAH TRIGONA (APIDAE: MELIPONINAE) PADA KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA DI BALI

THE TRIGONA SPECIES (APIDAE: MELIPONINAE) ON DIFFERENT ALTITUDE IN BALI

Niko Susanto Putra, Ni Luh Watiniasih, Made Suartini

Jurusan Biologi, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran Bali

Email: niko.newton@gmail.com

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis lebah trigona (lebah tanpa sengat) yang hidup pada ketinggian berbeda di Bali. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive samling technique yang didahului dengan suvey lapangan untuk mementukan tempat koloni. Sampel diambil dari tiga tempat yakni di Desa Mawang dan Taro di Kabupaten Gianyar dengan rata-rata ketinggian tempat 750,87 m dpl, Desa Tua di Kabupaten Tabanan rata-rata 493,007 m dpl serta Desa Ngis di Kabupaten Karangasem dengan rata-rata 166,18 m dpl. Pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi struktur morfologi pintu masuk sarang dan ukuran dari beberapa karakter tubuh diantaranya ukuran tubuh, rentang kepala, panjang sayap dan panjang tungkai belakang. Identifikasi mengacu pada pustaka Michener (2007), Schwarz (1939), Sakagami (1978), Sakagami dan Inoue (1985), dan Rassmusen dan Cameron (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 koloni dengan ketinggian tempat yang berbeda di Bali, hanya ditemukan 1 jenis lebah trigona yaitu Trigona laeviceps.

Kata kunci: ketinggian tempat, pintu masuk sarang, morfologi, Trigona laeviceps.

ABSTRACT

The aim of this study was to determine the of trigona species (stingless bee) live in different altitude in Bali. Samples were collected using purposive sampling technique, following earlier field observations to determine the location of the colonies. Samples were collected from three different locations, those were at Mawang and Taro Village at Gianyar Regency with the altitude of 750,87 m asl. Tua Village in Tabanan Regency with the altitude of 493,007 m asl, and Ngis Village in Karangase Regency with the altitude of 166,18 m asl, Species identifications were based on the morphological characters of nest entrance, the coloration of the body, wing venations, and the structure of bristle of hind tibia. Species identification were referred to Michener (2007), Schwarz (1939), Sakagami (1979), Sakagami and Inoue (1985), and Rassmusen and Cameron (2010). The result shows that out of 13 colonies collected from different altitude, ony 1 species was identified that was Trigona laeviceps.

Keywords: Altitude, nest entrance, morphology, Trigona laeviceps

PENDAHULUAN

Lebah trigona (Ordo Apidae, Subordo Meliponinae) merupakan lebah tanpa sengat (stingless bee) yang banyak di temukan di Insonesia yang hidup secara alami atau belum banyak dibudidayakan, terutama di Bali. Pada habitat alami, lebah ini ditemukan bersarang pada lubang pepohonan, celah-celah bebatuan, bambu maupun bahan lain yang memiliki ruang dengan celah kecil sebagai pintu masuk (Inoue et al., 1989).

Lebah trigona merupakan lebah yang unik karena lebah ini tidak memiliki organ untuk menyengat seperti lebah madu atau tawon, berukuran kecil (± 4mm), dan hidupnya berkoloni dengan jumlah individu dewasa dapat lebih dari 3000 ekor di dalam satu koloni (Free, 1982). Lebah trigona ini lebih banyak ditemukan di wilayah tropis dengan iklim panas dibandingkan subtropis dengan 4 musim (dingin, semi, panas dan gugur) (Devanesan et al., 2002). Lebah trigona cenderung tertarik terhadap sumber makanan yang letaknya lebih rendah dan dekat dari lubang pintu masuk sarangnya dibandingkan dengan sumber makanan yang lebih jauh dan tinggi (Ciar et al., 2009).

Lebah trigona termasuk lebah dengan jumlah genus yang besar karena di dunia ada sekitar 202 jenis, yang terdiri atas 186 takson yang berbeda termasuk ke dalam 55 genus yang terbagi dalam 61 sub-genus. Sub-genus tersebut tersebar di beberapa benua di dunia diantaranya di Amerika Selatan ditemukan genus ApalaTrigona, CeleTrigona, CephaloTrigona, DolichoTrigona, Melipona, NanoTrigona, OxyTrigona, ParaTrigona, Plebeia, Scaura, dan Tetragona. Di benua Australia ditemukan genus Tetragonula dan Austroplebeia. Di benua Afrika genus yang ditemukan adalah AxetoTrigona, ApoTrigona, dan Plebeina. Di wilayah Asia Tenggara diantaranya ditemukan genus GenioTrigona, HeteroTrigona, HomoTrigona, LisoTrigona, PlatyTrigona, Tetragonula, dan TeTrigona (Rasmussen dan Cameron, 2010).

Lebah trigona di Indonesia menurut Rassmusen (2008), terdapat 36 jenis lebah trigona yang termasuk dalam sub-genus AustroPlebeia, GenioTrigona, HeteroTrigona, HomoTrigona, LepidoTrigona, LisoTrigona, LophoTrigona, PapuaTrigona, SundaTrigona, Tetragonilla, Tetragonula, TeTrigona, dan PlatyTrigona. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syafrizal dkk (2012) yang dilakukan di Hutan Lempake, Kalimantan

Timur menemukan 9 jenis lebah trigona yaitu Trigona laeviceps, T. apicalis, T. drescheri, T. fucibasis, T. fuscobalteata¸ T. insica, T. itama, T. melina dan T. terminata.

Sarang lebah trigona ditemukan pada batang pohon berongga, di tanah maupun celah bebatuan, serta pada tembok-tembok bangunan yang terbuat dari bebatuan. Sarang trigona memiliki bentuk pintu masuk yang beragam, seperti berbentuk corong, bulat tidak beraturan, atau tanpa tonjolan pada pintu masuknya (Sakagami et al., 1983; Franck et al., 2004; Roubik, 2006; Lima et. al., 2013). Pintu masuk lebah trigona umumnya terbuat dari zat resin dan propolis yang terdapat pada liur trigona dan dicampur dengan lumpur (Sakagami et al., 1983; Rassmusen dan Camargo, 2008).

Ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keragaman serangga, karena ketinggian tempat dapat mempengaruhi siklus hidup dan perkembangan dari serangga. Serangga berkembang lebih lambat pada daerah yang bersuhu lebih rendah (dingin) di dataran lebih tinggi, dibandingkan dengan daerah yang bersuhu panas di dataran rendah (Mulyani, 2010). Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis – jenis lebah trigona berdasarkan perbedaan ketinggian tempat di Bali.

METODE PENELITIAN

Survey pendahuluan dilakukan untuk mengetahui lokasi sarang di lapangan yang dilakukan pada bulan November 2014, dengan menelusuri dan bertanya kepada penduduk serta mengidentifikasi ketinggian tempat dimana ditemukan koloni lebah. Dari hasil srvey diidentifikasi 3 ketinggian tempat yang berbeda dimana koloni lebah ditemukan yaitu Desa Mawang dan Taro, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar dengan rata-rata ketinggian 750,87 m dpl (dataran tinggi), Desa Tua, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan dengan rata-rata ketinggian 493,007 m dpl. (dataran sedang), dan Desa Ngis, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem dengan rata-rata ketinggian 166,18 m dpl (dataran rendah).

Sampel dikoleksi kemudian diidentifikasi dalam beberapa tahapan. Pertama, individu lebah diukur panjang tubuhnya dari ujung terdepan kepala sampai ujung abdomen (mm), pola warna tubuh juga diamati dan dicatat.

Individu lebah selanjutnya dipisah-pisahkan (disect) bagian-bagian tubuhnya yang digunakan sebagai karakter di dalam identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan mengukurkan karakter-karakter yang diamati, diantaranya panjang tubuh, lebar kepala, bagian tungkai diukur jarak ujung atas sampai ujung bawah tibia tungkai belakang (Gambar 1a), bagian sayap yang diukur jarak antara percabangan M-Cu dan pangkal basal dari sel marginal

(Gambar 1b), dengan program Miconos Image Raster. Bagian tubuh dan variasinya didokumentasikan dalam bentuk foto dengan menggunakan kamera mikroskop OptilabTM. Sampel diidentifikasi dengan mengacu pada beberapa pustaka antara lain: Michener (2007), Schwarz (1939), Sakagami (1978), Sakagami dan Inoue (1985), dan Rassmusen (2010).

Gambar 1. a. Pengukuran tungkai lebah trigona bagian tungkai belakang (hind tibia length/HTL), b. Pengukuran panjang sayap (wing length/WL) lebah trigona


HASIL

Letak Geografis

Desa Mawang dan Desa Taro terletak pada ketinggian tempat ± 750.87 m dpl, yang dapat dikategorikan sebagai dataran tinggi. Kisaran suhu udara di kedua desa tersebut adalah 22-26°C, dimana masih didominasi oleh area persawahan, perkebunan, dan pemukiman warga. Koloni lebah diambil dari area perkebunan (koloni 1), sedangkan koloni lainnya (koloni 2, 3, dan 4) dikoleksi dari rumah warga yang berbatasan dengan persawahan.

Desa Tua terletak ketinggian rata-rata 493,007 m dpl (dataran dengan ketinggian tempat sedang). Suhu di desa ini berkisar antara 23-27°C. Desa Tua merupakan daerah persawahan dan perkebunan dengan mayoritas warga bekerja sebagai petani. Sarang dari koloni I dan II ditemukan di rumah yang terletak dipinggir sawah, dan sarang III dan IV yang ditemukan di kebun belakang rumah warga.

Desa Ngis terletak pada ketinggian rata-rata 166,18m dpl. atau di dataran rendah. Desa ini terletak di perbukitan yang tidak jauh dari pantai dengan tanaman yang didominasi oleh tanaman kelapa. Suhu desa Ngis

berkisar antara 24-28°C. Kelima sarang yang ditemukan semua berada di ruma-rumah warga.

Identifikasi Lebah Trigona

Ukuran individu lebah trigona (Tabel 1) dari ketiga ketinggian tempat adalah bervariasi. Individu yang ditemukan di Desa Mawang dan Taro (dataran tinggi) memiliki ukuran individu pada koloni I rata-rata sebesar 4,11 mm, koloni II rata-rata 3,92 mm, koloni III rata-rata 3,67 mm, koloni IV rata-rata 4,34 mm. Warna individu lebah trigona di Desa Mawang dan Taro hitam pada bagian kepala, dada, tungkai dan venasi sayap. Individu di Desa Tua (dataran sedang) memiliki ukuran individu pada koloni I rata-rata sebesar 4,23 mm, koloni II rata-rata 4,03 mm, koloni III rata-rata 4,47 mm, koloni IV rata-rata 4,30 mm. Koloni di Desa Tua berwarna hitam pada bagian kepala, dada, tungkai dan venasi sayap. Individu Desa Ngis memiliki ukuran tubuh rata-rata pada koloni I 4,52 mm, koloni II berukuran 4,19 mm, koloni III rata-rata berukuran 4,20 mm, koloni IV rata-rata 3,94 mm, koloni V rata-rata 4,17 mm. Morfologi ukuran tubuh lebah trigona bervariasi antara 3,7 mm – 4,9 mm dengan warna tubuh hitam (Sakagami, 1978).

Tabel 1. Rata-rata ukuran bagian tubuh lebah Trigona dari berbagai koloni yang diambil dari Desa dengan ketinggian tempat yang berbeda.

Ukuran     Koloni Desa Taro dan Mawang      Koloni Desa Tua (dataran

Panjang             (dataran tinggi)                        sedang)

(mm)

Koloni Desa Ngis               Rata-rata±SE

(dataran rendah)

1        2        3        4         1        2        3        4         1

2       3        4        5

Sayap          1,13    1,15    1,15    1,11     1,16    1,17    1,15    1,16    1,13

Kepala         1,87    1,88    1,88    1,88    1,87    1,90    1,86    1,86    1,88

Tubuh         4,11    3,92    3,67    4,34    4,23    4,03    4,47    4,30    4,52

Tibia          1,49    1,52    1,52    1,56    1,54    1,54    1,49    1,50    1,43

1,04    1,10     1,04     1,05       1,12±0,1

1,77    1,88     1,78     1,84      4,16±0,1

4,19    4,20     3,94     4,17      1,86±0,6

1,40    1,49     1,42     1,46       1,49±0,1

Sarang yang ditemukan di ketiga ketinggian tempat bervariasi dengan berbagai bentuk diantaranya kotak yang terbuat dari batang kayu, bulat yang terbuat dari buah kelapa tua, dan tabung yang terbuat dari batang bambu.

Selain itu, sarang juga ditemukan pada celah bebatuan, rongga kayu, dan celah pintu. Bentuk pintu masuk yang ditemukan dari ketiga tempat sebagian besar oval (Gambar 2).

Gambar 2. a. Bentuk sarang pada salah satu koloni yang ditemukan, b. morfologi pintu masuk sarang, c. salah satu morfologi individu yang ditemukan (perbesaran 10x1).


Secara keseluruhan karakter morfologi yang diukur tidak banyak variasi antar koloni maupun antar lokasi.

Gambar 3 menampilkan bagian-bagian tubuh yang digunakan sebagai karakter dalam identifikasi dan Gambar

1 menampilkan cara pengukurannya. Karakter morfometri menunjukkan ukuran venasi sayap individu lebah yang dikoleksi dari dataran tinggi berkisar antara 1,11 – 1,15 mm, dataran sedang 1,15 – 1,17 mm, dan dataran rendah 1,04 – 1,10 mm, dengan rata-rata keseluruhan 1,12±0,1 mm. Morfometri lebar bagian depan kepala (frontal) rata-rata keseluruhan adalah 4,16±0,1 mm, dengan rentang 1,87 – 1,88 mm di dataran tinggi, 1,86 – 1,90 mm di dataran sedang, dan 1,77 – 1,88 mm di dataran rendah. Panjang tubuh sedikit bervariasi antar koloni dan lokasi, dengan rata-rata keseluruhan 1,86±0,6mm. Rentang ukuran

panjang tubuh individu lebah di dataran tinggi adalah 3,67 – 4,34 mm, sedangkan di dataran sedang 4,03 – 4,52 mm, dan dataran rendah adalah 3,94 – 4,52 mm. Seperti halnya ukuran venasi sayap dan lebar frontal, ukuran panjang tibia tungkai belakang tidak banyak variasi, yaitu rata-rata keseluruhan 1,49±0,1mm. Rentang panjang tibia tungkai belakang pada masing-masing lokasi adalah 1,49 – 1,56 mm pada lebah yang hidup di dataran tinggi, 1,49 – 1,56 mm pada lebah yang hidup di dataran sedang, dan 1,40 – 1,49 mm pada lebah yang hidup pada dataran rendah.

Gambar 3. a. karakter sayap lebah trigona (perbesaran 10x4), b. karakter kepala

(perbesaran 10x1), c. karakter tubuh lebah trigona, d. karakter tungkai belakang lebah trigona


Dari hasil identifikasi morfologi sarang, warna individu lebah dan morfometri dari venasi sayap, ukuran kepala, ukuran tubuh dan panjang tibia tungkai belakang, seluruh karatkter yang terukur menunjuk pada satu jenis yaitu Trigona laeviceps Smith. Ukuran rentang venasi sayap antara 1,11 – 1,16 mm masih berada dalam rentang ukuran sayap T. laeviceps, seperti yang dijelaskan oleh Sakagami (1978) bahwa jika rentang sayap lebah T. laeviceps berisar antara 1 – 1,2 mm. Demikian juga halnya dengan rentang ukuran lebar kepala (Sakagami, 1978) antara 1,87 -1,90 mm, panjang tubuh (Sakagami, 1978) antara 3,92 – 4,52 mm, dan panjang tibia tungkai belakang (Sakagami, 1978) antara 1,40 – 1,56 mm.

PEMBAHASAN

Lebah trigona yang ditemukan dari ketiga jenis ketinggian tempat hanya 1 jenis yaitu Trigona laeviceps. Habitat dimana jenis ini ditemukan sesuai dengan beberapa pustaka yang telah mengidentifikasi T. laeviceps ini. Trigona laeviceps merupakan jenis yang hidup di daerah tropis dan subtropis (Sakagami et al., 1983) dengan kisaran suhu antara 22-28°C. Syafrizal dkk, (2012) menyatakan bahwa di daerah tropis seperti Indonesia, lebah ini pernah ditemukan di Hutan Lempake, Kalimantan Timur sedangkan studi yang dilakukan Watiniasih dan Suartini (2014), di Bali bagian selatan juga menemukan jenis T. laeviceps.

Ketinggian tempat yang berbeda berpengaruh terhadap kisaran suhu di daerah tersebut. Kisaran suhu di ketiga daerah penelitian adalah 22-28ºC. Walaupun demikian, T laeviceps ditemukan pada ketiga daerah yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel dalam penilitian ini, yang tergolong ke dalam dataran tinggi, sedang dan rendah. Menurut Guntoro (2013), jenis T. laeviceps dapat bertoleransi hidup pada kisaran suhu 1626°C, namun Amano (2004) berpendapat bahwa T. laeviceps dapat hidup pada kisaran suhu 34-36°C. Jadi dari kedua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa T. laeviceps dapat hidup pada kisaran suhu sejuk hingga suhu relatif panas.

Trigona laeviceps merupakan jenis lebah yang ditemukan bersarang pada berbagai tempat dengan menggunakan berbagai bahan sarang. Pada studi-studi terdahulu, T. laeviceps ditemukan bersarang pada batang bambu (Starr, 1987), batang pepohonan, lubang-lubang

yang terdapat di bebatuan dan pada tempat lain yang berongga dengan suhu yang hangat (Chinh et al., 2004). Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini, T. laeviceps ditemukan bersarang pada bambu, lubang kayu, tempurung kelapa dan ada celah-celah bebatuan. Morfologi pintu masuk sarang lebah yang berwarna hitam, berbentuk corong oval ataupu elips, dengan struktur tepi yang lengket, dan dengan ketinggian sarang 0-4m dari permukaan tanah, juga mengarah kepada jenis T. laeviceps (Chinh et al., 2004).

Berdasarkan karakter morfologi lebah trigona yang ditemukan juga mengacu pada T. laeviceps yaitu memiliki warna tubuh keseluruhan hitam dengan kisaran panjang tubuh rata-rata antara 3,7 ̶ 4,5 mm, kisaran lebar kepala antara 1,7 – 1,9 mm, panjang sayap yang diukur dari jarak antara percabangan M-Cu dan pangkal basal dari sel marginal (WL) berkisar antara 1 – 1,2 mm, dan panjang tungkai belakang (HTL) antara 1,4 – 1,6 mm. Menurut Sakagami (1978), T. laeviceps berwarna hitam sampai berwarna pekat pada keseluruhan tubuhnya dengan panjang tubuh berkisar antara 4 – 4,6 mm (dengan ukuran terkecil 3,7 mm dan terbesar 4.9 mm), kisaran lebar kepala antara 1,8 – 2,0 mm, panjang sayap (WL) berkisar antara 1,2 – 1,4 mm, dan panjang hind tibia (HTL) antara 1,7 – 1,9 mm. Dengan kisaran perbedaan yang jauh tidak menutup kemungkinan bahwa T. laeviceps adalah jenis yang sangat bervariasi dalam ukuran tubuh.

Secara umum, lebah trigona dalam satu sarang terdapat sekitar ratusan bahkan ribuan individu tergantung dari jenis dan umur koloninya (Free, 1982). Dalam sarang T. laeviceps yang ditemukan pada ketiga daerah kemungkinan hanya terdapat ratusan individu dalam sarang yang dapat dilihat berdasarkan morfologi sarang dan sedikitnya jumlah koloni yang ditangkap saat pencarian sampel.

SIMPULAN

Berdasarkan identifikasi pintu masuk sarang, morfologi, dan morfometri, sampel lebah tanpa sengat yang dikoleksi dari tiga daerah dengan ketinggian tempat yang berbeda, dataran tinggi, dataran sedang dan dataran rendah, ditemukan satu jenis yaitu Trigona laeviceps.

SARAN

Masih minimnya informasi tentang jenis lebah tanpa sengat yang hidup di Bali, maka penelitian serupa dapat dilakukan dengan mengambil sampel dari berbagai daerah lainnya di Bali sehingga diketahui sebaran dan jenis lebah tanpa sengat ini yang hidup di Bali secara alami.

DAFTAR PUSTAKA

Amano, K. 2004. Attempts to introduce stingless bees for the pollination of crops under greenhouse conditions in Japan, Food & Fertilizer Technology Center.

Available at :

http://www.fftc.agnet.org/library/ar ticle/tb167.html

Opened on : 14 Juni 2015

Chinh, T. X., M. J. Sommeijer, W. J. Boot, and C. D. Michener. 2004. Nest architecture and colony characteristics of three stingless bees in North Vietnam with the first description of the nest of Lisotrigona carpenteri Engel (Hymenoptera: Apidae, Meliponini). Journal of the Kansas Entomogical Society. 78(4): 363-372

Ciar, R. R., L. S. Bonto, P. B. McHale, J. F. Rajabante, S. P. Lubag, A. C. Fajardo, C. R. Cervancia. 2013. Foraging Behavior of Stingless Bees (Tetragonula biroi Friese): Distance, Direction, and Height of Preffered Food Source. Los Banos: University of the Phillipines Los Banos.

Devanesan, S., M. M. Nisha, R. Bennet, and K. K. Shailaja. 2002. Foraging behaviour of stingless bees, Trigona iridipennis Smith. Insect Environ., 8(3): 131-133.

Free, J.B. 1982. Bees and mankind. George Allen & Unwin, London: xi + 455 pp.

Guntoro, Y. P. 2013. Aktivitas dan Produktivitas Lebah Trigona laeviceps di Kebun Polikultur dan Monokultur Pala (Myristica fragnans). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Inoue, T., S. F. Sakagami, S. Yamane, S. Salmah. 1989. Nests of the myrmecophilous stingless bee, Trigona moorei Schwarz. How do bees initiate their nest within an arboreal ant nest. Biotropica. 21(3): 265274.

Lima, F. V. O., R. Silvestre., and J. B. P. Balestieri. 2013. Nest Entrance Types of Stingless Bees (Hymenoptera: Apidae) in a Tropical Dry Forest of Mid-Western Brazil. Sociobiology. 60(4): 421-428

Michener, C.D. 2007. The Bees of The World. The John Hopkins University Press: London.

Mulyani, L. 2010. Implementasi sistem pertanaman kubis: kajian terhadap keragaman hama dan musuh alami. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Rassmusen, C. 2008 Catalog of the Indo-Malayan/Australasian Stingless Bees (Hymenoptera: Apidae: Meliponini). Zootaxa. 1935: 1-80

Rassmusen, C. and S. A. Cameron. 2010. Global stingless bee phylogeny supports ancient divergence, vicariance, and long distance dispersal. Biological Journal of the Linnean Society. 99: 206–232.

Roubik, D.W. (2006) Stingless Bee Nesting Biology. .Apidologie. 37: 124–143

Sakagami, S. F. 1978. Tetragonula Stingless Bees of the Continental Asia and Sri Lanka (Hymenoptera, Apidae). J. Fac. Sci. Hokkaido Univ.(Zool). 21: 165-247.

Sakagami, S. F., S. Yamane and G. G. Hambali. 1983. Nest of some southeast Asian Stingless bee. Bull. Fac. Educ. Ibaraki Univ. (Nat. Sci). 32:1-21.

Sakagami, S.F. dan T. Inoue. 1985. Taxonomic Notes on Three Bicolours Tetragonula Stingless Bees in Southeast Asia. The Entomological Society of Japan.

Schwarz, H. F. 1937. Result of the Oxford Sarawak (Borneo) expedition: Bornean stingless bees of genus Trigona. Bull. Amer. Mus. Hat. Hist., 76: 83141

Starr, C. K. 1987. An Extraordinary Consentration of Stingless Bee Colonies in the Philippines, with Notes on Nest Structure (Hymenoptera: Apidae: Trigona spp.). Insectes Sociaux. 34(2): 96-107

Watiniasih, N. L., dan N. M. Suartini. 2014. Keragaman Lebah Trigona Sebagai Salah Satu Plasma Nutfah di Bali Selatan. Prosiding Seminar Sains dan Teknologi. 18-19 September 2014: 665-667.

9