JURNAL SIMBIOSIS III (1): 334- 337

Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

ISSN: 2337-7224

Semtember 2015

ANALISA KERAGAMAN GENETIK KELAPA RANGDA (Cocos nucifera L.) DI BALI BERDASARKAN PENANDA DNA MIKROSATELIT

ANALYSIS GENETIC VARIATION OF RANGDA COCONUT (Cocos nucifera L.) IN BALI BASED ON MICROSATELLITE DNA MARKER.

Ni Luh Putu Rika Sugiantari, I Ketut Junitha, Eniek Kriswiyanti Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Kampus Bukit Jimbaran Universitas Udayana [email protected]

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik kelapa Rangda di Bali berdasarkan penanda DNA mikrosatelit. Sampel daun muda diambil dari tujuh individu masing – masing 1 individu dari Desa Gunaksa, Kabupaten Klungkung, Desa Tulikup, Kabupaten Gianyar, Desa Kubu, Kabupaten Bangli, Desa Sanghyang, Kabupaten Jembrana, serta tiga individu dari Desa Ngis, Kabupaten Karangasem. Ekstraksi DNA menggunakan metode Doyle dan Doyle modifikasi, hasil amplifikasi DNA di elektroforesis pada Poly Acrilamid Gel Electrophoresis (PAGE) 10% dan divisualisasi menggunakan pewarnaan perak nitrat. Ukuran alel ditentukan dengan memplot jarak migrasi pada kertas semilog. Dari hasil penelitian diperoleh 11 ragam alel dengan rata – rata alel per primer adalah 3,66. Pada primer CNZ05 diperoleh 3 ragam dan 4 ragam alel pada primer CnCirC3 dan CNZ05, nilai heterozigositas harapan (He) primer CnCirC3 0,49±0,04, primer CNZ05 0,27±0,03 dan 0,71±0,06 primer CNZ51. Hubungan kekerabatan dari 7 individu terbagi membentuk 2 kelompok besar.

Kata kunci : Kelapa Rangda, penanda DNA mikrosatelit, Ragam alel, kekerabatan

ABSTRACT

The research aimed to analyze genetic variation of Rangda coconut in Bali based on microsatellite DNA markers. The young leaf (busung) were collected from Gunaksa village at Klungkung regency, Tulikup village at Gianyar regency, Kubu village at Bangli regency, Sanghyang village, Jembrana regency one sample each, and three samples are from Ngis village at Karangasem regency. Doyle and Doyle DNA extraction method was used to extract DNA from the samples. Three primer pairs of CnCirC3, CNZ05 and CNZ51 were used to amplify DNA samples. Amplicons were electrophoresed on PAGE 10% and stained with silver nitrate. The allele size was determined by plotting the amplicon migration distance on semilog paper. The results showed there were 11 alleles with an average of 13.33 alleles per primer. There were 3 alleles on primer CNZ05, 4 alleles on primer CnCirC3 and CNZ51 each. Heterozigosity expectation (He) value on primer CnCirC3, CNZ05, and CNZ51 were 0,49±0,04, 0,27±0,03 and 0,71±0,06 consecutively. The result showed that Genetic relationship among 7 coconut samples were divided into two big groups.

Key word : Rangda coconut, Microsatellite marker, Number allele, Genetic relationship

PENDAHULUAN

Bali memiliki berbagai ragam kelapa madan yang biasa digunakan sebagai bahan obat (usada) dan sarana upacara agama Hindu seperti kelapa Gadang, Gading, Bulan, Udang, Sudamala, Bingin, Be Julit, Surya, Bojog, Ancak, dan Rangda. Dari sekian ragam kelapa Madan ada satu ragam kelapa yang memiliki ciri spesifik yaitu kelapa Rangda yang memiliki ujung batang dan ibu tangkai daun terpuntir sehingga daun tersusun seperti rambut Rangda. Kelapa Rangda ini sangat jarang sehingga masyarakat sulit memperolehnya. Kelapa ini ditemukan pada beberapa daerah di Bali seperti di Banjar Babung Desa Gunaksa Kabupaten Klungkung, Desa Ngis Kabupaten Karangasem, Desa Kubu dan Jelengkungkang Kabupaten Bangli, Desa Tulikup dan Pejeng Kabupaten Gianyar, dan Perkebunan Kelapa Pemda Badung yang ada di Sanghyang, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana (Kriswiyanti, 2013). Penelitian mengenai kelapa Rangda meliputi morfologi struktur serat ibu tangkai daun, viabilitas serbuk sari, dan kegunaannya telah dilakukan oleh Kriswiyanti (2013), Nirmala dkk. (2013) dan Puspawati dkk. (2013).

Saat ini penelitian mengenai DNA kelapa semakin banyak dilakukan, hal ini berkaitan dengan semakin berkembangnya teknologi penanda DNA yang mampu menunjukkan keragaman genetik dari kelapa (Pandin, 2010). Keragaman genetik dapat menjadi informasi dalam konservasi, pemuliaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman secara berkelanjutan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk penilaian keragaman genetik adalah analisis DNA (Zulfahmi, 2013). Penelitian menggunakan beberapa penanda molekuler seperti analisis

RAPD, RFLP dan SSR (mikrosatelit), pemetaan gen maupun sidik jari DNA dapat dimanfaatkan untuk melihat keanekaragaman genetik yang tinggi antar individu (Adato et al., 1995 ; Weising et al., 1995 ; Jamsari, 2007). Penanda DNA mikrosatelit banyak digunakan dalam analisis DNA karena dapat memperlihatkan keragaman genetik yang tinggi dalam program pemuliaan maupun studi evolusi (Adato et al., 1995). Penanda ini digunakan dalam analisis dan identifikasi suatu kultivar dengan hasil yang paling baik. Sifat kodominan dan penyebaran penanda mikrosatelit pada genom eukariota cukup luas sehingga penanda ini dapat digunakan dalam analisis genom secara menyeluruh (Liu, 1998). Selain itu mikrosatelit dapat digunakan dalam membandingkan genetik individu – individu dengan hubungan kekerabatan yang dekat. Penanda ini juga digunakan untuk DNA fingerprinting, pemetaan gen, analisis genetik dan perakitan populasi pada tanaman (Hidayatun dkk., 2011; Susilowati, 2014; Tinche, 2014).

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian mengenai analisa kergaman genetik dan hubungan kekerabatan kelapa Rangda di Bali yang dapat digunakan sebagai dasar pemikiran konservasi sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan kelapa jenis ini.

MATERI DAN METODE

Sampel daun muda tujuh individu diperoleh dari Br (Banjar) Babung, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Desa Tulikup, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar, Br Tengah dan Br Pakarangan Desa

Ngis Kecamatan Manggis Karangasem, Br Kubu Desa Kubu, Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli, dan Perkebunan Kelapa Pemda Badung yang ada di Sanghyang, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan metode Doyle dan Doyle (1990) dengan modifikasi. Amplifikasi DNA mikrosatelit menggunakan 3 pasang primer yaitu CnCirC3, CNZ05, dan CNZ51 (Tabel 1) pada mesin PCR gradient Sensquest Thermocycler.

Tabel 1. Urutan basa primer yang digunakan

Primer                         Urutan Basa

Forward (5’-3’)                       Riverse (5’ – 3’)

CNZ 05 CTTATCCAAATCGTCACAGAG AGGAGAAGCCAGGAAAGATTT


CNZ51 CTTTAGGGAAAAAGGACTGAG ATCCATGAGCTGAGCTTGAAC

CnCir AGAAAGCTGAGAGGGAGGATT GTGGGGCATGAAAAGTAAGCambar 2. Gel hasil elektroforesis setelah divisualisasi

C3                                                                       dengan pewarnaan perak nitrat

Sumber : (Rivera et al., 1999) ; (CIRAD, 2002)                          Keterangan: A. Lajur sampel yang berhasil teramplifikasi

B. Lajur sampel yang null – allele

Elektroforesis produk PCR dilakukan pada Poly Acrilamid Gel Electrophoresis (PAGE) 10% (Sambrook and Russell, 2001) kemudian divisualisasi dengan metode pewarnaan perak nitrat (Tegelström, 1986). Jarak migrasi pita DNA pada gel diukur dan diploting pada kertas semilog untuk menetapkan panjang DNA hasil amplifikasi dalam pasang basa (pb). Frekuensi masing-masing alel setiap lokus mikrosatelit dihitung berdasarkan rumus Nei (1987) . Analisa hubungan kekerabatan menggunakan program MEGA versi 5.05.

HASIL

Dari 3 pasang primer yang digunakan diperoleh 11 ragam alel yaitu 3 ragam pada primer CnCirC3, pada primer CNZ05 dan primer CNZ51 diperoleh 4 ragam (gambar 1). Pada primer CnCirC3 diperoleh ragam alel 133 pb, 130 pb, 124 pb dan null – allele, primer CNZ05 diperoleh ragam alel 150 pb, 136 pb dan 134 pb serta primer CNZ51 diperoleh ragam alel 143 pb, 140 pb, 122 pb dan null – allele .

C. Marker

Dari data ukuran alel yang diperoleh dihitung nilai frekuensi dan nilai heterozigositas menggunakan rumus Nei (1987). Diperoleh nilai frekuensi yang bervariasi, dan nilai heterozigositas harapan lebih besar dari nilai heterozigositas teramati (primer CnCirC3 dan CNZ05) kecuali pada primer CNZ51 (Tabel 2).

Pade penelitian ini ditemukan juga satu sampel yang tidak berhasil teramplifikasi (Null – allele) (gambar 1) pada dua pasang primer yaitu sampel kelapa Rangda Bangli.

Dari hasil analisisa kekerabatan 7 individu dapat dilihat pada (gambar 3) dari tujuh individu terbagi menjadi dua kelompok besar, kelompok A terdiri dari enam individu dan kelompk B satu individu. Terdapat tiga individu yaitu Rangda sanghyang, Tulikup dan Karangasem 2 memiliki jarak genetik 0,0 dan 1 individu yaitu Rangda Bangli memiliki jarak genetik terjauh 0,4711.


Tabel 2. Frekuensi alel dan nilai heterozigositas pada tiga pasang primer

Primer

Alel (pb)

Frekuensi

Heterozigositas harapan (He) ± SE

Heterozigositas teramati (Ho)

133

0.71

130

0.07

CnCirC3

0.49 ± 0.04

0.14

124

0.07

0

0.14

150

0.07

CNZ05

136

0.07

0.27 ± 0.03

0.14

134

0.85

143

0.07

CNZ51

140

0.35

122

0.42

0.85

0

0.14

0.71 ± 0.06

Rataan heterozigositas

0.49

0.38


Gambar 1. Hasil elektroforesis produk PCR 3 pasang primer

Keterangan kelapa Rangda dari: (1) Karangasem 1, (2)

Karangasem 2, (3) Karangasem 3, (4) Bangli, (5)

Sanghyang, (6) Tulikup, (7) Babung, (M) Marker

0,2868


------------RangdaTiilikiip

RangdaKarangaseniT ^j—RangdaKarangasenij -----------RaiigdaBabiiig ---------Rangda Karangasem 1 —^

0.4               0.3               0.2               0.1               0.0

Gambar 3 . Pohon Filogeni kekerabatan kelapa Rangda di Bali Angka diatas menunjukkan jarak genetik dari setiap individu.

PEMBAHASAN

Dari tiga pasang primer yang digunakan pada penelitian ini diperoleh 11 ragam alel yaitu tiga alel pada primer CNZ05 serta empat alel pada primer CnCirC3 dan CNZ51. Ragam alel yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan hasil penelitian Kriswiyanti (2014) dengan jumlah 12 ragam alel pada primer CnCirC3, 15 ragam alel pada primer CNZ05 dan 10 ragam alel untuk primer CNZ51. Perbedaan hasil ini kemungkinan karena perbedaan jumlah dan jenis sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut yang menggunakan 55 – 60 sampel sedangkan penelitan ini hanya menggunakan tujuh sampel. Ragam alel yang dihasikan pada primer CnCirC3 berada dalam kisaran penelitian Kriswiyanti dan Junitha (2013) yang memperoleh ukuran alel berkisar 114 – 190 pb sedangkan hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian Shalini et al. (2007) dengan ragam alel 174 – 206 pb dan penelitian Azevedo (2014) dengan ragam alel 175 – 250 pb. Primer CNZ05 juga menunjukkan hasil yang berada dalam kisaran hasil penelitian yang dilakukan Kriswiyanti (2014) yaitu 110 – 260 pb dan berbeda dengan hasil penelitian Leburn et al. (2001) yaitu 156 – 168 pb. Perbedaan hasil ragam alel yang dihasilkan kemungkinan disebabkan oleh perbedaan populasi kelapa yang digunakan. Untuk primer CNZ51 yang juga berada dalam kisaran hasil penelitian Kriswiyanti (2014) pada jenis kelapa madan di Bali yaitu 110 – 230 pb dan Giombini et al. (2015) 138 – 150 pb yang menggunakan populasi kelapa di Argentina.

Null – allele pada sampel kelapa Rangda bangli kemungkinan disebabkan oleh mutasi pada primer site atau bagian DNA template tempat menempelnya primer. Hal ini sesuai dengan pendapat Callen et al., 1993 yang menyatakan bahwa null – allele dapat terjadi karena adanya perubahan urutan nukleotida (subtitusi dan mutasi) yang dapat mencegah primer menenmpel pada DNA template. Selain itu penyebab terjadinya null – allele diantaranya adalah slippage selama proses PCR (Gagneux et al., 1997; Shinde et al., 2003). Kepastian null – allele tersebut dibuktikan dengan melakukan PCR dan elektroforesis ulang.

Heterozigositas harapan yang diperoleh dalam penelitian ini umumnya lebih besar dari heterozigositas teramati (Tabel 2). Nilai heterozigositas teramati yang lebih rendah dibandingkan heterozigositas harapan didapatkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh

Rajesh et al. (2014) yang memperoleh nilai He pada salah satu populasi sebesar 0,322 dan Ho sebesar 0,322 serta pada penelitian Manjula et al. (2014) He sebesar 0,307 dan Ho sebesar 0,267. Pada penelitian Kriswiyanti dkk. (2013) nilai heterozigositas pada primer CnCirC3 adalah 0,862, primer CNZ05 0,9093 dan primer CNZ51 0,8561. Nilai heterozigositas tersebut lebih besar dari pada hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan jumlah individu yang digunakan sehingga mempengaruhi ragam dan frekuensi alel yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muliadi dan Johar (2010) ; Kriswiyanti (2014) yang menyatakan bahwa nilai heterozigositas dipengaruhi banyaknya ragam alel dan frekuensi masing – masing alel dalam setiap lokus, serta tingginya tingkat perkawinan silang (outbreeding).

Dari hasil analisis kekerabatan yang ditunjukkan pada pohon filogeni terlihat bahwa individu yang berasal dari daerah berjauhan memiliki jarak genetik dekat yaitu pada Rangda Sanghyang, Tulikup dan Karangasem 2, hal ini mungkin disebabkan oleh sumber induk / tetua yang sama dan hal ini sesuai dengan pendapat Maulan dkk. (2014) bahwa jarak genetik yang dekat dapat disebabkan oleh sumber genetik yang sama namun tersebar pada berbagai tempat. Individu Rangda Bangli memiliki jarak genetik yang paling jauh karena disebabkan oleh null – allele yang terdapat pada 2 pasang primer. SIMPULAN

Dari 3 primer yang digunakan diperoleh 11 ragam alel yaitu 3 ragam alel pada primer CNZ05, dan 4 primer pada primer CnCirC3 dan CNZ51. Nilai heterozigositas yang diperoleh 0,27 ± 0.03 (CNZ05), 0,49 ± 0.04 (CnCirC3) dan yang tertinggi pada primer CNZ51 0,7 ± 0.06. Hubungan kekerabatan ke 7 individu terbagi menjadi 2 kelompok besar, adanya individu yang berasal dari daerah berjauhan memiliki kekerabatan dekat.

KEPUSTAKAAN

Adato, A., D. Sharon, U. Lavi, J. Hillel, and S. Gazit. 1995. Application of DNA Fingerprints for Identification and Genetic Analyses Of Mango (Mangifera indica) Genotypes. J.Amer. Soc. Hort. Sci. 120:259-264.

Azevedo, C. D. O., 2014. Azevedodiversidade Genética De Populações De Coqueiro (Cocos nucifera L.) Via Marcadores Ssr. Dissertação. UENF : Rj Janeiro.

Callen, D.F., A.D. Thompson., Y. Shen., H.A. Phillips., R.I. Richard and J. C. Mulley. 1993. Incidence And Origin Of ‘Null’ Alleles In The (AC)N Microsatellite Markers. Amer. J. Hum Gen. 52:922–927.

CIRAD (Centre For International Cooperation In Agricultural Research For Development). 2002. A Laboratory Manual. Coconut Microsatellite Kit. Training session, April 15-24, CIRAD, Montpellier, France. pp.11.

Doyle, J.J., and Doyle, J.L. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue. Focus 12: 13-15.

Gagneux, P., C. Boesch and D. S. Woodruff. 1997. Microsatellite Scoring Errors Associated with Noninvasive Genotyping based on Nuclear DNA Amplified From Shed Hair. Mol. Ecol. 6: 861– 868.

Giombini, M.I., D. S. Tosto, and S. P. Bravo. 2015. Characterization of 20 Microsatellites in the Neotropical Palm Syagrus romanzoffiana (Arecaceae) Identified by Cross-amplification From Across Genera. Mol. Ecol. Res. 1 – 18

Hidayatun, N. Chaerani, dan D. W. Utami. 2011. Sidik Jari DNA 88 Plasma Nutfah Ubi Jalar di Indonesia Berdasarkan Delapan Penanda SSR. J. Agrobiogen .7(2):119-127

Jamsari, 2007. Bioteknologi Pemula, Prinsip Dasar dan Aplikasi Analisis Molekuler. Unri Press: Padang.

Kriswiyanti, E. 2013. Keanekaragaman Karakter Kelapa (Cocos nucifera L., Arecaceae) Yang Digunakan Sebagai Bahan Upacara Padudusan Agung. J. Biologi, 7 (1):15-20.

Kriswiyanti, E., dan I. K. Junitha. 2013. Kontinyuitas Genetik Kelapa Unik dengan Penanda DNA Mikrosatelit. Laporan Penelitian Hibah Fundamental. Universitas Udayana

Kriswiyanti, E., I. G. R. M. Temaja dan I. M. Sudana. 2013. Genetic Variation of Coconut Tall (Cocos nucifera L., Arecaceae) in Bali, Indonesia Based on Microsatellite DNA. J. Bio, Agri and Health 3(13): 97 - 101.

Kriswiyanti, E. 2014. Karakteristik Ragam Kelapa (Cocos nucifera L.) di Bali Berdasarkan Morfologi, Anatomi dan Molkuler. Disertasi Program Pascasarjana Universitas   Udayana. (Tidak

Dipublikasikan)

Leburn, P., L. Baudouin., R.Bourdeix., J.L. Konan., J. H. A. Barker., Aldam., A.Herrán and E. Ritter. 2001. Construction of a Linkage Map of the Rennell Island Tall Coconut Type (Cocos nucifera L.) and QTL analysis for Yield Characters. Canada. Genome. 44: 962–970

Liu, B.H. 1998. Statistical Genomic: Linkage, Mapping and QTL analysis. CRC Press: New York. pp. 62

Manjula .C., K. Samsudeen., S. Rahman and M.K. Rajesh. 2014. Characterization of Kuttiyadi Ecotype of Coconut (Cocos nucifera L.) using morphological and microsatellite markers. J. Plant Crop. India. 42(3):301-315

Maulan, Z., T. Kuswinan., N.R. Sennang dan S.A.Syaif. 2014. Eksplorasi Keragaman Plasma Nutfah Padi Lokal Asal Tana Toraja Dan Enrekang Berdasarkan Karakterisasi Morfologi. Prosiding SEMNAS 2014. UNMAS Press. Denpasar. 347 – 352.

Muliadi, D., dan A. Johar. 2010. Pendugaan Keseimbangan Populasi dan Heterozigositas Menggunakan Pola Protei Albumin Darah Pada Domba Ekor Tipis (Javanese Thin Tailed) di Daerah Indramayu. J. Ilmu Ternak, 10 (2) : 65 – 72

Nei M. 1987. Estimation of Average Heterozygosity and Genetic Distance from a Small Number of Individuals. Genetics 89(3): 583–590

Nirmala,S., E .Kriswiyanti., dan AA. K. Darmadi. 2013. Uji Viabilitas Serbuk Sari Secara In-Vitro Kelapa (Cocos nucifera l.“rangda”) dengan Waktu dan Suhu Penyimpanan yang Berbeda. J. Biologi, I (2): 59- 69.

Pandin, D.S. 2010. Penanda DNA Untuk Pemuliaan Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.).Jurnal Perspectif. 1(9): 21-35.

Puspawati, N.M, E. Kriswiyanti., I. K. Junitha. 2013. Profil Struktur Serat Ibu Tangkai Daun Antara Induk Dan Anakan Kelapa (Cocos nucifera L “Rangda”). J. Biologi, I (2): 70- 78.

Rajesh. M. K., J. Rijith., S. Rahman., P. Preethi., K. E. Rachana., K. K. Sanjini dan A. Karun. 2014. Estimation of Out-Crossing Rates in Populations of West Coast Tall Cultivar of Coconut using Microsatellite Markers. J. Plant Crop. India. 42(3):277-288

Rivera, R., K. J. Edwards, J.H.A. Barker, G. M. Arnold, G. Ayad, T. Hodgkin and A. Karp. 1999. Isolation and Characterization of Polymorphic Microsatellites in Cocos nucifera L. Genome. 42:668-675.

Sambrook, J. and D. W. Russell. 2001. Molecular Cloning a Laboratory Manual 3rd Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.

Shalini, K.V., S. Manjunatha., P. Leburn., A. Berger., L. Baudouin., N. Pirany., R.M. Ranganath dan D. T. Prasad. 2007. Identification of Molecular Markers Associated with Mite Resistance in Coconut (Cocos Nucifera L.). Genome 50: 45 - 42

Shinde, D, Lai Y. L, Sun F. Z, and Arnheim N. 2003. Taq DNA Polymerase Slippage Mutation Rates Measured by PCR and Quasilikelihood Analysis: (CA/GT)(n) and (A/T)(n) Microsatellites. Nucleic Acids Res. 31:974–980.

Susilowati, M. 2014. Polimorfisme Tetua dan Verifkasi F1 Menggunakan Mikrosatelit dalam Perakitan Populasi Chromosome Segment Substitution Lines Padi (Oryza sativa L.) Berbasis Ciherang. Skripsi. Universitas Gajah Mada.

Tinche. 2014. Keragaman Genetik Kelapa Sawit Asal Nigeria dan Asosiasi Marka Mikrosatelit (SSR) Dengan Karakter Virescens.   Tesis.   Program

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Weising, K., H. Nybom, K. Wolf., W. Meyer. 1995. DNA Fingerprinting in Plant and Fungi. Boca Raton. CRC Press: Florida. pp. 322.

Zulfahmi. 2013. DNA Markers for Plants Analysis. J.

Agroteknologi. 3(2): 41-52

337