SIMBIOSIS XI (1): 215-225            http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

September 2023

KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN MANGROVE DI KAWASAN EKOWISATA KAMPOENG KEPITING, DESA TUBAN, BALI

MANGROVE PLANT DIVERSITY IN THE KAMPOENG KEPITING ECOTOURISM AREA, TUBAN VILLAGE, BALI

Federika Kambu, I Ketut Ginantra dan Martin Joni Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Udayana, Bali.

Email: [email protected]

ABSTRAK

Mangrove memiliki keanekaragaman spesies tumbuhan atau vegetasi yang terdiri dari vegetasi mangrove sejati dan mangrove asosiasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Komposisi spesies tumbuhan mangrove dan keanekaragaman tumbuhan mangrove. Penelitian dilakukan dengan metode kwadrat dua stasiun, yaitu stasiun 1 (mangrove alami) dan stasiun 2 (mangrove reboisasi). Komposisi spesies ditentukan dengan indek nilai penting (INP) dan keanekaragaman menggunakan indek diversitas Shanon-Wiener. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis mangrove sebanyak 11 jenis, yang terdiri dari 4 spesies mangrove sejati dan 7 spesies mangrove asosiasi. Spesies mangrove yang mendominasi adalah Sonneratia alba (INP=126,16%) dan Rhizophora mucronata (INP=108,18%). Struktur vegetasi terdiri dari tiga kategori yaitu pohon, pancang dan semai. Pada tingkat pohon didominasi oleh Sonneratia alba (INP=175,0%), pada tingkat pancang didominasi oleh Rhizophora mucronata (INP=191,60%) dan pada tingkat semai didominasi oleh spesies Rhizophora mucronata (INP= 221,76%). Indek keanekaragaman vegetasi sebesar 1,47 dan nilai indek kemerataan sebesar 0,61, hal ini mengindikasikan bahwa kondisi mangrove pada kawasan mangrove di kawasan Kampoeng Kepiting termasuk kategori mantap/stabil.

Kata kunci: keanekaragaman mangrove, Kampoeng Kepiting, komposisi jenis, struktur vegetasi.

ABSTRACT

Mangroves have a diversity of plant or vegetation species consisting of true mangrove vegetation and associated mangroves. This study aims to determine the species composition of mangrove plants and the diversity of mangrove plants. The study was conducted using the quadratic method at two stations, namely station 1 (natural mangroves) and station 2 (reforested mangroves). Species composition was determined by the importance value index (INP) and diversity using the Shanon-Wiener diversity index. The results showed that there were 11 species of mangrove, consisting of 4 true mangrove species and 7 associated mangrove species. The dominant mangrove species were Sonneratia alba (INP=126.16%) and Rhizophora mucronata (INP=108.18%). Vegetation structure consists of three categories, namely trees, saplings and seedlings. At the tree level it was dominated by Sonneratia alba (INP: 175.0%), at the sapling level it was dominated by Rhizophora mucronata (INP: 191.60%) and at the seedling level it was dominated by Rhizophora mucronata (INP: 221.76%). The vegetation diversity index is 1.47 and the evenness index value is 0.61, this indicates that the condition of the mangroves in the mangrove area in the Kampoeng Kepiting is in the steady/stable category.

Keywords: mangrove diversity, Kampoeng Kepiting, species composition, vegetation structure.

PENDAHULUAN

Hutan merupakan suatu kawasan alam yang ditumbuhi oleh beranekaragaman jenis pepohonan serta jenis tumbuhan lainnya dan juga terdapat berbagai keanekaragaman hewan juga yang hidup didalamnya. Hutan adalah salah satu tipe ekosistem yang memiliki nilai penting bagi manusia, dimana sangat berperan dalam berbagai aspek diantaranya sebagai penyedia sumber air, dan tempat hidup bagi flora maupun fauna, dan berperan dalam penyeimbangan lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global (Hilda, 1997). Terdapat beberapa tipe ekosistem hutan yaitu hutan gambut, hutan tropis, hutan rawa dan salah satu diantaranya yaitu, hutan mangrove.

Mangrove merupakan suatu ekosistem hutan yang berada pada wilayah yang berinteraksi langsung dengan perairan laut, payau, dan sungai. Dengan adanya interaksi tersebut membuat ekosistem mangrove memiliki keanekaragaman yang tinggi baik itu flora maupun fauna laut, air tawar, dan spesies daratan (Macintosh dan Ashton 2002). Umumnya mangrove hidup pada daerah tropik maupun subtropik. Menurut Sengupta (2010) komunitas mangrove terbentuk oleh tumbuh-tumbuhan yang berasosiasi dengan organisme lain seperti mikroba, alga, fungi, dan tumbuhan lainnya, selain itu komunitas mangrove tersebut juga berinteraksi dengan faktor abiotik (air, tanah, udara, dan juga iklim) yang membentuk ekosistem mangrove. Tanpa kehadiran tumbuhan mangrove di kawasan tersebut, maka kawasan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai ekosistem mangrove Indonesia sendiri merupakan suatu negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17,508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 juta kilometer, dengan luas wilayah yang besar Indonesia memiliki potensi sumber daya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2002). Perairan Indonesia yang luas ini menyimpan potensi yang besar diantaranya yaitu cadangan minyak, gas, mineral, dan bahan tambang. Pada ekosistem pesisir terdapat hutan mangrove, padang lamun,dan terumbu karang yang memiliki banyak manfaat (Dahuri dkk., 2001; Santoso, 2000). Menurut Darmawan dan Pramudji (2014), Indonesia memiliki luas mangrove tertinggi, yaitu sekitar 3.112.989 ha atau sekitar 26% dari total luas mangrove dunia bahkan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Australia (7,1%) dan Brasil (7,0%). Hutan mangrove yang ada di kawasan Asia Tenggara sendiri sebagian besar berada di Indonesia yaitu sebesar 60%, sementara yang sisanya berada di Malaysia sebesar 11,7%, Myanmar sebesar 8,8%, Papua New Guinea sebesar 8,7%, Thailand sebesar 5% serta beberapa negara lainya. Dengan luas kawasan mangrove yang ada tentunya memiliki banyak jenis tumbuhan mangrove yang terdapat di Indonesia, dan pada setiap pulau di Indonesia tentu memiliki kawasan hutan mangrove.

Kawasan mangrove kampoeng kepiting berada di sebelah timur ujung landasan pacu Bandara Ngurah Rai. Hutan mangrove Kampoeng Kepiting dikembangkan sebagai kawasan ekowisata oleh Kelompok Nelayan Wanasari. Mereka pada awalnya adalah nelayan tangkap kepiting dengan metode tangkap kepiting yaitu dari keramba. Kampoeng Kepiting ini muncul dari kegigihan para nelayan Tuban yang membentuk kelompok nelayan bernama Wanasari di tahun 2009 (Wardani dkk., 2-18). Dalam rangka pengembangan kawasan mangrove sebagai ekowisata, diperlukan data keanekaragaman fauna dan flora mangrove. Data keanekaragam flora mangrove, baik mangrove sejati maupun mangrove asosiasi di kawasan kampoeng kepiting belum tersedia secara detail. Untuk itu, maka perlu dilakukan analisis vegetasi di kawasan kampoeg kepiting. Maka tujuan dari penelitian ini adalah menentukan keanekaragaman dan komposisi spesies mangrove di kawasan ekowisata Kampoeng Kepiting.

METODE PENELITIAN

Tenpat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di hutan mangrove kawasan ekowisata Kampoeng Kepiting, yang

terletak di Desa Tuban, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai November tahun 2022. Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2022. Peta lokasi disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Teknik Pengambilan Data

Analisis vegetasi dilakukan di 2 stasiun, yaitu di stasiun 1 adalah mangrove alami dan stasiun 2 adalah mangrove reboisasi. Tiap stasiun diletakkan 5 kwadrat. Metode yang digunakan adalah metode kwadrat, dengan luas masing-masing kwadrat adalah 10 m x 10 m. Peletakan kwadrat mengikuti zonasi mangrove (dari arah dekat laut sampai arah daratan). Jumlah kuadrat sampling di seluruh kawasan adalah 10 kwadrat. Pada tiap kuadrat dilakukan pengukuran jumlah individu tiap jenis mangrove dan keliling batang tumbuhan mangrove setinggi dada (Fachrul, dan M. Ferianita. 2007).

Struktur vegetasi mangrove ditentukan berdasarkan ukuran diameter batang atau keliling batang. Untuk masing masing tingkatan tumbuhan adalah sebagai berikut; pohon dengan diameter batang > 10 cm (atau keliling batang>31,4 cm); pancang (sapling) dengan diameter batang 2- 10 cm (atau keliling batang 6,28-31,4 cm) dan semai (seedling) dengan diameter batang < 2 cm (keliling batang <6,28 cm). Parameter yang diukur dalam analisis vegetasi adalah sebagai berikut; Kerapatan adalah jumlah individu/luas area, dominansi adalah basal area/luas area (basal area: (keliling batang)2/4.π , yang mana π = 3,14) dan frekuensi kehadiran adalah kehadiran suatu jenis pada area sampling (Sahami, 2018).

Analisis Data

Komposisi spesies dianalisis berdasarkan indek nilai penting (INP) yang terdiri dari tiga parameter, yaitu kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominasi relatif. Indeks diversitas dihitung dengan indeks Shanon-Wiener (H) = -∑ [Ni/N x Ln Ni/N), yang mana Ni adalah nilai penting spesies ke-i dan N=total nilai penting semua spesies. Dari nilai indeks keanekaragaman dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu H < 1,0 termasuk kategori rendah; 1,0 < H < 3, termasuk kategori sedang; dan H > 3 , termasuk kategori tinggi. Indeks kemerataan (E) dihitung dengan rumus E= H’/ Ln S, dimana H’ adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, S adalah jumlah spesies. Nilai kemerataan (evenness) berentang 0 sampai 1. Kriteria indek kemerataan (E ) adalah E < 0,3 : Kemerataan populasi rendah; 0,3<E<0,6:kemerataan populasi sedang; dan E > 0,6 : kemerataan populasi tinggi (Ashari dkk., 2019).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Jenis Pada Vegetasi Mangrove di Kampoeng Kepiting

Hasil analisis vegetasi mangrove di kawasan Kampoeng Kepiting ditemukan 4 jenis tumbuhan mangrove sejati (true mangrove) yakni Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, serta Bruguiera gymnnorrhiza, dan 7 jenis tumbuhan mangrove asosiasi yaitu Muntingia calabura, Leucaena leucocephala, Ficus benjamina, Cocos nucifera, Alstonia scholaris, Thespesia populnea dan Terminalia catappa.

Hasil analisis vegetasi mangrove secara keseluruhan mununjukan ada 11 jenis mangrove. Jenis-jenis yang mendominasi atau yang nilai pentingnya paling tinggi untuk mangrove sejati adalah Sonneratia alba (pidada/prapat) dengan nilai penting 126,16%, sedangkan yang paling rendah nilai pentingnya adalah Bruguiera gymnnorrhiza (tanjang/lindur) dengan nilai penting 10,47%. Sedangkan untuk mangrove asosiasi jenis yang mendominasi atau nilai pentingnya paling tinggi adalah Leucaena leucocephala (petai cina), dengan nilai penting 10,98%, sedangkan yang paling rendah nilai pentingnya adalah Ficus benjamina (beringin) dengan nilai penting 3,20%. Nilai indeks keanekaragaman (H) secara keseluruhan sebesar 1,47 dan indeks kemerataan (E) secara keseluruhan sebesar 0,61. secara keseluruhan indeks keanekaragaman jenis vegetasi mangrove di Kampoeng Kepiting adalah sedang sesuai dengan indeks keanekaragaman menurut Shannon-Wiener yang menyatakan, jika Indeks Diversitas (H') kurang dari 1 maka keanekaragaman tersebut rendah, jika Indeks Diversita (H') 1-3 maka keanekaragaman tersebut sedang,dan jika Indeks Diversitas (H') lebih dari 3 maka keanekaragaman tersebut tinggi. Sedangkan untuk indeks kemerataan termasuk kategori tinggi yang artinya penyebaran populasinya merata (Ashari dkk., 2019). vegetasi mangrove Kampoeng Kepiting (Tabel 1).

Jumlah jenis tumbuhan dan jumlah individu dalam suatu komunitas dapat menentukan keanekaragaman dalam komunitas itu sendiri (Sutrisna dkk., 2018). Yang artinya jika suatu komunitas memiliki banyak jenis tanpa ada spesies yang mendominasi, maka keanekaragaman jenis komunitas tersebut akan tinggi. Tinggi dan rendahnnya suatu nilai keanekaragaman di sebuah kawasan menentukan tingkat stabilitas komunitas di kawasan itu sendiri.

Struktur vegetasi mangrove sejati tidak berbeda antara stasiun 1 dan stasiun ll, jumlah jenis pohon mangrove sejati di kedua stasiun sama. Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba merupakan spesies yang terdapat pada kedua stasiun tersebut. Sebaliknya untuk mangrove asosiasi berbeda antara kedua stasiun, stasiun 1 memiliki 4 jenis mangrove asosiasi dan stasiun ll memiliki 3 jenis mangrove asosiasi (Tabel 4.2 dan Tabel 4.3). Cocos nucifera merupakan spesies yang terdapat di kedua stasiun. Sebaliknya, Ficus

benjamina, Alstonia scholaris dan Thespesia populnea hanya terdapat pada stasiun 1, dan spesies lainnya (Leucaena leucocephala dan Muntingia calabura ) yang teradapat pada stasiun ll. Kerapatan pohon di stasiun 1 secara keseluruhan 2,500 ind/ha sedangkan pada stasiun ll secara keseluruhan 3,500 ind/ha. Nilai dari indeks nilai penting (INP) mangrove sejati tertinggi pada stasiun 1 didominasi oleh Sonneratia alba, sekitar 177,99% dengan kerapatan 1300 ind/ha dan di stasiun ll nilai dari indeks nilai pentingnya di dominasi oleh Rhizophora mucronata, sekitar 172,19% dengan kerapatan 2260 ind/ha.

Tabel 1. Vegetasi mangrove di kampoeng Kepiting

No

Nama Jenis (nama lokal)

Family

Kerapatan (ind/ha)

DR

(%)

KR

(%)

FR

(%)

INP (%)

indek ke-i

1

Bruguiera gymnorrhiza (tanjang/lindur)

Rhizophoraceae

1400

0,08

4,67

5,71

10,47

-0,12

2

Sonneratia alba (pidada/prapat)

Lythraceae

8200

70,26

27,33

28,57

126,16

-0,36

3

Rhizophora mucronata

Rhizophoraceae

15100

29,27

50,33

28,57

108,18

-0,37

(bakau genjah)

Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae

2100

0,19

7,00

17,14

24,33

-0,20

4

(bakau putih)

5

Muntingia calabura (kersen)

Muntingiaceae

100

0,01

0,33

2,86

3,20

-0,05

6

Leucaena leucocephala (petai cina)

Fabaceae

2400

0,13

8,00

2,86

10,98

-0,12

7

Ficus benjamina (beringin)

Moraceae

100

0,01

0,33

2,86

3,20

-0,05

8

Cocos nucifera (kelapa)

Aracaceae

200

0,04

0,67

2,86

3,56

-0,05

9

Alstonia scholaris (pule)

Apocynaceae

100

0,01

0,33

2,86

3,21

-0,05

10

Thespesia populnea (waru laut)

Malvaceae

200

0,00

0,67

2,86

3,53

-0,05

11

Terminalia catappa (ketapang)

Combretaceae

100

0,01

0,33

2,86

3,20

-0,05

30000

100

100

100

300

-1,47

H (indek Keanekaragaman Shannon Wiener) = 1,47

E (evenness/indek kemerataan) = 0,61

Keterangan : DR: dominansi relatif, KR: kerapatan relatif, FR: frekuensi relatif, INP : Indek nilai Penting

Struktur vegetasi mangrove sejati tidak berbeda antara stasiun 1 dan stasiun ll, jumlah jenis pohon mangrove sejati di kedua stasiun sama, Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba merupakan spesies yang terdapat pada kedua stasiun tersebut. Sebaliknya untuk mangrove asosiasi berbeda antara kedua stasiun, stasiun 1 memiliki 4 jenis mangrove asosiasi dan stasiun ll memiliki 3 jenis mangrove asosiasi (Tabel 2 dan Tabel 3), Cocos nucifera merupakan spesies yang terdapat di kedua stasiun. Sebaliknya, Ficus benjamina, Alstonia scholaris dan Thespesia populnea hanya terdapat pada stasiun 1, dan spesies lainnya (Leucaena leucocephala dan Muntingia calabura ) yang teradapat pada stasiun ll. Kerapatan pohon di stasiun 1 secara keseluruhan 2,500 ind/ha sedangkan pada stasiun ll secara keseluruhan

3,500 ind/ha. Nilai dari indeks nilai penting (INP) mangrove sejati tertinggi pada stasiun 1 didominasi oleh Sonneratia alba, sekitar 177,99% dengan kerapatan 1300 ind/ha dan di stasiun ll nilai dari indeks nilai pentingnya di dominasi oleh Rhizophora mucronata, sekitar 172,19% dengan kerapatan 2260 ind/ha.

Tabel 2. Vegetasi mangrove di Stasiun 1

No

Nama Jenis (nama lokal)

Family

Kerapatan (ind/ha)

DR (%)

KR (%)

FR (%)

INP (%)

Indek ke-i

1

Bruguiera gymnorrhiza (lindur/tanjang)

Rhizophoraceae

180

0,02

7,20

5,88

13,10

-0,14

2

Rhizophora apiculata (bakau putih)

Rhizophoraceae

160

0,16

6,40

11,76

18,33

-0,17

3

Rhizophora mucronata (Bakau genjah)

Rhizophoraceae

760

3,17

30,40

29,41

62,98

-0,33

4

Sonneratia alba (pidada/prapat)

Lythraceae

1300

96,57

52,00

29,41

177,99

-0,31

5

Ficus benjamina (beringin)

Moraceae

20

0,02

0,80

5,88

6,70

-0,08

6

Alstonia scholaris (pule)

Apocynaceae

20

0,04

0,80

5,88

6,72

-0,09

7

Terminalia catappa (kelapa kuning)

Combretaceae

20

0,02

0,80

5,88

6,70

-0,08

8

Thespesia populnea (waru laut)

Malvaceae

40

0,01

1,60

5,88

7,49

-0,09

2500

100

100

100

300

-1,29

H (indek Keanekaragaman Shannon Wiener) = 1.29

E (evenness/indek kemerataan) = 0,62

Keterangan : DR: dominansi relative, KR: kerapatan relatif, FR: frekwensi relatif, INP : Indek nilai Penting

Tabel 3. Vegetasi mangrove di Stasiun 2

No

Nama Jenis

Family

Kera-

(nama lokal)

patan

DR (%)

KR

FR

INP

Indek

(ind/ha)

(%)

(%)

(%)

ke-i

1

Bruguiera gymnorrhiza (lindur/tanjang)

Rhizophoraceae

100

0,20

2,86

5,56

8,61

-0,10

2

Rhizophora apiculata (bakau putih)

Rhizophoraceae

260

0,13

7,43

22,22

29,78

-0,23

3

Rhizophora mucronata (Bakau genjah)

Rhizophoraceae

2260

79,84

64,57

27,78

172,19

-0,32

4

Sonneratia alba (pidada/prapat)

Lythraceae

340

19,10

9,71

27,78

56,60

-0,31

5

Cocos nucifera (kelapa kuning)

Aracaceae

40

0,16

1,14

5,56

6,86

-0,09

6

Leucaena leucocephala (petai cina)

Fabaceae

480

0,55

13,71

5,56

19,82

-0,18

7

Muntingia calabura (kersen)

Muntingiaceae

20

0,02

0,57

5,56

6,15

-0,08

3500

100

100

100

300

-1.31

H (indek Keanekaragaman Shannon Wiener) = 1.31

E (evenness/indek kemerataan) = 0,67

Keterangan : DR: dominansi relatif, KR: kerapatan relatif, FR: frekwensi relatif, INP : Indek nilai Penting

Indeks keanekaragaman tumbuhan pada 2 stasiun di lokasi penelitian didapatkan nilai H' pada masing-masing stasiun sebesar 1,29 dan 1,31. Seperti yang sudah di jelaskan di awal bahwa pada kawasan ini mempunyai tingkat diversitas yang rendah atau sedang. Perbandingan indeks kemerataan tumbuhan pada stasiun 1 maupun 2 mempunyai nilai indeks kemerataan masing masing 0.61 dan 0,62 . Nilai ini menunjukan bahwa kemerataanya stabil atau kemerataan populasinya tinggi, indeks kemerataan menunjukan derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap spesies. Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut memiliki nilai evennes maksimal. Begitupun sebaliknya, jika nilai kemerataan kecil, maka dalam komunitas tersebut terdapa jenis yang dominan, sub-dominan, dan ada jenis yang terdominasi, maka komunitas tersebut memiliki nilai evennes yang minimum. Nilai kemerataan memiliki rentang antara 0-1, jika nilai indeks yang di dapat hampir mendekati 1 maka penyebarannya semakin merata (Ismaini dkk., 2015).

Ditemukannya 11 jenis mangrove di kawasan Kampoeng Kepiting pada penelitian ini tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan total mangrove yang ditemukan pada penelitian Ginantra dkk., (2018) di Pulau Nusa Lembongan, yang mendapatkan jumlah yang lebih banyak yakni sekitar 11 jenis mangrove sejati. Dari data analisis keanekaragaman tumbuhan mangrove yang terdapat di kawasan Pulau Nusa Lembongan terdapat 1 jenis mangrove sejati yang mendominasi pada areal penelitian tersebut Rhizophora stylosa (bakau kurap), dengan Indeks nilai pentingnya sebesar 76,42% dan untuk mangrove asosiasi sendiri tidak di jelaskan jenis apa yang mendominasi pada areal kawasan penelitian tersebut hanya disebutkan jumlah yang di dapatkan (Ginantra dkk., 2018).

Hasil data diatas juga berbeda dengan yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Maharani (2022) di areal sekitar PLTD/G Pesanggaran. jumlah jenis mangrovenya berkisar 7 jenis mangrove sejati dan 11 jenis mangrove asosiasi. Berbeda jauh jumlah mangrove yang di temukan pada kawasan Kampoeng Kepiting, walaupun jumlah jenis yang tumbuh di kasawan ini sedikit namun kondisi mangrove ini tumbuh dengan baik karena jenis substrat tempat tumbuhnya sangat baik berupa lumpur dengan sedikit bercampur pasir dan serpihan karang selain itu juga berhadapan langsung dengan pasang surut air laut. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiyanto dan Faiqoh (2015) yang dilakukan di kawasan Teluk Benoa, didapatkan jenis substrat yang dominan berupa lumpur, komposisi sedimen dapat mempengaruhi jenis dan jumlah tumbuhan mangrove yang hidup..

Jenis mangrove sejati yang paling banyak di temukan adalah Rhizophora mucronata, Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata, sedangkan yang paling sedikit dijumpai adalah Bruguiera gymnnorrhiza. Jenis mangrove asosiasi yang paling banyak ditemukan adalah Leucaena leucocephala dan paling sedikit ditemukan Ficus benjamina dan Terminalia catappa. Secara keseluruhan untuk mangrove sejati yang paling banyak di temukan yaitu Sonneratia alba hal ini menunjukan bahwa jenis ini mampu bersaing untuk dapat bertahan hidup, jika dilihat dari perawakan tanamannya sendiri memiliki perawakan berbentuk pohon yang besar dan tajuk yang lebat hal ini menyebabkan jenis ini mendapatkan nutrisi yang lebih serta sinar matahari yang cukup sehingga jenis lain tidak mampu bersaing sehingga jenis ini paling mendominasi.

Sedangkan untuk jenis mangrove asosiasi yang paling banyak ditemukan secara keseluruhan yaitu jenis Leucaena leucocephala dikarenakan jenis ini tergolong dalam tumbuhan invasi, dimana terjadi suatu kompetisi antara tumbuhan jenis ini dengan tumbuhan yang lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya dengan cara tumbuh dan berkembang biak secara cepat sehingga mengeliminasi spesies yang lain. Tumbuhan jenis ini banyak ditemukan karena

kemampuannya tumbuh dan bereproduksi sangat cepat, kemampuan menyebarnya tinggi dan teleransi terhadap berbagai keadaan lingkungan.

Struktur Vegetasi Mangrove di Kampoeng Kepiting

Analisis tingkat kerapatan jenis mangrove dilakukan berdasarkan kategori pertumbuhan yaitu semai, pancang dan pohon. Hasil perhitungan perhitungan nilai tingkat kerapatan untuk ketiga kategori tersebut di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4, struktur vegetasi mangrove.

Tabel 4, menunjukan bahwa nilai kerapatan jenis mangrove untuk tingkat semai, pancang dan pohon pada lokasi penelitian. Untuk tingkat semai jenis Rhizophora mucronata menunjukan nilai kerapatan jenis tertinggi yaitu 460 ind/ha, sementara untuk jenis yang memiliki nilai kerapatan terendah adalah Bruguiera gymnorhiza dengan nilai 40 ind/ha. Untuk tingkat pancang jenis didapat juga jenis yang sama yaitu Rhizophora mucronata dengan nilai kerapatan jenis tertinggi berkisar 1300 ind/ha, sementara untuk jenis yang memiliki nilai kerapatan terendah adalah Leucaena leucocephala dengan nilai 80 ind/ha. Dan untuk tingkat pohon jenis yang mendominasi adalah Sonneratia alba dengan nilai kerapatan tertinggi sebesar 1500 ind/ha, sedangkan untuk nilai kerapatan yang terendah di dominasi oleh beberapa jenis diantaranya Mutingia calabura, Ficus benyamina, Thespesia populnea, Terminalia cattapa dan Alstonia scholaris dengan nilai 20 ind/ha.

Tabel 4. Struktur vegetasi mangrove di kampung kepiting

No

Nama Jenis

Famili

Kerapatan (ind/ha)

DR (%)

KR (%)

FR (%)

INP (%)

Kategori pohon (tree)

1

Sonneratia alba

Lythraceae

1500

84,128

56

34,5

175,0

2

Rhizophora mucronata

Rhizophoraceae

940

15,744

35

34,5

85,6

3

Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae

40

0,021

2

3,4

5,0

4

Bruguiera gymnorhiza

Rhizophoraceae

40

0,005

2

6,9

8,4

5

Mutingia calabura

Muntingiaceae

20

0,007

1

3,4

4,2

6

Ficus benyamina

Moraceae

20

0,010

1

3,4

4,2

7

Cocos nucifera

Aracaceae

40

0,049

2

3,4

5,0

8

Thespesia populnea

Malvaceae

20

0,004

1

3,4

4,2

9

Terminalia cattapa

Combretaceae

20

0,011

1

3,4

4,2

10

Alstonia scholaris

Apocynaceae

20

0,020

1

3,4

4,2

Kategori pancang (Sapling)

1

Sonneratia alba

Lythraceae

140

1,61

6,86

19,05

27,52

2

Rhizophora mucronata

Rhizophoraceae

1300

89.77

63.73

38.10

191,60

3

Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae

360

3.82

17.65

28.57

50,04

4

Bruguiera gymnorrhiza

Rhizophoraceae

160

1.38

7.84

9,52

18,74

5

Leucaena leucocephala

Fabaceae

80

3,42

3,92

4,76

12,10

Kategori semai (Seedling)

1

Bruguiera gymnorhiza

Rhizophoraceae

40

0,40

6,67

16,67

23,74

2

Rhizophora mucronata

Rhizophoraceae

460

95,09

76,67

50,00

221,76

3

Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae

100

4,35

16,67

33,33

54,35

Tingginya nilai kerapatan jenis Rhizophora mucronata kategori semai dan pancang dapat menunjukan bahwa kondisi lingkungan yang sesuai untuk jenis Rhizophora mucronata. jenis mangrove ini merupakan mangrove yang pertumbuhannya toleran terhadap kondisi lingkungan, terutama terhadap kondisi substrat serta penyebaran bijinya sangat luas (Usman dkk.,, 2013). Sedangkan tingginya nilai kerapatan tingkat pohon di dominasi oleh Sonneratia alba dimana merupakan jenis pionir dan lingkungan tempah hidupnya mendukung atau bisa dikatakan sesuai karena lokasi penelitian merupakan daerah yang berlumpur, tanah dan bercampur pasir dan berbatuan.

Nilai Indeks Nilai Penting penyusun ekosistem mangrove di lokasi penelitian di hitung berdasarkan pengkategorian yaitu kategori semai, pancang dan pohon. Nilai indeks nilai penting kategori pohon didapatkan dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), sedangkan kategori pancang dan semai didapatkan dari hasil penjumlahan Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR). Dari tabel 4 dapat dilihat INP tertinggi dari vegetasi mangrove di Kampoeng Kepiting pada tingkat pohon adalah jenis Sonneratia alba dengan nilai INP sebesar 175,0%, pada tingkat pancang jenisnya yaitu Rhizophora mucronata dengan INP sebesar 38,10%, pada tingkat semai masih jenis yang sama yaitu Rhizophora mucronata dengan nilai INP sebesar 221,76%. Menurut (Prastomo dkk., 2017) menyatakan bahwa, semakin besar nilai INP suatu jenis, maka dapat dikatakan jenis tersebut mendominasi pada daerah tersebut.

Spesies yang mendominasi pada suatu areal dapat dikatakan sebagai jenis yang mempunyai kemampuan beradaptasi dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan sekitar. Suatu spesies dinyatakan dominan di indikasikan oleh indeks nilai penting, yaitu memiliki nilai frekuensi, dominan serta kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain (Sukarna, 2013). Indeks nilai penting (INP) pada suatu jenis menunjukan bahwa keberadaan spesies tersebut stabil atau mempunyai peluang untuk dapat mempertahankan pertumbuhan dan kelestarian jenisnya. Suatu jenis tingkat pohon dan pancang dapat dikatakan berperan/berpengaruh apabila nilai INP > 15% dan tingkat semai dapat dikatakan berperan jika memiliki INP > 10% (Fachrul, 2007).

SIMPULAN

Ditemukan 11 spesies tumbuhan mangrove di kampoeng Kepiting, yang terdiri dari 4 jenis mangrove sejati yaitu jenis Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata dan 7 jenis mangrove asosiasi yaitu Muntingia calabura, Leucaena leucocephala, Ficus benjamina, Cocos nucifera, Alstonia scholaris, Thespesia populnea, dan Terminalia catappa. Jenis yang mendominasi adalah Rhizophora mucronata dan Sonneratia alba, sedangkan yang paling sedikit di temukan adalah Muntingia calabura, Ficus benjamina, Alstonia scholaris dan Terminalia catappa.

Struktur vegetasi di Kampoeng Kepiting terdiri dari kategori pohon, pancang dan semai. Pada kategori pohon didominasi oleh Sonneratia alba, kategori pancang dan semai didominasi

oleh Rhizophora mucronata.

Kenakeragaman jenis mangrove di kawasan kampoeng Kepiting termasuk kategori sedang (Indek diversitas :1,47) dan kemerataan termasuk kategori tinggi (0,61), ini berarti kondisi mangrove termasuk kategori mantap/stabil.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua Kelompok Ekowisata Kampoeng Kepiting, atas ijin dan fasilitasinya selama penelitian di Lapangan. Terima kasih kepada Prof. Ir. Ida Ayu Astarini, M.Sc., Dra. Ni Made Gari, M.Sc. dan I Made Saka Wijaya, S.Si., M.Sc. atas saran untuk perbaikan penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, D.P., F. Muhammad, dan S. Utami. 2019. Struktur Komunitas Hutan Mangrove Di Sungai

Donan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Bioma, Vol. 21, No. 1, Hal. 65-71.

Baderan, dan W.K. Dewi W.K. 2013. Model Valuasi Ekonomi sebagai Dasar untuk Rehabilitasi Kerusakan Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Disertasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Bengen. D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bengen, D. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Pramita, Jakarta.

Dewi, N.L.P.M., and S.E.Maharani. 2022. Keanekaragaman Jenis Mangrove Pada Tahura Ngurah Rai Sekitar PLTD/G Pesanggaran. Jurnal Ecocentrism, 2(1), pp.6-15.

Dharmawan, I.W.E., dan Pramudji. 2014. Panduan Monitoring Status Ekosistem Mangrove.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Fachrul, dan M. Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara : Jakarta.

Ginantra, I..K., A.A.K. Darmadi, I.D.M. Suaskara, and I.K. Muksin.2018. "Keanekaragaman jenis mangrove pesisir Lembongan dalam menunjang kegiatan wisata mangrove tour." In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi, pp. 249-255.

Hilda, Z. 1997. Biologi Lingkungan, Milik Perpustakaan Unsiyah

Ismaini, L.I.L.Y., M.A.S.F.I.R.O. Lailati, and S.D. Rustandi. 2015, June. Analisis komposisi dan keanekaragaman tumbuhan di Gunung Dempo, Sumatera Selatan. In Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas Indonesia (Vol. 1, No. 6, pp. 13-18).

Kitamura, S., C. Anwar, A. Chaniago, and S. Baba. 1997. Handbook of. Mangroves in Indonesia.The Development of Sustainable Mangrove.

MacIntosh, D.J. and E.C. Ashton. 2002. A Review of Mangrove Biodiversity Conservation and Management. Centre for Tropical Ecosystems Research (cenTER Aarhus).

Prastomo, R.H., R. Herawatiningsih, S. Latifah. 2017. Keanekaragaman Vegetasi di Kawasan Hutan Mngrove Desa Nusapati Kabupaten Mempawah. Jurnal Hutan Lestari 5 (2) : 556 -562.

Sahami, F. 2018. Penilaian Kondisi Mangrove Berdasarkan Tingkat Kerapatan Jenis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 6 Nomor 2: 33-40.

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Lokakarya Nasional Pengembangan

Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000. Jakarta,

Sengupta, R. 2010. Mangrove Soldiers of our Coasts. Mangrove For The Future India, 20, Anand Lok, August Kranti Marg. India.

Stiling, P. 1996. Ecology, Theories and Aplications. Prentice Hall Internationan Inc. New Jersey.

Sukarna, R.M. 2013. Perubahan Struktur dan Komposisi Hutan Rawa Gambut Menggunakan Citra Penginderaan Jauh Dan Pendekatan Ekologis Di Kawasan Bekas Pengembangan Lahan Gambut Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan 7 (02) : 129 – 146.

Usman, L., Syamsuddin, dan S.N. Hamzah. 2013.Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 1: 11-17.

Wiyanto D.B., and E. Faiqoh. 2015 Analisis Vegetasi dan Struktur Komunitas Mangrove Di Teluk Benoa, Bali. ILMU KELAUTAN (Indonesian Journal of Marine Sciences), 1 (1):1-6

Wardani, N.W.N. Sukma, Wesnawa, dan I G. Astra. 2018. Potensi Ekowisata Kampoeng Kepiting Di Desa Tuban, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.Prodi Pendidikan Geografi, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia.

225

DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2023.v11.i02.p09