1

ESENSI PLURALISME

NOVEL RUMAH DI SERIBU OMBAK KARYA ERWIN ARNADA

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

Yater Atrida Yeskris

Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Abstract:

This thesis the essence of pluralism of the novel Rumah di Seribu Ombak. Analysis of the sociology literature in the novel divided into four aspects. There are social (society) aspect, education aspect, religion aspect, and morals aspect. The results of analysis social (society) aspect are about the tolerance respected people in Kalidukuh village although they are of different religions. The results of a education aspect are about the figures formal, informal, and non-formal education. The results of religion aspect are about two religions, Islam dan Hinduism are adopted of the figures in the novel. The results of morals aspect are about attitude towards people of different religions to be able to appreciate each other. Rumah di Seribu Ombak novel is a small portrait of the beauty of the difference when people can uphold religious tolerance attitude.

Keyword: Pluralism, Sociology of Literature, Rumah di Seribu Ombak Novel

  • 1.    Latar Belakang

Objek penelitian ini adalah novel Rumah di Seribu Ombak yang diterbitkan oleh Gagas Media, tahun 2011 dengan tebal VIII+388 halaman. Novel Rumah di Seribu Ombak ditulis oleh Erwin Arnada, seorang wartawan yang lahir di Jakarta, 17 Oktober 1965. Rumah di Seribu Ombak mengangkat tema tentang nilai pluralisme, tema yang jarang diangkat oleh penulis lain dalam novel Indonesia kekinian. Sisi pluralisme sangat kental dilukiskan dalam novel ini, yaitu bagaimana toleransi pemeluk agama yang terjadi di masyarakat Desa Kalidukuh, Singaraja, antara umat Islam dan Hindu yang hidup rukun berdampingan walaupun berbeda keyakinan. Mereka saling menghormati antara satu dengan yang lain. Hal itu dilukiskan melalui kisah persahabatan antara tokoh Samihi dan Wayan Manik. Samihi, selaku tokoh utama, memeluk agama Islam, sedangkan

Wayan Manik memeluk agama Hindu. Persahabatan berbeda agama, tetapi mereka saling melengkapi satu sama lain.

Ada beberapa pertimbangan mengapa novel Rumah di Seribu Ombak dipilih sebagai objek penelitian. Pertama, ceritanya mengungkapkan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kedua, novel Rumah di Seribu Ombak belum pernah dijadikan objek penelitian di lingkungan mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya resensi, skripsi, atau bentuk tulisan lainnya yang mengulas novel Rumah di Seribu Ombak di Perpustakaan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimanakah struktur novel Rumah di Seribu Ombak karya Erwin Arnada yang meliputi penokohan, alur, dan latar?

  • 2.    Aspek-aspek sosiologis apa sajakah yang terkandung dalam novel Rumah di Seribu Ombak karya Erwin Arnada dan aspek sosiologis apakah yang paling dominan?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra yang diciptakan pengarang di Indonesia. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur novel Rumah di Seribu Ombak yang meliputi penokohan, alur, dan latar dan untuk mengetahui aspek-aspek sosiologi yang terkandung dalam novel Rumah di Seribu Ombak karya Erwin Arnada, di samping aspek sosiologi apa yang dominan.

  • 4.    Metode Penelitian

Dalam tahapan pengumpulan data, metode yang digunakan adalah metode studi pustaka, kemudian dilanjutkan dengan teknik catat atau tulis. Tahapan pengolahan data menggunakan metode deskriptif analitik, dan tahapan penyajian hasil analisis data disajikan dalam format skripsi dengan menggunakan ragam bahasa Indonesia yang baik dan benar.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

    5.1    Analisis Struktur

Analisis struktur merupakan keperluan di dalam melaksanakan penelitian terhadap suatu teks karya sastra. Karya sastra memiliki otonomi tersendiri. Analisis struktur bertujuan melihat struktur karya sastra, terutama unsur intrinsik. Stanton (dalam Wiyatmi, 2006:30) menyebutkan bahwa unsur-unsur pembangun fiksi terdiri atas penokohan, alur atau plot, latar, judul, sudut pandang, gaya, dan nada serta tema. Dengan demikian, struktur intrinsik pembangun karya sastra membentuk suatu kebulatan dan keutuhan.

Berdasarkan uraian di atas, untuk melangkah ke analisis sosiologi novel Rumah di Seribu Ombak karya Erwin Arnada, dianalisis terlebih dahulu struktur novel tersebut. Unsur-unsur yang dianalisis adalah unsur penokohan, alur, dan latar.

  • 5.1.1    Penokohan

Dalam menganalisis unsur penokohan pada sebuah karya sastra, Sukada (1987:65) membaginya menjadi tiga bagian yaitu meliputi analisis penokohan primer, tokoh sekunder, dan tokoh komplementer. Lebih lanjut, Sukada menjelaskan bahwa untuk menentukan tokoh primer, sekunder, dan komplementer dilakukan dengan melihat banyak atau sedikitnya seorang tokoh berhubungan dengan tokoh-tokoh lainnya. Seorang pengarang mengembangkan penokohan dengan berbagai cara, seperti monolog, dialog, tindakan, deskripsi, dan simbol.

Apabila mengacu pada pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh primer dalam novel Rumah di Seribu Ombak adalah Samihi. Tokoh sekunder adalah Wayan Manik (Yanik). Selanjutnya, tokoh komplementer cukup banyak, tetapi analisis ini hanya membahas tiga tokoh yang relatif banyak muncul dan memiliki peranan penting dalam perkembangan plot, yaitu tokoh Haji Aminullah, Ngurah Panji, dan Syamimi.

  • 5.1.1.1    Tokoh Primer

Tokoh utama dalam novel Rumah di Seribu Ombak adalah Samihi. Kehadiran Samihi sebagai tokoh utama di dalam cerita Rumah di Seribu Ombak memegang peranan penting dalam keterikatan setiap insiden-insiden pokok. Samihi merupakan anak laki-laki yang berpostur tubuh kecil dan kurus. Ia

memeluk agama Islam dan mempunyai hobi berpuisi. Tingkah lakunya sopan dan baik. Samihi merupakan anak yang rajin dan mau terus berusaha demi meraih cita-citanya. Berkat kegigihannya dan dorongan dari Wayan Manik, Samihi berhasil menjadi peselancar profesional dan mendapatkan beasiswa ke Melbourne, Australia.

  • 5.1.1.2    Tokoh Sekunder

Tokoh sekunder dalam Rumah di Seribu Ombak adalah Wayan Manik (Yanik). Dipilihnya tokoh Yanik sebagai tokoh sekunder karena Yanik banyak terlibat langsung dengan tokoh primer. Dilihat dari segi fisik, Yanik adalah seorang anak laki-laki yang berbadan sedang, berkulit gelap dan berambut ikal. Yanik juga memiliki mata yang agak sipit, bibir tebal, dan hidung agak melesak ke dalam. Badannya kurus, tetapi mempunyai otot yang terlihat kokoh.

  • 5.1.1.3    Tokoh Komplementer

    5.1.1.3.1    Haji Aminullah

Haji Aminullah adalah ayah Samihi. Ia merupakan penduduk lama desa Kalidukuh. Haji Aminullah berprofesi sebagai guru dan sangat disegani oleh penduduk desa Kalidukuh. Ia merupakan sosok ayah yang penyabar dan teladan bagi anak-anaknya.

  • 5.1.1.3.2    Ngurah Panji

Ngurah Panji adalah seorang kelian banjar yang berwibawa dan dihormati penduduk desa Kalidukuh. Dilihat dari segi fisiknya, Ngurah Panji adalah seorang pria dewasa yang berambut pendek, berbadan tegap, dan memiliki tato di badannya. Ia selalu menjadi penengah ketika terjadi kesalahpahaman antara Samihi dan Wayan Manik.

  • 5.1.1.3.3    Syamimi

Syamimi adalah adik Samihi. Dilihat dari segi fisiknya, Syamimi merupakan seorang gadis yang cantik dan menarik. Sejak kecil, ia selalu membantu ayahnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah karena ibunya telah meninggal. Syamimi juga taat beribadah dengan ikut pengajian di masjid dekat rumahnya.

  • 5.1.2    Alur

Dalam menganalisis alur dalam novel Rumah di Seribu Ombak, digunakan sistematika alur menurut pendapat Aristoteles (dalam Nurgiyantoro, 2007:142— 146), yang menyatakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri atas tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Pada tahapan awal, pengarang menceritakan tentang pertemuan dua sahabat yaitu Samihi dan Wayan Manik. Pertemuan mereka terjadi di Pantai Lovina. Pada tahapan tengah dimulainya konflik sampai klimaks cerita. Tahap tengah dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian. Pada tahap ini, diceritakan tentang kisah persahabatan mereka yang selalu dipenuhi dengan tawa dan kesedihan. Kemudian, pada tahapan akhir diceritakan kembalinya Yanik ke Desa Kalidukuh dan ketika itu Samihi berada di Melbourne, Australia. Yanik menemui Syamimi dan timbul perasaan yang begitu dalam di antara mereka. Akan tetapi, mereka tidak dapat menyatukan perasaan yang mereka rasakan. Kematian ibu Yanik menambah kepedihan dan luka di hati Yanik. Ia merasa sudah tidak ada lagi harapan dalam kehidupannya. Satu keputusan yang di luar pemikiran anak seusianya pun diambil Yanik. Ia pun akhirnya kembali ‘pulang’ ke rumahnya di tengah laut, Rumah di Seribu Ombak.

  • 5.1.3    Latar

Menurut Stanton (dalam Sofia, 2003:19), latar cerita adalah lingkungan peristiwa yaitu dunia cerita tempat terjadinya peristiwa. Selanjutnya, Nurgiyantoro (2007:227) menyatakan bahwa latar memiliki tiga unsur pokok, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Latar tempat dalam novel Rumah di Seribu Ombak terdapat di Desa Kalidukuh, Singaraja, Bali. Latar waktu terjadi dari tahun 2000 sampai tahun 2009. Peristiwa bom Bali pada tahun 2002 juga dikaitkan dengan kehidupan tokoh Wayan Manik. Kemudian, latar sosial masyarakat di Desa Kalidukuh rata-rata hidupnya tergolong sederhana. Banyak dari mereka yang bekerja sebagai guide tur lumba-lumba di Pantai Lovina bagi para kaum pria, dan yang perempuan biasanya membuat suvenir seperti aksesoris dan baju kaos yang mereka jual di artshop di pesisir Pantai Lovina.

  • 5.2    Analisis Sosiologi Sastra

Analisis aspek sosiologi sastra terhadap novel Rumah di Seribu Ombak berdasarkan pandangan Damono (1979:2—3), yakni pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Di samping itu, sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Berdasarkan uraian tersebut, maka aspek sosiologi yang terdapat dalam novel Rumah di Seribu Ombak, yakni meliputi: aspek sosial (kemasyarakatan), aspek pendidikan, aspek agama, dan aspek moral.

  • 5.2.1    Aspek Sosial (Kemasyarakatan)

Dalam novel Rumah di Seribu Ombak, aspek sosial (kemasyarakatan) yang terkandung adalah nilai pluralisme. Pluralisme merupakan keadaan masyarakat yang majemuk, bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2008:1086). Lebih lanjut lagi, dalam kamus The Contemporary English-Indonesia Dictionary, kata plural diartikan dengan lebih dari satu atau jamak dan berkenaan dengan keanekaragaman. Jadi, pluralisme adalah sebuah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk, baik dalam konteks sosial, budaya, politik, maupun agama.

Pengarang menggambarkan nilai pluralisme pada keluarga Samihi dan kisah persahabatannya dengan Wayan Manik. Keluarga Samihi merupakan pendatang dari Sumatra, sedangkan keluarga Wayan Manik merupakan penduduk asli Desa Kalidukuh. Akan tetapi, kehidupan mereka di Desa Kalidukuh sangat harmonis. Selain itu, ada hal unik yang dimiliki Desa Kalidukuh. Beberapa penduduk memiliki identitas nama khas Bali, tetapi agamanya Islam. Hal itu disebabkan karena adanya proses penyatuan antara budaya Hindu dan Islam yang terjadi ratusan tahun silam. Pola masyarakat yang penuh toleransi antara pemeluk Hindu dan Islam juga terjadi di desa ini.

  • 5.2.2    Aspek Pendidikan

Dalam novel Rumah di Seribu Ombak, aspek pendidikan tidak terlalu ditonjolkan oleh pengarang. Hanya tokoh Samihi yang pernah mengenyam pendidikan formal (sekolah), informal (keluarga), dan nonformal (pelatihan secara terorganisasi di luar sekolah).

  • 5.2.3    Aspek Agama

Dalam novel Rumah di Seribu Ombak, pengarang menjelaskan agama yang dianut oleh para tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh dalam novel Rumah di Seribu Ombak ada yang menganut agama Hindu dan ada juga yang menganut agama Islam. Tokoh Samihi dan keluarganya menganut agama Islam, sementara Wayan Manik dan keluarganya menganut agama Hindu yang sarat dengan nuansa religius dan nilai-nilai magis.

  • 5.2.4    Aspek Moral

Aspek moral yang terkandung dalam novel Rumah di Seribu Ombak terutama tentang tingkah laku, sikap hidup manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya, serta melaksanakan peranannya sesuai fungsinya dalam masyarakat. Membicarakan moralitas tentu saja tidak terlepas dari mentalitas manusia dalam bertindak sesuai dengan isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan.

  • 5.2 Aspek Sosiologi yang Dominan

Aspek sosiologi yang dominan adalah aspek sosial (kemasyarakatan). Penggambaran aspek sosial (kemasyarakatan) cukup jelas dalam novel Rumah di Seribu Ombak, yaitu mengedepankan esensi pluralisme yang digambarkan lewat kisah persahabatan berbeda agama dan situasi masyarakat Desa Kalidukuh yang menjunjung tinggi nilai toleransi antarumat beragama.

  • 6.    Simpulan

Analisis struktur novel Rumah di Seribu Ombak diawali dengan pembahasan penokohan, alur, dan latar. Hasil analisis itu menunjukkan bahwa ketiga unsur tersebut secara keseluruhan telah memperlihatkan kepaduan sehingga mampu memberikan kontribusi pada analisis sosiologinya. Di dalam novel Rumah di Seribu Ombak terlihat beberapa aspek yang potensial untuk dianalisis, di antaranya aspek pendidikan, aspek sosial (kemasyarakatan), aspek agama, dan aspek moral. Pertama, aspek sosial (kemasyarakatan) adalah aspek yang menggambarkan hubungan kemasyarakatan antara Samihi dengan lingkungannya. Kedua, aspek pendidikan, yaitu pendidikan formal, informal, dan nonformal. Ketiga, aspek agama yaitu aspek yang menggambarkan keyakinan tokoh terhadap Tuhan dan kewajiban-kewajiban yang telah bertalian dengan kepercayaan itu.

Keempat, aspek moral, yaitu aspek yang mempertimbangkan ajaran baik dan buruk tentang manusia. Esensi pluralisme dalam novel Rumah di Seribu Ombak ini sangat kental sehingga aspek sosial (kemasyarakatan) lebih dominan dibandingkan dengan aspek lainnya.

  • 7.    Daftar Pustaka

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Salim, Peter. 1990. The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta, Modern English Press.

Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang, Bandung, Kanisius.

Sukada, Made. 1987. Beberapa Aspek Tentang Sastra, Denpasar, Kayu Mas dan Yayasan Ilmu dan Seni Lesiba.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra, Yogyakarta, Pustaka.