Teknik Terjemahan Sebagai Padanan Makna Tindak Tutur Tidak Langsung Literal Dalam Novel Another Karya Ayatsuji Yukito
on
HUMANIS
Journal of Arts and Humanities
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X
Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019
Vol 26.1 Februari 2022: 44-55
Teknik Terjemahan Sebagai Padanan Makna Tindak Tutur Tidak Langsung Literal Dalam Novel Another Karya Ayatsuji Yukito
Finanda Nur Faradila, Ismatul Khasanah, Esti Junining
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia Email korespondensi: [email protected] , [email protected] , [email protected]
Info Artikel
Masuk:13 Desember 2021
Revisi: 11 Januari 2022
Diterima: 29 Januari 2022
Keywords:
translation techniques, translation equivalence, speech acts of indirect-literal utterance
Kata kunci:
teknik penerjemahan, padanan penerjemahan, tindak tutur tidak langsung literal
Corresponding Author:
Finanda Nur Faradila
Email:
DOI:
Abstract
This research is discussing the usage translation techniques with the purpose of understanding how match a meaning of an utterance, specifically indirect-literal utterance in a novel Another by Ayatsuji Yukito with Molina and Albir (2002) translation technique theory, supported by Baker (2011) translation equivalent theory. This research is qualitative descriptive type that used transcription method for collecting data. Based on the analysis, it is found that 13 translation technique has been used, such as amplification, reduction, borrowing, calque, compensation, established equivalence, amplification linguistic, compression linguistic, literal translation, modulation, particularization, generalization and transposition. These techniques have some functions, such as to match different formats (transposition, calque, amplification linguistic, compression linguistic, modulation), to match specific culture differences (borrowing, amplification, established equivalence), to consider the naturalness of expression in speech (transposition, calque, amplification linguistic, compression linguistic, modulation, generalization, particularization). There are also techniques that are used without any matching consideration, the technique is called literal translation.
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai penggunaan teknik penerjemahan dan memahami bagaimana memadankan makna suatu tuturan pada tindak tutur tidak langsung literal, spesifik dalam novel Another karya Ayatsuji Yukito. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan cara transkripsi tuturanm kemudian dianalisis menggunakan teknik penerjemahan Molina dan Albir (2002) dan didukung oleh padanan terjemahan dari Baker (2011). Berdasarkan analisis ditemukan bahwa terdapat 13 teknik penerjemahan yang digunakan, antara lain amplifikasi, reduksi, peminjaman, kalke, kompensasi, kesepadanan lazim, amplifikasi linguistik, kompresi linguistik, penerjemahan literal, modulasi, partikularisasi, generalisasi dan transposisi. Sedangkan fungsi teknik antara lain untuk memadankan perbedaan format (tranposisi, kalke, amplifikasi linguistik, kompresi linguistik, modulasi), untuk memadankan perbedaan budaya spesifik (peminjaman, amplifikasi, padanan lazim, kompensasi, modulasi), untuk
mempertimbangkan kealamian tutur (transposisi, amplifikasi linguistik, kalke, kompensasi, reduksi, amplifikasi, modulasi, generalisasi, partikularisasi). Terdapat juga teknik yang digunakan tanpa pertimbangan padanan apapun, yaitu teknik penerjemahan literal.
PENDAHULUAN
Dewasa ini, dalam era yang memiliki arus informasi mengalir dengan cepat dan bisa didapatkan dimana saja, sumber data tidak lagi hanya bisa ditemukan di dalam negeri, namun juga bisa didapat di seluruh dunia. Sebagai jembatan dalam menyampaikan informasi tanpa batas, berbagai bidang industri menggunakan terjemahan sebagai salah satu pilihan untuk memahami bahasa dari informasi yang diperlukan. Beberapa bidang industri yang dimaksud antara lain dari bidang komersial, ekonomi, administratif, hukum, teknik, dan medis (Anindyatrans, 2016, dalam Junining, 2018: 20). Sastra juga merupakan salah satu bidang industri yang juga melibatkan penerjemahan di dalamnya. Penikmat sastra tidak lagi hanya di dalam lingkupnya sendiri, melainkan hingga mencapai keluar lingkungannya. Dalam sastra, aspek yang diterjemahkan tidak hanya sekedar informasi, namun juga ekspresi dan estetika.
Pada proses penerjemahan, tidak jarang terdapat beberapa kendala yang harus dihadapi penerjemah. Menurut Baker (2018: 19-24) permasalahan yang terjadi antara lain adanya perbedaan konsep budaya secara spesifik, tidak adanya makna leksikal bahasa sumber (BSu) dalam bahasa sasaran (BSa), kata dalam BSu memiliki sifat semantik yang kompleks, terdapat perbedaan makna, BSa tidak memiliki kata dengan arti yang lebih umum atau sebaliknya, perbedaan perspektif baik secara fisik maupun interpersonal, perbedaan bentuk ekspresi, perbedaan bentuk tatanan bahasa, perbedaan bentuk dalam frekuensi atau tujuan penggunaannya, dan penggunaan kata pinjaman dalam BSu. Dengan kata
lain, hal tersebut adalah pemicu adanya perbedaan yang signifikan antara tatanan bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Sedangkan penerjemah dituntut untuk dapat mengambil keputusan bijak dalam mengalih bahasa sehingga konteks yang dibawa BSu tetap dapat diterima pada BSa.
Kemampuan yang dituntut dalam menerjemahkan karya sastra tidak hanya sekedar keakuratan informasi, namun juga estetika dan keberterimaan pemahaman BSa. Unsur-unsur dalam narasi, plot, maupun karakteristik dalam cerita haris dipertimbangkan, termasuk bentuk komunikasi yang terjalin di dalamnya, yaitu tindak tutur. Dalam penelitian karya bahasa Jepang, kajian mengenai tindak tutur telah beberapa kali ditemukan. Setidaknya dari 26 penelitian dalam proses kajian pustaka yang dilakukan, 7 di antaranya hanya membahas mengenai macam-macam klasifikasi tindak tutur dalam macam-macam karya sastra bahasa Jepang. Pada penelitian sebelumnya, Faradila dkk (2020) juga pernah melakukan analisis tindak tutur pada karya Another oleh Ayatsuji Yukito dan hanya identifikasi bentuk tindak tutur ilokusi dalam dialog yang mengandung tindak tutur langsung literal dan klasifikasi saja. Pola analisis ini yang juga digunakan oleh 7 penelitian tersebut, yaitu penelitian yang hanya berfokus pada tindak tutur cenderung menjabarkan mengenai klasifikasi tindak tuturnya saja tanpa menggali lebih dalam apa yang bisa digunakan setelah mendapatkan klasifikasi tersebut. Namun ada penelitian juga penelitian mengenai tindak tutur dengan pendekatan penerjemahan, seperti dari Wiyatasari
(2015) dan Pietsari (2017) yang memiliki pembahasa mengenai teknik penerjemahan dalam tindak tutur direktif karya sastra terjemahan berbahasa Jepang. Sayangnya, kedua penelitian tersebut memiliki hasil yang tidak berfokus pada teknik terjemahan. Penelitian Wiyatasari lebih membahas mengenai frekuensi penggunaan teknik saja, sedangkan Pietsari lebih fokus pada kualitas terjemahan. Padahal dengan data teknik terjemahan yang ada, dapat digunakan untuk memahami lebih lanjut kemungkinan adanya pola-pola tertentu dalam penerjemahan yang dapat menjadi acuan dalam praktek teknik penerjemahan yang tepat jika menghadapi pola tutur serupa. Berdasarkan pemikiran tersebut menjadi minat pada penelitian ini untuk mengkaji penerjemahan bahasa Jepang dalam tuturan. Fokus penelitian ini adalah mengkaji penerjemahan bahasa Jepang dari sisi pragmatik. Objek penelitian yang dipilih adalah novel karya Ayatsuji Yukito dengan judul Another.
Penelitian ini membahas mengenai dua hal, yaitu (1) penggunaan teknik terjemahan yang dalam tindak tutur tidak langsung literal dan (2) alasan teknik tersebut digunakan berdasarkan padanan di dalamnya. Hasil dari penelitian ini bertujuan untuk pemahaman lebih lanjut mengenai teknik terjemahan, dilihat dari padanan penerjemahan yang lebih spesifik dengan sebuah contoh kasus, dalam hal ini bentuk tindak tutur tidak langsung literal dalam sebuah novel horor.
METODE DAN TEORI
Metode pada penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, yaitu analisis fenomena yang dialami subjek penelitian, seperti perserpsi, motivasi, dan lain-lain yang dilakukan dengan mendiskripsikan menggunakan kata-kata dan bahasa pada suatu konteks tertentu yang ilmiah (Moleong, 2011: 6). Tujuan
penelitia adalah untuk menjabarkan pemahaman teknik penerjemahan dalam tindak tutur tidak langsung literal pada novel Another karya Ayatsuji Yukito.
Sumber data yang digunakan adalah dua versi novel Another karya Ayatsuji Yukito. Sumber yang pertama merupakan novel dalam bahasa asli atau bahasa Jepang yang diterbitkan oleh Kadokawa. Berawal sebagai cerita serial sejak 2006 hingga 2009, Another kemudian dirilis dalam bentuk satu volume pada tahun 2008 dan dicetak ulang pada tahun 2011. Kesuksesannya hingga mendapatkan penghargaan Honkaku Mystery pada tahun 2010 dan juga diadaptasi ke dalam bentuk manga (2010), anime (2012), hingga film (2012). Sumber yang kedua merupakan novel versi terjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh Setiawan yang diterbitkan oleh Haru Media pada tahun 2018. Untuk data pendukung yang digunakan adalah artikel jurnal dan buku-buku sebagai acuan teori yang digunakan dalam penelitian, kamus Jepang-Indonesia maupun Indonesia-Jepang, dan kamus kanji untuk mempermudah memahami bacaan maupun penerjemahan yang digunakan.
Pengumpulan data menggunakan metode simak bebas libat cakap, yaitu dengan cara memasukkan ulang dialog ke dalam daftar tutur sekaligus klasifikasi berdasarkan kalimat yang mengandung tindak tutur tidak langsung literal. Daftar tersebut dicatat dengan format bab, kode, kolom tuturan dalam BSu dan tuturan dalam BSa. Metode analaisi data menggunakan padan ekstralingual, yaitu analisa hubungan bahasa dengan unsur di luar bahasa. Hal ini juga termasuk kajian perbandingan makna dengan makna (Mahsun, 2017: 123-124). Analisis menggunakan teknik hubung banding menyamakan hal pokok, yaitu berfokus bukan pada persamaan atau perbedaan suatu kalimat, melainkan pada inti makna dalam bahasa itu sendiri. Analisis dilakukan dengan langkah sebagai
berikut (1) membaca data berupa kalimat ujaran yang sudah dikumpulkan dan diklasifikasi ke dalam tindak tutur tidak langsung literal, (2) data dianalisis berdasarkan teori teknik penerjemahan, (3) data dikelompokkan lebih spesifik berdasarkan teknik penerjemahannya, (4) data dianalisis padanan terjemahannya dan anlasan penggunaan teknik berdasakan kebutuhan padanan terjemahannya, (5) menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara keseluruhan.
Dasar teori yang digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi teknik penerjemahan dari Molina dan Albr, yaitu (1) adaptasi, (2) amplifikasi, (3) peminjaman, (4) kalke, (5) kompensasi, (6) deskripsi, (7) kreasi diskrusif, (8) kesepadanan lazim, (9) generalisasi, (10) amplifikasi linguistik, (11) kompresi linguitik, (12) penerjemahan literal, (13) modulasi, (14) partikularisasi, (15) reduksi, (16) subtitusi, (17) transposisi, dan (18) variasi. Penelitian juga menggunakan teori pendukung dari Baker (2018) yang membahas padanan penerjemahan mulai dari tataran kata hingga tataran konteks dalam teks.
Pada pemilihan spesifik data menggunakan teori tindak tutur, yaitu mengenai tidak tutur langsung-tidak langsung dan literal-tidak literal. Wijana (1996) mengklasifikasi tindak tutur berdasarkan dua jenis, langsung-tidak langsung dan literal-tidak literal. Bentuk tindak tutur dapat dilihat berdasarkan kombinasi dari dua jenis tersebut. Tindak tutur langsung-tidak langsung adalah bentuk tuturan dilihat dari kategori kalimat yang disampaikan. Sedangkan tidak tutur literal-tidak literal adalah bentuk tuturan dilihat dari selaras atau tidaknya maksud dengan makna kata yang diutarakan. Kombinasi tindak tutur tidak langsung literal merupakan bentuk tuturan dengan jenis kalimat tidak sesuai dengan fungsinya, tapi penggunaan kata
masih selaras dengan maksud penuturnya.
Contoh Tindak Tutur Tidak Langsung Literal
Neil : “You wanna play some hockey?”
Norman : “Mr Prenderghast appeared to
me in the bathroom!”
Neil : “Ew”
Norman : “No, his spirit! He says the
witch’s curse is real and I have to go up to the old graveyard to stop it!
Before the sun sets tonight!”
Neil : “So you wanna come play a bit
later?”
Norman : “Didn’t you hear what I just
said?!”
Contoh percakapan tersebut dikutip dalam film Paranorman yang diklasifikasi oleh Mayoni (2015: 4) ke dalam tindak tutur tidak langsung literal. Tuturan yang diklasifikasi adalah milik Neil karena kalimat yang diucapkan bermakna sebenarnya namun dengan jenis kalimat yang tidak sesuai. Neil berbicara dengan kalimat tanya, namun dari respon Norman menunjukkan bahwa tuturan tersebut tidak berfungsi sebagaimana seharusnya kalimat tanya, yaitu untuk mendapatkan informasi baru atau konfirmasi terharap sesuatu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari analisis data novel Another, ditemukan 194 dialog dengan 207 kalimat yang mengandung tindak tutur tidak langsung literal. Teknik terjemahan yang digunakan sejumlah 13 teknik dari 18 teknik yang ada, yaitu menggunakan teknik transposisi (120 kali), amplifikasi linguistik (84 kali), kalke (56 kali), kompensasi (53 kali), kompresi linguistik (51 kali), kesepadanan lazim (41 kali), peminjaman (29 kali),
penerjemahan literal (18 kali), reduksi (18 kali), amplifikasi (16 kali), modulasi (7 kali), generalisasi (4 kali) dan partikularisasi (3 kali).
Teknik Transposisi
Teknik terjemahan transposisi merupakan teknik dengan frekuensi penggunaan paling banyak. Teknik ini digunakan sebagai padanan format bahasa jika terdapat ketimpangan dari segi tatanan kata karena perbedaan konsep gramatikal, maupun padanan konteks hingga merubah jenis kalimat ketika diterjemahkan. Pada penggunaan untuk memadankan perbedaan tatanan bahasa, teknik ini digunakan dengan cara menggeser susunan kata di dalamnya.
Data 01
BSu: 「恒一くんが東京で行ってた K**
中は、私立の進学校でも、かなりリ ベラルな気風の学校だったんでし
ょ。」
“Kouichi-kun ga Tokyo de itteta K**-chuu wa, shiritsu no shingakkou demo, kanari riberaru na kippu no gakkou dattan desho.”
BSa: “SMP K** tempat Kouichi-kun belajar
dulu adalah SMP Swasta yang cukup liberal, kan?”
Another I, hal. 43 (BSu) 44 (BSa)
Sedangkan teknik tranposisi dari segi jenis kalimat, digunakan dengan melihat fungsinya dalam tuturan. Sebagai contoh, dalam Bahasa Jepang atau BSu, penggunaan kata “ne” berfungsi seperti tanda tanya, yaitu untuk menanyakan atau menkonfirmasi sesuatu. Tapi, dalam percakapan, penggunaan kata “ne” juga dapat berfungsi memperhalus tuturan. Dalam BSu, hal ini ada kemungkinan tidak sesuai konteks jika dimasukkan dalam terjemahan, atau mungkin tidak sesuai dengan karakter yang
mengucapkan, sehingga Sebagian besar percakapan dengan pola ini dihilangkan pada BSa dan menjadi kalimat berita biasa. Sehingga untuk segi perubahan jenis kalimat dipakai sebagai padanan konteks tuturan.
Data 02
BSu: 「ああ……そうだったね」
“Aa…… soudattane.”
BSa: “Ah, benar.”
Another I, hal. 58 (BSu) 60 (BSa)
Penggunaan teknis transposisi berfungsi untuk memadankan dua hal, pertama untuk padanan format bahasa yang disebabkan oleh ketimpangan dari segi tatanan kata, sedangkan yang kedua untuk konteks jika yang dirubah adalah jenis kalimatnya.
Teknik Amplifikasi Linguistik
Teknik penerjemahan kedua adalah amplifikasi linguistik. Teknik ini digunakan untuk menambah satuan linguistik yang lazim ada pada BSa, tapi sebenarnya tidak ada pada BSu. Pada tindak tutur tidak langsung literal dalam novel Another, salah satu fungsi teknik ini adalah untuk memperjelas acuan kata ganti orang yang sebenarnya tidak ada dalam BSu.
Data 03
BSu: 「……ミサキって、しってるか?」
“……Misaki tte, shiteruka?”
BSa: “...Kau tahu Misaki?”
Another I, hal. 9
Selain itu, teknik ini juga digunakan untuk menambah kata atau frasa pada suatu tuturan. Tapi tujuan utamanya bukan untuk menambah informasi atau makna, melainkan untuk padanan kealamian komposisi pada kalimat yang
diasumsikan dapat lebih mudah dipahami dalam BSa. Contohnya pada kata “hayai” (cepat), pada satu tuturan diterjemahkan dengan tambahan menjadi “cepat sekali” dalam BSa. Kata “sekali” sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi pesan dalam tuturan seperti adanya informasi tertentu atau tidak. Tambahan tersebut hanya memberi kesan lebih alami dan ekspresif dalam BSa.
Data 04
BSu: 「おやあ、恒一ちゃん早いねえ」
“Oyaa, Kouichi-chan hayai nee.”
BSa: “Wah, Kouichi-chan, cepat sekali
bangun.”
Another I, hal. 36 (BSu) 37 (BSa)
Tuturan yang diterjemahkan dengan teknik amplifikasi linguistik berfungsi untuk memadankan format bahasa dan kealamian tutur yang lazim digunakan dalam BSa namun tidak pada BSu atau sebaliknya. Sehingga dapat menghasilkan komposisi kalimat secara wajar dalam BSa.
Teknik Kalke
Terknik penerjemahan ketiga adalah kalke. Teknik kalke memiliki kemiripan dengan teknik literal karena dalam satu kalimat memiliki susunan yang word-to-word. Hal ini beresiko konteks terjemahan terlalu harafiah dan pesannya justru tidak benar-benar tersampaikan. Ini lah yang membedakan teknik kalke dengan teknik literal karena dengan teknik kalke, sebisa mungkin penyesuaian dilakukan dalam BSa. Fungsi dari teknik ini tergantung dari bagian yang butuh disesuaikan, yaitu bisa untuk padanan format bahasa atau interpretasi makna yang hendak disampaikan. Sebagai contoh, pada frasa “Nani mo shiranai” diartikan menjadi
“tidak tahu apa-apa”. Secara arti, seluruh informasi yang dialihkan akurat dengan BSu, yaitu “nani mo” menjadi “apa-apa” dan “shiranai” menjadi “tidak tahu”. Tapi dalam BSa susunannya dibalik menyesuaikan tatanan BSa, yaitu menjadi “tidak tahu apa-apa”.
Data 05
BSu: 「何も知らないのね、榊原くん」
“Nani mo shiranai no ne,
Sakakibara-kun.”
BSa: “Sakakibara-kun memang tidak tahu
apa-apa, ya?”
Another I, hal. 83 (BSu) 84 (BSa)
Terdapat dua tujuan penggunaan teknik kalke, yaitu bisa untuk memadankan format bahasa dan bisa juga untuk memadankan konteks. Hal tersebut tergantung dari bagian yang hendak disampaikan.
Teknik Kompensasi
Umumnya teknik kompensasi digunakan sebagai padanan ketika BSa tidak memiliki kata dengan makna sepadan dengan BSu. Penerjemahan dilakukan dengan mencari bentuk kata lain yang memiliki makna mendekati. Tapi, dalam novel Another, tidak semua penerjemahan dengan teknik kompensasi dilakukan dengan alasan tidak adanya istilah sepadan dalam BSa. Rata-rata yang ditemukan sebenarnya memiliki penerjemahan arti dalam kamus, tapi penerjemah memilih menggunakan istilah lain pada BSa. Fungsi teknik kompensasi di sini menjadi padanan konteks dengan asumsi interpretasi pada istilah yang dipilih lebih tersampaikan dibanding mengalihkan istilah BSu begitu saja.
Data 06
BSu: 「ん…… ちょっと待って。それって
さあ、ミサキじゃなくてマサキって いう名前じゃなかった?」 “Ng…… chotto matte. Sore tte saa, Misaki janakutte Masaki tte iu namae janakatta?”
BSa: “Hmm… tunggu dulu. Cerita ini bukan
tentang Misaki? Jadi, bukan Misaki.”
Another I, hal. 9
Teknik Kompresi Linguistik
Teknik terjemahan kelima yang digunakan dalam tindak tutur tidak langsung literal novel Another adalah kompresi linguistik. Teknik ini umumnya digunakan untuk memadatkan komponen linguistik dalam hasil penerjemahan. Fungsinya secara umum adalah memadankan format bahasa secara lingual antara Bsu dengan Bsa atau membuat tatanan bahasa menjadi lebih ringkas dalam Bsa tanpa menghilangkan konteks yang disampaikan dari Bsu. Pada novel Another ini, teknik kompresi linguistik memiliki tujuan yang sama dengan amplifikasi linguistik tapi dengan cara yang berbeda, yaitu untuk memadankan format bahasa akibat perbedaan tatanan yang digunakan antara BSu dengan BSa.
Cara yang digunakan dalam teknik kompresi linguistik yang paling jelas adalah menghilangkan partikel dalam kalimat. Alasan dihilangkannya artikel tersebut antara lain karena tidak memiliki padanan dalam BSa seperti bentu “-desu” atau sebenarnya ada tapitidak biasa digunakan dalam tuturan BSa seperti partikel “wa”.
Data 07
Bsu: 「何ですか、これは」
“Nan desuka, kore wa.”
Bsa: “Apa ini?”
Another I, hal. 89
Teknik Kesepadanan Lazim
Teknik terjemahan keenam adalah teknik kesepadanan lazim, yaitu teknik yang menggunakan istilah baik dalam kamus maupun yang sudah umum digunakan dalam BSa. Perbedaan dengan teknik literal adalah pertimbangan penerjemahan untuk memadankan konteks penggunaan pada saat itu. Salah satunya adalah menangani perbedaan budaya yang tidak hanya istilah secara spesifik, tapi juga gaya bahasa yang digunakan dalam suatu tuturan. Pada tindak tutur tidak langsung literal dalam novel ini, penggunaan teknik kesepadanan lazim banyak digunakan pada tuturan yang bersifat sapaan atau respon. Sehingga dalam proses pengalih bahasa, yang dipertimbangkan dalam memadankan adalah lazimnya istilah dalam menyapa atau merespon tuturan.
Data 08
BSu: 「そっか。良かったね」
“Sokka. Yokatta ne.”
BSa: “Oh, syukurlah kalau begitu.”
Another I, hal. 199 (BSu) 196 (BSu)
Teknik Peminjaman
Teknik ketujuh adalah Teknik peminjaman atau borrowing. Teknik ini umumnya digunakan ketika BSa tidak memiliki istilah dengan makna sepadan dengan BSu. Fungsi teknik peminjaman agar tidak menghilangkan maksud yang hendak disampaikan dari BSu, atau ingin mempertahankan kesan atau budaya yang dibawakan oleh BSu. Pada tindak tutur tidak langsung literal, teknik peminjaman digunakan karena tiga alasan.
Alasan yang pertama untuk padanan budaya yang secara spesifik untuk mempertahankan istilah, yaitu panggilan -kun, -chan, -san, maupun sensei. Dalam bahasa Indonesia juga memiliki bentuk panggilan, tapi fungsi panggilan tersebut yang tidak benar-benar mirip dengan BSu. Contohnya pada kata -kun, bisa
digunakan untuk panggilan laki-laki yang lebih muda, lebih dekat, atau memiliki hirearki lebih bawah dibanding penutur. Tapi, panggilan ini tidak bisa disamakan dengan kata “dik” dalam BSa yang setidaknya memiliki deskripsi paling mendekati dengan istilah -kun, disebabkan perbedaan situasi, waktu, maupun frekuensi penggunaan panggilan tersebut pada BSu.
Data 09
BSu: 「赤沢さんと高林くんがお休みの
ようですね。」 “Akazawa-san to Takabayashi-kun ga oyasumi no you desune.”
BSa: “Akazawa-san dan Takabayashi-kun
absen, ya?”
Another I, hal. 48 (BSu) 50 (BSu)
Alasan yang kedua yaitu untuk mengambil istilah yang hanya dimiliki BSu. Hal ini bisa disebabkan istilah tersebut tidak memiliki makna sepadan pada BSa, seperti penyebutan hari libur Golden Week. Alasan yang ketiga karena kedua bahasa menggunakan sebuah istilah di luar dari BSu maupun BSa. Seperti kata “horror” yang berasal dari bahasa Inggris menjadi “hora—” dalam bahasa Jepang dan “horror” dalam bahasa Indonesia.
Data 10
BSu: 「あれえ?どうしたの、ホラー少
年」
“Aree? Doushita no, Hora— Shounen?”
BSa: "Wah, ada apa, Cowok Horor?"
Another I, hal. 112 (BSu) 110 (BSu)
Teknik Reduksi
Teknik kedelapan adalah teknik reduksi. Berbeda dengan kompresi linguistik yang berfokus pada komponen
linguistik, teknik reduksi berfokus pada pemilihan kata atau frasa yang dialihkan. Pada tuturan tidak langsung literal dalam Another, teknik ini digunakan untuk meringkas informasi tanpa mengurangi makna di dalamnya. Dalam tuturan, teknik ini menjadi bergantung pada implikatur atau asumsi bahwa referensi yang ada pada kata atau frasa sudah dipahami oleh lawan tutur atau pembaca.
Sebaga contoh pada kata “warui” dari frasa “kakkoi ka waruika”, secara semantik diartikan sebagai “buruk” atau “jahat”. Jika melihat dari sisi konteks, tema pembicaraan bukan mengenai hal yang buruk atau jahat, tapi perbandingan mengenai hal yang “kakkoi” atau keren. Sehingga kata “warui” tidak dimasukkan dalam terjemahan sebagai “keren atau buruk” atau “keren atau jahat”. Meskipun demikian, jika dialihkan begitu saja menjadi “tidak keren”, ketika dimasukkan dalam frasa “keren atau tidak keren” justru menjadi kalimat tidak efektif. Dalam hal ini, teknik reduksi digunakan dengan cara tidak
memasukkan kata “keren” dalam
perbandingan negatif dengan asumsi lawan tutur sudah memahami implikatur akibat referensi yang sudah ada pada kata yang positif. Informasi pada bagian negatif dipangkas sehingga pada bentuk frasa utuh menjadi “keren atau tidak”.
Data 11
BSu: 「もちろんそれはー かっこいい
か悪いかっていうのは、自分自身 から見て、の問題ね」
“Mochiron sore wa— kakkoii ka warui ka tte iu no wa, jibun jishin kara mite, no mondai ne.”
BSa: "Tentu saja, keren atau tidaknya itu
hanya bisa kau lihat dengan matamu sendiri."
Another I, hal. 108 (BSu) 106 (BSu)
Teknik reduksi digunakan lebih untuk memadankan makna ekspresi atau
meminimalisir riskannya hasil
terjemahan menjadi lebih bertele-tele.
Teknik Penerjemahan Literal
Teknik kesembilan adalah
penerjemahan literal. Teknik ini digunakan jika tidak ada suatu pertimbangan tertentu dalam
mengalihkan ke BSa. Seluruhan tuturan diterjemahkan ke dalam BSa secara word-to-word dan bisa dipahami secara harafiah tanpa ada konteks tertentu yang dipadankan.
Data 12
BSu: 「恐ろしいねえ。可哀想にねえ」
“Osoroshii nee. Kawaisou ni nee.”
BSa: “Mengerikan , ya. Kasihan, ya.”
Another I, hal. 195 (BSu) 187 (BSu)
Teknik Amplifikasi
Teknik kesepuluh adalah teknik amplifikasi. Kebalikan dari teknik reduksi, teknik ini digunakan dengan tujuan memadankan terjemahan menjadi lebih jelas atau tersurat. Teknik ini juga berbeda dengan teknik amplifikasi linguistik. disebabkan teknik amplifikasi lebih mengacu pada makna agar lebih mudah dipahami oleh sasaran. Sedangkan amplifikasi linguistik mengacu pada kealamian penggunaan tuturan dari sisi komponen linguistik. Teknik ini
digunakan untuk memadankan
pemahaman terhadap suatu item dalam teks karena adanya perbedaan seperti pengetahuan atau budaya yang spesifik yang hanya ada pada negara BSu. Sebagai contoh, dalam masyarakat BSa, tidak pemahaman hari libur yang disebut “Golden Week”. Jika memahami informasi spesifik, Peringatan ini hanya ada di Jepang, sehingga istilah “Golden Week” hanya familiar bagi penulis yang menggunakan BSu dan belum tentu diketahui oleh pembaca BSa. Berdasarkan hal tersebut, istilah “liburan”
ditambahakan dalam BSa untuk memberi penjelasan dalam BSa bahwa itu nama liburan, sama seperti liburan Idul Fitri, Natal, dan lain-lain.
Data 13
BSu: 「みなさん、ゴルデンウィーク気分
はもう抜けましょうか」 “Mina-san, Golden Week kibun wa mou nukemashouka.”
BSa: “Semuanya, apa sudah melepaskan
suasana liburan Golden Week?”
Another I, hal. 49 (BSu) 50 (BSu)
Teknik amplifikasi pada tuturan tidak langsung literal dalam novel Another digunakan dengan tujuan memadankan pemahaman terhadap suatu item dalam teks akibat adanya perbedaan seperti pengetahuan atau budaya yang spesifik yang hanya ada pada negara BSu.
Teknik Modulasi
Teknik kesebelas adalah teknik modulasi, yaitu teknik penerjemahan dengan mengganti sudut pandang. Dalam tindak tutur tidak langsung literal pada Another, penggunaan teknik modulasi untuk memadankan konsep seperti perbedaan lazimnya penggunaan antara BSu dan BSa. Contohnya seperti kata iku (pergi) pada kata “mukae ni iku” (pergi menjemput), tapi dalam BSa menggunakan istilah “datang menjemput” yang lebih familiar pada penggunaannya pada percakapan BSa. Sehingga pengunaan teknik modulasi berfungsi untuk memadankan konsep istilah yang digunakan dan kealamian tutur dengan menekankan sudut pandang yang hendak diinterpretasikan oleh pembaca.
Data 14
BSu: 「いいかい、恒一ちゃん。迎
えにいくまで待ってるんだ よ」
“Ii kai, Kouichi-chan? Mukae ni iku made matterundayo.”
BSa: [Dengar, Kouichi-chan. Sampai
aku datang menjemput,
tunggu ya.]
Another I, hal. 85
Teknik Generalisasi dan
Partikularisasi
Teknik keduabelas yaitu teknik generalisasi biasa digunakan untuk memilih istilah yang lebih umum atau memiliki makna yang lebih luas daripada BSu. Teknik ketigabelas, yaitu partikularisasi merupakan kebalikan dari teknik generalisasi yang berfungsi membuat hasil terjemahan memiliki informasi yang lebih spesifik dibanding bentuk BSu. Kedua teknik ini umumnya digunakan karena adanya kekurangan istilah dengan makna sepadan baik itu dari sisi BSu maupun BSa. Tapi dalam tuturan tidak langsung literal, fungsi penggunaan teknik ini menjadi sama sekali berbeda.
Data 15
BSu: 「そういう質問攻め、嫌い」
“Sou iu shitsumon-seme, kirai.”
BSa: “Aku tidak suka dengan
pertanyaan bertubi-tubi seperti itu.”
Another I, hal. 78 (BSu) 79 (BSu)
Data 16
BSu: 「ふうん。こういうの、嫌い
じゃないのね、榊原くん」 “Fuun. Kou iu no, kiraijanai none, Sakakibara-kun.”
BSa: ”Hmm, Jadi Sakakibara-kun
suka hal yang seperti ini, ya?”
Another I, hal. 137 (BSu) 134 (BSu)
Kedua data masing-masing
menggunakan teknik generalisasi dan
partikularisasi. Tujuan penggunaan kedua teknik tersebut menjadi untuk memperhalus tuturan. Hal ini ini dilihat dari sisi karakter penutur yang menggunakan sama dan menimbulkan efek karateristik yang sama. Dalam Another, fungsi pemilihan kedua teknik tersebut menjadi untuk memadankan unsur intrinsik atau kealamian tutur dalam tokoh.
Penggunaan teknik terjemahan pada novel Another ini secara kuantitas memiliki 7 kesamaan dengan hasil penggunaan teknik pada cerpen Doktor Sihir karya Iwaya Sazanami dan Larilah Melos karya Dazai Osamu yang dianalisis oleh Wiyatasari (2015). Kesamaan tersebut antara lain adanya penggunaan teknik amplifikasi, reduksi, amplifikasi linguistik, kesepadanan lazim, literal, modulasi dan transposisi. Namun frekuensi penggunaan berbanding terbalik, yaitu teknik amplifikasi lebih banyak digunakan dan transposisi yang paling sedikit (Wiyatasari, 2015:54). Sedangkan pada penelitian Pietsari (2017) pada novel Nijuushi no Hitomi dan Dua Belas Pasang Mata karya Sakae Tsuboi menemukan 10 teknik dengan 9 di antaranya memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu terdapat teknik amplifikasi, peminjaman, generalisasi, amplifikasi linguistik, terjemahan literal, modulasi, partikularisasi, reduksi, dan transposisi. Perbedaan bagian data yang dianalisis dapat menjadi alasan perbedaan terkait jumlah tersebut. Penelitian Wiyatasari dan Pietsari pada tindak tutur direktif, sedangkan penelitian ini spesisifik pada tindak tutur tidak langsung literal, sehingga dapat mempengaruhi pemilihan teknik
terjemahan secara signifikan.
Secara keseluruhan, hasil penelitian Wiyatasari (2015) menunjukkan bahwa teknik penerjemahan berorientasi pada BSu. Sedangkan pada penelitian ini, orientasi penerjemahan tergantung pada kebutuhan bagian mana yang hendak
dipadanankan dengan teknik-teknik terjemahan yang dibutuhkan. Teknik seperti peminjaman dan kalke berorientasi pada BSu dengan mempertahankan istilah atau susunan kata tertentu. Namun, teknik yang lain cenderung berorientasi pada kelaziman penggunaan bahasa pada BSa..
Teknik terjemahan dalam tindak tutur tidak langsung literal memiliki hasil yang tidak bertentangan dengan karakteristik teknik terjemahan yang dijabarkan oleh Malina dan Albr (2002). Pemilihan setiap teknik mempengaruhi hasil penerjemah dan tergantung pada kebutuhannya. Dalam penelitian ini, pemahaman mengenai tujuan apa yang hendak dipadankan mempengaruhi pemahaman fungsi dari masing-masing teknik dan dapat dinalar termasuk memperlihatkan hasil terjemahan percakapan berdasarkan konteks atau maksud penggunaannya.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat 13 teknik terjemahan yang digunakan dalam tindak tutur tidak langsung literal novel Another, yaitu menggunakan teknik amplifikasi, reduksi, peminjaman, kalke, kompensasi, kesepadanan lazim,
amplifikasi linguistik, kompresi
linguistik, penerjemahan literal, modulasi, partikularisasi, generalisasi dan
transposisi. Teknik terjemahan dengan frekuensi penggunaan yang paling banyak adalah transposisi dengan jumlah, sedangkan yang paling sedikit adalah teknik partikularisasi sejumlah 3 kali.
Terdapat 4 alasan teknik-teknik terjemahan tersebut dipilih berdasarkan kesepadanan terjemahannya. Yaitu untuk memadankan format bahasa (tranposisi, kalke, amplifikasi linguistik, kompresi linguistik, modulasi), spesifik budaya ((peminjaman, amplifikasi, padanan lazim, kompensasi, modulasi)), kealamian tutur (transposisi, amplifikasi linguistik, kalke,
kompensasi, reduksi, amplifikasi, modulasi, generalisasi, partikularisasi). Namun, terdapat juga pilihan teknik tanpa padanan sama sekali, yaitu teknikpenerjemahan literal.
Dapat disimpulkan bahwa dengan memahami masing-masing fungsi teknik terjemahan, dapat mempermudah kebutuhan terjemahan sesuai yang dibutuhkan, Kebutuhan tersebut dalam pembahasan ini adalah untuk memadankan format bahasa, spesifik budaya, atau kealamian tutur dalam tindak tutur tidak langsung literal sebuah novel.
DAFTAR PUSTAKA
Ayatsuji, Y. (2009). Another. Tokyo, Japan: Kadokawa Corporation. A. Setiawan (penerjemah). 2018. Cetakan Pertama. Haru Media. Ponorogo.
Baker. M. (2018). In Other Words: A Coursebook of Translation. Edisi ke-3. New York, NY: Routledge.
Dewan Redaksi The Honkaku Mystery Writers Club of Japan. (2010). 第 10 回本格ミステリ大賞 (http://honkaku.com/taishou2010.ht ml). Diakses pada tanggal 15 Desember 2020.
Faradila, F., Junining, E. (2020). Ilokusi Dalam Tindak Tutur Langsung Literal Pada Tokoh Sakakibara Kouichi Dalam Novel Another Karya Ayatsuji Yukito. Hasta Wiyata 3(2), 18-22.
doi:10.21776/ub.hastawiyata.2020. 003.02.02
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Cetakan Kedua. Jakarta, Indonesia: Salemba
Humanika.
Junining, E. (2018). Strategi dan Kiat Praktis Penerjemahan. Malang, Indonesia: UB Press.
Machali, R. (2000). Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta, Indonesia: Grasindo.
Mahsun. (2017). Metode Penelitian Bahasa. Edisi Ketiga. Cetakan ke-9. Jakarta, Indonesia: PT Raja
Grafindo Persada.
Mayoni, K. I. (2015). Direct and Literal Dimensions of Speech Acts in The Movie of “Paranorman”. Jurnal Humanis 12(2): 1-8.
Moeloeng, L. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Cetakan ke-30. Bandung,
Indonesia: PT Remaja Rosdakarya.
Molina, L., Albir, A. (2002) Translation Techniques Revisited: A Dynamic and Functionalist Approach. Meta 47(4), 498-512. doi:
10.7202/008033ar
Pietasari, V. D. (2017). Penerjemahan Tindak Tutur Direktif Bahasa Jepang Dalam Novel Nijuushi No Hitomi Dan Dua Belas Pasang Mata Karya Sakae Tsuboi. Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya 45(2): 208-220.
Tabiati, S., Manipuspika, Y., Rozin, M . (2017) Translation Theory & Practice.
Edisi Revisi. Malang, Indonesia: UMM Press.
Wijana, I. (1996). Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta, Indonesia: Penerbit ANDI.
Wiyatasari, R. (2015) Teknik
Penerjemahan Tindak Tutur Direktif Dalam Cerpen Doktor Sihir Karya Iwaya Sazanami dan Larilah Melos Karya Dazai Osamu. Jurnal Izumi 4(2): 42-55.
Yule, G. (1996). Pragmatics. Oxford, Inggris: Oxford University Press. Wahyuni, I. (Penerjemah). 2014. Cetakan ke-II. Yogyakarta,
Indonesia: Pustaka Pelajar.
Discussion and feedback