1

GEGURITAN ABIMANYU WIWAHA: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI

IDA BAGUS ADI RAKA WEDA

NIM 0901215007

PROGRAM STUDI SASTRA BALI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS

UDAYANA

ABSTRACT

This study discusses the literature in the form of Balinese Traditional geguritan entitled “Geguritan Abimanyu Wiwaha”. Analysis was chosen because the text Geguritan Abimanyu Wiwaha this has relevance in society, especially in the wedding process. In Geguritan Abimanyu Wiwaha it there are ten pupuh and 35 pada. The purpose of this study was to determine the structure of the narrative and the functions contained in the Geguritan Abimanyu Wiwaha.

This study reveals the structure and functions contained in Geguritan Abimanyu Wiwaha and literature used is Mr Teeuw, Ratna and Sukada, function theory to analyze the functions contained in Geguritan Abimanyu Wiwaha is Mr Teeuw, Luxemburg, Wellek and Waren.

The results in this study is the unfolding of structure in the Geguritan Abimanyu Wiwaha, the formal structure. Functions contained in the Geguritan Abimanyu Wiwaha also was revealed, the function is the function of education which includes religious education are includes a Tattwa (filsafat), Susila (etika) and afirmasi function.

Keywords: geguritan, structure and function

  • 1 . Latar Belakang

Geguritan merupakan salah satu bentuk karya sastra Bali tradisional. Karya sastra geguritan sangat perlu untuk diketahui, dipelajari, bahkan untuk dilestarikan keberadaannya, terutama oleh masyarakat Bali yang tentunya memiliki kecintaan terhadap karya sastra tradisional Bali. Salah satu karya sastra Bali tradisional yang hingga kini memperkaya khasanah kebudayaan Bali adalah Geguritan Abimanyu Wiwaha (selanjutnya disingkat dengan GAW), yang ditulis oleh I Nyoman Suprapta atau yang lebih akrab dikenal dengan nama Lonceng. GAW ini menggunakan huruf latin yang berbahasa Bali dan terjemahan bahasa Indonesia, tetapi yang dominan digunakan adalah bahasa Bali. Pupuh yang digunakan ada 10 macam pupuh yang terdiri dari Dandang Gula (1 bait), Sinom (5 bait), Mijil (1 bait),

Ginada (6 bait), Ginanti (3 bait), Maskumambang (3 bait), Semarandana (2 bait), Pangkur (5 bait), Durma (6 bait), Pucung (2 bait). Total bait pupuh pada Geguritan Abimanyu Wiwaha adalah 35 bait. Disamping itu Pupuh Dangdanggula dan Pupu Sinom digunakan sebagai pembuka cerita. Jadi pupuh yang dipakai oleh pengarang saat masuk dalam cerita adalah 33 bait.

Fenomena kawin lari yang dapat dikaji menjadi ketertarikan tersendiri untuk menganalisis geguritan ini secara lebih mendalam secara struktur dan fungsi. Disamping itu, GAW sejauh ini belum ada yang meneliti baik dari analisis struktur dan fungsi, maupun analisis yang lainnya. Untuk itulah GAW dipakai sebagai bahan penelitian yang akan dianalisis struktur dan fungsinya.

  • 2    Masalah

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada latar belakang diatas, apabila dirumuskan permasalan dalam proposal ini tidak lain sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah struktur yang membangun GAW?

  • 2.    Fungsi-fungsi apa sajakah yang terdapat dalam GAW?

  • 3    Tujuan

Tujuan dari dibuatnya penelitian ini sesuai dengan masalah yang telah disampaikan. Karena tujuan merupakan tujuan yang bersifat lebih sempit. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

  • 1.    Untuk mendeskripsikan struktur yang membangun GAW

  • 2.    Untuk mengetahui fungsi yang terdapat dalam GAW

  • 4    Metode Penelitian

Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin. Sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta yang berarti menuju, malalui, mengikuti, sesudah dan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2004: 34).

Ciri-ciri metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya (Ratna, 2004: 49-50). Metode formal sama dengan metode unsur atau metode

struktural dengan mengutamakan pola-pola suara dan kata-kata yang formal dalam sastra, yang kemudian berkembang menjadi teori struktural (Sukada, 1987: 30). Terdapat tiga tahapan cara untuk mengumpulkan data yaitu: (1) Tahap Penyediaan data, (2) Tahap Analisis Data, dan (3) Tahap Hasil Penelitian.

  • 4.1    Tahap Penyediaan Data

Metode yang dipakai untuk memahami naskah adalah metode pembacaan berulang–ulang secara cermat terhadap naskah yang diteliti dalam hal ini adalah GAW. Teks yang dibaca berupa geguritan berbentuk buku, selain itu digunakan pula metode dengan pendekatan yang bersifat kualitatif, jika ukuran data mungkin berupa gejala atau nilai yang bersifat kualitatif. Dalam tahap pengumpulan data dengan metode diatas akan dibantu dengan teknik pencatatan untuk menghidari terjadinya data yang terlupakan akibat keterbatasan yang dimiliki.

  • 4.2    Tahap Analisis Data

Pada tahapan analisis data, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode ini maksudnya adalah mengukur objek penelitian berdasarkan mutu yang merupakan abstraksi dari nilai data, dengan ditunjang oleh data kuantitatif. Metode kualitatif dianggap sebagai multimetode sebab penelitian pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan (Ratna, 2009: 47).

  • 4.3    Tahap Penyajian Hasil Analisis Data

Pada tahapan ini, data yang telah dianalisis secara maksimal akan disajikan dengan metode formal. Metode informal dalam penelitian ini berfungsi untuk menuliskan lambang bentuk bentuk dan bunyi sehingga peneliti mudah mensistematika penyajian pada padalingsa pupuh. Menurut Sudaryanto (1993: 145) metode formal adalah cara-cara penyajian dengan memanfaatkan tanda dan lambang, sedangkan metode informal yaitu cara penyajian melalui kata-kata biasa.

  • 5 . Hasil Pembahasan

    • 5.1    Insiden

Insiden sebagai bagian peristiwa hanya dapat diterima dengan suatu kesan tertentu, bila cara melukiskannya dapat diterima atau diungkap secara wajar, seperti sungguh-sungguh ada, ada dengan sendirinya logis (Sukada, 1987: 58).

Insiden yang menarik pada GAW yaitu dimana Sang Abimanyu membawa lari Dyah Siti Sundari karena lamarannya ditolak oleh Bala Dewa, dari cerita itulah perkawinan dengan cara ngrorod masih di pakai di masyarakat sampai sekarang sebagai jalan terbaik jika salah satu keluarga tidak menyetujui hubungan mereka berdua.

  • 5.2    Alur

Sukada (1982: 24) berpendapat bahwa alur merupakan suatu proses sebab akibat dari insiden dan berfungsi sebagai sistem yang menguji ketangguhan logika insiden dan mendukung, menyimpulkan keada pembaca logis tidaknya insiden tersebut. Pandangan tersebut menjelaskan bahwa keterkaitan antara insiden dengan alur yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.

Dalam GAW alur yang digunakan adalah alur lurus, dan tahap pertama dalam GAW ini yaitu mengenalkan tokoh sebagai pembuka cerita, pemberian informasi awal agar dapat melandastumupui cerita yang dikisahkan.Kemudian muncullah konflik yaitu masalah-masalah yang ada dalam GAW yang kemudian semakin dikembangkan intensitasnya hingga mencapai puncak klimaks dimana sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Setelah tahap klimaks berjalan kemudian dilanjutkan dengan tahap penyelesaian yaitu konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian dan ketegangan dikendorkan.

  • 5.3    Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku-pelaku yang melahirkan peristiwa atau penyebab terjadinya peristiwa. Tokoh-tokoh dihadirkan dengan maksud menghidupkan cerita, sedangkan segala cara yang digunakan pengarang untuk penampilan tokoh-tokoh disebut penokohan. Penokohan dan perwatakan adalah dua hal yang semestinya dibedakan, walaupun pada prinsipnya saling berkaitan. Penokohan adalah penyajian dan uraian tokoh-tokoh dalam

suatu karya sastra, sedangkan perwatakan adalah pemberian watak atau pelukisan watak kepada masing-masing tokoh dalam cerita.

Menurut Tarigan (1984: 43) tokoh utama merupakan tokoh yang terlibat dan umumnya dikuasai oleh serangkaian peristiwa. Tokoh sekunder merupakan tokoh yang berperan bersama-sama tokoh utama dalam membangun cerita, gerak tokoh sekunder tidak sedominan tokoh utama. Tokoh pelengkap (komplementer) atau penunjang merupakan tokoh yang berfungsi membantu kelancaran gerak tokoh utama dan tokoh sekunder dalam cerita.Sesuai dengan beberapa pendapat di atas, analisis terhadap tokoh dan penokohan dalam GAW selanjutnya secara sistematis akan mengacu pada pengelompokan masing-masing tokoh yang tergolong ke dalam tokoh utama, tokoh sekunder, dan tokoh pelengkap.

  • 5.4    Latar

Latar merupakan tempat, waktu atau keadaan alam dan latar sosial. Latar merupakan suatu unsur dalam karya sastra yang tidak bisa ditiadakan. Latar seringkali disebut dengan setting, adalah bagian yang membicarakan di mana dan kapan terjadinya suatu peristiwa. Latar berfungsi untuk mempermudah dikenalinya atau dilukiskannya suatu tokoh dan gerak serta tindakannya. Mudah dikenal kembali, juga dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh-tokoh dan gerak tindakannya dalam cerita. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dalam menganalisis latar dalam GAW akan menggunakan teori latar menurut Sudjiman yang mencakup latar waktu, latar ruang atau tempat, dan latar suasana.

  • 5.5    Tema

Dari beberapa pendapat tentang tema yang dikemukakan di atas pada prinsipnya tidaklah berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa tema adalah apa yang menjadi pokok persoalan atau pikiran utama yang dijadikan titik tolak penciptaan di dalam karya sastra. Pada umumnya tema tidak dapat ditemukan dalam karya sastra hanya dalam sekali membaca. untuk mendapatkan tema yang terkandung dalam sebuah karya sastra, maka karya sastra tersebut hanya dibaca secara berulang kali dengan mencermati isi ceritanya.Berdasarkan pandangan tentang tema diatas, maka tema yang mendasari GAW adalah "ngrorod atau lari bersama" yaitu suatu perkawinan berdasarkan cinta sama cinta dari kedua calon mempelai namun tidak mendapatkan persetujuan dari salah satu pihak orang tua calon pengantin, tetapi

mereka tetap ingin melangsungkan perkawinan, dengan jalan melarikan calon pengantin wanita ke rumah calon pengantin pria.

  • 5.6    Amanat

Amanat merupakan bagian keseluruhan dialog dan pokok cerita. Amanat akan berkaitan/menyentuh hati nurani pembaca, untuk menyadari atau menolaknya. Kesan-kesan yang diberikan oleh pembaca berbeda-beda, tergantung pada tiga faktor, yaitu: (1) intuisi, (2) persepsi pembaca, (3) sikap batin pembaca yang menunjukkan pandangan hidupnya. Amanat dapat berwujud kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan, sebagai petunjuk untuk memberikan nasehat (Sukada, 1983: 22).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diperoleh amanat yang terkandung dalam GAW. Amanat dalam GAW disampaikan secara langsung oleh pengarang, dan disampaikan dengan eksplisit. Adapun amanat yang disampaikan pada GAW ini adalah "ngrorod atau lari bersama" dapat dilakukan apabila salah satu atau kedua belah pihak keluarga tidak menyetujui hubungan mereka, kemudian jalan satu-satunya yaitu lari bersama (ngrorod), maka orang tua atau pihak lain yang pada awalnya kurang merestui perkawinan ini, mau tidak mau atau suka tidak suka, harus menyetujuinya.

  • 6    Fungsi Pendidikan Agama

Fungsi agama dalam GAW hanya ditemukan ajaran Tattwa (filsafat), dan Susila (etika). Kedua hal tersebut akan dipaparkn dalam GAW sehingga dalam fungsinya sebagai pengajaran ajaran keagamaan khususnya berlandasan pada ajaran Agama Hindu. Berikut akan dijelaskan mengenai unsur Tattwa (filsafat),dan Susila (etika) yang terdapat dalam GAW.

Filsafat (Tattwa)

Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki keterangan atau sebab yang sedalam-dalamnya sehingga manusia itu mampu tahu. Filsafat juga dikatakan suatu ilmu yang bersifat alamiah, yaitu dengan sebar menuntut kebenaran bersistem dan berlaku umum (Sura, 1991: 12). Dalam GAW ini disebutkan adanya cara yang di dalam adat istiadat dianggap tidak menyalahi aturan adat, dengan cara menculik calon mempelai wanita oleh mempelai pria dan mereka juga harus sama-sama saling mencintai. Hal tersebut ditunjukkan pada saat Sang

Abimanyu kembali ke Istana Dwarawati untuk mengajak Dyah Siti Sundari untuk lari bersama dan dibantu oleh Sang Gatotkaca.

Susila (etika)

Dalam GAW pengarang juga menyampaikan ajaran Susila (etika). Ajaran tersebut dapat dilihat bahwa tata cara untuk meminang, itupun sudah tersurat dalam Gandarwa wiwaha yang berisi tentang kawinan antara laki dan perempuan yang berdasar saling mencitai.

  • 6.1    Fungsi Afirmasi

Secara Diskursif yaitu mengaitkan fakta secara bernalar, dengan kata lain topik yang dikaji atau diteliti masih layak untuk dibicarakan dan diperdebatkan di masyarakat sebagai bentuk apresiasi, sedangkan Afirmasi yaitu menetapkan norma sosio-budaya yang ada pada waktu tertentu. seperti pada GAW proses perkawinan yang dilakukan oleh Abimanyu terhadap Dyah Siti Sundari yang dapat disebut juga dengan ngrorod atau lari bersama masih dipakai di masyarakat, dimana di dalam proses ngrorod dapat diartikan suatu perkawinan berdasarkan cinta sama cinta dari kedua calon mempelai yang tidak disetujui salah satu pihak keluarga

  • 7    Simpulan

1). Total bait pupuh pada GAW adalah 35 bait. Disamping itu Pupuh Dangdanggula digunakan sebagai pembuka cerita dalam artian pupuh tersebut tidak termasuk sebagai awal cerita tetapi hanya sebagai pembuka begitu pula dengan pupuh sinom yang pertama itu pun tidak masuk pada cerita. Jadi pupuh yang dipakai oleh pengarang saat masuk dalam cerita adalah 33 bait. 2). Tema dalam GAW tersebut yaitu ”Lari bersama (Kawin lari) atau Ngrorod”. Amanat yang dapat dilihat dari GAW yaitu Ngrorod dapat dilakukan apabila salah satu atau kedua belah pihak keluarga tidak menyetujui hubungan mereka, kemudaian jalan satu-satunya yaitu lari bersama (ngrorod).

8 Daftar Pustaka

Agastia, Ida Bagus Gede. 1980. ”Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali” Denpasar: Makalah Dalam Sarasehan Sastra Daerah Pesta Kesenian Bali II.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Genitri Pendidikan Agama Hindu. Denpasar: Tri Agung.

Ratna, Kutha Nyoman. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra : Yogyakarta Pustaka Jaya.

Suprapta, I Nyoman. 2007. Geguritan Abimanyu Wiwaha. Denpasar: Sanggar Sunari.

Teeuw, A. 1982. Khazanah Sastra Indonesia ”Beberapa Masalah dan Penyebarluasan”: Jakarta: PN BALAI PUSTAKA

______ , 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Pustaka Jaya.

Tinggen, I Nengah. 1982. Aneka Sari Gending-gending Bali. Singaraja Rhika Dewata.