Jd⅛X9‰Nl⅛ HUMANIS

Journal of Arts and Humanities



p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019 Vol 25.4 November 2021: 539-550


Community Roles tokoh Perempuan pada Era Perang Dunia II dalam Anime Kono Sekai no Katasumi ni karya Sunao Katabuchi


Ni Putu Padma Krishna Narayan, Ni Putu Luhur Wedayanti, Ketut Widya Purnawati

Universitas Udayana, Denpasar, Bali

Email korespondensi: [email protected], [email protected], [email protected]


Info Artikel


Masuk: 12 Juli 2021

Revisi: 31 Juli 2021

Diterima: 25 Agustus 2021


Keywords: world war II, community roles, women.


Kata kunci: perang dunia II, community roles, perempuan

Corresponding Author:

Ni Putu Padma Krishna

Narayan, email:

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

21.v25.i04.p13


Abstract

This study aims to know how Community Roles that are played by the women during World War II, in the anime entitled Kono Sekai no Katasumi ni by Sunao Katabuchi. The analysis was done by using the Gender Analysis Frameworks by Caroline Moser (1993). The data were collected by watching the anime and applied the note taking technique. The qualitative analysis of the data shows that women character in the anime was very active in their community. They join the organization namely Dai Nippon Fujinkai and all the activities in their neigbourhood. Those activities show their community roles.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Community Roles yang dimainkan oleh perempuan pada masa Perang Dunia II dalam anime Kono Sekai no Katasumi ni karya Sunao Katabuchi. Analisis dalam penelitian ini menggunakan teori Gender Analysis Frameworks oleh Caroline Moser (1993). Data dikumpulkan dengan menyimak anime dengan mengaplikasikan teknik catat. Analisis kualitatif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh perempuan dalam anime tersebut sangat aktif dalam komunitasnya. Mereka bergabung dalam sebuah organisasi yang disebut Dai Nippon Fujinkai dan ikut serta dalam aktivitas di lingkungan mereka. Kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan bagaimana peran mereka dalam komunitas.


PENDAHULUAN

Perempuan memiliki beberapa peran yang dimainkan dalam kehidupannya. Salah satu dari peran yang dijalankan dalam kehidupan seorang perempuan ialah Community Roles atau dalam bahasa Indonesia seringkali diartikan sebagai peran dalam komunitas.

Community Roles merupakan salah satu bagian dari Women’s Triple Roles. Women’s Triple Roles menjabarkan mengenai tiap-tiap peran yang dilaksanakan oleh seorang perempuan. Tiga peran perempuan tersebut ialah Reproductive Roles, Productive Roles dan Community Roles. Alliyu (2016) menjelaskan bahwa community roles

meliputi berbagai kegiatan yang dimainkan oleh seorang perempuan dalam rangka mengembangkan komunitasnya. Kegiatan tersebut dapat berbentuk berbagai macam hal seperti, pekerjaan relawan, kegiatan sosial dan keikutsertaan dalam suatu komunitas (Alliyu, 2016). Peran perempuan dalam komunitas seringkali dilimpahkan kepada kegiatan yang dilakukan secara manual seperti, merawat korban yang lemah dalam bencana alam atau membantu memasak di dapur umum dibandingkan dengan kegiatan laki di komunitas yang sifatnya lebih politis dan memimpin (McLaren et al, 2020). Moser (dalam Fajarwati, 2016) menjelaskan bahwa sebenarnya kegiatan komunitas atau community roles yang dilaksanakan oleh seorang perempuan merupakan perpanjangan daripada reproductive roles atau peran reproduktif. Ketiga peran tersebut dapat dimainkan secara bersamaan oleh seorang perempuan atau seringkali disebut dengan peran ganda (Dewi, 2016). Arntzen (2015) menjelaskan bahwa perempuan melaksanakan peran ganda dan mereka melaksanakan peran-peran tersebut guna berinteraksi dengan sesama dalam tatanan masyarakat dan agar diterima oleh individu lainnya.

Meskipun begitu seringkali terdapat anggapan yang menyampaikan bahwa perempuan lebih banyak memakan waktu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dibanding laki-laki (Husselman, 2016). Hal tersebut tidak sepenuhnya benar, namun dikarenakan berbagai hal seperti pembagian waktu yang sulit dan tanggung jawab yang luar biasa besar dalam suatu peran yang dimainkan oleh perempuan (Husselman, 2016). Moser (dalam Balgah et al, 2019) menjelaskan bahwa beban kerja perempuan memang lebih besar dengan berbagai aktivitas yang dilaksanakan di samping fungsi reproduktif perempuan yakni melahirkan anak, dengan kata lain seringkali

kontribusi perempuan kurang dianggap dan kurang terlihat dibandingkan dengan kegiatan dan peran yang dilaksanakan oleh laki-laki. Posisi perempuan yang pada umumnya berada dalam posisi sub ordinat dan marginal yang tidak berbeda jauh dengan konstruksi budaya yang terdapat di dalam masyarakat (Lubis, 2019). Hal ini juga ditegaskan dalam pendapat Wahyuni (2017) yang menjelaskan bahwa meskipun perempuan melaksanakan peran di luar rumah, namun konstruksi sosial di masyarakat tetap menganggap bahwa peran utama perempuan adalah pada wilayah domestik yakni dalam peran reproduktifnya atau reproductive roles.

Women’s Triple Roles merupakan bagian dari kerangka kerja yang dikemukakan oleh Caroline Moser pada tahun 1993 dengan judul Gender Analysis Frameworks. Community Roles dijabarkan sebagai sebuah peran yang dimainkan oleh perempuan dalam suatu komunitas masyarakat yang sifatnya sukarela tanpa adanya pemaksaan dari pihak manapun (Mac Laren et al, 2020).

Kehidupan pada masa Perang Dunia II memberikan banyak tantangan kepada para perempuan dalam menjalankan community rolesnya. Kehidupan yang serba sulit menjadi hambatan tersendiri dalam melaksanakan tiap-tiap perannya bagi seorang perempuan, termasuk juga dalam melaksanakan community rolesnya sebagai seorang perempuan. Di Jepang sendiri, peran gender menjadi hal yang esensial selama militerisasi sebelum Perang Dunia II guna pembangunan bangsa serta pembangunan ekonomi (Ariefa, 2020). Sejak jaman Meiji, perempuan telah dibentuk untuk menjadi sosok ibu yang baik dan istri yang bijak. Bahkan nilai tersebut terbawa hingga masa Perang Dunia II dan pasca Perang Dunia II. Utami, dkk (2020) menyampaikan bahwa tuntutan ryousai kenbo pada wanita membentuk kelompok sosial mama tomo di masyarakat saat ini

yang juga menjadi salah satu bentuk dari Community roles seorang perempuan.

Penelitian ini menggunakan anime Kono Sekai no Katasumi ni karya Sunao Katabuchi yang mengangkat tema mengenai kehidupan pada Perang Dunia II. Tidak hanya kehidupan secara umum pada masa Perang Dunia II, Katabuchi menyoroti secara khusus kehidupan para perempuan pada masa tersebut dan bagaimana mereka melaksanakan peranan mereka dalam keluarga maupun masyarakat.

Bagaimana bentuk-bentuk community roles yang dilaksanakan oleh para tokoh perempuan menjadi permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dalam anime ini terdapat enam orang tokoh perempuan, yaitu Houjou Suzu, Houjou San, Kuromura Keiko, Urano Kiseno, Chita dan Kariya.

METODE DAN TEORI

Penelitian ini menggunakan anime Kono Sekai no Katasumi ni sebagai sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak yaitu dengan menonton anime kemudian mencatat sejumlah adegan dan percakapan yang layak dijadikan data . Selanjutnya data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif. Data yang dianalisis merupakan percakapan maupun tangkapan layar yang menggambarkan community roles yang dilaksanakan oleh para tokoh perempuan dalam anime Kono Sekai no Katasumi ni karya Sunao Katabuchi.

Data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta yang kemudian menguraikan secara rinci analisis dari data tersebut. Hasil analisis dari proses analisis data kemudian dipaparkan dengan menggunakan metode informal yakni menyajikan hasil analisis data

tersebut dengan kata-kata tanpa lambang maupun suatu tanda khusus.

Penelitian ini menggunakan teori Gender Analysis Frameworks. Teori Gender Analysis Frameworks dikemukakan oleh Caroline Moser pada tahun 1993. Caroline Moser menekankan kepada hubungan antar gender, identifikasi peran gender dan pembuat keputusan dalam rumah tangga serta perencanaannya. Dalam frameworks nya, Moser menekankan kepada pertanyaan “siapa melakukan apa?” (MacLaren et al, 2020). Moser (dalam March et al, 1999, h.18) juga menjelaskan bahwa gender analysis sendiri merupakan analisis yang menitikberatkan kepada hubungan antara perempuan dan laki-laki dalam sebuah masyarakat dan ketimpangan dalam hubungan tersebut berdasarkan pertanyaan “siapa melakukan apa?” tersebut. Berangkat dari pertanyaan tersebut, kemudian muncullah Women’s Triple Roles yang menjadi bagian yang krusial dalam frameworks tersebut. Women’s Triple Roles mengklasifikasikan peran perempuan menjadi tiga yakni Reproductive Roles, peran reproduktif perempuan yang berhubungan dengan rumah tangga. Manandhar (2008) menjelaskan bahwa tugas yang meliputi peran reproduktif perempuan ialah mengurus anak, mempersiapkan makanan, dan mengurus rumah. Productive Roles, peran produktif perempuan yang berhubungan dengan kegiatan yang dapat mendukung status ekonomi keluarga, seperti bekerja di ladang atau di pabrik dan Community Roles, peran perempuan dalam suatu komunitas yang mendukung pengembangan komunitas, seperti kegiatan sosial dan organisasi (Manandhar, 2008). Teori ini digunakan untuk mengetahui bagaimana bentuk dari Community roles yang dilaksanakan oleh tokoh perempuan pada masa Perang Dunia II dalam anime Kono Sekai no Katasumi ni karya Sunao Katabuchi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk Community roles yang dilaksanakan oleh tokoh perempuan dalam anime Kono Sekai no Katasumi ni, pada masa Perang Dunia II. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan Community Roles dibagi menjadi dua poin pembahasan yakni Fujinkai serta kegiatan di lingkungan.

Fujinkai atau lengkapnya disebut sebagai dai Nippon Fujinkai merupakan sebuah organisasi perempuan yang terbentuk pada tahun 1942 (Havens,1975). Keikutsertaan perempuan dalam organisasi fujinkai pada masa Perang Dunia II dapat terlihat melalui data (1) sebagai berikut.

(1)

浦野きせの :さーてわしも婦人会

の内緒会館と

北條すず  :ええ。。お母ちゃん

も出かけるの。。

Urano Kiseno : sa-te washi mo fujinkai no naisho kaikan to

Houjou Suzu : ee.. okaachan mo dekakeru no..

Terjemahan

Urano Kiseno : baiklah, aku juga ada pertemuan tertutup dengan fujinkai

Houjou Suzu : ee… ibu juga pergi yaa.. (Kono Sekai no Katasumi ni, 2016: 33.15)

Data     (1)     menggambarkan

keikutsertaan tokoh Urano Kiseno, ibu kandung Houjou Suzu dalam organisasi Dai Nippon Fujinkai. Hal ini terjadi ketika Houjou Suzu mengunjungi keluarganya di Hiroshima dan ibunya yang dipikir akan berada di rumah ternyata memiliki kegiatan rapat dengan

organisasi Fujinkai. Organisasi Dai Nippon Fujinkai sendiri merupakan bentuk dari peleburan dua organisasi perempuan yang telah terbentuk sebelumnya yakni Aikoku Fujinkai yang terbentuk pada tahun 1901 dan Kokubo Fujinkai yang terbentuk pada tahun 1932 (Wilson, 2006). Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Dai Nippon Fujinkai ialah pelatihan, mempromosikan program kesehatan dan menggalang dana sukarela demi mencapai tujuan yakni menyukseskan gerakan mobilisasi nasional (Havens, 1975). Melalui data (1) yang menggambarkan keikutsertaan tokoh Urano Kiseno dalam kegiatan-kegiatan Dai Nippon Fujinkai dapat terlihat bahwa tokoh Urano Kiseno telah memainkan Community Roles nya sebagai seorang perempuan pada masa Perang Dunia II.

Selain kegiatan rapat internal, kegiatan dalam lingkup tempat tinggal menjadi salah satu hal yang dilakukan oleh Dai Nippon Fujinkai. Hal tersebut termasuk juga kegiatan upacara pelepasan bagi seorang yang akan bertempur di medan perang. Kegiatan tersebut terlihat dalam gambar (1) sebagai berikut

Gambar 1. Anggota Fujinkai

Gambar di sebelah kiri menggambarkan tokoh Houjou Suzu yang mengenakan selempang bertuliskan Dai Nippon Fujinkai sebagai tanda pengenal. Gambar sebelah kanan menggambarkan upacara yang dilakukan oleh para tokoh perempuan yang

tergabung dalam Dai Nippon Fujinkai tersebut untuk melepas anak laki-laki tokoh Kariya yang akan turun ke medan perang. Hal tersebut dianggap sebuah anugerah maka dari itu para tokoh perempuan tersebut mengucapkan omedetou gozaimasu yang berarti selamat sambil melambaikan bendera kecil. Dai Nippon Fujinkai atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Woman’s Association pertama kali disebut –sebut dalam bagian kampanye pemerintah pada Oktober 1920 guna menumbuhkan kekuatan nasional dan memberikan peran kepada perempuan dalam kekuatan nasional (Garon, 1993). Perempuan yang berusia di atas dua puluh tahun atau perempuan yang sudah menikah yang berusia di bawah dua puluh tahun sudah dianggap pantas untuk bergabung dalam Dai Nippon Fujinkai. Sehingga ketika seorang perempuan terlihat aktif di lingkungan tempat tinggalnya, maka diharapkan perempuan tersebut dapat aktif di kegiatan cabang Dai Nippon Fujinkai di daerah tempat tinggal mereka, jika tidak maka akan dianggap sebagai sebuah ketidakpedulian terhadap lingkungan yang menjadi sebuah hal yang dipandang buruk (Wilson, 2006). Hal ini terjadi pada para tokoh perempuan dalam gambar (1) yang diharapkan untuk aktif dalam kegiatan Dai Nippon Fujinkai di daerah tempat tinggalnya. Kegiatan pelepasan tersebut serta keikutsertaan tokoh Houjou Suzu, Chita, Kariya, dan tokoh perempuan lainnya menjadi bentuk Community Roles yang dilaksanakan oleh tokoh perempuan.

Selain kegiatan dalam organisasi Dai Nippon Fujinkai, para perempuan juga melaksanakan berbagai hal dalam lingkungan mereka yang juga menjelaskan     bagaimana     bentuk

community roles yang terjadi pada masa Perang Dunia II. Hal ini mampu terliha melalui gambar (2) sebagai berikut

Gambar 2. Kegiatan Penjatahan Makanan

Gambar (2) menggambarkan tokoh Chita yang berada di sebelah kiri, tokoh Houjou Suzu yang berada di tengah dan tokoh Kariya yang berada di sebelah kanan tengah melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk membagikan penjatahan makanan. Program penjatahan makanan merupakan program yang diselenggarakan pemerintah guna menghemat persediaan bahan makanan pada masa Perang Dunia II. Penjatahan makanan pertama kali dilaksanakan pada tahun 1938 dan kemudian dilaksanakan secara meluas pada tahun 1942 dengan mengambil slogan “kemewahan adalah musuh”. (Baba, 2017). Gambar (2) tersebut menunjukkan bagaimana Community Roles yang dijalankan oleh tokoh Houjou Suzu, Chita dan Kariya dalam lingkungan tempat tinggalnya.

Kegiatan penjatahan makanan diikuti oleh para wanita, secara bergantian hal ini mampu terlihat melalui gambar (3) berikut

Gambar 3. Papan pengumuman yang dikirimkan kepada Houjou Suzu.

Gambar (3) memperlihatkan sebuah papan yang mengumumkan mengenai jadwal pembagian makanan. Jadwal pembagian jatah makanan tersebut dibagi dalam beberapa giliran dan nama Suzu ada di sana bersamaan dengan Chita dan Kariya, yakni dua tokoh perempuan lainnya. Edaran tersebut dibuat oleh sebuah organisasi yang disebut sebagai tonarigumi yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Rukun Tetangga. Tujuan terbentuknya tonarigumi sendiri pada dasarnya ialah guna menghindari pengintaian terhadap tentara Jepang serta kegiatan yang anti Jepang maka dari itu, anggota yang tergabung dalam tonarigumi juga diharapkan dapat saling mengawasi satu sama lain (Pekkanen & Read 2009, h.61). Dalam prakteknya

tonarigumi sendiri dilaksanakan juga di wilayah pendudukan Jepang (Dear dan Daniel dalam Adhitya, 2020). Dalam hal ini kegiatan penjatahan makanan tersebut memberikan kesempatan para tokoh perempuan    untuk    melaksanakan

Community roles di lingkungan mereka.

Kuromura Keiko, sebagai tokoh perempuan    juga    memperlihatkan

keaktifan nya dalam melaksanakan community roles dengan menggantikan Houjou Suzu untuk pergi ke tempat penjatahan makanan seperti terlihat dalam data (2)

(2)

北條すず  :ん?おっと

黒村恵子  :すずさん、お使い?

北條すず  :はい、配給所へ

黒村恵子  :私が行ったげよう配

給切符とお財布貸し

北條すず  :ほうですかお願いし

ます

Houjou Suzu     : n? Otto

Kuromura Keiko : suzu san, otsukai?

Houjou Suzu

: hai, haikyuujo e

Kuromura Keiko

: watashi ga itta geyou haikyuu   kippu   to

osaifu kashi

Houjou Suzu

: hou desuka, onegaishimasu

Terjemahan

Houjou Suzu

: astaga

Kuromura Keiko

: Suzu san mau keluar?

Houjou Suzu

: iya, ke tempat pembagian jatah makanan

Kuromura Keiko

: aku saja yang pergi, aku pinjam dompet serta karcis penjatahan nya

(Kono Sekai no Katasumi ni,

2016: 28.50)

Melalui data (2) dapat terlihat bagaimana kegiatan penjatahan makanan juga diikuti oleh tokoh Kuromura Keiko yang sedang berkunjung ke Kure. Tokoh Kuromura Keiko yang sedang berkunjung ke Kure membantu kegiatan penjatahan makanan dan sekaligus juga mengambil jatah keluarga Houjou dan menggantikan tokoh Houjou Suzu yang sebenarnya bertugas pada hari tersebut. Melalui data (2) juga dapat diketahui bahwa penjatahan makanan pada masa Perang Dunia II telah menggunakan karcis bagi tiap-tiap keluarga agar tidak menyulitkan proses penjatahan makanan itu sendiri. Penjatahan makanan sendiri telah ditetapkan secara sistematis dan dikontrol serta dimonitor secara ketat sehingga masing-masing rumah tangga hanya mendapatkan jumlah yang terbatas untuk suatu bahan makanan, bahan makanan tambahan hanya dapat dibeli melalui black market atau pasar gelap dan bisa juga melalui proses barter dengan bahan makanan atau harta lainnya (Baba, 2017).

Kehidupan pada masa Perang Dunia II gawat darurat memaksa keluarga Houjou untuk membuat sebuah bungker

tempat persembunyian. Bungker tersebut dapat berguna ketika terdapat serangan udara sebagai tempat persembunyian. pembuatan bungker membutuhkan banyak tenaga sehingga para tokoh perempuan dalam lingkungan tempat tinggal keluarga Houjou ikut membantu proses pembangunan bungker seperti pada gambar (4)


Gambar 4. Tokoh Perempuan gotong royong membangun bungker

Gambar (4) menunjukkan bagaimana kegiatan gotong royong dan bekerja sama yang terlihat dalam kehidupan para tokoh perempuan. Gambar (4) menggambarkan bagaimana kegiatan tokoh perempuan yang mengerjakan pekerjaan membangun bungker demi keselamatan para warga. Bungker persembunyian tersebut digunakan ketika keadaan gawat di tengah perang. Ketika meletus serangan-serangan udara di Kure, bungker tersebut digunakan untuk para warga bersembunyi bersama-sama dari serangan para musuh. Hal itu juga mampu terlihat dalam data sebagai berikut

(3)

知多    :昨日は灰ヶ峰の上で

北條すず

知多

北條サン

北條すず


:ありがとうございま

した。

:じゃあどうも

:まあーええ防空壕が

出来上がったこと

:ええ。。。


Chita

: kinou wa haigamine no ue demo nattotta ne

Kariya

: agena toko ni mo taihδ

Domoto

kitan ja ne

: yoi yo bussδ na

Chita

: nee....

Houjou Suzu

: arigatou gozaimashita.

Chita

: jaa doumo

Houjou San

: maa ee bδkugδ ga

Houjou Suzu

dekiagatta koto : ee.

Terjemahan Chita

: kemarin diatas gunung

Kariya

Haigamine terdengar suara ledakan

: ledakan besar pun

Domoto

sampai keatas sana ya : keadaan menjadi

Chita

semakin genting ya : betul

Houjou Suzu

: terimakasih banyak

Chita

: iya, sama-sama

Houjou San

: wahh bungker

Houjou Suzu

pertahanannya sudah selesai

: iya betul

(Kono Sekai no Katasumi ni, 2016: 42.58)


も鳴っとったね

刈谷    :あげなとこにも大砲

来たんじゃね

堂本    :よいよ物騒な

知多     :ねえ。。。

Data (3) menunjukkan bagaimana proses kegiatan gotong royong para tokoh perempuan di tengah kewaspadaan pada masa Perang Dunia II. Gotong royong dalam membangun bungker pertahanan tersebut menjadi kegiatan yang dilakukan akibat banyaknya serangan bahkan hingga ke puncak gunung. Serangan-serangan yang bertubi-

tubi tersebut tentu saja mengkhawatirkan bagi warga sekitar sehingga para perempuan tersebut bekerja bergotong royong membangun bungker pertahanan tersebut. Kegiatan gotong royong yang dilaksanakan oleh para tokoh perempuan dalam lingkungan tersebut menunjukkan bagaimana mereka memainkan Community Roles pada era Perang Dunia II. Dalam suatu lingkungan tempat tinggal, para perempuan yang memainkan Community Rolesnya juga dilaksanakan demi kepentingan dan keamanan lingkungan bersama, sehingga kegiatan gotong royong tersebut dilaksanakan dengan baik.

Kegiatan community roles yang dilaksanakan oleh tokoh perempuan juga dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang bersifat sosial untuk membantu dalam suatu musibah, hal ini mampu terlihat melalui data (4) berikut

(4) 知多

北條すず

知多


北條すず

知多

刈谷

知多


:はあー

:ほいで、この草履ど うするんですか?

:広島へね、先月の空 襲みとうに道路が溶 けとったら。靴も下 駄もいけんけえ

:うちも行けますか? :ケガ人はいけん

:うちは息子が広島へ 兵隊にとられとるし :ほいじゃ明日のトラ

ック乗るかね?呉の 空襲じゃ広島がよう

け助けてくれたけえ

お返しせんと。。。

Chita

: haa-

Houjou Suzu

: hoide kono zδri dou surun desuka

Chita

: Hiroshima e ne, sengetsu no kushu mitou ni dδro ga toke tottara. Kutsu mo geka mo ikenkee

Houjou Suzu

: uchi mo ikemasuka?

Chita

: geka nin wa iken.

Kariya

: uchi wa musuko ga Hiroshima e heitai ni toraretorushi.

Chita

: hoija ashita no torakku noru ka ne? kure no kushu ja Hiroshima ga youke tasukete kureta kee okaeshisento...

Terjemahan Chita

: haaa

Houjou Suzu

: sandal-sandal ini untuk apa?

Chita

: untuk dikirim ke Hiroshima, serangan udara bulan lalu menyebabkan jalan disana meleleh dan panas. Sepatu dan geka tidak bisa digunakan

Houjou Suzu

: bolehkah aku ikut?

Chita

: orang yang terluka tidak bisa ikut

Kariya

: anak laki-laki ku dipindahkan menjadi prajurit di Hiroshima

Chita

: kalau begitu apakah kamu mau ikut dengan truk besok? Hiroshima banyak membantu ketika Kure mendapatkan serangan


udara, ini waktunya kita untuk membalasnya..

(Kono Sekai no Katasumi ni, 2016: 1.44.47)

Data (4) menunjukkan bagaimana kegiatan sosial yang dilaksanakan oleh para tokoh perempuan dalam melaksanakan community roles di lingkungan tempat tinggalnya. Kegiatan sosial tersebut ialah pembuatan zōri yakni sandal khas Jepang yang berbentuk datar dan terbuat dari anyaman jerami atau serat tanaman lainnya, zōri sendiri mampu digunakan untuk berbagai kesempatan (Damanik, 2018). Hal tersebut dilaksanakan ketika Hiroshima mendapatkan serangan bom yang luar biasa pada Agustus 1945. Akibat dahsyatnya bom yang meledak di Hiroshima, jalanan menjadi meleleh dan tidak bisa dilalui dengan sepatu maupun geta sehingga dibutuhkan zōri yang lebih kuat dalam menahan hawa panas. Damanik (2018) menjelaskan bahwa perbedaan antara zōri dan geta terletak pada bagian tumit, bentuk tumit zōri selalu datar dan tidak memiliki hak seperti yang terdapat pada geta. Para tokoh perempuan kemudian berbondong-bondong     berusaha     membantu

meringankan hal tersebut dengan bersama-sama membuat zōri yang kemudian akan didistribusikan langsung oleh para tokoh perempuan di Kure. Kegiatan tersebut menjadi salah satu bagian dari community roles yakni dalam wujud kegiatan sosial.

Selanjutnya,     kegiatan dalam

lingkungan tempat tinggal juga termasuk sebuah penyuluhan mengenai perang yang diadakan di lingkungan tempat tinggal keluarga Houjou Suzu. Hal tersebut mampu terlihat melalui gambar (5) sebagai berikut


Gambar 5. Penyuluhan perang yang diikuti oleh tokoh

Dalam gambar (5) terlihat empat tokoh perempuan dalam lingkungan tempat tinggal keluarga Houjou, di Kure mengikuti sebuah penyuluhan. Penyuluhan mengenai perang tersebut juga diikuti oleh beberapa laki-laki. Dari sebelah kanan terlihat tokoh Houjou Suzu yang mengenakan baju berwarna merah muda, tokoh Dōmoto yang terlihat memiliki rambut beruban, tokoh Kariya yang mengenakan baju berwarna biru dan tokoh Chita yang berada di paling kanan. Mereka diberikan pengetahuan dasar mengenai perang dan cara-cara melindungi diri dalam kondisi perang yang genting. Kegiatan yang digalakan oleh pemerintah Jepang ini menjadi salah satu kegiatan yang digunakan untuk meningkatkan mobilitas nasional. Hal ini juga mampu terlihat dalam data (5) sebagai berikut

(5)

講師


:甚だ大であることを 指摘せずにはおられ ません。もし焼夷弾 が落下してきた場合 は必要となるのは一 に機転の利いた処置 でありますがこれは 焼夷弾の種類にかか

堂本

北條すず

Koshi

Domoto

Houjou Suzu

Terjemahan

Koshi

Domoto

Houjou Suzu


ってくるのであり

:もっと寄ってえやこ のせきは寒いけえね

:こんとなんがうちの 毎日になった

: hanaha da oo de aru koto o shiteki sezu ni wa oraremasen. Moshi shδidan ga rakka shite kita baai wa hitsuyδ to naru no wa ichi ni kiten no kiita shochi de arimasuga kore wa shδi dan no shurui ni kakatte kuru no de ari.

: motto yotteeya, kono seki wa samui kee ne

: konto nan ga uchi no mainichi natta

: Jangan meremehkan semburan api yang besar. Jika jatuh dan masuk ke rumah anda, lakukan hal pertama yang penting. Hal tersebut tergantung dari jenis dan besarnya api tersebut.

: mari mendekat, tempat duduk ini sangatlah dingin ya

: hal ini telah menjadi keseharian ku

(Kono Sekai no Katasumi ni, 2016: 24.45)

Melalui data (5) dapat terlihat mengenai hal-hal apa saja yang disampaikan dalam kegiatan penyuluhan mengenai perang tersebut. Penyuluhan mengenai perang berusaha mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi serangan-serangan musuh, khususnya serangan udara. Posisi Kure yang menjadi pangkalan laut menjadikan

warganya perlu persiapan guna menghadapi berbagai serangan, termasuk juga para tokoh perempuan di lingkungan tersebut. Tokoh-tokoh perempuan yang terlihat dalam gambar (5) memperhatikan materi yang diberikan dalam penyuluhan tersebut meskipun dalam kondisi kedinginan sehingga duduk berdekat-dekatan. Hal tersebut menunjukkan bagaimana hubungan antar tokoh perempuan di lingkungan Kure, yang merupakan tempat tinggal mereka. Tokoh Houjou Suzu juga menjelaskan bahwa penyuluhan tersebut sudah menjadi bagian dalam kesehariannya sebagai seorang perempuan. Hal tersebut menunjukkan bagaimana partisipasi tokoh Houjou Suzu, serta tokoh perempuan lainnya dalam community roles di lingkungan tempat tinggal mereka.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan oleh seorang perempuan dalam memenuhi Community Rolesnya dalam suatu komunitas, khususnya pada masa Perang Dunia II. Hal tersebut dapat dilihat melalui anime Kono Sekai no Katasumi ni karya Sunao Katabuchi.

Kegiatan-kegiatan yang menunjukkan bentuk-bentuk Community Roles dalam penelitian ini adalah menjadi anggota aktif dalam Dai Nippon Fujinkai, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan tempat tinggal, seperti penjatahan makanan, pembuatan bungker persembunyian, pembuatan zori, dan penyuluhan mengenai perang. Hal tersebut menunjukkan bagaimana besarnya peran perempuan di masa perang baik secara internal di dalam keluarga maupun eksternal di dalam masyarakat.

Selanjutnya, penelitian ini dapat dikembangkan lebih dalam mengenai

triple roles perempuan yang dilaksanan pada masa pasca Perang Dunia II sehingga    mampu    menghasilkan

penelitian yang berkesinambungan satu dengan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adhitya, Reza Taufan. (2021).

Representasi Sejarah dan Dampak Perang Dunia II dalam komik Kono Sekai no Katasumi ni karya Fumiyo Kono. (skripsi). Universitas Udayana, Denpasar.

Ariefa, Nina Alia. (2020). Peran Perempuan    Jepang    dalam

Perspektif  Gender.   (penelitian).

Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta.

Alliyu, Nurudeen. (2016). “Patriarchys, women’s triple roles and development in Southwest Nigeria”. International Journal of Art and Humanities Bahir Dar- Ethiopia 5(4),                       94-110.

http://dx.doi.org/10.4314/ijah.v5i4. 7

Arntzen, Birgitte. (2015). Attention to Gender and Climate Change: Transformation of Gender Roles and Adaptive Capacity of Rural Women in Two Villages in Meatu District Tanzania. (Master Thesis). Norwegian University of Life Sciences, Ås.

Baba, Junko. (2017). “Discourse on food in World War II Japan”. Japanese Studies Review. Vol XXI. 131-153.https://asian.fiu.edu/projects-and-grants/japanstudies-review/journal-archive/volume-xxi-2017/baba-junkorevision-710-corrections-added.pdf

Balgah, Roland Azibo et al. (2019). “A Gender Analysis of IntraHousehold Division of Labor in Cameroon using moser’s triple roles framework. Asian Journal of Agricultural            Extension,

Economics&Sociology. Vol 29(4). 1-12. 10.9734/AJAEES/2019/v29i43009 5

Damanik, Frida. (2018). Tradisi Pemakaian Zōri dalam Kehidupan Masyarakat   Jepang.   (Skripsi).

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dewi, Putu Ayu Sintya, Mahagangga, I Gusti Agung Oka. (2016). “Triple roles perempuan pengelola art shop di pantai Sindhu kelurahan Sanur Denpasar Selatan”.   E-Jurnal

Destinasi   Pariwisata   Fakultas

Pariwisata Unud, 4(2),  14-19.

https://doi.org/10.24843/JDEPAR.2 016.v04.i02.p03.

Fajarwati, Alia et al. (2016). “The Productive and Reproductive Activities of Women as Form of Adaptation and Post-disaster Livelihood Strategies in Huntap Kuwang and Huntap Plosokerep”, Procedia Social and Behavioral Sciences,      227,      370-377.

https://doi.org/10.1016/j.sbspro.201 6.06.084.

Garon, S. (1993) “Women’s group and the Japanese state: contending approaches to political integration, 1890-1945”. Journal of Japanese Studies. Vol 19(1).    5-13.

https://doi.org/10.2307/132863

Havens, T.R. (1975). “Women and war in Japan, 1937-1945”. The American Historical Review, 80(4), 913-934.

https://doi.org/10.2307/1867444

Husselman, Charlemaine W. (2016). A Gender Analysis of The Triple Burden of Production, Reproduction and Community Service in the Rehoboth Constituency. (Thesis). The University of Namibia, Africa.

Lubis, Imelda. (2019). Analisis Multiple Roles Perempuan dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Perempuan Buruh Pabrik di kecamatan Sunggal, kabupaten Deli Serdang. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mac Laren et al. (2020). “Covid 19 and women’s triple burden: Vignettes from Sri Lanka, Malaysia, Vietnam and Australia”. MDPI Journal of social science,   9(5),    87-98.

https://doi.org/10.3390/socsci90500 87

Manandhar, P.K. (2008). Managing the Triple Roles: A Study on Rural Mountain Women’s Changing Routine in Nepal. ICIMOD. Diakses pada 6 Juli 2021 dari https://lib.icimod.org/record/13550

March, C., Smyth, I., Mukhopadhyay, M. (1999).  A Guide to  GenderAnalysis  Frameworks.   Oxford:

Oxfam.

Pekkanen, Robert., Read, Benjamin L., (2009). Local Organizations and Urban Governance in East and Southeast Asia: Straddling State and Society. New York: Routledge.

Utami, Yumadia; Luhur Wedayanti, Ni Putu; Ari Sulatri, Ni Luh Putu. (2020). “Mama Tomo dalam novel happiness karya Natsuo Kirino”. E-Jurnal Humanis Fakultas Sastra dan Budaya  Unud,  24(1),  20-

28.https://doi.org/10.24843/JH.202 0.v24.i01.p03

Wahyuni, Yekti. (2017). “Peran Produksi,Reproduksi, dan Sosial kemasyrakatan        perempuan

pengolah kerang hijau di Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Perempuan. Vol 22(4). 345-357.

http://dx.doi.org/10.34309/jp.v22i4. 207

Wilson, S. (2006). “Family or state?: Nation, war, and gender in Japan, 1937-45”.      Critical     Asian

Studies,38(2).209-238.

https://www.tandfonline.com/doi/a bs/10.1080/14672710600671194