HUMANIS

Journal of Arts and Humanities

p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019

Vol 25.4 November 2021: 529-538

Representasi Multilingualisme di Ruang Publik di Kawasan Wisata Canggu

Putu Weddha Savitri

Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia Email korespondensi: [email protected]

Info Artikel


Abstract

Masuk: 10 Juli 2021

Revisi: 5 Agustus 2021

Diterima: 10 September 2021

Keywords: multilingualism, public spaces, linguistic landscap, Canggu


This paper, as part of the study of Landscape Liguistics, aims to reveal how the multilingualism is represented in the public space in this area. In addition, to find out how the structure of writing and language patterns used in public spaces in the area. To collect the data, the method used in this research is the documentation method, then the data was analyzed quantitatively and qualitatively. The results showed that there were 13 languages used in public spaces, especially on markers of existing tourism facilities. English is the most dominant language used, Latin writing is also used in almost all markers, and also the language pattern that uses 2 - 3 different languages has shown this area to be considered as an international region.

Abstrak

Kata kunci: multilingualisme, ruang public, lanskap linguistic, Canggu

Corresponding Author: Putu Weddha Savitri

Email:

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

21.v25.i04.p12


Makalah ini bertujuan untuk mengungkapkan seperti apa representasi multilingualisme di ruang public di kawasan ini sebagai bagian dari kajian Liguistik Lanskap. Selain itu juga untuk mengetahui bagaimana struktur tulisan dan pola bahasa yang digunakan di ruang public dalam kawasan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi untuk mengumpulkan data, kemudian data akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 13 bahasa yang digunakan pada ruang public terutama pada penanda sarana pariwisata yang ada. Bahasa Inggris adalah bahasa yang paling dominan, tulisan latin juga digunakan pada hampir semua penanda, dan juga pola bahasa yang menggunakan 2 - 3 bahasa yang berbeda telah menunjukkan kawasan ini bisa dikatakan sebagai kawasan internasional

PENDAHULUAN

Multilingualisme adalah suatu fenomena yang tidak dapat dihindari dari interaksi global saat ini. Globalisasi dan kemudahan akses informasi sangat berpengaruh terhadap terbuka luasnya interaksi dan komunikasi yang melibatkan berbagai orang dari berbagai belahan dunia. Mereka dapat bertemu dan

berkumpul baik dalam dunia nyata maupun dunia maya dengan membawa budaya dan bahasanya masing-masing. Keadaan ini membuat seseorang atau suatu kelompok masyarakat akan terpapar berbagai macam bahasa sekaligus juga menjadi salah satu pendorong seseorang menjadi polyglot (orang yang berbicara beberapa bahasa).

Salah satu kelompok masyarakat yang sangat mungkin mengalami gejala multilingualisme adalah masyarakat yang berada di daerah pariwisata seperti Bali. Bali sebagai destinasi pariwisata internasional telah mengalami invasi berbagai budaya dan juga bahasa. Hal ini merupakan dampak yang tidak dapat dihidari dari mass tourism yang dialami oleh beberapa kawasan di Bali seperti Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa Dua, Ubud. dan Canggu.

Tingkat keberagaman wisatawan di daerah wisata Canggu sangat tinggi. Para wisatawan dari berbagai negara ini tentunya membawa budaya dan bahasa masing-masing, walaupun bahasa Inggris tetap menjadi bahasa komunikasi pertama antara para wisatawan dan penduduk local. Kawasan Canggu juga sangat diminati oleh para digital nomad (para pekerja yang membasiskan pekerjaan secara online) dan juga para ekspatriat dari berbagai negara, dimana mereka akan menghabiskan waktu mereka di Canggu lebih lama daripada wisatawan biasa (kurang lebih 2-3 bulan). Hal ini tentu saja semakin menguatkan kawasan ini sebagai kawasan multinasional sehingga sangat menarik untuk diteliti mengenai pertemuan berbagai bahasa dan budaya didalamnya. Pertemuan beragam budaya dan bahasa ini tentu saja akan membawa berbagai pengaruh tidak hanya terhadap kemampuan berbahasa asing penduduknya namun juga berpengaruh dalam berbagai aspek seperti penggunaan bahasa pada ruang publik di Bali. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut yaitu untuk melihat bagaimana atau apa saja bahasa yang ditemukan di ruang public di kawasan Canggu. Kajian tentang penggunaan bahasa di ruang public atau yang sering disebut sebagai Linguistik Lanskap merupakan salah satu studi yang ingin melihat lebih dalam tentang penggunaan bahasa pada tempat-

tempat umum termasuk papan petunjuk, nama jalan, nama tempat dan toko, dan yang lainnya, hal ini sejalan dengan pernyataan Landry dan Bourhiss (1997) :

The language of public road, signs, advertising boards, stret names, place names, commercial shop signs, and public signs on government building combines to form the linguistic landscape of a given territory, region, or urban agglomeration

Selain itu, linguistik lanskap, selanjutnya disingkat menjadi LL, juga menggambarkan interaksi bahasa di ruang public. Konsep LL tidak hanya melihat dan menganalisa bahasa saja, namun juga memungkinkan bersinggungan dengan konsep lain seperti sosiolinguistik, multilinguslisme, sosiologi, geografi budaya, semiotic, dan psikologi social pada suatu masyarakat tertentu. Dalam konteks interaksi berbagai budaya dan bahasa, maka multilingualisme juga dapat terepresentasikan dalam penggunaan bahasa di ruang public, hal ini sejalan dengan pernyataan Ben Rafael et.al (2006) bahwa LL refers to linguistic object that mark the public space. Jadi segala penanda kebahasaan yang ada di ruang public kawasan tertentu merupakan bahan kajian dari LL yang menarik untuk diteliti.

Penelitian atau studi LL telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Huebner (2006) meneliti campur kode dan perubahan bahasa di LL di Bangkok. Hasil analisis menunjukkan bahwa keragaman penggunaan bahasa di wilayah metropolitan Bangkok banyak mengalami perubahan penggunaan bahasa dari bahasa Mandarin ke bahasa Inggris. Penelitian LL untuk wilayah Bali sebelumnya dilakukan oleh Mulyawan (2017a: 8). Ia memfokuskan analisisnya pada iklan komersial luar ruang di kawasan Kuta, dengan kesimpulan bahwa

keberadaan LL di Kuta merupakan cerminan dari dukungan fasilitas untuk pengembangan kawasan Kuta sebagai destinasi wisata.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka menarik untuk dilakukan sebuah analisis mengenai multilingualisme pada suatu kawasan wisata dengan melihat penggunaan bahasa di ruang publiknya, terutama penanda bahasa pada sarana pariwisata yang ada di daerah tersebut.

Rumusan masalah dalam artikel ini adalah sebagai berikut: Bahasa apa saja yang digunakan di ruang public khususnya sarana pariwisata di kawasan wisata Canggu sebagai representasi dari multilingualisme?, serta Bagaimana pola penggunaan berbagai bahasa asing termasuk struktur tulisannya?.

METODE DAN TEORI

Lokasi penelitian ini adalah Kawasan wisata Canggu yang terletak di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung-Bali. Berdasarkan profil desa yang diperoleh dari Kantor Desa Canggu Tahun 2019, total luas wilayahnya adalah 524 hektar dimana setengah dari luas wilayahnya masih merupakan tanah persawahan dan bagian

Gr 2. Jalan Pantai Berawa

baratnya merupakan pesisir pantai. Hal ini menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan karena mereka masih dapat menikmati pemandangan persawahan sekaligus juga pantai yang tidak dapat ditemui dikawasan wisata lain seperti Kuta dan Seminyak. Berikut adalah lokasi Penelitian yaitu Desa Canggu dan dua jalan utama yang dijadikan focus penelitian.

Gambar 1. Peta wilayah desa Canggu

Gb 2. Jalan Pantai Batu Bolong

Penelitian ini focus pada pengambilan gambar seluruh penanda ruang public yang menunjukkan sarana pariwisata yang ada di 2 jalan yaitu Jalan Pantai Berawa dan Jalan Raya Batu Bolong. Kedua jalan ini merupakan jalan yang paling ramai komunitas wisatawannya karena sarana pariwisata yang ada disini sangat banyak dan beragam mulai dari hotel, villa, resort, restoran, café, beach club, boutique, dan lain sebagainya. Penanda tempat-tempat itulah yang menjadi objek penelitian ini, karena sebagai penanda ruang public yang dapat merepresentasikan penggunaan bahasa di kawasan tersebut.

Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan dalam menganalisis data foto atau gambar terutama mengetahui komposisi dan frekuensi kemunculan bahasa-bahasa asing yang merepresentasikan multilingualisme. Sedangkan analsisi kualitatif digunakan untuk menganalisis seluruh aspek bahasa dan bentuk tulisan yang ditemukan di lokasi peneiltian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini analisis tentang multilingualisme yang terepresentasi melalui linguistic lanskap di kawasan Canggu dilakukan dengan menginventaris seluruh papan penanda sarana pariwisata yang ada di jalan Pantai Berawa dan Jalan Batu Bolong, dimana kedua jalan tersebut adalah kawasan favorit wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Seluruh informasi tulis yang terdapat pada papan penanda sarana pariwisata merupakan objek dari penelitian ini. Hasil dari pengumpulan data didapat 276 foto yang berisikan bahasa tulis pada penenda sarana pariwisata di lokasi penelitian. Dari 276 data, sarana pariwisata dikelompok-kelompokkan berdasarkan jenisnya yaitu:

  • 1.    Sarana pokok kepariwisataan (Main

Tourism Superstructure) yaitu

perusahaan      utama      yang

keberlangsugan usahanya sangat bergantung pada kedatangan wisatawan. Fungsi dari sarana pokok kepariwisayaan      ini      adalah

menyediakan fasilitas pokok bagi wisatawan seperti agen/ biro perjalanan wisata, perusahaan transportasi, restaurant/jasa boga dan catering, serta hotel dan jenis akomodasi lainnya seperti resort, villa, guest house, dan lain sebagainya

  • 2.    Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing            Tourism

Suprastructure) adalah perusahaan yang berfungsi dalam menyediakan sarana atau fasilitas rekreasi sebagai pelengkap      sarana      pokok

kepariwisataan, sehingga dapat menambah waktu tinggal wisatawan menjadi lebih lama pada daerah yang dikunjunginya. Yang tergolong dalam      sarana      pelengkap

kepariwisataan ini adalah fasilitas olahraga (gym), toko perhiasan (jewelry), toko pakaian (boutique), laundry, salon kecantikan dan barbershop, dan lain-lain

  • 3.    Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Suprastructure) merupakan perusahaan yang mendukung sarana pokok dan sarana pelengkap dan berfungsi untuk meningkatkan daya beli wisatawan atau dengan kata lain agar wisatawan menghabiskan uang yang lebih banyak di tempat wisata yang dikunjunginya. Yang tergolong dalam kategori ini adalah Spa, Beach Club, Night Club, Steam Baths, Casino dan lain-lain. Namun sarana ini tidak mutlak karena tidak semua wisatawan membutuhkan pelayanan tersebut.

Dari data yang didapatkan berupa dokumentasi penggunaan bahasa yang digunakan pada papan-papan penanda sarana pariwisata, bahasa verbal pada penanda tersebut kemudian dianalisis untuk menjawab permasalahan dari peneltian ini yaitu bagaimana reperesentasi multilingualisme di kawasan wisata canggu sebagai kajian Lingusitik Lanskap.

Penggunaan Berbagai Bahasa di Ruang Publik

Bagian ini focus pada pembahasan mengenai bahasa yang digunakan di Ruang Publik khususnya penanda sarana pariwisata di kawasan Wisata Canggu. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa kawasan wisata Canggu merupakan kawasan pariwisata Internasional dimana berbagai bahasa dapat ditemukan dalam penanda sarana pariwisata di daerah tersebut. Bahasa yang paling banyak digunakan adalah Bahasa Inggris, dimana hal ini menandakan bahwa hampir semua sarana pariwisata memang diperuntukkan untuk wisatawan mancanegara. Seperti kita ketahui, Bahasa Inggris adalah Bahasa Internasional pertama yang digunakan pada pertemuan lintas negara dan menjadi bahasa asing yang paling banyak digunakan diseluruh dunia baik sebagai bahasa pertama maupun bahasa kedua. Sedangkan penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali sebagai bahasa Ibu dari masyarakat atau penduduk lokal Desa Canggu dapat dikatakan termarginalkan karena mendapat persentase yang kecil jika dibandingkan dengan bahasa Inggris. Selanjutnya beberapa bahasa asing lainnya juga ditemukan, dan berikut adalah bahasa-bahasa yang dapat

ditemukan di kawasan tersebut beserta frekuensi kemunculannya yaitu:

1. Bahasa Indonesia

60 kali

2. Bahasa Bali

16 kali

3. Bahasa Inggris

241 kali

4. Bahasa Jepang

13 kali

5. Bahasa Spanyol

6 kali

6. Bahasa Itali

6 kali

7. Bahasa Prancis

10 kali

8. Bahasa Hindi

4 kali

9. Bahasa Vietnam

2 kali

10. Bahasa Rumania

2 kali

11. Bahasa Estonia

1 kali

12. Bahasa Jerman

1 kali

13. Bahasa Slovakia

1 kali

Jadi ada 13 bahasa yang digunakan dalam berbagai penanda sarana pariwisata yang terdapat di ruang public di kawasan Canggu termasuk 2 bahasa lokal yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali. Dengan fakta ini, maka dapat dikatakan bahwa kawasan Wisata Canggu merupakan kawasan multilingualisme sebagai cerminan suatu kawasan Internasional yang didatangi oleh wisatawan mancanegara dari berbagai belahan dunia. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling dominan bahkan jika diabndingkan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa di negara ini. Sedangkan bahasa-bahasa asing lainnya muncul dalam frekuensi yang sangat rendah, dan pada umumnya, bahasa-bahasa tersebut selalu bersanding dengan bahasa Inggris, atau dengan kata lain sangat jarang yang dalam satu penanda hanya menggunakan satu bahasa saja. Untuk lebih jelasnya mengenai frekuensi penggunaan masing-masing bahasa dapat dilihat pada diagram berikut.

Total

Total


Diagram 1. Frekuensi penggunaan suatu bahasa di ruang public

Jadi sangat jelas terlihat bahwa kemunculan Bahasa Inggris pada ruang public di kawasan Canggu sangat tinggi atau jauh mendominasi penggunaan bahasa-bahasa lainnya. Kehadiran Bahasa Inggris bersama dengan 2 bahasa ibu (Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali) dan 11 bahasa asing di kawasan Canggu dapat dikatakan sudah merepresentasikan multilingualisme di ruang public di kawasan wisata tersebut. Tidak menutup kemungkinan jumlah bahasa asing yang digunakan bertambah karena lokasi penelitian ini hanya melingkupi 2 jalan utama (jalan Pantai Berawa dan Jalan Pantai Batu Bolong) sebagai representasi dari seluruh kawasan wisata Canggu. Kedua jalan ini merupakan 2 jalan yang paling ramai di kawasan tersebut, dan jika dilihat secara kasat mata, sepanjang kedua jalan ini dapat ditemukan sarana pariwisata yang banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara.

Pola Bahasa dan tulisan pada Penanda Sarana Pariwisata

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa dari 276 data penanda ruang public sarana pariwisata di lokasi penelitian, terdapat 13 bahasa yang digunakan dalam bentuk tulis. Pola bahasa yang digunakan pada Penanda Sarana Pariwisata ditentukan dengan mengklasifikasikan data menjadi penanda yang menggunakan 1 bahasa, 2 bahasa dan 3 bahasa, kemudian dijabarkan

bahasa apa saja yang muncul dari ketiga kategori tersebut.

  • 1.    Penanda dengan 1 Bahasa

Dari kategori penanda dengan 1 bahasa, terdapat 194 data yang hanya menggunakan 1 bahasa pada papan namanya, dimana sekitar 79,8% menggunakan bahasa Inggris seacara keseluruhan, kemudian bahasa Indonesia sekitar 8%, bahasa Prancis sekitar 3%, dan bahasa lainnya (Bali, Italia, Spanyol, Jepang, Hindi, Vietnam) dibawah 2%. Akan tetapi meskipun jumlahnya tidak banyak, namun bahasa-bahasa asing tersebut cukup memberi kesan Internasional dan multilingual di kawasan tersebut. Penggunaan    Bahasa    Inggris

ditemukan di hampir semua jenis sarana pariwisata seperti contoh-contoh berikut:  Wijaya Tourist

Information Service, Yogi Scooter Bike Rental, Betesda Guest House Swimming Pool and Restaurant, Silk Road Whole Foods Café, dan lain-lain. Kata-kata dalam Bahasa Inggris seperti homestay, guesthouse, bungalow, café, beauty salon & Spa, lunch, beach adalah kata-kata Bahasa Inggris yang digunakan dengan frekuensi tinggi. Berikut adalah diagram mengenai presentasi kemunculan masing-masing bahasa tersebut.


□ Inggris

□ Indonesia

□ Bali

□ Itali

□ Spanyol

□ Prancis

□ Hindi

□ Jepang

□ Vietnam
  • 2.    Penanda dengan 2 bahasa

Dari kategori penanda dengan dua bahasa, terdapat 80 penanda sarana pariwisata yang menggunakan gabungan 2 bahasa. Berbagai gabungan bahasa ditemukan, mulai dari Bahasa Inggris-Indonesia, Inggris-Prancis, Inggris-Bali, Inggris-Jepang, Inggris-Spanyol, Inggris-Itali, Inggris-Estonia, Inggris-Vietnam, Inggris-Rumania, Inggris-Hindi, Inggris-Mandarin, Indonesia-Bali, dan lain

sebagainya. Dapat dilihat bahwa Bahasa Inggris masih mendominasi penggunaan Bahasa di ruang publik karena apapun bahasa yang muncul, selalu ada kata atau informasi lainnya dalam bahasa Inggris. Jadi data menunjukkan bahwa bahasa Inggris muncul hampir pada 93% penanda pariwisata yang menggunakan dua bahasa. Berikut adalah diagram yang menunjukkan kemunculan bahasa-bahasa tersebut.


□ Inggris

□ Prancis

□ Indonesia

□ Bali

□ Jepang

□ Spanyol

□ Itali

□ Estonia

□ Rumania

□ Hindi

□ Vietnam

Yang cukup menarik adalah gabungan antara bahasa Inggris -Indonesia paling tinggi terjadi yaitu ditemukan dalam 37 data (75%), kemudian Bahasa Inggris – Bali

ditemukan pada 12 data (23%). Hal ini menandakan bahwa Bahasa Ibu tetap ditunjukkan atau diperkenalkan kepada wisatawan sebagai jati diri bangsa. Pola penggunaan Bahasa

Indonesia dan Bahasa Bali biasanya hanyalah merupakan penyisipan satu kata bahasa Indonesia ataupun Bahasa Bali ke dalam frasa yang bahasa Inggris. Kata-kata seperti warung, nama makanan asli Indonesia seperti sate, bakso, dan nama diri seperti yogi, iluh, made, agung dan lain-lain merupakan katakata yang paling sering ditemukan berkombinasi dengan bahasa Inggris. Berikut adalah contoh penggunaan gabungan 2 bahasa yang mencerminkan penyisipan bahasa Indonesia dan Bahasa Bali pada penanada sarana pariwisatadi kawawan wisata Canggu, seperti Jari Bali Rent Motor Bike, Leyeh-Leyeh Homestay, Putu Guesthouse, Rimbun boutique resort

  • 3.    Penanda dengan 3 Bahasa

Untuk kategori ini, hanya terdapat 2 data yang menggunakan 3 bahasa sekaligus dalam papan namanya, yaitu bahasa Indonesia-Bali-Inggris, dan bahasa Indonesia-Spanyol-Inggris. Berikut adalah gambar yang menunjukkan hal tersebut. Berdasarkan fakta kombinasi bahasa (language mixing) yang terdapat di kawasan wisata Canggu, dapat dikatakan bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa yang paling dominan digunakan pada papan nama sarana pariwisata. Bahasa Inggris ini digunakan baik pada keseluruhan papan nama maupun bercampur atau dikombinasikan dengan berbagai bahasa seperti bahasa Indonesia, Bahasa Bali, Prancis, Italia, Spanyol, dan lain-lain. Frekuensi kemunculan ataupun penggunaan bahasa Inggris bahkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemunculan bahasa Indonesia. Hal ini menandakan

bahwa kawasan ini merupakan kawasan wisata yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara yang diasumsikan akan dengan mudah mengerti Bahasa Inggris dibandingkan dengan bahasa lokal ataupun bahasa asing lainnya.

Sedangkan untuk struktur tulisan atau aksara yang dipakai, sangat jarang sekali ditemukan aksara khusus, karena hampir 95% penanda sarana pariwisata di kawasan Canggu menggunakan aksara atau huruf Latin. Beberapa aksara dari negara tertentu yang memang memiliki aksara tersendiri seperti Jepang dan Mandarin kemunculannya sangat rendah, bahkan aksara Bali yang merupakan aksara lokal juga sangat jarang ditemukan (hanya 3%). Fakta ini menunjukkan bahwa segala sarana pariwisata yang ada di kawasan tersebut memang diperuntukkan kepada berbagai wisatawan mancanegara yang datang ke daerah tersebut, tidak merujuk pada wisatawan yang spesifik dari negara tertentu seperti Jepang, CIna, Korea, ataupun Rusia yang mempunyai aksara tersendiri. Bahkan aksara lokal (aksara Bali) sangat termarginalkan di kawasan ini.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa Linguistik Lanskap Kawasan wisata Canggu sangat merepresentasikan multilingualisme karena ada 13 bahasa yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu jalan Pantai Berawa dan Jalan Pantai Batu Bolong di Kawasan Wisata Canggu. Bahasa-bahasa tersebut adalah Bahasa Indonesia, Bali, Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, Jerman, Jepang, Hindi, Mandarin, Estonia, Rumania, Vietnam. Bahasa yang paling mendominasi adalah Bahasa Inggris yaitu sekitar 80% penanda sarana pariwisata mengandung

unsur Bahasa Inggris. Hal ini dapat dipahami karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional utama dan hampir semua kata nya dapat dengan mudah dipahami baik oleh penduduk lokal maupun wisatawan.

Pola bahasa yang ditemukan di kawasan tersebut dapat dikatakan mewakili etnis yang mendiami kawasan tersebut. Bahasa Indonesia dan Bahasa Bali tentu saja mewakili penduduk lokal di Canggu, dan bahasa asing lainnya terutama bahasa Inggris dan bahasa lainnya dapat menjadi representasi multibangsa yang ada di kawasan Canggu sebagai daerah destinasi wisata favorit di Bali

UCAPAN TERIMAKASIH

Penelitian ini didanai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana TA 2020 sesuai dengan Surat Amandemen Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: B/111/UN14.2.1.II/PT.01.03/2020.

Untuk itu terimakasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Udayana dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana atas hibah yang telah diberikan pada penulis demi terlaksananya penelitian ini. dan segenap civitas akademika di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana yang telah medukung baik sumbangan ide dan moril untuk menyelesaikan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akindele, Dele Olufemi. 2011. Linguistic

Landscapes as Public

Communication: A Study of Public Signage in Gabarone Botswana. Macrothink Institute: International Jurnal of Linguistics 2011, Vol. 3, No. 1: E39

Ben-Rafael, Eliezer, Elana Shohamy, Muhammad Hasan Amara, dan Nira Trumper-Hecht. 2006. Linguistic Landscape as Symbolic Construction of the Public Space: The

Case of Israel. International Journal of Multilingualism 3, no. 1 (April): 7– 30.

Brown, K. D. (2012) The linguistic landscape of educational spaces: Language revitalization and schools in Southeastern Estonia. In D. Gorter, H.F. Marten and L. Van Mensel (eds) Minority Languages in the Linguistic Landscape (pp. 281–298). Basingstoke: Palgrave Macmillan.

Budarina, Olena. 2015. “Linguistic Landscape Research:Some

Methodological Remarks”. Scripta Neophilologica Posnaniensia. TOM 15:    Strony:    35-42.DOI

10.7169/snp.2015.15.03

Cenoz, J.  And D.  Gorter.2006.

“Linguistic landscape and minority languages”. In: Gorter, D.(Ed.). Linguistic landscape:   a new

approach to multilingualism. Clevedon:  Multilingual Matters.

67–80.

Erikha, Fajar. 2018. Konsep Lanskap linguistic pada Papan Nama Jalan Kerajaan (Rajamarga): Studi Ksus Kota Yogyakarta. Paradigma Jurnal Kajian Budaya, Vol.8 No.1 : 38-52

Fajri, Khairul. 2016. Pengertian Pariwisata, Jenis-jenis dan Macam-macam serta Sarana dan Prasaranya.

https://www.dataarsitek.com/2016/ 11/pengertian-pariwisata-jenis-

jenis-dan-macam-macam-serta-sarana-prasarananya.html

https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/3518794 (retrieved 28 november 2019)


Gorter, D. (Ed.).  2006c. Linguistic

landscape: a new approach to multilingualism.         Clevedon:

Multilingual Matters.

Gorter, D. and Cenoz, J. (2015) Translanguaging and linguistic landscapes. Linguistic Landscape 1(1), 54-74.

Gorter, Durk. “Method and technique of Linguistic Landscapes research: About Definitions, Core Issues, and Technological Innovations”.

Huebner, Thom. 2006.  Bangkok’s

L..inguistic             Lanscapes:

Enviromental Print, Codemixing and Language Change. Clevedon: Multi Lingual Matters Ltd.

Landry, Rodrigue, dan Richard Y. Bourhis.      1997.      Linguistic

Landscape and Ethnolinguistic Vitality:  An Empirical Study.

Journal of Language and Social Psychology 16, no. 1: 23–49.

Mulyawam,    I Wayan.    2017.

“Glocalization     of Balinese

Language as Outdoor Sign in Desa Adat Kuta Bali”. International Journal of Education, Universitas Pendidikan Indonesia, Vol.10 Ni.1, 2017. 82-87

Puzey, Guy. 2016. Linguistic Landscapes. Dalam The Oxford of Handbook of Names and Naming, ed. Carole Hough, 476–496. Oxford: Oxford University Press

Rostika, Melida. Lupakan Kuta dan Canggu yang Padat, Canggu adalah Idola Baru Pulau Bali.