CERPEN ANGLANGKAHI KARANG ULU DAN CERPEN MERTA MATEMAHAN WISIA KARYA I MADE SUARSA ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA
on
1
CERPEN ANGLANGKAHI KARANG ULU DAN CERPEN MERTA MATEMAHAN WISIA KARYA I MADE SUARSA ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA
Nyoman Dewi Arum Trisnanti Utami
Program Studi Sastra Bali
Abstract
This study examines the literary short stories about Anglangkahi Karang Ulu and short stories Merta Matemahan Wisia that contained in Pupulan 12 Carita Cutet Basa Bali Merta Matemahan Wisia by I Made Suarsa to discusses the main problems of the structures and the social aspects that exist in this short story.
The theory that used in this study is the structural theory and the theory of sociology of literature, while the methods and techniques include, provision of stage data using the method of observation and interviews, assisted with the recording techniques, and translation techniques. Stage of data processing using the qualitative methods aided by descriptive analytic techniques, and the presentation of the results of the data analysis stage using informal methods aided by deductive and inductive techniques.
Theoretical basis is used based on the structural Teeuw’s opinion. The foundation of the theory of sociology of literature are used based on the opinions of Wellek and Warren, the author as the creator of literature and sociology literature linking literature with the social aspects in it.
The results obtained in this study establish the unfolding narrative structure of short stories Anglangkahi Karang Ulu and short stories Merta Matemahan Wisia incident, plot, character and characterization, theme, and the mandate. Social aspects contained in the short stories Anglangkahi Karang Ulu and short stories Merta Matemahan Wisia covering aspects of religion, forms of marriage, naming aspect, and the aspect of trust.
Keywords: short story, sociology, literature.
-
1. Pendahuluan
Cerpen atau cerita pendek merupakan suatu jenis kesusastraan Bali modern yang berbentuk prosa naratif fiktif . Ciri-ciri khas sebuah cerpen adalah singkat, padu, intensif (brevity, unity, intensity), unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak, bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian, di dalam cerpen harus ada sebuah insiden yang terutama menguasai cerita, dan sebuah cerpen harus mempunyai seorang pelaku yang utama (Guntur Tarigan, 1984: 177).
Pupulan Cerpen Merta Matemahan Wisia terdiri dari dua belas cerpen yaitu: Profesor Wawu Makebior, Anglangkahi Karang Ulu, Dereng Malebu Wis Metu, Jele Ulian Pianak Melah Ulian Pianak, Ngelidin Sema Nepukin Setra, Papengka Wikridita, Sekar Jepun Mas, Guling Buntut, Tatkala Kulkul Wangsit Madanglit Nglilit Bukit Pingit, Numbas Payuk Mimbuh Tutup, Merta Matemahan Wisia, Selang-Seling Ikuh. Keduabelas cerpen ini menggunakan bahasa Bali alus yang secara tidak langsung pengarang mengharapkan para pembaca bisa lebih terbiasa untuk membaca atau mendengar bahasa Bali alus. Pengarang menggunakan teknik menggantung dalam bercerita sehingga mengajak pembaca untuk berperan aktif dan tanggap akan permasalahan yang diangkat dan menemukan penyelesaiannya sendiri. Dari kedua belas cerpen yang terdapat dalam pupulan Cerpen Merta Matemahan Wisia, ditemukan dua cerpen yang memiliki motif yang sama yaitu pada cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia yang mengangkat mengenai percintaan yang dilatar belakangi wangsa. Pada cerpen Anglangkahi Karang Ulu ditonjolkan kisah percintaan antara seorang wanita wangsa Brahmana dengan seorang laki-laki jaba wangsa dan konfliknya terjadi dengan orang tua yang tidak menyetujui hubungan itu. Kemudian pada cerpen Merta Matemahan Wisia kembali mengangkat mengenai percintaan, namun percintaan antara seorang laki-laki wangsa brahmana dengan wanita jaba wangsa yang berakhir kematian.
Berdasarkan latar belakang di atas maka terdapat dua permasalahan yang akan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
-
1. Unsur-unsur apa saja yang membangun struktur naratif cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia?
-
2. Aspek-aspek sosial apa sajakah yang terdapat dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia?
Adapun tujuan penelitian dari cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia ini antara lain:
-
1. Mengetahui unsur-unsur yang membentuk struktur naratif cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia.
-
2. Mengetahui aspek-aspek sosial yang terkandung didalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia.
Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan data yang menggunakan metode observasi dan wawancara dibantu dengan teknik terjemahan, pencatatan dan rekam. Tahap analisis data menggunakan metode kualitatif dibantu dengan teknik deskriptif analitik, Tahap penyajian analisis data menggunakan metode informal dibantu dengan teknik berfikir deduktif induktif.
-
5. Hasil dan Pembahasan
-
5.1 Tinjauan Struktur Cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Cerpen Merta Matemahan Wisia
-
Analisis terhadap struktur naratif pertama yaitu insiden. Insiden dalam Cerpen Anglangkahi Karang Ulu terdapat enam insiden penting yang keseluruhannya saling sambung menyambung sehingga membentuk suatu jalinan cerita yang utuh, sedangkan pada cerpen Merta Matemahan Wisia terdapat tujuh insiden penting. Alur pada cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia sama-sama menggunakan alur lurus namun terdapat pada beberapa bagian tertentu dalam kedua cerpen ini yang menggunakan alur sorot balik (flash back) untuk menyajikan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang berupa kenangan dan ingatan tokoh. Tokoh dan penokohan pada cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia yang meliputi tokoh utama, tokoh sekunder, dan tokoh komplementer atau pelengkap.
Pengarang juga menggambarkan perwatakan tokoh pada kedua cerpen tersebut ke dalam tiga dimensi pokok yaitu fisikologis, psikologis, dan sosiologis, sedangkan penokohannya digambarkan dengan cara gabungan yaitu analitik dan dramatik. Tema dari masing-masing cerpen adalah Cerpen Anglangkahi Karang Ulu yaitu kisah percintaan yang dilatar belakangi masalah wangsa dan mendapat perlawanan dari orang tuanya. Cerpen kedua yaitu Merta Matemahan Wisia mengandung tema kisah percintaan yang dilatar belakangi perbedaan wangsa namun berakhir pada kematian. Amanat dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu yaitu tidak membeda-bedakan seseorang karena status sosialnya terutama karena wangsa, sedangkan amanat dalam cerpen Merta Matemahan Wisia yaitu agar selalu berhati-hati dalam melakukan sesuatu karena tidak semua maksud baik akan berakhir dengan kebaikan pula.
Aspek-aspek sosial yang terkandung dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia adalah aspek agama yang meliputi aspek filsafat (tattwa), aspek ritual (upacara), bentuk perkawinan, aspek penamaan, dan aspek kepercayaan. Adapun Aspek-aspek tersebut sebagai berikut:
-
a) Aspek agama, filsafat (tatwa) yakni mengetengahkan konsep dari ajaran Tri Hita Karana yaitu parahyangan, pawongan dan palemahan. Pada cerpen Anglangkahi Karang Ulu terdapat konsep pawongan, sedangkan pada cerpen Merta Matemahan Wisia terdapat konsep parahyangan dan pawongan. Konsep palemahan tidak digambarkan secara jelas dalam kedua cerpen tersebut. Ritual (upacara) yakni mengetengahkan konsep upacara perkawinan yang terdapat dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu yaitu upacara pati wangi dan tutug kambuhan sedangkan dalam cerpen Merta Matemahahan Wisia terdapat aspek upacara yaitu upacara mapamit. Upacara pati wangi bermakna menghilangkan keharuman (wangsa, nama, derajat) mempelai perempuan yang dianggap bewangsa lebih tinggi dari pada mempelai laki-lakinya (Kerepun,2007:186). Upacara tutug kambuhan
dilakukan pada bayi yang berusia 1 bulan 7 hari yang bertujuan sebagai pembersihan terhadap si bayi beserta ibunya, dan membebaskan si bayi dari pengaruh-pengaruh Nyama Bajang (saudara-saudara yang disebut bajang) (Panitia Tujuh Belas, 1986:220). Sedangkan upacara mepamit merupakan suatu ritual pada setiap proses perkawinan yang bertujuan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya (Budiana, 2009:92-93).
-
b) Bentuk Perkawinan, yakni dalam cerpen Anglangkahi Karang dan Merta Matemahan Wisia sama-sama terdapat bentuk perkawinan ngerorod (kawin lari). Ngerorod (kawin lari) yaitu bentuk perkawinan yang dalam hal ini pada umumnya antara kedua calon mempelai sudah ada hubungan cinta kasih, akan tetapi biasanya orang tua calon mempelai perempuan tidak menyetujui hubungan mereka
-
c) Aspek Penamaan terdapat dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu yaitu pemberian predikat Jero kepada Ibu Ida Ayu Tirta. Perempuan Bali Hindu dari golongan sudra wangsa yang menikah dengan laki-laki dari golongan tri wangsa tidak masuk dalam warga atau soroh suaminya. Namanya akan diganti dengan sebutan Jero diikuti nama bunga seperti cempaka, puspa atau pudak (Kerepun,2007:183). Dipilihnya nama-nama bunga untuk mengikuti predikat Jero tersebut karena bunga merupakan lambang kesucian, kehormatan dan keagungan, serta bertujuan agar kelak si perempuan yang menyandang predikat Jero tersebut hendaknya berperilaku seperti bunga yang selalu menjaga kehormatan, kesucian dan keagungannya.
-
d) Aspek Kepercayaan dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Merta Matemahan Wisia terdapat beberapa aspek-aspek kepecayaan. Diantaranya, dalam cerpen Anglangkahi Karang Ulu adanya kepercayaan tentang larangan pernikahan beda wangsa. Kepercayaan masyarakat tentang larangan seorang laki-laki dari golongan jaba wangsa menikah dengan wanita golongan tri wangsa masih sangat
kuat, padahal larangan perkawinan beda wangsa atau yang sering disebut Asu Pundung dan Anglangkahi Karang Ulu tersebut telah dihapuskan secara berani oleh DPRD Bali dengan Paswara No.11/DPRD, tertanggal 12 Juli 1951. Sedangkan pada cerpen Merta Matemahan Wisia terdapat kepercayaan tentang adanya suatu peristiwa yang dipercayai sebagai firasat akan terjadi suatu bencana.
-
a. Struktur naratif yang terdapat dalam Cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Cerpen Merta Matemahan Wisia meliputi insiden, alur, tokoh penokohan, tema, dan amanat.
-
b. Aspek-aspek sosial yang terkandung dalam Cerpen Anglangkahi Karang Ulu dan Cerpen Merta Matemahan Wisia yaitu aspek agama meliputi aspek filsafat Tri Hita Karana dan aspek ritual (upacara) meliputi upacara pati wangi, tutug kambuhan, dan mepamit. Bentuk perkawinan yang digunakan oleh kedua cerpen tersebut adalah bentuk perkawinan ngerorod. Aspek penamaan yakni pemberian predikat jero. Aspek Kepercayaan meliputi kepercayaan tentang nyerod dan suatu peristiwa yang dipercayai sebagai suatu firasat akan terjadi suatu bencana.
Brahim. 1969. Drama dalam Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Budiana, I Nyoman.2009. Perkawinan Beda Wangsa dalam Masyarakat Bali. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Esten, Mursal. 1984. Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya Padang.
_______.1987. Kesusastraan, Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
________. 1990. Kesusastraan, Pengantar Teori dan Sejarah . Bandung : Angkasa
Jaman, I Gede. 1998. Membina Keluarga Sejahtera (Grha Jagaditha). Surabaya: Paramita.
Kerepun, Made Kembar.2007. Mengurai Benang Kusut Kasta. Denpasar: Empat Warna Komunikasi
Panitia Tujuh Belas. 1986. Pedoman Sederhana Pelaksanaan Agama Hindu dalam Masa Pembangunan. Jakarta: Yayasan Merta Sari.
Putra, I. G. A. Mas Muterini. 1988. Panca Yadnya. Jakarta: Yayasan Dharma Sarati.
Putra, I Nyoman Darma. 2000. Tonggak Baru Sastra Bali Modern. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
______. 2010. Tonggak Baru Sastra Bali Modern. Denpasar : Pustaka Larasan.
Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
______.2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
______.2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Suarsa, I Made. 2008. Pupulan 12 Carita Cutet Basa Bali Merta Matemahan Wisia.
Surabaya : Paramita
Sudaryanto. 1982. Metode Linguistik Bagian I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Sudjiman, Panuti. 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia.
Sumardjo, Jakob dan Saini, K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
Tarigan. H. G. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Percetakan Angkasa.
Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia.
Discussion and feedback