1

KONFLIK ANTARA INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

DAN MASYARAKAT DI DESA PENGAMBENGAN

KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA

Putu Tegar Buana Putra

Program Studi Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana

abstrak

This study tries to examine the phenomenon of conflict involving the fish processing industry and the community in the village of Pengambengan, State District, Jembrana regency. Problems in this study focused on the root causes of conflict, conflict and forms of conflict resolution is done with the fish processing industry communities.

There are two theories that are used to explore the research problem is Conflict Theory by Lewis Coser about the safety valve as well as the conflicts realistic and non-realistic. Reciprocity theory is used to examine the relationship between community Pengambengan and fish processing industries. This study uses qualitative descriptive-qualitative analysis.

Conflicts between communities and the fish processing industry in the village Pengambengan caused by environmental pollution factors by fish processing industries such as marine water pollution, soil and air, further jealousy factor between the community and the fish processing industry in the village Pengambengan, and the factor of competition between the processing industry fish in the Village Pengambengan. Form of conflict in the village Pengambengan covering protests from villagers Pengambengan due to environmental pollution, the write-off action is performed by the youths Pengambengan, action of throwing the fish processing industry, then being rejected by the supply of fish from outside the village community Pengambengan. The conflict resolution chosen by the public and the fish processing industry negotiations.

Keywords: Fish Processing Industries, Conflict, Environmental Pollution

  • 1.    Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Jika dilihat dari sumber daya alamnya, Indonesia merupakan negara agraris dan maritim. Melihat luas perairan Indonesia lebih luas dari luas daratannya, Indonesia sangat berpotensi untuk mengeksplorasi sumber daya perairannya (Wikipedia: Geografis Indonesia).

Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan dengan gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 17.508 pulau. Luas wilayah perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 5,8 juta kilo meter dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yakni sekitar 1800 kilo meter. Potensi ikan di wilayah perairan laut Indonesia diperkirakan mencapai 6,26 juta ton pertahun yang dapat dikelola dengan rincian 4.4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia dan 1.86 juta ton ditangkap di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Pemanfaatan potensi perikanan laut Indonesia walaupun telah mengalami berbagai peningkatan pada beberapa aspek, namun secara signifikan belum dapat memberi kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian dan peningkatan pendapatan masyarakat nelayan Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2012).

Indonesia tergolong negara yang berpotensi pada sektor perikanan. Namun dalam mengoptimalkan potensi tersebut, peran sumber daya manusia sangat penting untuk mendukung suatu pembangunan (Munir, 2005: 103). Nelayan merupakan salah satu jenis sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan kualitasnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja nelayan agar dapat melakukan penangkapan secara optimal, sekaligus melestarikan sumber daya alam, khususnya biota laut sehingga keseimbangan ekosistem di laut tetap terjaga.

Ikan hasil tangkapan nelayan Indonesia selain diekspor, juga untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Beberapa jenis ikan yang tidak diekspor, diolah untuk menambah nilai jualnya. Salah satu hasil olahan ikan yang banyak dijual di pasar sampai super market adalah dalam bentuk ikan kalengan. Di Indonesia banyak terdapat industri pengolahan ikan, salah satunya di Bali. Selain terkenal sebagai daerah tujuan wisata, Bali juga memiliki kompleks industri pengolahan ikan yang berada di Kabupaten Jembrana.

Desa Pengambengan merupakan salah satu pusat industri pengolahan ikan terbesar di Bali, khususnya di Kabupaten Jembrana. Desa Pengambengan memiliki pelabuhan perikanan yang disebut Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan. Pelabuhan tersebut didirikan karena mengacu pada potensi yang dimiliki Desa Pengambengan yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai nelayan. Oleh karena itu, dengan adanya pelabuhan perikanan tersebut diharapkan akan memperbaiki perekonomian di Desa Pengambengan.

Adanya industri pengolahan ikan di desa tersebut memberi dampak positif dan negatif bagi masyarakat Kabupaten Jembrana khususnya masyarakat Desa Pengambengan. Dampak positif yang nyata dirasakan dengan adanya industri pengolahan ikan yakni menambah lapangan pekerjaan seperti menjadi buruh, karyawan pada perusahaan industri pengolahan ikan, bengkel dan warung-warung makan. Meskipun keberadaan industri pengolahan ikan di satu sisi memberi dampak positif bagi masyarakat, namun di sisi lain juga membawa dampak negatif yaitu terjadinya kasus pencemaran lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh industri pengolahan ikan tersebut sempat menimbulkan konflik antara pihak industri pengolahan ikan dan warga masyarakat setempat.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latarbelakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • a)    Apa saja faktor penyebab terjadinya konflik antara industri pengolahan ikan dan masyarakat di Desa Pengambengan?

  • b)    Bagaimana bentuk konflik yang terjadi antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan?

  • c)    Bagaimana resolusi konflik yang dilakukan masyarakat Pengambengan dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab terjadinya konflik, bentuk konflik yang terjadi dan resolusi konflik yang terjadi di Desa Pengambengan.

  • 4.    Metode Penelitian

  • a)    Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan meliputi data kualitatif yakni berupa informasi dan data kuantitatif yang berupa data statistik yang didapat dari arsip Desa Pengambengan yang digunakan sebagai penunjang data kualitatif. Sumber data yang digunakan berupa sumber data primer yakni hasil berupa hasil rekaman

wawancara dengan informan. Kemudian digunakan juga data sekunder berupa buku-buku tercetak, skripsi, makalah, laporan penelitian, artikel dan bentuk karya tulis lainnya yang berkaitan dengan masalah penelitian.

  • b)    Penentuan Informan

Pada penelitian ini informan dipilih yakni individu yang dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait dengan masalah yang diteliti, seperti tokoh masyarakat Pengambengan, aktivis lingkungan dan LSM lingkungan yang ada di Jembrana. Pada penelitian ini tokoh masyarakat Pengambengan yang dipilih dibagi menjadi dua yaitu sektor formal dan informal. Pada sektor formal informan yang dipilih yakni perangkat Desa Pengambengan seperti Kepala Desa Pengambengan dan kepala dusun yang berada dekat dengan pabrik pengolahan ikan. Sedangkan pada sektor informal informan yang dipilih yakni pemuka agama yang ada di Desa Pengambengan. Selain itu, informan juga diperoleh dari masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan industri pengolahan ikan, manajemen atau karyawan dari perusahaan industri pengolahan ikan, pengamat dan ahli lingkungan, serta instansi terkait.

  • c)    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • -    Observasi, pengamatan yang dilakukan oleh peneliti yakni mengamati kehidupan sosial masyarakat dengan melihat interaksi antara masyarakat Pengambengan dengan industri pengolahan ikan. Selain itu, peneliti mencoba mengamati proses pengolahan ikan yang dilakukan industri tersebut.

  • -    Wawancara, adapun dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam yakni mewawancarai pemilik industri pengolahan ikan, masyarakat yang tinggal di sekitar industri dan tokoh masyarakat di Desa Pengambengan.

  • -    Studi Kepustakaan dan Dokumentasi, yaitu dengan cara menelusuri informasi tertulis dalam bentuk buku, catatan, laporan, jurnal yang tersimpan di perpustakaan, instansi terkait, lembaga swadaya masyarakat dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan di

Desa Pengambengan. Adapun jenis dokumen yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini yakni berupa arsip, peta, laporan penelitian, skripsi dan tesis.

  • d)    Analisis Data

Analisis dilakukan dengan cara deskriptif-kualitatif. Analisis data dilakukan secara terus-menerus sejak awal penelitian hingga akhir pengamatan. Setelah pengumpulan data selesai, data tersebut disederhanakan, diolah, diorganisir dan ditafsirkan, kemudian memaknainya yang diharapkan kompleksitas gejala-gejala sosial budaya dapat dijelaskan dan dideskripsikan sesuai realitasnya.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Munculnya konflik antara masyarakat setempat dan pihak perusahaan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor tersebut adalah pencemaran lingkungan, kecemburuan sosial, dan persaingan antarindustri pengolahan ikan dalam mendapatkan bahan baku.

Pencemaran lingkungan yang terjadi di Desa Pengambengan tidak hanya berasal dari industri pengolahan ikan skala besar, melainkan juga berasal juga dari industri pengolahan ikan skala kecil yang masih menggunakan cara tradisional. Ada beberapa jenis pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di Desa Pengambengan yakni pencemaran air laut, tanah dan udara. Beberapa pencemaran lingkungan hidup yang terjadi di desa tersebut karena semua industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan belum dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Pencemaran air laut terjadi karena semua industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan membuang limbahnya secara langsung ke pantai. Selain itu, kandungan dari limbah yang dibuang oleh industri tersebut belum memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Selanjutnya pencemaran tanah dan udara yang terjadi di Desa Pengambengan dikarenakan oleh adanya para pengolah blendet atau endapan limbah dari industri pengolahan ikan yang menjemur blendet tersebut secara sembarangan, sehingga menyebabkan pencemaran tanah dan udara. Para pengolah blendet tersebut mencari blendet

dengan cara menyumbat dan menjebol saluran pembuangan limbah milik industri pengolahan ikan skala besar.

Selain itu, para pengolah minyak ikan memiliki kontribusi dalam pencemaran yang terjadi di Desa Pengambengan karena para pengolah minyak ikan tersebut bila musim kemarau mereka membuang limbahnya langsung di sekitar tempat produksi, sedangkan bila musim hujan mereka membuang limbahnya ke pantai. Limbah yang dibuang oleh para pengolah blendet tersebut memiliki kandungan zat yang berbahaya yakni soda api. Soda api digunakan sebagai bahan tambahan dalam menjernihkan minyak ikan tersebut.

Pada saat musim hujan akibat dari perilaku para pengolah blendet dan pengolah minyak ikan tersebut mulai menimbulkan masalah yakni genangan limbah yang ada di sekitar saluran pembuangan limbah skala besar. Adanya genangan limbah di sekitar saluran pembuangan limbah tersebut karena akumulasi dari air hujan dan air yang berasal dari daerah desa bercampur dengan limbah yang ada di sekitar saluran tersebut baik yang sudah mengering, maupun yang baru dibuang. Genangan limbah tersebut menggenang selama bertahun-tahun sehingga terjadi proses kimiawi yang menghasilkan bau busuk.

Bau busuk tidak hanya berhasal dari genangan limbah tersebut, melainkan juga berasal dari bahan baku yang digunakan oleh industri pengolahan ikan adalah ikan dalam kondisi tidak segar. Selain itu, adanya asap dan debu hitam yang keluar dari cerobong asap industri pengolahan ikan memperparah kondisi lingkungan di Desa Pengambengan. Asap dan debu hitam tersebut terjadi karena dampak dari penggantian bahan bakar yang awalnya menggunakan solar menjadi batubara. Akibat dari adanya bau busuk, asap dan debu tersebut menyebabkan masyarakat menjadi tidak nyaman.

Selain pencemaran lingkungan, konflik di Desa Pengambengan disebabkan oleh kecemburuan sosial dan adanya persaingan antarindustri pengolahan ikan dalam mendapatkan bahan baku. Kedua faktor tersebut dilatarbelakangi oleh paceklik ikan yang melanda Desa Pengambengan. Akibat dari paceklik ikan tersebut para nelayan, khususnya masyarakat Pengambengan banyak yang kehilangan mata pencaharian. Hilangnya mata pencaharian menyebabkan masyarakat Pengambengan ingin bekerja pada industri pengolahan

ikan. Namun industri pengolahan ikan tidak mampu mempekerjakan semua masyarakat Pengambengan karena jumlah bahan baku yang tidak sebanding dengan tenaga kerja yang diperkerjakan. Akibat dari tidak semua masyarakat Pengambengan yang dapat bekerja di industri pengolahan ikan menyebabkan kecemburuan sosial masyarakat sehingga masyarakat yang tidak dapat bekerja memprovokasi industri tersebut. Selain itu, terjadinya provokasi disebabkan oleh jumlah upah yang diterima karyawan yang dalam hal ini masyarakat Pengambengan tidak sebanding dengan pekerjaan yang dikerjakan.

Faktor penyebab konflik yang terakhir adalah persaingan antarindustri pengolahan ikan dalam mendapatkan bahan baku. Upaya yang dilakukan oleh industri pengolahan ikan yakni dengan melakukan provokasi kepada industri pengolahan ikan yang lain. Provokasi yang dilakukan industri tersebut dengan memberi informasi masyarakat bahwa bau busuk yang selama ini terjadi Desa Pengambengan disebabkan oleh penggunaan bahan baku yang tidak segar. Akibat dari provokasi yang dilakukan industri pengolahan ikan, menyebabkan masyarakat melakukan penolakan bahan baku. Selanjutnya bahan baku yang ditolak oleh masyarakat Pengambengan dibeli oleh industri pengolahan ikan yang melakukan provokasi.

Masyarakat Desa Pengambengan memiliki sebuah katup penyelamat untuk mengungkapkan rasa kekecewaan yang mereka rasakan. Katup penyelamat yang dimaksud adalah peran dari para kepala dusun dan Kepala Desa Pengambengan. Para Kepala Dusun dan Kepala Desa Pengambengan berperan sebagai katup penyelamat yang membantu memperbaiki keadaan pada saat terjadi konflik.

Selain kepala dusun, Pemerintah Kabupaten Jembrana juga merupakan salah satu katup penyelamat pada saat terjadi konflik antara masyarakat dengan industri pengolahan ikan di Desa Pengambengan. Menurut Coser (1956), selain untuk memperbaiki keadaan suatu kelompok yang berkonflik, katup penyelamat juga berperan sebagai penghambat, sehingga suatu kelompok tidak melawan objek aslinya, sehingga akan mengurangi tumbuhnya suatu ledakan-ledakan destruktif yang dapat menghancurkan suatu sistem (Poloma, 2004: 109-110).

Adapun bentuk konflik antara industri pengolahan ikan dan masyarakat di Desa Pengambengan yakni protes yang dilakukan masyarakat Pengambengan,

aksi pencoretan yang dilakukan oleh para pemuda Pengambengan, aksi pelemparan industri pengolahan ikan dan aksi penolakan pasokan ikan dari luar. Aksi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Pengambengan ada yang dilakukan secara spotan dan ada juga yang terencana. Aksi protes dan aksi penolakan bahan baku merupakan aksi yang dilakukan dengan rencana, sedangkan aksi pencoretan dan pelemparan merupakan aksi yang dilakukan secara spontan.

Resolusi konflik antara industri pengolahan ikan dan masyarakat dilatarbelakangi oleh adanya kesadaran masyarakat. Masyarakat Pengambengan sadar bahwa adanya industri pengolahan ikan di desa mereka memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat berupa bertambahnya lapangan pekerajaan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Pengambengan. Adapun dampak negatif yang dirasakan berupa pencemaran lingkungan yang menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat Pengambengan. Oleh karena besarnya dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat terhadap industri pengolahan ikan, maka resolusi konflik yang dipilih oleh kedua belah pihak adalah negosiasi. Negosiasi adalah salah satu strategi resolusi konflik, di mana para pihak setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah, perundingan atau “urung rembuk”. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga karena para pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan konflik mereka (Abbas, 2011: 9).

Negosiasi dipilih karena kedua belah pihak menginginkan resolusi yang menguntungkan kedua belah pihak dan juga menginginkan terjaganya hubungan baik antara industri pengolahan ikan dan masyarakat Pengambengan.

  • 6.    Simpulan

Dari uraian yang sudah dipaparkan, dapat diambil simpulan sebagai berikut:

  • 1)    Konflik yang terjadi di Desa Pengambengan disebabkan oleh pencemaran lingkungan yakni pencemaran air laut, tanah dan udara. Faktor sering menyebabkan konflik yakni pencemaran udara berupa bau busuk. Sedangkan faktor kecemburuan sosial dan persaingan antarindustri pengolahan ikan merupakan faktor pendukung penyebab terjadinya konflik.

  • 2)    Konflik yang terjadi Desa Pengambengan terdiri dari empat bentuk yakni protes yang dilakukan masyarakat, aksi pencoretan yang dilakukan oleh para pemuda Pengambengan, aksi pelemparan yang dilakukan oleh masyarakat Pengambengan dan aksi penolakan pasokan dari luar.

  • 3)    Pilihan resolusi konflik yang dipilih oleh masyarakat dan industri pengolahan ikan adalah negosiasi. Negosiasi dipilih karena antara masyarakat Pengambengan dengan industri pengolahan ikan menginginkan resolusi yang menguntungkan semua pihak. Selain itu, kedua belah pihak tersebut juga ingin tetap menjaga hubungan baik karena antara masyarakat Pengambengan maupun industri pengolahan ikan merasa saling membutuhkan.

Daftar Pustaka

Munir, Misbahul. 2005. “Pengembangan Sumber Daya Manusia” dalam Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodologi (editor Moh. Ali Aziz, dkk). Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Poloma, Margaret M.2004.Sosiologi Kontemporer.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Abbas, Syahrizal. 2011. Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Media Group.

http://id.wikipedia.org/wiki/Geografi_Indonesia, diakses pada tanggal 30 Desember 2011

http://www.kkp.go.id, diakses pada tanggal 19 Januari 2012