1

KAKAWIN BALI DWIPA

ANALISIS KONVENSI DAN INOVASI

I Gusti Bagus Budastra

Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Sastra Universitas Udayana

Abstract

Kakawin is a literary work that is formed by wirama or wirama-wirama and each wirama bound by several conditions, such as wretta and matra. Kakawin is one element of culture that has been very important in order to participate to support the promotion and development of regional culture in particular and the national culture generally.

Kakawin literary arts in Bali received considerable attention from the public. in some kind of religious ceremony kakawin literary art is used as an accompaniment the ceremony. Also in some kind of classical arts like drama, ballet, puppets and more. Kakawin Dwipa Bali is one of the minor kakawin in Bali. In this study using two theories, namely the convention theory and the theory innovation of kakawin.

Convention theory is used to determine the terms of language conventions that provide an understanding of language as a medium used in kakawin, literary conventions which include beauty content and form in kakawin, and cultural conventions covering cultural background of the kakawin.

Innovation theory is used to determine the presence of renewal and change in terms of language, literature and culture in literature kakawin.

Keywords: Kakawin Bali Dwipa, conventions, innovation.

  • 1.    Latar Belakang

Kakawin adalah suatu karya sastra yang dibentuk oleh wirama atau wirama-wirama dan masing-masing wirama diikat oleh beberapa syarat, seperti wretta dan matra. Wretta adalah jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris (satu bait kakawin biasanya terdiri dari empat baris); matra adalah letak guru-laghu (berat ringan atau panjang pendeknya suara) dalam tiap-tiap wretta (Agastia, 1982: 11).

Puisi Jawa Kuna atau kakawin dipengaruhi oleh tradisi kā vya di India. Akan tetapi, kakawin dalam banyak segi berbeda dengan kāvya. Kakawin mengembangkan satu bentuk dengan ciri-cirinya sendiri. Adapun puisi Jawa Kuna (kakawin) sebagai

sebuah genre sastra mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1) kakawin terdiri atas beberapa bait yang berturut-turut memakai metrum yang sama dalam satu pupuh. 2) satu bait kakawin umumnya terdiri atas empat baris. Akan tetapi, ada pula bait kakawin terdiri atas tiga baris yang lazim dinamakan Rahitiga. 3) masing-masing baris disusun menurut perhitungan jumlah suku kata. 4) masing-masing baris disusun menurut pola metris, yakni kuantitas setiap suku kata panjang atau suku kata pendek ditentukan oleh tempatnya dalam baris beserta syarat-syaratnya. 5) umumnya kakawin merupakan buah hasil puisi kraton, sebuah syair yang pada pokoknya bersifat epis, yang coraknya agak dibuat-buat (Suarka, 2009: 5-6). Puisi Jawa Kuna atau kakawin dipengaruhi oleh tradisi kā vya di India. Akan tetapi, kakawin dalam banyak segi berbeda dengan kā vya. Kakawin mengembangkan satu bentuk dengan ciri-cirinya sendiri. Adapun puisi Jawa Kuna (kakawin) sebagai sebuah genre sastra mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. 1) kakawin terdiri atas beberapa bait yang berturut-turut memakai metrum yang sama dalam satu pupuh. 2) satu bait kakawin umumnya terdiri atas empat baris. Akan tetapi, ada pula bait kakawin terdiri atas tiga baris yang lazim dinamakan Rahitiga. 3) masing-masing baris disusun menurut perhitungan jumlah suku kata. 4) masing-masing baris disusun menurut pola metris, yakni kuantitas setiap suku kata panjang atau suku kata pendek ditentukan oleh tempatnya dalam baris beserta syarat-syaratnya. 5) umumnya kakawin merupakan buah hasil puisi kraton, sebuah syair yang pada pokoknya bersifat epis, yang coraknya agak dibuat-buat (Suarka, 2009: 5-6).

Karya sastra klasik seperti halnya kakawin merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dirasakan sangat penting dalam rangka ikut menunjang pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah khususnya dan kebudayaan nasional umumnya. Pemahaman karya sastra klasik (kakawin) di Bali ditandai dengan kegiatan mabebasan yang mentradisi. Istilah mabebasan digunakan dalam kegiatan makakawin, satu orang melagukan kakawin yang lainnya menerjemahkan dan kadang-kadang ada yang mengomentari (Jendra, 1979: 3). Tradisi ini sudah membudaya di masyarakat Bali, hingga sekarang masih aktif dilakukan terutama di desa-desa maupun di kota dalam satu wadah yang disebut pesantian.

Dengan melihat kedudukan dan fungsi kakawin yang sangat penting di Bali, maka penulis mencoba meneliti dan mengkaji Kakawin Bali Dwipa (yang selanjutnya disingkat dengan KBD). KBD tergolong kakawin minor dan sepengetahuan penulis KBD belum ada yang meneliti.

Pada prinsipnya pola aturan yang mengikat metrum kakawin seperti wrêtta, matra, dan guru-laghu masih tetap sama dengan konvensi sebelumnya. Akan tetapi, dari segi naratif terjadi penyimpangan yang signifikan. Berdasarkan hal tersebut periode pembaharuan lebih diartikan sebagai kebangkitan bagi suatu generasi pembaharu yang membawa arus kesusastraan Jawa Kuna menuju keorisinilitas, yaitu terciptanya suatu generasi Jawa Kuna yang asli (Suarka, 2002: 32). Sehingga KBD ini tergolong sebagai periode pembaharuan, karena berada pada tegangan antara konvensi dan kreasi (inovasi).

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dapat diungkapkan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimanakah konvensi bahasa, sastra, dan budaya KBD ?

  • 2.    Apakah KBD tergolong sebuah inovasi dalam karya sastra kakawin?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Secara umum kajian ini bertujuan untuk memberikan suatu informasi mengenai karya sastra Jawa Kuna secara umum. Penelitian ini juga bertujuan ikut serta dalam membina, melestarikan, dan mengembangkan karya-karya sastra tradisional sebagai akar kebudayaan nasional. Secara khusus bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan struktur KBD dan konvensi bahasa, sastra, dan budaya dalam KBD secara mendalam.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam meneliti KBD dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis. 1) tahap pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode pengumpulan

data. Data yang dimaksud adalah data yang digunakan dalam analisis dari data primer. Dalam tahap pengumpulan data digunakan metode observasi yakni pengamatan langsung secara sistematis terhadap teks, untuk mendapatkan data primer. Selanjutnya menggunakan metode menyimak, yaitu melihat dan menyimak sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dengan membacanya. Pada penelitian ini menggunakan teknik transliterasi dan terjemahan. Teknik transliterasi digunakan untuk mentransliterasi teks KBD yang menggunakan Aksara Bali ke Aksara Latin. Setelah proses transliterasi, peneliti menggunakan teknik terjemahan. Teknik terjemahan digunakan untuk menerjemahkan KBD dari bahasa Jawa Kuna ke dalam bahasa Indonesia. 2) tahap analisis data menggunakan metode hermeneutika dan metode kualitatif. Secara keseluruhan metode ini memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Selanjutnya menggunakan teknik deskriptif analitik. Pada proses pengolahan data dilakukan pemilahan terhadap data yang diperoleh yang kemudian disesuaikan dengan objek kajian. Penjabaran dari pengolahan data ini diuraikan dengan teknik deskriptif analitik, yaitu menguraikan data secara lebih terperinci. 3) Tahap terakhir ialah tahap penyajian hasil. Data yang diperoleh dalam tahap analisis disajikan menggunakan metode formal dan informal.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

KBD merupakan sebuah karya sastra klasik yang tergolong kakawin minor yang mencantumkan nama pengarangnya. Dilihat dari isinya, KBD menceritakan tentang pemimpin-peminpin di Bali yaitu Gubernur Bali, serta menceritakan keindahan yang terdapat di Bali.

  • 5.1    Konvensi dalam KBD

    • 5.1.1    Konvensi Bahasa

Teks KBD dari segi konvensi masih mempertahankan tradisi yang pernah ada sebelumnya, baik dari segi konvensi bahasa, sastra, dan budaya. Konvensi bahasa pada teks KBD masih tetap konsisten menggunakan bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa kakawin secara konvensional, tetapi dalam beberapa bait diselipkan kata-kata yang menggunakan bahasa sansekerta dan bahasa indonesia.

  • 5.1.2    Konvensi Sastra

Pada konvensi sastranya terjadi sedikit penyimpangan yaitu pada bagian pembukaan (manggala). Bagian pembukaan (manggala) yang memuat tentang penghormatan kepada raja sebagai pelindung, dewa sebagai yoganya, dan permohonan maaf dari pengawi diletakkan pada awal kakawin yaitu pada bab I bait awal, tetapi pada KBD manggala berada pada bab II bait awal. Dari segi persajakan (metrum), aturan wreta dan m tra diterapkan pada setiap pupuh sehingga dapat dikatakan pengarang masih mengikuti konvensi kakawin. Permainan bunyi (sabdā lamkara) dan permainan makna (arthā lamkara) pada KBD hanya digunakan sebagian kecil saja untuk menambah nilai keindahan terhadap karya kakawin ini. Keindahan isi dalam KBD, yaitu keindahan alam ditunjang dengan deskripsi latar flora dan fauna. Serta ajaran yang terkandung di dalam kakawin ini adalah ajaran cinta kasih berdasarkan ajaran agama Hindu, yaitu konsep Tri Hita Karana dan ajaran dharma sebagai seorang pemimpin di Bali.

  • 5.1.3    Konvensi Budaya

Konvensi budaya pada teks KBD merupakan karya sastra kakawin yang tidak ditulis di lingkungan kraton. Hal ini terbukti dimana pengarang tidak menyanjung kebesaran seorang raja sebagai pelindungnya, melainkan pengarang menyanjung kebesaran seorang pemimpin yaitu Gubernur Bali.

  • 5.2    Inovasi dalam KBD

KBD tergolong suatu inovasi dalam karya sastra kakawin. Hal ini dapat terlihat dari bahasanya diselipkan kata menggunakan bahasa Indonesia dan kata-kata bahasa Jawa Kuna penulisannya tidak lagi mengikuti kaedah bahasa Jawa Kuna. Dari segi sastranya, yaitu dari isi cerita KBD tidak lagi mengambil sumber dari parwa-parwa seperti Adiparwa, melainkan mengambil ide cerita dari Pulau Bali. Keindahan isi kakawin terdapat empat unsur yang ada dalam kakawin, yaitu lukisan alam, percintaan, peperangan dan ajaran, dalam KBD hanya terdapat dua unsur saja, yaitu

lukisan alam dan ajaran. Dari budayanya KBD ditulis di luar lingkungan kraton yang tidak lagi menyanjung kebesaran seorang raja, melainkan menyanjung kebesaran seorang Gubernur Bali. Sehingga dapat dikatakan bahwa KBD tergolong seuatu inovasi dalam karya sastra kakawin.

  • 6.    Simpulan

Secara konvensi dalam kakawin masih mengikuti tradisi, yaitu konvensi bahasa, sastra, dan budaya. Konvensi bahasa pada KBD masih tetap menggunakan bahasa Jawa Kuna secara konvensional. Konvensi sastra dari letak manggala-nya, yaitu terletak pada pupuh kedua bait awal. Permainan bunyi dan makna hanya sebagian digunakan dalam KBD, ini digunakan untuk membuat nilai keindahan kakawin tersebut. Keindahan alam seperti flora dan fauna dan terdapat suatu ajaran yang terdapat dalam kakawin ini.

KBD dapat dikatakan sebagai suatu inovasi ayau pembaharuan dalam karya sastra kakawin. Dari bahasanya diselipkan berupa bahasa Indonesia. Dari isinya KBD tidak lagi mengambil dari sumber parwa, melainkan mengambil ide cerita dari Pulau Bali. KBD ditulis di luar lingkungan kraton yang tidak lagi menyanjung kebesaran seorang raja, melainkan Gubernur Bali.

  • 7.    Daftar Pustaka

Adiputra, I Nyoman. 1995. Kakawin Bali Dwipa. Denpasar.

Agastia, IBG. 1982. Kakawin Siwaratrikalpa (Lubdhaka) Karya : Mpu Tanakung. Denpasar : Wyasa Sanggraha.

Jendra, I Wayan. 1979. Kehidupan Seni Mabebasan di Kabupaten Badung. Denpasar: Jurusan Bahasa Sastra Jawa Kuna Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Medera, Nengah. 1997. Kakawin dan Mabebasan di Bali. Denpasar: Pt. Upada Sastra.

Ratna, I Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, dan Teknik Penulisan Sastra (cetakan VII). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suarka, I Nyoman. 2002. Kakawin dan Istadewata Penyair : Sebuah Tinjauan Sejarah Sastra. Denpasar : Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

. 2009. Telaah Sastra Kakawin. Denpasar : Pustaka Larasan.

Sudaryanto. 1982. Metode Penelitian Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Sugriwa, I Gusti Bagus. 1978. Penuntun Pelajaran Kakawin. Denpasar: Sarana Bakti.

Tinggen, Nengah. 2004. Dasar-Dasar Pelajaran Kekawin. Denpasar: CV Kayumas Agung.

Zoetmulder, P.J. 1985. Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. (Penerjemah Dick Hartoko). Jakarta : Djambatan.

Zoetmulder, P.J. dan S.O. Robson. 1995. Kamus Jawa Kuna Indonesia. (Penerjemah Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna). Jakarta : Gramedia.