Analisis Psikologi Sastra Kumpulan Cerpen Bunga Tabur Terakhir Karya G.M. Sudarta
on
1
Analisis Psikologi Sastra Kumpulan Cerpen Bunga Tabur Terakhir Karya G.M. Sudarta
Ryan Dwi Yastuti
Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unud
Abstract
The objective of this study is the main character in cluster of short stories entitled Bunga Tabur Terakhir written by G.M. Sudarta, himself is a caricaturist. Background of this study is because the short story has a unique characteristic created by a famous and talented caricaturist. Beside that, Bunga Tabur Terakhir is enriched with the psychological aspects makes it is suitable to analyze using the psychological literature. In the psychological analysis theory of personality structure proposed by Sigmund Freud which are id, ego, and superego is used and the defense mechanism. Those three components are affected behavior, pattern of thinking and psychology of the main characters. From the analysis it can be found that the main characters have the strong id. They tend to avoid the uncomfortable feeling ignoring the reality that they actually can not do that. The defense mechanism is found in four short stories in Bunga Tabur Terakhir , although it is not usually success.
Keywords: Bunga Tabur Terakhir, psychologycal literature, personality structure
Objek penelitian ini adalah kumpulan cerpen Bunga Tabur Terakhir (2011) karya G.M. Sudarta yang diterbitkan oleh Galangpress. Kumpulan cerpen ini bercerita tentang kejadian-kejadian yang mewarnai tahun 1965 silam terutama seputar cinta, dendam, dan karma masa itu. Bunga Tabur Terakhir kental akan konflik-konflik tahun 1965 yang menimbulkan berbagai teror psikis bagi para korbannya.
Bunga Tabur Terakhir dianalisis karena alasan berikut. Pertama, Bunga Tabur Terakhir merupakan sebuah karya yang unik, karena terlahir dari seorang karikaturis ternama. Kedua, Bunga Tabur Terakhir sarat akan persoalan psikis tokoh-tokohnya sehingga layak dianalisis menggunakan teori psikologi sastra.
Diantara sepuluh cerpen yang terdapat dalam Bunga Tabur Terakhir, masalah difokuskan pada cerpen-cerpen yang tokoh utamanya mengalami konflik struktur kepribadian. Cerpen yang dimaksud adalah “Orang-Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur”, “Bunga Tabur Terakhir”, “Sum”, “Yomodipati”, “Merindu Jerit
Kematian”, “Wiro Seledri”, dan “Perburuan Terakhir”. Ketujuh cerpen tersebut juga dipilih dengan pertimbangan bahwa tiga cerpen yang lain bertemakan fenomena-fenomena sosial yaitu mitos, perjuangan, dan ilmu kegaiban. Atas dasar itulah, ketujuh cerpen tersebut dipilih untuk kemudian dianalisis menggunakan teori psikologi sastra.
Sepanjang yang ditemukan, belum ada skripsi yang menunjukkan bahwa Bunga Tabur Terakhir pernah digunakan sebagai objek penelitian, baik dari Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Udayana maupun dari situs pencarian ternama Google hingga bulan September 2012. Meskipun demikian, resensi-resensi Bunga Tabur Terakhir maupun pembicaraan mengenai cerpen-cerpen Bunga Tabur Terakhir terutama untuk beberapa cerpen yang sudah terpublikasikan dalam Kompas dan situs online berlabelkan nama Kompas yaitu cerpenkompas.wordpress.com sudah banyak bermunculan.
Rama Prabu, Peneliti di Dewantara Institute, dalam tulisannya yang berjudul “Tragedi ’65, Realitas dalam Fiksi GM. Sudarta” mengatakan Bunga Tabur Terakhir adalah bukti bahwa pembantaian pada tahun 1965 itu benar adanya. Bunga Tabur Terakhir merupakan penggambaran realitas yang nyaris sempurna. Bunga Tabur Terakhir tidak hanya menghadirkan sisi ngilu kemanusiaan, tetapi juga kisah horor dan kisah orang-orang tidak bersalah yang dianggap terlibat dengan mengatasnamakan negara.
Arif Saifudin Yudistira, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Presidium Kawah Institute Indonesia, dalam resensinya yang berjudul “Segala yang Tak Lengkap” juga mengatakan bahwa Bunga Tabur Terakhir adalah cerpen yang kuat, kuat menarasikan peristiwa bertahun-tahun silam. Bunga Tabur Terakhir bukan hanya bercerita tentang khayalan pengarang, tapi juga peristiwa yang dialami sehari-hari oleh pengarang sewaktu remaja. Gejala teror psikis, siksa fisik, hingga siksa batin yang luar biasa mengakibatkan trauma yang dalam, mengakibatkan dendam yang membara, dikemas G.M. Sudarta secara apik dalam Bunga Tabur Terakhir.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana unsur alur, penokohan, dan latar dalam Bunga Tabur Terakhir serta bagaimana aspek-aspek
psikologis tokoh utama dalam kumpulan cerpen Bunga Tabur Terakhir karya G.M. Sudarta.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dari kajian bidang ilmu sastra, terutama kajian kumpulan cerpen sehingga dapat bermanfaat bagi usaha pengembangan teori-teori sastra mengenai disiplin ilmu psikologi sastra. Sesuai permasalahan yang diuraikan di atas, penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengidentifikasi unsur penokohan, alur, dan latar dalam Bunga Tabur Terakhir serta untuk mengetahui dan mendeskripsikan aspek-aspek psikologis tokoh utama dalam Bunga Tabur Terakhir.
Kumpulan cerpen ini dianalisis menggunakan teori psikologi sastra. Psikologi sastra adalah analisis terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek atau keterlibatan psikologi atau kejiwaan. Menurut Roekhan (dalam Endraswara, 2008:97—98), psikologi sastra menyangkut tiga pendekatan yakni pendekatan tekstual, pendekatan reseptif-pragmatik, dan pendekatan ekspresif. Penelitian psikologi sastra ini difokuskan pada masalah tekstual dengan menggunakan pendekatan tekstual untuk mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra. Aspek psikologis yang dimaksud adalah konflik struktur kepribadian yang dialami tokoh utama beserta mekanisme pertahanan egonya. Ketujuh cerpen tersebut akan dikaji menggunakan teori psikoanalisis -Sigmund Freud mengenai struktur kepribadian dan mekanisme pertahanan ego.
Menurut Freud (dalam Suryabrata, 2012:124), kepribadian terdiri atas tiga aspek, yaitu: id, ego, dan superego. Id berada di alam bawah sadar, dan sama sekali tidak ada kontak dengan realitas. Ego menghasilkan perilaku yang didasarkan atas prinsip kenyataan, sedangkan superego mengacu pada moralitas kepribadian. Id adalah aspek psikologis dan merupakan sistem original di dalam kepribadian. Pedoman id adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan yang disebut dengan prinsip kenikmatan. Id tergambar dari pikiran-pikiran liar seseorang yang berasal dari alam bawah sadar, misalnya membayangkan memiliki istri secantik Madonna.
Ego berpegang pada prinsip kenyataan dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencari objek yang tepat untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme. Ego dipandang sebagai aspek eksekutif atau pengelolaan kepribadian karena mengontrol jalan yang ditempuh dan memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi (Suryabrata, 2012: 126).
Superego adalah aspek sosial kepribadian. Superego merupakan kesempurnaan dari kesenangan karena superego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsinya menentukan apakah sesuatu itu benar atau salah, dan pantas atau tidak, dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat (Suryabrata, 2012: 127). Mekanisme pertahanan ego adalah cara yang ekstrim untuk menghilangkan tekanan kecemasan ataupun ketakutan yang berlebihan (Suryabrata, 2012: 144).
Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut. Dalam pengumpulan data, digunakan metode pustaka dengan teknik catat. Dalam analisis data digunakan metode deskriptif analitik dengan teknik deskriptif.
Pembahasan terhadap Bunga Tabur Terakhir dimulai dengan analisis struktur kemudian dilanjutkan dengan analisis psikologi sastra. Analisis struktur diarahkan pada tiga unsur, yaitu penokohan, alur, dan latar. Ketiga unsur ini berfungsi sebagai pendukung analisis psikologi sastra. Dilihat dari segi alur, penokohan, maupun latar, Bunga Tabur Terakhir memiliki karakter dan kekhasan yang berbeda-beda meskipun cerpen-cerpen di dalamnya disatukan oleh satu tema besar yaitu tragedi 1965. Unsur penokohan dalam Bunga Tabur Terakhir yang dianalisis hanya terbatas pada tokoh utama yang perannya mendominasi cerita. Penokohan tersebut dideskripsikan melalui dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis.
Hampir sebagian besar cerpen-cerpen dalam Bunga Tabur Terakhir menggunakan alur sorot balik yang penceritaannya tidak bersifat kronologis, awal cerita dimulai dengan penyelesaian konflik yang kemudian disorot balik pada kejadian-kejadian saat konflik. Alurnya dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu alur tahap awal (beginning), alur tahap tengah (middle), dan alur tahap akhir (end).
Penyorotbalikan cerita dilakukan pengarang dengan teknik menceritakan masa lalu tokoh satu kepada tokoh lainnya. Secara garis besar, pada alur tahap awal Bunga Tabur Terakhir menyuguhkan berbagai informasi terkait berbagai hal dikisahkan berikutnya, misalnya nama tempat, suasana, dan waktu kejadiannya. Selain itu, alur tahap awal pada Bunga Tabur Terakhir ini juga digunakan untuk memperkenalkan para tokoh, baik dalam bentuk deskripsi fisik maupun sikap atau watak. Pada alur tahap tengah, Bunga Tabur Terakhir menampilkan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya. Pada alur tahap akhir, Bunga Tabur Terakhir menyajikan bentuk penyelesaian sebuah cerita yang terkait dengan nasib tokoh utama itu sendiri.
Pada unsur latar, diidentifikasi tiga jenis latar yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat hanya berupa penyebutan nama-nama daerah atau tempat yang merujuk pada suatu kota atau Pulau. Latar waktu lebih sering terjadi di malam hari, latar waktu yang cukup detail disajikan pada cerpen “Bunga Tabur Terakhir” yaitu terjadi pada tahun 1960-1977. Latar sosial tokoh utama adalah rekonstruksi kejadian-kejadian saat konflik tahun 1965.
Psikologi sastra merupakan gabungan disiplin ilmu psikologi dan sastra. Psikologi sastra mempertanyakan mengapa tokoh-tokoh dalam karya sastra tersebut mengalami problem-problem kejiwaan. Karya sastra merupakan salah satu tempat untuk mengaplikasikan ilmu psikologi, hanya saja kaitannya bukan dengan manusia dari dunia nyata namun manusia secara fiksional.
Psikologi kepribadian membantu menguraikan permasalahan psikologis yang ada dalam karya sastra seperti, mengapa sekelompok individu merespon situasi yang sama yang mereka hadapi dengan cara yang berbeda. Kemudian, psikologi kepribadian juga bersifat prediktif yang artinya mampu meramalkan tingkah laku, kejadian, atau akibat yang belum muncul pada tokoh cerita (Minderop, 2011: 8). Psikologi kepribadian berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2011: 3). Banyak pakar menyatakan, kepribadian menurut psikologi bisa mengacu pada pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan. Kepribadian dibentuk oleh potensi sejak lahir yang dimodifikasi oleh pengalaman budaya dan pengalaman unik yang memengaruhi
seseorang sebagai individu (Minderop, 2011: 4).
Untuk bisa memahami kepribadian seseorang, salah satu pendekatan teoretis yang dapat digunakan adalah psikoanalisis. Psikoanalisis menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik struktur kepribadian. Konflik-konflik struktur kepribadian ialah konflik yang timbul dari pergumulan antara id, ego, superego, dan mekanisme pertahanan ego.
Aspek id terdapat pada enam cerpen dalam Bunga Tabur Terakhir. Cerpen yang dimaksud adalah cerpen “Orang-Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur”, “Bunga Tabur Terakhir”, “Wiro Seledri”, “Perburuan Terakhir”, “Sum”, dan “Merindu Jerit Kematian”. Id ditampilkan dalam bentuk ketidaknyamanan tokoh utama terhadap konflik yang sedang dihadapi dan berusaha sebisa mungkin untuk menghindarinya. Dalam “Sum”, id ditampilkan dalam bentuk hasrat seksual yang ditunjukkan tokoh Sum pada tokoh Aku. Dalam cerpen “Merindu Jerit Kematian”, id ditampilkan berupa kepuasan Warsito ketika mendengar jeritan kematian.
Aspek ego terdapat dalam cerpen “Orang-Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur”, “Bunga Tabur Terakhir”, “Wiro Seledri”, dan “Perburuan Terakhir”. Ego tersebut ditampilkan berupa tindakan-tindakan yang diambil oleh tokoh utama untuk menghadapi persoalan yang sedang mendera dirinya. Aryo dalam cerpen “Orang-Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur”, memilih tetap bertahan sebagai penggali kubur. Trimo dalam “Bunga Tabur Terakhir” memilih menunggu kehadiran Maryam selama hampir 10 tahun. Sum lebih memilih menyerah kepada nasib dan kenyataan. Mbah Wiro dalam “Wiro Seledri” memilih untuk menghadapi segala persoalan dengan tabah. Dalijo dalam “Perburuan Terakhir” memutuskan untuk melarikan diri dengan segala resiko yang siap dihadapinya.
Superego mempunyai dua subsistem, suara hati dan ego ideal. Suara hati menyaran pada hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedang ego ideal menyaran pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan (Feist, 2010: 34). Ego ideal ditampilkan ketika Trimo memutuskan untuk melamar Maryam atas dasar cinta. Superego nurani terdapat dalam beberapa cerpen, yakni dalam “Orang-Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur”, “Merindu Jerit Kematian”, dan “Perburuan
Terakhir”. Superego Aryo tampak ketika Aryo mengobati traumatik masa lalunya dengan mendekatkan diri kepada yang Kuasa lewat bimbingan seorang kyai. Dalam “Merindu Jerit Kematian”, superego Warsito datang dari kesadaran dan rasa bersalahnya karena kelakuannya yang merugikan banyak orang. Superego dalam “Perburuan Terakhir” menengahi id dan ego Dalijo dengan mempertanyakan bagaimana kehidupan selanjutnya setelah bisa kabur dari penjara itu, apakah masyarakat masih menerimanya dengan label eks tapol yang melekat dalam diri Dalijo.
Dalam Bunga Tabur Terakhir ada lima jenis mekanisme pertahanan ego yang digunakan, yaitu rasionalisasi, pengalihan, apatis, agresi yang dialihkan, dan represi. Rasionalisasi terjadi pada Aryo dalam cerpen “Orang-Orang Mati yang Tidak Mau Masuk Kubur”. Rasionalisasi terjadi karena Aryo gagal membujuk Mas Parman untuk membebaskan Mbah Warso. Alasan bahwa Mbah Warso adalah penggali sumur yang kemungkinan termasuk antek komunis digunakan Aryo sebagai motif pembenaran. Pengalihan terjadi pada Trimo dalam “Bunga Tabur Terakhir”. Pengalihan dilakukan Trimo untuk mengurangi ketegangan pikirannya yang tidak pernah lepas dari Maryam dan Marice. Trimo meminum bir hingga setengah mabuk dan berjoget hingga menjelang subuh sebagai bentuk pengalihan dari rasa tidak nyaman yang ia rasakan. Mekanisme pertahanan apatis juga digunakan Trimo. Trimo bersikap menarik diri dari kenyataan dengan memutuskan bahwa ia tidak akan ziarah lagi ke tanggul sungai. Trimo juga bersikap pasrah ketika ia berpikir bahwa penderitaannya sudah cukup, ia tidak lagi mau dibebani dengan pikiran-pikiran tentang Maryam. Bentuk agresi yang dilakukan Warsito dalam “Merindu Jerit Kematian” adalah agresi yang dialihkan. Warsito memendam kesal ketika ayahnya disiksa di rumah tahanan sebelah rumahnhya, namun ia tidak tahu sumber frustasinya siapa. Ia mengalihkan penyerangan kepada binatang-binatang dari mulai binatang yang berukuran kecil seperti kecoa, bahkan sampai binatang unggas seperti ayam, dan bebek. Mekanisme pertahanan terakhir yang digunakan adalah represi. Represi digunakan oleh Mbah Wiro dalam “Wiro Seledri”, ketika ia merasakan kecemasan akibat kondisi finansialnya yang sedang jatuh. Represi dilakukan Mbah Wiro untuk mengurangi kecemasan pada masa tuanya, salah satu cara yang dilakukannya
untuk mengurangi kecemasan tersebut adalah dengan mengikuti sebuah organisasi yang menjanjikan kesejahteraan. Organisasi ini setidaknya mengurangi kecemasan Mbah Wiro dengan menyulutkan semangatnya dalam menghadapi hidup.
Sejauh ini, sebagian besar analisis memandang Bunga Tabur Terakhir dari sudut pandang sosial dalam keterkaitannya dengan sejarah bangsa Indonesia. Analisis ini berbeda, karena memandang Bunga Tabur Terakhir dari sudut pandang kejiwaan para tokoh utama yang mengalami konflik psikologis akibat peristiwa sejarah tersebut.
Struktur kepribadian memiliki tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego. Ketiga unsur dari struktur kepribadian tersebut memengaruhi tingkah laku, pola pikir, dan kejiwaan para tokoh utama dalam Bunga Tabur Terakhir. Dari analisis psikologi diatas, dapat diketahui bahwa para tokoh utama memiliki id yang kuat. Mereka cenderung ingin melepaskan diri dari segala ketidaknyamanan yang mereka rasakan dalam hidup tanpa melihat realita yang ada. Mekanisme pertahanan ego ditemukan pada empat cerpen dalam Bunga Tabur Terakhir, meskipun usahanya tidak selalu berhasil.
Daftar Pustaka
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.
Feist, Jess. dan Feist, Gregory J. 2010. Teori Kepribadian Theories of Personality. Jakarta: Salemba Humanika.
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra Karya Sastra Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Pustaka Obor.
Suryabrata, Sumadi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://retakankata.com/2012/03/16/segala-yang-tak-lengkap/
Prabu, Rama. “Tragedi ’65, Realitas dalam Fiksi G.M. Sudarta”.
(http://oase.kompas.com/read/2012/04/19/15330062/Tragedi.65.Realitas.dalam.Fiksi.GM .Sudarta diakses tanggal 13 April 2013)
Discussion and feedback