DOI: https://doi.org/10.24843/JH.2020.v24.i03.p06

Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019


p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X Humanis: Journal of Arts and Humanities

Vol 24.3 Agustus 2020: 274-280

Konservasi Wayang Golek Elung Bandung Koleksi Museum Wayang Kota Tua Jakarta

Ramzy Rabany*, I Nyoman Wardi, Rochtri Agung Bawono Prodi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud

Email: [email protected] Jakarta Barat, DKI Jakarta, Indonesia *Corresponding Author

Abstract

Puppet in Indonesia as a world masterpiece has been established by UNESCO on November 7, 2003 in Paris, as a cultural heritage whose conditions for values and cultural existence must be preserved. One type of puppets that have been determined is West Java puppet show made from wood. The objectives to be achieved in this study are, concerning the causes of damage and conservation methods that have been carried out by the Jakarta Old Town Puppet Museum in conservation efforts. Data collection techniques in this research are observation, interviews, and literature study. Besides using several theories and data analysis in answering research problems, namely museum management theory and conservation theory, as well as using qualitative analysis, quantitative analysis, material analysis, and physical environment analysis. Bandung Elung puppet show in the Jakarta Old Town Puppet Museum suffered some damage, namely broken joint joint threads, fading colors, fashions appearing, and the loss of the Elung Bandung puppet show. The damage is caused by environmental factors, microorganisms, and human factors (dissociation). Conservation actions undertaken by the museum in the preservation of wayang golek, namely preventive conservation by cleaning, using silicagels, lighting, temperature and humidity in vitrin / storage media. Curative conservation is carried out by fumigation to kill the activity of micro-organisms in the collection. As for the conservation of restoration, it is done by painting, connecting, gluing and patching which is done by conservators and wayang golek craftsmen.

Keywords: cultural heritage, wayang golek, conservation, preservation, museum

Abstrak

Wayang di Indonesia sebagai karya agung dunia telah ditetapkan oleh UNESCO pada 7 November 2003 di Paris, sebagai warisan budaya yang syarat akan nilai dan budaya keberadaannya harus dilestarikan. Salah satu jenis wayang yang telah ditetapkan yaitu wayang golek Jawa Barat yang berbahan dasar kayu. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu, mengenai faktor penyebab kerusakan dan metode konservasi yang telah dilakukan Museum Wayang Kota Tua Jakarta dalam usaha pelestarian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Selain itu menggunakan beberapa teori dan analisis data dalam menjawab permasalahan penelitian, yaitu teori manajemen museum dan teori konservasi, serta menggunakan analisis kualitatif, analisis kuantitatif, analisis material, dan analisis lingkungan fisik. Wayang golek Elung Bandung yang terdapat di Museum Wayang Kota Tua Jakarta mengalami beberapa

274

Info Article

Received       :   10th October 2019

Accepted      :   21th August 2020

Publised        :   31st August 2020

kerusakan, yaitu benang sambungan sendi putus, pudarnya warna, busana muncul noda jamur, dan hilangnya bagian wayang golek Elung Bandung. Kerusakan tersebut disebabkan oleh faktor lingkungan, mikro-organisme, dan faktor manusia (disosiasi). Tindakan konservasi yang dilakukan pihak museum dalam usaha pelestarian wayang golek, yaitu konservasi preventif dengan cara pembersihan, penggunaan silicagel, pengaturan cahaya, suhu dan kelembaban pada vitrin/media penyimpanan. konservasi kuratif dilakukan dengan cara fumigasi untuk mematikan aktivitas mikro-organisme pada koleksi. Sedangkan untuk konservasi restorasi dilakukan dengan cara pengecatan, penyambungan, perekatan dan penambalan yang dilakukan oleh konservator dan pengrajin wayang golek.

Kata kunci: warisan budaya, wayang golek, konservasi, pelestarian, museum

PENDAHULUAN

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan pikiran, tindakan atau karya dan hasil karya manusia. Kebudayaan pada hakikatnya meliputi tujuh unsur universal, yakni: sistem bahasa, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan dan organisasi sosial, ilmu pengetahuan, kesenian, sistem kepercayaan atau agama (Koentjaraningrat, 2009: 151, 165).

Kesenian merupakan salah satu kompleks dari berbagai ide, aktivitas, dan tindakan manusia yang pada umumnya berwujud benda atau karya. Salah satu hasil tersebut ialah kesenian wayang dalam pertunjukannya memadukan unsur-unsur kesenian, di antaranya seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, dan seni rupa.

Kegiatan seni pewayangan diperkirakan sudah ada pada Kerajaan Mataram Kuno. Hal ini dibuktikan dengan adanya prasasti pada masa pemerintahan Dyah Balitung, yakni prasasti Mantyasih yang berangka tahun 907 M yang di dalamnya terdapat kalimat yang berbunyi “si galigi mawayang buat hyang macarita bimma kumara”. Si galigi diartikan sebagai dalang atau orang memainkan wayang sebagai bentuk penghormatan kepada para Hyang dengan mengambil cerita Bimma Kumara. Prasasti tersebut dibuat pada

masa pemerintahan Balitung (Wibowo 1977:159).

Brandes menganggap bahwa kesenian wayang adalah asli Jawa. Dia menunjukkan bukti bahwa wayang berkait erat dengan kehidupan sosial, kultural dan religius masyarakat Jawa. Semua istilah teknis wayang adalah istilah Jawa, bukan Sanskrit. (Suryana, 2002: 48).

Wayang di Indonesia mulai diumumkan oleh UNESCO sebagai karya agung dunia di Paris pada tanggal 7 November 2003. Ada lima jenis wayang yang diteliti, yaitu (1) wayang kulit purwa Jawa Tengah, (2) wayang purwa Bali, (3) wayang golek Sunda dari Jawa Barat, (4) wayang Palembang dari Sumatra Selatan, dan (5) wayang Banjar dari Kalimantan Selatan

Wayang golek Jawa Barat mulai dikenal di Cirebon pada awal abad ke-16 dan dikenal dengan nama wayang golek papak atau cepak yang hingga sekarang masih tetap bertahan hidup di daerah Sunda.

Dalam bahasa Sunda, golek berarti boneka karena memang bentuknya yang lebih realistis. Golek adalah salah satu jenis wayang trimatra atau semakin membulat seperti sekarang. Kesempurnaan bentuknya bisa diserap baik dari arah depan, samping, dan belakang. Ini merupakan boneka tiruan rupa manusia (Rosyadi, 2009: 140).

Bahan dasar golek ialah kayu, merupakan bahan higroskopik yang bisa menyerap kelembaban atau air dari sekitarnya menjadi hal mudah bagi jamur untuk tumbuh. Hal inilah yang menjadi salah satu kerusakan yang akan ditimbulkan dari bahan kayu jika dikondisikan dalam keadaan lembab.

Wayang golek yang sudah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya, maka dari itu wayang golek harus tetap dijaga dan dilestarikan.

Salah satu tempat pelestarian yaitu di meseum. Menurut Undang-Undang Cagar Budaya No.11 Tahun 2010 Pasal 18 Ayat (2), meseum merupakan lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat (Adrian, 2018: 21).

Pelestarian warisan budaya dilakukan dengan konservasi. Konservasi diartikan oleh ICOM-CC sebagai tindakan yang bertujuan melindungi warisan budaya agar warisan budaya tersebut dapat diakses oleh generasi masa kini dan masa mendatang (Koestoro, 2013: 99)

Upaya konservasi juga tercantum pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2015 tentang Museum, Pasal 24 Ayat (3) yang didefinisikan sebagai pelindungan yang meliputi penyelamatan, pengamanan, dan pemeliharaan (Larasati, 2017:125).

Konservasi mencakup konservasi preventif, konservasi kuratif, dan restorasi. Semua tindakan konservasi yang dimaksud harus dipastikan tidak mengubah bentuk,arti, dan sifat asli (Mantitaputy, 2019: 27).

Bahwa warisan budaya yang dapat bertahan hingga saat ini, menjadi perhatian utama dalam pengelolaan hasil aktivitas manusia masa lalu, dan merupakan data yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sekarang dan juga masa mendatang (Nur, 2009: 5). Pokok permasalahan dari penelitian ini adalah:

Faktor apa yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada koleksi wayang golek di Museum Wayang Kota Tua Jakarta?, Bagaimana metode dan teknik konservasi yang dilakukan pada koleksi wayang golek untuk menjaga kelestariannya?. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui penyebab kerusakan yang terjadi pada wayang golek Elung Bandung koleksi Museum Wayang Kota Tua Jakarta, Untuk mengetahui metode konservasi yang diterapkan pada kerusakan wayang golek Elung Bandung koleksi Museum Wayang Kota Tua Jakarta

METODE

Penelitian ini menggunakan beberapa metode analisis untuk mengolah data yang didapatkan. Analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif, kuantitatif, material, dan lingkungan fisik. Analisis kualitatif digunakan untuk menguraikan hasil atau data yang diperoleh dalam bentuk perkataan. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data berupa angka dari pengukuran di lingkungan sekitar koleksi menggunakan alat ukur berupa Termohygrometer dan UV/Luxmeter, analisis ini kemudian disusun ke dalam bentuk tabulasi data. Analisis lingkungan digunakan untuk mengamati elemen iklim yang ada di sekitar objek. Analisis material digunakan untuk mengetahui kondisi fisik dari wayang golek, sehingga dapat menentukan faktor penyebab kerusakan dan tindakan konservasi yang tepat untuk wayang golek Elung Bandung koleksi Museum Wayang Kota Tua Jakarta.

Penelitian ini juga menggunakan dua teori yaitu teori konservasi dan teori manajemen museum. Teori manajemen museum digunakan untuk menjawab permasalahan pertama terkait faktor penyebab kerusakan wayang golek Elung Bandung koleksi Museum Wayang Kota Tua Jakarta. Teori konservasi

digunakan untuk menjawab permasalahan kedua yakni metode dan teknik konservasi yang dilakukan terhadap wayang golek Elung Bandung koleksi Museum Wayang Kota Tua Jakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Museum Wayang dan Wayang Golek Elung Bandung

Kawasan Wisata Kota Tua Jakarta merupakan salah satu situs kolonial terpenting di Jakarta yang juga dikenal dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia). Kawasan Kota Tua Jakarta memiliki beberapa tempat bersejarah yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, Toko Merah, Museum Fatahillah, Museum Bank Indonesia, Museum Tekstil, Museum Seni Rupa & Keramik, dan Museum Wayang.

Secara geografis Kota Tua Jakarta terletak pada 6° 8’ 4.920W” LS, 106° 48’ 48.383” BT. Kota Jakarta mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada tahun 2018 menurut Stasiun Meterologi Kemayoran 24°C - 25°C dan suhu maksimum 33,8°C - 34,8°C. Kelembaban udara di wilayah kota Jakarta rata-rata berkisar antara 86% - 88%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 2 m/s, sedangkan rata-rata curah hujan sebesar 10,7 mm, dengan rata-rata lamanya penyinaran matahari sebesar 4,1 jam.

Museum wayang yang terdapat di kawasan wisata Kota Tua Jakarta beralamat di Jl. Pintu Besar Utara No. 27 Jakarta Barat. Bangunan Museum Wayang ini dibuat pada tahun 1640 bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda). Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 hancur akibat gempa. Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan sebagai museum oleh

Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 13 Agustus 1975.

Wayang golek adalah salah satu dari ragam kesenian wayang berbahan kayu yang merupakan hasil perkembangan wayang kulit dari keterbatasan waktu supaya dapat ditampilkan pada siang atau malam hari, bentuknya menyerupai boneka yang terbuat dari kayu (Rukiah, 2015 : 200).

Hal ini tampaknya menjadikan wayang golek Sunda, seperti bentuk wayang lain yang dikenal di Indonesia, sebagai sebuah “teater total”, seperti yang pertama kali dicetuskan oleh Antonin Artaud, yang berarti menyatukan bermacam-macam teknik seni. Di samping itu, kegiatan-kegiatan yang terkait dengan wayang sendiri beraneka ragam, dari pagelaran yang diadakan oleh rombongan wayang hingga penyampaian pesan-pesan filosofis dan religious (Andrieu, 2017:75).

Wayang Elung Bandung merupakan nama lain dari wayang golek yang berasal dari daerah Bandung. Wayang Elung dibuat dari kayu bulat torak dan bentuknya lebih mirip dengan boneka kayu dengan lakon cerita Mahabrata dan Ramayana.

Wayang golek Elung Bandung diciptakan pada tahun 1965. Diciptakan oleh seorang budayawan bernama (Alm.) Raden Sulaiman Prawiradilaga atau yang kerap disapa Pak Sule. Pak Sule adalah seorang pensiunan wedana atau staff pembantu Bupati yang mengkhususkan dirinya dalam penciptaan wayang. Arti istilah Elung dalam penamaannya pun belum diketahui secara pasti hingga sepeninggal Pak Sule.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “elung” artinya adalah lengkungan. Bahasa Jawa dan Sunda juga memiliki istilah serupa, yaitu “gelung” yang artinya Sanggul atau motif sulur tanaman merambat. Namun belum ada arti yang cukup merepresentasikan rupa dari Wayang golek Elung Bandung

tersebut (Informan : Sumardi selaku Satpel Museum Wayang DKI Jakarta, 2019).

Wayang golek secara umum terbuat dari bahan kayu untuk bagian kepala, badan, serta tangan. Bahan kayu yang digunakan biasanya jenis kayu yang ideal yaitu seperti kayu jaranan (Dolichandrone spathacea) dan kayu sengon/jeungjing (Albizia chinensis), sedangkan bagian tuding (penggerak tangan) biasanya digunakan bahan bambu (Bambusodae). Khusus untuk pembuatan wayang golek Elung Bandung menggunakan bahan baku kayu cendana (Santalum album) (Sukistono, 2009: 156)

Penyebab Kerusakan dan Tindakan Konservasi

Faktor-faktor penyebab kerusakan koleksi wayang bermacam-macam, namun secara garis besar dapat digolongkan menjadi empat kelompok yaitu faktor lingkungan, serangga, mikroorganisme, dan faktor disosiasi.

Faktor lingkungan meliputi kerusakan yang disebabkan oleh suhu kelembaban udara dan cahaya di lingkungan sekitar yang tidak sesuai dengan standarisasi suhu, kelembaban dan cahaya yang dibutuhkan koleksi wayang golek. Bukti kerusakan yang disebabkan oleh faktor suhu kelembaban ialah benang putus, sedangkan kerusakan oleh faktor cahaya ialah pudarnya warna dan pengelupasan cat pada koleksi wayang golek.

Faktor serangga merupakan penyebab kerusakan yang dialami oleh koleksi yang berbahan organik (kayu, dan benang). Karena kayu merupakan sumber makanan untuk berlangsungnya metamorfosis serangga. Kerusakan yang dihasilkan dari faktor serangga ialah rapuhnya bahan kayu dan berlubang karena adanya aktivitas serangga.

Faktor mikroorganisme (jamur) merupakan kerusakan yang disebabkan karena adanya aktivitas jamur yang dapat

merusak serat-serat selulose yang menjadi sumber makanan bagi jamur. Kerusakan yang dihasilkan ialah munculnya noda-noda kecoklatan pada busana wayang.

Faktor manusia (disosiasi) merupakan kerusakan yang disebabkan oleh kelalaian dan salah penanganan dalam melakukan konservasi oleh petugas museum. Kerusakan yang dihasilkan ialah hilangnya bagian tuding wayang golek karena salah peletakkan.

Tindakan konservasi yang dilakukan oleh Museum Wayang Kota Tua Jakarta, yaitu konservasi preventif, kuratif, dan restorasi yang bertujuan untuk melestarikan koleksi wayang golek Elung Bandung.

Konservasi preventif adalah proses perawatan yang menitikberatkan pada upaya pencegahan. Adapun tindakan preventif yang telah dilakukan dengan cara mengatur media penyimpanan dengan suhu kelembaban ideal 20-25 dan 40-70% (Michalski, 2015:6).

Suhu dan kelembaban tersebut dapat diatur dengan menggunakan AC maupun dehumidifer untuk mendapatkan suhu dan kelembaban yang ideal. Penggunaan silicagel juga berpengaruh pada kelembaban media penyimpanan (Netra, 2019: 220).

Pengaturan cahaya juga diperlukan dalam tindakan preventif dengan cara mengurangi paparan cahaya yang langsung terhadap koleksi. Pengurangan cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan kaca buram atau uv filter. Standarisasi cahaya yang baik untuk koleksi wayang golek berkisar antara 150-200 Lux (Michalski, 2015:9)

Pembersihan secara rutin juga merupakan tindakan preventif untuk menghilangkan debu dan noda, metode teknik yang digunakan ialah pembersihan kering maupun basah dengan menggunakan alkohol 90%.

Konservasi kuratif yaitu tindakan yang bersifat mengobati penyakit seperti

yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme. Tindakan konservasi yang dilakukan salah satunya dengan teknik fumigasi yang berguna untuk mematikan pertumbuhan serangga dan jamur pada koleksi (Subagiyo, 1998: 4)

Konservasi restorasi yaitu tindakan untuk perbaikan koleksi yang mengalami kerusakan ke kondisi seperti semula. Teknik restorasi yang dilakukan dengan teknik pengecatan untuk mewarnai koleksi yang pudar warna, teknik penyambungan untuk menghubungkan kembali bagian yang patah, baik dengan memperbaiki ikatan atau menggunakan perekat (lem). Teknik penambalan juga dilakukan untuk mengembalikan kondisi semula bagian yang mengalami pecah atau berlubang.

SIMPULAN

Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas, maka akan diuraikan mengenai kesimpulan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu : Kerusakan diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor suhu, kelembaban udara, dan faktor cahaya. Kerusakan yang dihasilkan benang sambungan putus dan pudarnya warna cat. Faktor mikroorganisme juga menjadi penyebab kerusakan pada busana yang muncul noda kecoklatan dari adanya aktivitas jamur dan bagian kayu menjadi rapuh karena adanya aktivitas serangga. Tindakan konservasi yang dilakukan oleh pihak Museum Wayang Kota Tua Jakarta terdiri atas tindakan preventif, kuratif, dan restorasi. Tindakan preventif dilakukakn dengan kontrol terhadap lingkungan, penggunaan AC dan dehumidifer, penggunaan silicagel, pembersihan, dan penggunaan UV filter. Tindakan kuratif dilakukan terhadap wayang golek yang mengalami kerusakan karena mikroorganisme, dengan melakukan teknik fumigasi untuk mencegah dan mematikan aktivitas jamur. Tindakan restorasi dilakukan dengan teknik penyambungan,

pengecatan, dan perekatan. Sedangkan teknik penambalan dengan kerusakan yang cukup parah di serahkan kepada pengrajin golek.

REFERENSI

Adrian, Yosua. (2018). Kampanye Kesadaran Masyarakat Mengenai Pelestarian     Cagar     Budaya

Berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2010. Kalpataru Majalah Arkeologi. Vol 27 No. 1, 2018 (1530).

Andrieu, Sarah A. (2017). Raga Kayu Jiwa Manusia. Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia dan Forum Jakarta Paris

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Koestoro, Lucas Partanda. (2013). Sekilas Tentang Pengelolaan Objek Arkeologis Bagi Upaya Pelestarian Warisan    Budaya.     Berkala

Arkeologi Sangkakala. Vol 16. No 1, 2013 (91-102).

Larasati, Rae & Jamil, Jamil & Johansyah, Marwiah. 2017. Museum  Mulawarman  sebagai

Pusat Konservasi Warisan Budaya. Historical Studies Journal. Vol 1 No. 14, Agustus 2017 (124-158).

Mantitaputy.     (2010).     Pentingnya

Museum Bagi Pelestarian Warisan Budaya dan Pendidikan Dalam Pembangunan. Kapata Arkeologi. Vol 23, No 3. November 2010 (2534).

Michalski, S. (2015). Agent of Deterioration:  Incorrect Relative

Humidity.

Netra, I Made Suparma. (2019). Konservasi Lukisan Museum Le Mayuer. Jurnal Humanis, Vol 23, No. 3, Agustus 2019 (216-223).

Nur, M. (2009). Orientasi Manajemen Sumberdaya    Arkeologi     di

Indonesia. Papua Jurnal. Vol 1. No. 1, Juni 2009 (1-10).

Rosyadi. 2009. Wayang Golek Dari Seni Pertunjukkan Ke Seni Kriya. Jurnal Seni, Vol 1. No 2, Juni 2009 (135-148).

Rukiah, Yayah. (2015). Makna Warna Pada Wajah Wayang. Jurnal Desain, Vol 2, No. 3, Mei 2015 (117-202).

Subagiyo, Puji .Yosep. (1997). "Kontrol Kerusakan Biotis:    Perlakuan

Kultural/Fisik, Penyinaran/Radiasi, Pemanasan, Pendinginan, da Fumigasi", Jurnal Museografia.. Vol. 1 No. 1 Tahun 1998 (3-5).

Sukistono, Dewanto. (2009). Tatahan dan Sunggingan Wayang Golek Menak Yogyakarta. Resital Jurnal, Vol 10, No. 2, Desember 2009 (153-164).

Suryana, Jajang. (2002). Wayang Golek Sunda. Kajian Estetika Rupa Tokoh Golek. Jakarta : PT Kiblat Buku Utama

Wibowo, A.S. (1977). “Sedikit Catatan tentang Wayang” 50 Tahun lembaga     Purbakala     dan

Peninggalan Nasional. Jakarta : Proyek Pelita