p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Humanis: Journal of Arts and Humanities

Vol 24.1 Pebruari 2020:53-59

DOI: https://doi.org/10.24843/JH.2020.v24.i01.p07

Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019

Revitalisasi Ritual Sampang Sandro Sebagai Daya Tarik Wisata

Petra Selsia Krisnawati Sarumaha*, A.A Ngr. Anom Kumbara Prodi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [petrasarumaha@gmail.com]

Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author

Abstract

This study discusses about Gili Indah village which has a sampang sandro ritual. lately this ritual is almost extinct because the activity as a salt farmer did not ensure in society's economy, so they switch to other professions. Those switching profession indirectly causes the loss of unique ritual of that. Local government are trying to revitalize sampang sandro ritual to used as an alternative tourist attraction. Based on the background study above, this study focus on (1) How are the revitalization of sampang sandro ritual in Gili Indah village? (2) How the implication of revitalization of sampang sandro ritual for society in Gili Indah village?. Furthermore, the method of data collection in this study are observation, interview, and documentation method. The data were analysed in qualitative with functionalism and the change of social theories. The results of this study were showed that sampang sandro ritual was done in festival ritual of sampang sandro. First step is competition of gangsing (mangkeq), kasti ball, pantok cret, dayung kano, and photography. Sampang Sandro is point event with some procession such pray, chicken release, take salt in the swamp, lunch together then cleaning up. The implication of revitalization of sampang sandro ritual are the maintenance of local tradition and preservation of social solidarity. Then, the implication in ecology field is preservation of ecosystem sustainability. The implication in economy field is the increased of treasury village, and implication tourism field is the increased of tourist attractions in Gili Indah village.

Keywords: sampang sandro ritual, implication, tourism globalization.

Abstrak

Studi ini membahas tentang Desa Gili Indah yang memiliki ritual sampang sandro. Belakangan tradisi ini hampir mengalami kepunahan karena aktivitas petani garam kurang menjanjikan secara ekonomi sehingga masyarakat beralih profesi lain. Peralihan mata pencaharian ini secara tidak langsung menyebabkan hilangnya tradisi ritual yang unik tersebut. Pemerintah daerah berupaya merevitalisasi ritual sampang sandro untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata alternatif. Berdasarkan latar belakang tersebut maka fokus penilitian ini : (1) bagaimana bentuk revitalisasi ritual sampang sandro di Desa Gili Indah, (2) bagaimana implikasi revitalisasi ritual sampang sandro terhadap masyarakat Desa Gili Indah. Metode pengumpulan data yang digunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teori fungsionalisme dan teori perubahan sosial. Berdasarkan metode tersebut hasil penelitian ini menunjukkan revitalisasi ritual sampang sandro dilakukan dalam bentuk festival ritual sampang sandro. Tahap awal yaitu kegiatan perlombaan gangsing (mangkeq), lomba bola kasti, lomba pantok cret, lomba dayung kano, dan lomba fotografi. Sampang

Info Article

Received     :   21st August 2019

Accepted     :   17th February 2020

Publised      :   29th February 2020

sandro adalah acara inti dari kegiatan yang melalui prosesi doa, pelepasan ayam, mengambil garam dirawa, makan bersama dan bersih-bersih. Implikasi revitalisasi ritual sampang sandro meliputi sosial budaya bertahannya tradisi lokal dan terjaganya solidaritas sosial, implikasi bidang ekologi terjaganya kelestarian ekosistem, implikasi ekonomi dengan bertambahnya kas Desa Gili Indah, dan implikasi terhadap pariwisata bertambanya daya tarik wisata di Desa Gili Indah.

Kata Kunci : ritual sampang sandro, revitalisasi, implikasi, globalisasi, pariwisata.

PENDAHULUAN

Kabupaten Lombok Utara merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia yang menjadi daerah tujuan wisata (DTW), (Anang Taofik Kusmawan, 2013). Desa Gili Indah adalah salah satu wisata andalan yang banyak menarik wisatawan yang ada di Kabupaten Lombok Utara. Pemerintah Indonesia menjadikan Lombok dan Gili Matra atau Desa Gili Indah sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) di Nusa Tenggara Barat sejak tahun 2011. Desa Gili Indah sangat populer dengan wisata alam bahari atau wisata laut yang dimiliki. Desa Gili Indah juga memiliki daya tarik lain yaitu Danau air asin yang terdapat di Dusun Gili Meno yang dahulu dijadikan sebagai lokasi budi daya garam. Namun kini kegiatan budi daya garam di Desa Gili Indah tergerus seiring pesatnya perkembangan sektor pariwisata.

Masyarakat di Desa Gili Indah yang beralih profesi dari pembuat garam ke sektor pariwisata telah mempengaruhi eksistensi ritual sampang sandro yang dilakukan satu hari sebelum pembuatan garam. Era globalisasi yang semakin pesat membawa perubahan penting bagi kehadiran nilai budaya lokal yang dimiliki masyarakat, banyak nilai budaya lokal yang mulai menghilang dan bercampur dengan budaya modern diperlukan upaya pelestarian agar nilai tersebut tetap terjaga sehingga dapat mengembangkan tradisi budaya tersebut (Sigit Surahman, 2013). Menurut Edi Sedyawati (2000) “agar suatu kebudayaan dapat lestari, yaitu selalu ada

eksistensinya (tidak perlu selalu berarti bentuk-bentuk pernyataanya), maka upaya-upaya yang perlu dijamin keberlangsungannya: perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan”. Menurut Mohammad Husain Hutagalung (2014) “dengan adanya pariwisata justru akan menggairahkan perkembangan budaya asli, bahkan dapat juga menghidupkan kembali unsur-unsur budaya yang sudah hampir dilupakan.

Seiring jalannya waktu perubahan minat wisatawan yang cukup tinggi terhadap wisata budaya mendorong setiap daerah menjadikan atraksi wisata sebagai produk andalan pariwisata (Marceilla Hidayat, 2011). Pariwisata budaya merupakan cara wisatawan untuk meninjau, mengetahui, menghargai dan memperoleh pengalaman dari keragaman budaya dari suatu daerah seperti suatu kebiasaan atau adat istiadat, seni pertunjukan, bangunan bersejarah, peninggalan keagamaan, dan masakan tradisional. (Novita Rifaul Kirom, 2016).

Khawatir akan hilangnya jati diri akibat meninggalkan tradisi membuat pemerintah dan masyarakat berupaya untuk menghidupkan kembali budaya yang telah lama ditinggalkan, Menghidupkan kembali budaya lokal sama artinya dengan menghidupkan kembali identitas lokal (Adinta Ragil Sabdorini, 2017). Oleh karena itu, identitas merupakan unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan (Sari, 2011).

Kegiatan revitalisasi ritual sampang sandro merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah dengan

masyarakat untuk melestarikan budaya masyarakat Desa Gili Indah sekaligus menjadikan kegiatan tersebut sebagai potensi pariwisata yang baru sehingga dapat menarik minat para wisatawan untuk melihat atraksi wisata budaya. Atraksi wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keindahan, keunikan, bernilai, baik dalam kekayaan budaya, keanekaragaman maupun hasil dari buatan manusia yang dapat menjadi faktor daya tarik dan menjadi tujuan wisatawan untuk berkunjung, yang kemudian menjadikan wisatawan termotivasi untuk melakukan wisata ke obyek wisata tersebut. Menurut Suwena & Widyatmaja (Rio Sulistia Darma, 2018) atraksi disebut merupakan komponen yang signifikan dalam menarik wisatawan, atraksi merupakan modal utama (tourism resources) atau sumber dari kepariwisataan. Menurut Witt & Mountinho (Muhammad Hamdani, 2016) atraksi wisata atau daerah tujuan wisata, merupakan motivasi utama bagi para wisatawan dalam melakukan kegiatan kunjungan wisata.

Melalui revitalisasi kegiatan ritual sampang sandro di Desa Gili Indah maka diharapkan Desa Gili Indah tidak hanya menjadi tempat tujuan wisata bahari namun juga menjadi tempat tujuan wisata budaya yang dapat memberikan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat setempat, khususnya manfaat di bidang ekonomi dan kebudayaan.

Berdasarkan pada latar belakang diatas penulis melalui penelitian ini mencoba untuk mengungkapkan mengenai revitalisasi ritual sampang Sandro sebagai daya tarik wisata di Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. Bagaimana bentuk revitalisasi ritual sampang sandro di Desa Gili Indah?. Bagaimana impilikasi revitalisasi

ritual sampang sandro terhadap masyarakat Desa Gili Indah ?

Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui bentuk revitalisasi ritual sampang sandro pada di Desa Gili Indah. 2) Untuk mengetahui implikasi revitalisasi ritual sampang sandro terhadap masyarakat Desa Gili Indah.

METODE

Penelitian revitalisasi ritual sampang sandro yang dilakukan berupa penelitian etnografi. Pada suatu penelitian etnografis, metode pengumpulan data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu berupa wawancara dan observasi partisipasi (Sugiyono: 2010). Data yang diperoleh seperti hasil wawancara, hasil pengamatan, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti dilokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk angka-angka.

Pada penelitian kualitatif, Untuk menentukan informan dilakukan dengan cara teknik purposive dan snowball. Teknik pengumpulan data yang digunakan di antaranya: observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan studi pustaka.

Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data, diantaranya mengumpulkan data wawancara, fieldnotes dan rekaman audiovisual yang kemudian dicatat kembali dalam bentuk catatan etnografis yang lengkap. Selanjutnya peneliti menyusun catatan mengenai berbagai hal yang berisikan gagasan atau ungkapan yang mengarah pada teorisasi berkenaan dengan data yang ditemui di lapangan. Selanjutnya peneliti menyusunnya dan dilengkapi dengan kode dan cacatan yang berisikan gagasan dengan sejumlah data yang ditemukan di lokasi penelitian. Pada akhirnya, peneliti menyusun rancangan konsep serta penjelasan. Penjelasan berkaitan dengan tema dan pola data yang bersangkutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bentuk Revitalisasi Ritul Sampang Sandro

Ritual sampang sandro tidak bisa dipisahkan dari tradisi menyia yang artinya dalam Bahasa daerah Sulawesi yaitu penggaraman karena prosesi ini dilakukan sebelum melakukan pembukaan lahan garam dan pembuatan garam di rawa Gili Meno. Festival ritual sampang sandro merupakan bentuk dari revitalisasi yang dilakukan oleh masyarakat Gili Indah sejak tahun 2016. Revitalisasi ini dilakukan karena masyarakat yang sempat berhenti membuat garam sejak tahun 2.003. Dengan melihat potensi bahwa Desa Gili Indah adalah salah satu tempat destinasi pariwisata yang cukup terkenal dengan wisata bahari maka pemerintah ataupun masyarakat berharap melalui kegiatan festival sampang sandro, turis-turis yang datang ke Gili Indah tidak hanya bertujuan untuk melihat keindahan bawah laut Gili namun juga dapat menikmati atraksi budaya.

Festival ritual sampang sandro ini berlangsung kurang lebih selama 1 minggu. Sebelum melaksanakan ritual sampang sandro, terlebih dahulu diawali dengan beberapa rangkain kegiatan perlombaan yaitu perlombaan khas budaya Sasak seperti lomba gangsing (mangkeq), pertandingan kasti antar tim yang anggotanya adalah ibu-ibu warga Gili Meno, lomba pantok cret (berasal dari bahasa sasak yang artinya memukul potongan kayu loncat dari lobang), lomba dayung kano untuk nelayan dan terakhir lomba fotografi dengan tema Festival Sampang Sandro Penggaraman Gili Meno. Sampang Sandro adalah acara inti dari kegiatan ini.

Pelaksanaan ritul sampang sandro oleh masyarakat Gili Indah dilakukan di rawa Dusun Gili Meno, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang karena masyarakat Gili Indah percaya bahwa di Rawa Meno terdapat mahkluk halus. Menurut

Sugiyono (Danel, 2008) ritual berarti berkenaan dengan ritus; ikhwal ritus, tindakan ceremonial. Sementara ritus berarti tata cara dalam upacara keagamaan.

Dalam melaksanakan ritual sampang sandro selalu dipimpin oleh seseorang yang dianggap masyarakat sebagai tetua di Dusun Gili Meno Desa Gili Indah yaitu Bapak Saharudin (56 Tahun) yang mengetahui dan menguasai tata cara pelaksanaan ritual sampang sandro. Adapun pelaksanaan ritual sampang sandro biasanya dilakukan pada saat musim kemarau.

Ritual sampang sandro dalam pelaksanaannya mempersembahkan alat/sarana sesuai dengan perlengkapan ritual sampang sandro, yakni: 1) rokok, 2) siri, 3) nasi kuning, nasi putih, dan nasi merah, 4) dupa/ Kemenyan, 5) satu ekor ayam yang masih hidup, 6) ayam Pangganng, 7) pisang, 8) bulayak/ketupat, 9) telur ayam kampung, 10) kelapa muda, 11) kain putih, 12) aneka buah-buahan, 13) aneka makanan.

Pada acara inti festival ritual sampang sandro dilaksanakan pada pagi hari dengan susunan acara di mulai dari pagi hari sampai sore hari. Adapun tahapan kegiatan ritual sampang sandro ini dimulai dengan berkumpulnya seluruh warga di lapangan Dusun Meno Desa Gili Indah terlebih dahulu, kemudian para warga menyusun barisan agar terlihat rapi saat memasuki rawa Meno yang menjadi tempat dilaksanakannya ritual.

Dengan diiringi suara alunan musik menggunakan musik tradisional gendang beleq (alat musik khas Lombok) masyarakat berjalan bersama-sama menuju ke rawa Meno. Setelah sampai dilokasi Bapak Saharudin langsung menuju kearah meja atau disebut dengan sampang untuk meletakkan sesaji, kemudian pemimpin ritual mulai melakukan sembahyang, sementara masyarakat juga ikut berdoa dalam hati memohon keselamatan Desa Gili Indah. Setelah berdoa pemimpin ritual

melepaskan satu ekor ayam yang artinya sebagai pembebasan masyarakat dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan.

Selanjutnya Bupati Lombok Utara, Kepala Desa Gili Indah, dan Kepala Dusun Gili Meno menuju ke rawa Meno untuk melepaskan hewan unggas. Makna dari pelepasan ini untuk konservasi hewan unggas agar ekosistem di rawa Meno dapat terjaga.

Kemudian aparat pemerintah langsung turun ke rawa untuk menumpahkan air rawa pada bak penggaraman yang terbuat dari lepa (lumpur keras) sebagai simbol bahwa kegiatan penggaraman sudah siap untuk dilakukan oleh masyarakat.

Setelah selesai acara doa dilanjutkan dengan penyampaian pidato oleh Bupati Lombok Utara, Kepala Desa Gili Indah, dan Kepala Dusun Gili Meno. Sebagai penutup inti acara masyarakat makan bersama sama di lokasi tempat pelaksanaan ritual. Adapaun makanan yang disajikan yaitu ketupat, bulayak, ayam putih, aneka jenis buah dan lain-lain. Sesuai dengan kepercayaan masyarakat Desa Gili Indah bahwa menyia atau membuat garam bisa dilakukan minimal satu hari setelah prosesi ritual sampang sandro dilakukan baru masyarakat bisa membuat garam.

Setelah kegiatan inti acara dilakukan dilanjutkan dengan kegiatan clean up and go. panitia bekerja sama dengan komunitas “Clean Up and Go” untuk melakukan kegiatan gotongroyong atau bersih-bersih di Dusun Gili Meno yang bertujuan untuk meningkatkan solidaritas dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan dan bahaya sampah plastik bekas dari masyarakat yang dapat merusak ekosistem Gili.

Penutupan acara dilaksanakan satu hari setelah acara ritual sampang sandro dilakukan. Acara penutupan festival sampang sandro di selenggarakan dengan bentuk yang sederhana, panitia festival

sampang sandro menyewa peralatan musik untuk menghibur masyarakat. Tujuan dari acara penutupan juga dilakukan untuk mengumumkan serta membagikan hadiah kepada masing-masing pemenang peserta lomba yang dilaksanakan sebelum acara ritual.

Implikasi Bentuk Revitalisasi Ritul Sampang Sandro

Marcel Mauss (Husni Thamrin, 2015) mengembangkan suatu konsep struktural fungsional yang penting mengenai integrasi sosial masyarakat manusia. Mauss mengemukakan suatu pendapat yang mengatakan bahwa solidaritas sosial dari suatu masyarakat dapat mengendor dan menjadi intensif kembali menurut musim, sehingga diperlukan adanya usaha-usaha khusus untuk berulang-ulang mengintensifkan kembali melalui upacara keagamaan (koentjaraningrat, 1980 : 105). Pada saat acara inti berlangsung masyarakat bersama-sama membawa sesaji-sesaji menuju rawa Meno untuk melakukan ritual, sikap ini menunjukkan ada sikap integrasi atau sikap kebersamaan ditengah-tengah masyarakat.

Pelestarian budaya merupakan implikasi festival ritual sampang sandro, dengan kesadaran penuh oleh masyarakatnya untuk merevitalisasi kembali ritual sampang sandro dengan cara mengemas secara lebih baik agar terlihat menarik sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk melihat pertunjukkan atraksi budaya.

Implikasi revitalisasi ritual sampang sandro terhadap ekologi dimana adanya pelestarian unggas untuk mempertahankan ekosistem kawasan rawa Meno. Melalui acara sampang sandro juga pemerintah dan panitia festival sampang sandro bekerja sama dengan panitia bekerjasama dengan komunitas “Clean Up and Go” untuk menghimbau masyarakat agar menjaga kesebersihan lingkungan terutama

kawasan rawa Meno yang akan terus menjadi tempat dilaksakannya ritual sakral sampang sandro.

Implikasi revitalisasi ritual sampang sandro terhadap bidang ekonomi yaitu dengan bertambahnya kas Desa Gili Indah karena pemerintah Lombok Utara memberikan bantuan dana kepada Desa Gili Indah untuk melaksanakan revitalisasi ritual sampang sandro.

Implikasi revitaliasi ritual sampang sandro terhadap pariwisata yaitu dengan bertambahnya daya tarik wisata yang baru di Desa Gili Indah. Dalam konteks kepariwisataan, sampang sandro merupakan daya tarik yang menyajikan perpaduan antraksi alam dan budaya yang unik.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis penelitian mengenai “Revitalisasi Ritual Sampang Sandro Sebagai Daya Tarik Wisata Di Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Lombok Utar” dapat disimpulkan bahwa bentuk revitalisasi ritual sampang sandro diwujudkan melalui pelaksanaan kegiatan Festival Sampang Sandro yang berlangsung kurang lebih selama 1 minggu. Terdapat beberapa rangkain kegiatan perlombaan yaitu perlombaan khas budaya Sasak seperti lomba gangsing/mangkeq, pertandingan kasti, lomba pantok cret, lomba dayung kano dan lomba fotografi. Pada Acara inti diawali dengan masyarakat berjalan bersama-sama menuju ke rawa Meno diiringi suara alunan musik menggunakan musik tradisional gendang beleq (alat musik khas Lombok) dan menyajikan ketupat, bulayak, ayam putih, aneka jenis buah sebagai sandro. Beberapa orang yang di percaya saat tiba di Rawa langsung turun ke air nya untuk mengambil lumpur keras/lepa. Acara ini juga diikuti dengan pelepasan ayam dan itik untuk simbol kehidupan dan pelestarian unggas.

Sementara implikasi revitalisasi ritual sampang sandro terhadap

kehidupan sosial budaya masyarakat Gili Indah yaitu semakin kuatnya sikap solidaritas kelompok masyarakat di Desa Gili Indah. Implikasi revitalisasi sampang sandro terhadap ekologi Desa Gili Indah yaitu pada inti ritual sampang sandro melepas ayam dan itik sebagai simbol kehidupan dan pelestarian unggas. Melalui kegiatan revitalisasi sampang sandro juga masyarakat lebih sadar akan pentingnya kebersihan dan pemeliharaan lingkungan khususnya di kawasan rawa Meno yang dijadikan sebagai lokasi untuk melaksanakan ritual. Implikasi terhadap ekonomi dengan bertambahnya kas desa. Implikasi revitalisasi terhadap pariwisata adalah dengan bertambanya daya tarik yang baru di Desa Gili Indah.

SARAN

Revitalisasi ritual sampang sandro yang telah dilakukan di Desa Gili Indah hendaknya dapat dijaga dan terus dilestarikan sebagai warisan  budaya

untuk generasi yang akan  datang.

Sehingga generasi muda   dapat

mengetahui makna penting pelaksanaan tradisi ini. Kepada pemerintah, diharapkan agar program revitalisasi ritual sampang sandro terus didukung sehingga sampang sandro tetap menjadi kegiatan event tahunan yang bisa menarik minat wisatawan dan dapat menambah income (pendapatan) Desa Gili Indah.

REFERENSI

Sari, Darwan. 2011. Revitalisasi Tradisi Lisan Kantola Masyarakat Muna Sulawesi Tenggara Pada Era Globalisasi. Kajian Budaya Universitas Udayana. Denpasar

Sugono, Dendy, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta:  PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Husein, Muhammad. 2014. “Pengaruh Lokasi dan Fasilitas Terhadap Keputudan           Berkunjung

Wisatawan”. Vol. 03 No. 01.

Sedyawati, Edi. 2000. “Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya” Vol. 02 No. 01.

Darma, Rio Sulistia. 2018 “ Implikasi Perkembangan Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sibungan-bunga, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Vol. 06 No. 01.

Thamrin, Husni. 2015. “Enkulturasi dalam Kebudayaan Melayu”. Vol. 14 No. 01.

Danel. 2015. “Makna Ritual Mukad Ulid Masyarakat Suku Dayak Bulusu di Desa Rian Kabupaten Tana Tidung”. Vol. 03 No. 03.

Kusmawan, Anang Taofik. 2013. “Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Kegiatan Wisata Bahari di Gili Trawangan”. Vol. 05 No. 02.

Surahman, Sigit. 2013. “Dampak Globalisasi Terhadap Seni dan Budaya Indonesia”. Vol 02 No. 01.

Ragil Sabdorini, Adinta. 2017. “Strategi Kelurahan Genteng Menumbuhkan Partispasi Warga Melestarikan Budaya Lokal Di Kampung Ketandan Kota Surabaya”. Vol 05 No. 03.

Hidayat, Marceilla. 2011. “Strategi Perencanaan dan Pengembangan Objek Wisata (Studi Kasus Pantai

Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat)”. Vol 01 No 01.

Kirom, Novita Rifaul. 2016. “Faktor-faktor Penentu Daya Tarik Wisata Budaya dan Pengaruhnya Terhadap Kepuasan Wisatawan.

Utama, Indra Bhakti & Sopa Martina. 2013. “Studi Deskriptif Daya Tarik Wisata Gasibu Sebagai Wisata Tradisional”. Vol. IV No. 1.

Hamdani, Muhammad. 2016. “Analisis Motivasi    Wisatawan    yang

Menginap di Daerah Wisatawa Tuktuk Samosir Sumatera Utara” Vol. 16 No. 25.