Penggunaan Setsuzokushi Tonikaku, Tokorode, dan Jyaa dalam Novel Norwei No Mori Karya Haruki Murakami
on
DOI: 10.24843/JH.2019.v23.i04.p12
Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X Humanis: Journal of Arts and Humanities
Vol 23.4 Nopember 2019: 334-341
Penggunaan Setsuzokushi Tonikaku, Tokorode, dan Jyaa dalam Novel Norwei No Mori Karya Haruki Murakami
Ni Made Intan Kusumasari*, Renny Anggraeny, NPL Wedayanti
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya [intan.milla@gmail.com], [renny_anggraeny@unud.ac.id], [l_wedayanti@unud.ac.id]
Denpasar, Bali, Indonesia *Corresponding Author
Abstract
The title of this thesis is "Use of Setsuzokushi Tonikaku, Tokorode, and Jyaa found in the Novel Norwei No Mori by Haruki Murakami.” focuses on studying the structure and meaning of Setsuzokushi Tonikaku, Tokorode, and Jyaa. The theories which use are Sunagawa et al (1998), Makino and Tsutsui (1994), and semantic theory according to Pateda (2001), and syntactic theory according to Verhaar (2012). This research was analyzed by using agih method and divide technique, the presentation about results of analysis used informal method. The results of this analysis are Setsuzokushi tonikaku, tokorode, jyaa connected with the first sentence and the second sentence, connected with Godan Doushi, Ichidan Doushi, Henkaku Doushi, Meishi, and Keiyoushi. The most found structure are Godan Doushi and Meishi, while in terms of its meaning the most found is the context of the situation for change the topic of conversation.
Keywords: Tenkan no Setsuzokushi, structure, contextual meaning
Abstrak
Penelitian yang berjudul “Penggunaan Setsuzokushi Tonikaku, Tokorode, dan Jyaa yang terdapat dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami” ini fokus mengkaji tentang struktur dan makna dari Setsuzokushi Tonikaku, Tokorode, dan Jyaa. Teori yang digunakan yaitu mengacu pada pendapat dari Sunagawa dkk (1998), Makino dan Tsutsui (1994), dan Teori semantik menurut Pateda (2001), serta Teori sintaksis menurut Verhaar (2012). Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode agih dan teknik bagi, penyajian hasil analisis digunakan metode informal. Hasil analisis adalah Setsuzokushi tonikaku, tokorode, jyaa menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua, dilekatkan dengan godan doushi, ichidan doushi, henkaku doushi, meishi, dan keiyoushi. Dari struktur yang paling banyak ditemukan adalah godan doushi dan meishi, sedangkan dari segi maknanya yang paling banyak ditemukan adalah konteks situasi untuk melainkan topik pembicaraan.
Kata Kunci: Tenkan no setsuzokushi, struktur, makna kontekstual.
Bahasa digunakan untuk berkomunikasi dan dibutuhkan kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, sehingga untuk menghubungkan bagian-
bagian kalimat digunakan konjungsi yang membuat kalimat tersebut menjadi lebih mudah untuk dimengerti. Bahasa Jepang konjungsi disebut dengan setsuzokushi. Menurut Nagayama (dalam Sudjianto,
334
Received 17 June 2019
Received in revised form 18 November 2019
Accepted 22 November 2019
1996:100) setsuzokushi adalah kelas kata yang dipakai untuk menghubungkan atau merangkaikan kalimat dengan kalimat atau merangkaikan bagian-bagian kalimat. Dalam bahasa Jepang, setsuzokushi merupakan salah satu jenis kelas kata. Setsuzokushi dibagi menjadi tujuh macam yaitu, heiritsu no setsuzokushi, sentaku no setsuzokushi, tenka no setsuzokushi, gyakusetsu no setsuzokushi, junsetsu no setsuzokushi, tenkan no setsuzokushi, dan setsumei no setsuzokushi (Masao dalam Sudjianto, 1996:101). Penggunaan setsuzokushi dalam sebuah kalimat sangat penting, jika setsuzokushi dapat digunakan dengan tepat, maka kalimat yang dihasilkan akan terasa lebih hidup dan ilmiah. Ketika mempelajari bahasa Jepang diperlukan suatu pemahaman mengenai aturan-aturan untuk memahami bahasa tersebut.
Dalam penelitian ini membahas mengenai tenkan no setsuzokushi yang merupakan konjungsi untuk mengubah ataupun mengalihkan topik pembicaraan. Konjungsi yang termasuk ke dalam kategori tenkan no setsuzokushi adalah tokorode, soredewa, sate, tonikaku, tsugi ni,toki ni Isao (2001:479). Konjungsi yang termasuk dalam kelompok ini dan menjadi fokus penelitian adalah tokorode, tonikaku dan jyaa. Tokorode berfungsi untuk mengubah topik yang berbeda dari topik sebelumnya, digunakan untuk menambahkan hal-hal yang berkaitan dengan topik saat ini atau untuk membandingkannya dalam situasi yang sama Sunagawa dkk, 1998: 333).
Menurut Sunagawa dkk (1998:353) Tonikaku menunjukkan kegiatan atau tindakan yang dilakukan itu di prioritaskan, mengungkapkan ekspresi, dan juga dapat digunakan ketika membandingkan hal-hal lainnya, memberikan komentar, menegaskan keinginan atau fakta. Menurut Makino & Tsutsui (1989:503) menyatakan jyaa artinya “jika itu terjadi, jika demikian,
lalu, baiklah.” Digunakan untuk menyatakan saran yang merupakan akibat dari tindakan sebelumnya.
Objek kajian dalam penelitian ini menggunakan novel yang berjudul Norwei No Mori karya Haruki Murakami. Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki relevansi seperti penelitian Nusantari (2016), Prismayanti (2016) dan Ningtyas (2017), tetapi penelitian ini berbeda dengan penelitian yang terdahulu, karena penelitian ini fokus membahas mengenai struktur dan makna kontekstual dari tonikaku, tokorode, jyaa yang terdapat dalam Novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. a. Bagaimanakah struktur penggunaan setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa yang terdapat dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami?
-
b. Bagaimanakah makna penggunaan setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa yang terdapat dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami.
Adapun tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah menambah wawasan kepada para pembaca dalam bidang linguistik, terutama mengenai
setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa. Sedangkan Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mengetahui struktur dan makna setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami.
Metode dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yaitu metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto,1993:133). Penggunaan metode simak dalam penelitian ini yaitu, pertama-tama melihat penggunaan bahasa yang mengandung setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa dan sumber data yang diperoleh berupa novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami. Kemudian pengumpulan setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa dilakukan dengan teknik catat. Penggunaan teknik catat dalam penelitian ini yaitu, dengan mencatat kalimat yang mengandung setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa yang terdapat pada novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami, setelah data-data dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami terkumpul, lalu dilanjutkan dengan pengklasifikasian data. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode agih. Metode agih adalah metode yang penentuannya adalah bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15)
Kemudian teknik yang digunakan adalah teknik bagi dilakukan dengan cara membagi satuan lingual tertentu menjadi beberapa bagian atau unsur. Penyajian hasil analisis digunakan metode informal (Sudaryanto,1993:145).
Kemudian dianalisis dengan menggunakan Teori yang mengacu pada pendapat Sunagawa dkk (1998), Makino & Tsutsui (1994), Pateda (2001), dan Verhaar (2012) yang mempermudah proses analisis struktur dan makna yang terdapat dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami (2004).
Pada bab ini dibahas mengenai struktur dan makna setsuzokushi tonikaku, tokorode dan jyaa yang terdapat dalam novel Norwei No Mori karya Haruki
Murakami, dalam menganalisis data yang terdapat dalam novel tersebut, penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Sunagawa dkk (1998), Makino & Tsutsui (1994), Verhaar (2012), untuk menganalisis struktur, dan Pateda (2001) dalam menganalisis makna konteksual dalam novel.
Menurut Sunagawa dkk (1998:353) Tonikaku menunjukkan kegiatan atau tindakan yang dilakukan itu di prioritaskan, mengungkapkan ekspresi, dan juga dapat digunakan ketika membandingkan hal-hal lainnya, memberikan komentar, menegaskan keinginan atau fakta. Makino & Tsutsui (1995:218) menyatakan setsuzokushi tonikaku memiliki arti “ngomong-ngomong”. Dalam fungsinya sebagai konjungsi, Setsuzokushi Tonikaku dapat dilekatkan dengan kelas kata lain seperti dooshi, meishi maupun keiyoushi. Sehingga dalam novel Norwei no Mori Setsuzokushi Tonikaku berkontruksi dengan godan dooshi, ichidan dooshi, henkaku dooshi, meishi dan keiyoushi, serta terdapat makna kontekstual seperti terdapat konteks situasi, konteks tempat, konteks tujuan dan konteks orangan, konteks waktu, konteks suasana hati.
かく、うち の家族ってみんなち ょっと変ってるのよ。どこか少 しずつずれてんの。
Watashitachi datte kizutsuku wa yo. Tonikaku, uchi no kazoku tte min'na chotto kawatteru no yo. Doko ka sukoshi zutsu zure ten no.
‘Bahkan kita akan terluka. Ngomong-ngomong, semua keluarga mendadak berubah agak aneh. Satu persatu pergi ke suatu tempat.’
ノルウェイの森 (上) 、2004 : 150
Data (1), Setsuzokushi Tonikaku menghubungkan kalimat 1 dan kalimat 2. Sebelum Setsuzokushi Tonikaku terdapat kata uchi no kizutsuku yang merupakan godan doushi yang berakhiran dengan ku yang memiliki arti ‘terluka’. Data tersebut pembicara menceritakan bahwa keluarganya mendadak berubah menjadi aneh. Makna kontekstual yang terdapat pada kalimat tersebut adalah konteks situasi yang menyatakan situasi yang agak aneh yang dialami oleh pembicara saat berhadapan dengan semua anggota keluarganya. Sebelumnya dalam percakapan tersebut pembicara mengatakan bahwa dia rela meninggal demi anaknya dan berkorban untuk keluarganya.
-
(2) 我々はもっと互いをしりあうこと
ができるだろう。とにかくもう一 度君とあって、ゆっくりと話をし たい。
Wareware wa motto otagai o shiriau. Koto ga dekirudarou. Tonikaku mōichido Kimi to atte, yukkuri to hanashi o shitai.
‘Kita akan bisa saling bertemu lagi satu sama lain. Ngomong-ngomong, saya ingin bertemu denganmu lagi dan berbicara perlahan.’
ノルウェイの森 (上) 、2004 : 88
Data (2), Setsuzokushi Tonikaku menghubungkan kalimat 1 dan kalimat 2. Kata dekiru darou yang terletak sebelum Setsuzokushi Tonikaku terletak dari kata dekiru yang merupakan verba bentuk jishokei dan termasuk golongan ichidan
dooshi yang berakhiran dengan iru. Data tersebut menyatakan suatu aktivitas yang dimana dekiru menyatakan seseorang dapat melakukan sesuatu. Data (2), Setsuzokushi Tonikaku mengandung makna kontekstual menyatakan tujuan mengajak lawan bicara untuk bertemu kembali dan berbicara perlahan-lahan satu sama lainnya.
来てくれよ。一緒にここに来よ う。
Tonikaku ima kesa mitai ni asa mukae ni kite kure yo. Issho ni koko ni koyou.
‘Ngomong-ngomong, silahkan
datang dan menjemput saya pagi ini lagi. Mari kita ke sini bersama.’
ノルウェイの森 (下) 、2004 : 102
Data (3) Kata ima kesa mitai yang terletak setelah Setsuzokushi Tonikaku terletak dari kata yang termasuk golongan meishi atau kata benda. Pembicara mengatakan aktivitas yang dilakukannya, sehingga tonikaku mengubah topik satu ke topik lainnya namun masih berkaitan topiknya. Pembicara menyuruh lawan bicara untuk menjemputnya pada saat pagi hari. Selain itu pembicara juga mengajak lawan bicara untuk datang bersama-sama ke tempat yang dituju oleh pembicara. Konteks waktu dapat dilihat pada kalimat ima kesa mitai ni asa mukae ni kite kure yo, yang menunjukan waktu di pagi hari.
-
(4) 濡れてからスルット入った こと
は入った、とにかく痛いのよ。
頭 がぽおっとしちゃうくらい。
Nurete kara suru tto haitta koto wa.haitta, tonikaku itai no yo Atama ga po otto shi chau kurai.
‘Saya masuk perlahan karena basah, Ngomong-ngomong saya mulai merasakan sakit dari kepala.’
ノルウェイの森 (下) 、2004 : 272
Data (4), Setsuzokushi Tonikaku menghubungkan kata itai yang terletak setelah Setsuzokushi Tonikaku termasuk golongan keiyoushi yang berakhiran dengan i yang memiliki arti ‘sakit’. Di ceritakan situasi si pembicara saat masuk badannya basah dan mulai merasakan dimana pembicara merasa sakit yang dapat dia rasakan mulai dari kepala. Konteks situasi dapat dilihat pada kalimat Nure teta kara suru tto haitta, yang dimana pembicara masuk dalam kondisi basah yang bisa menyebabkan sakit kepala.
Tokorode berfungsi untuk mengubah topik yang berbeda dari topik sebelumnya, digunakan untuk menambahkan hal-hal yang berkaitan dengan topik saat ini atau untuk membandingkannya dalam situasi yang berbeda Sunagawa dkk, (1998:333). Dalam fungsinya sebagai konjungsi, Setsuzokushi Tokorode dapat dilekatkan dengan kelas kata lain seperti meishi maupun menghubungkan kalimat 1 dan 2. Sehingga dalam novel Norwei no Mori Setsuzokushi Tokorode berkontruksi dengan meishi dan juga menghubungkan kalimat 1 dan 2, serta terdapat makna kontekstual seperti terdapat konteks situasi, konteks tempat, konteks tujuan dan konteks orangan.
Tanoshimi ni shitemasuyo. Tokorode ano toki torikaetsuko shita on'na dake dona, bijin janai ko no
kata ga yokatta.
‘Saya menantikannya. Ngomong-ngomong, itu adalah wanita yang terobsesi pada waktu itu, tetapi seorang gadis cantik lebih baik.
ノルウェイの森 (下) 、2004 : 188
Data (5), yang melekat pada Setsuzokushi Tokorode yaitu akhir dari kalimat pertama, yang dimana pembicara melainkan topik pada kalimat kedua. Pada akhiran kalimat pertama terdapat kata shitemasu, yang termasuk ke dalam golongan verba jenis henkaku dooshi, dimana suru memiliki arti ‘melakukan’. Akhiran te menyatakan kegiatan tersebut sedang berlangsung. Setsuzokushi Tokorode mengandung makna
kontekstual menyatakan waktu saat pembicara memberitahu lawan bicara bahwa dia sedang menunggu wanita tersebut pada saat malam hari.
Ie nanka kaettatte daremoinai shi. tokorode hitori de netaku nanka nai mono.
‘Tidak ada yang pulang, Ngomong-ngomong, aku tidak mau tidur sendirian.’
ノルウェイの森 (下) 、2004 : 162
Data (6), yang melekat pada Setsuzokushi Tokorode yaitu akhir dari kalimat pertama, yang dimana pembicara melainkan topik pada kalimat kedua. Pada akhiran kalimat pertama terdapat kata inai, yang termasuk ke dalam golongan verba jenis ichidan dooshi, dimana inai yang berasal dari iru memiliki arti ‘ada’, akhiran nai menyatakan negatif. Setsuzokushi Tokorode mengandung makna kontekstual menyatakan tempat, rumah menunjukan lokasi dimana pembicara tidak ingin tidur sendiri di rumah karena tidak ada siapapun di rumah.
-
(7) 残念ね。けっこうすごいやつなの
に、今回のはと緑 はいかにも残念 そうに言った。ところでお茶の水 に何があるの?
Zan'nen ne. Kekkō sugoi yatsunanoni, konkai no wa to Midori wa Ikani mo zan'nen-sō ni itta. Tokorode Ochano mizu ni nani ga aru no?
‘Maaf tentang itu. Meskipun dia adalah pria yang sangat luar biasa, kali ini dan midori menyesali betapa buruknya itu. Ngomong-ngomong, apa yang ada di air teh tersebut?’
ノルウェイの森 (下) 、2004 : 62
Data (7), yang melekat pada Setsuzokushi Tokorode yaitu akhir dari kalimat pertama, ketika pembicara melainkan topik pada kalimat kedua. Terdapat situasi si pembicara melainkan topik yang pada awalnya membicarakan tentang seorang pria menjadi membicarakan air teh. Makna kontekstual yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah konteks situasi dapat dilihat pada kalimat Tokorode Ocha no mizu ni nani ga aru no? yang dimana
pembicara menjadi memperhatikan air teh yang berada didekatnya yang dimana pembicara merasa curiga air teh tersebut dimasukan sesuatu.
Konjungsi jyaa memiliki fungsi penggunaan yang sama dewa. Menurut Tanimori dan Sato (2012:217). Dewa berubah menjadi ja atau jaa dalam konteks informal. Menurut Makino & Tsutsui (1989:503) menyatakan jyaa artinya “jika itu terjadi, jika demikian, lalu, baiklah”. Pembentukan Setsuzokushi Jyaa sebuah kalimat dilekatkan dengan kelas kata lain seperti meishi. Namun dalam novel Norwei No Mori karya Haruki Murakami hanya ditemukan data Setsuzokushi Jyaa yang berkontruksi dengan godan doushi, henkaku doushi dan meishi. Selain itu terdapat makna kontekstual seperti konteks tujuan, konteks suasana hati, konteks waktu, dan konteks tempat.
-
(8) 納屋に転がてたのを借りて きて
少し弾いてるだけ です。じ ゃあ、あとで無料レッスンしてあ げるわね。
Naya ni ten gate tano wo karate kite Sukoshi hiiterudake desu. Jyaa, atode Muryou resshon shite ageruwane.
‘Saya hanya meminjam apa yang digulung dan bermain sedikit di gudang. Baiklah, saya akan memberi Anda pelajaran gratis nanti.’
ノルウェイの森 (下) 、2004 : 123
Data (8), Setsuzokushi Jyaa dapat menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua. Kata hiiteru yang terletak sebelum Setsuzokushi Jyaa berasal dari
kata hiku yang merupakan verba bentuk jishokei dan termasuk golongan godan dooshi yang berakhiran dengan ku yang memiliki arti ‘bermain’ yang dimana sebelum setsuzokushi jyaa terdapat kopula ditandai dengan desu. Data (31), terdapat makna kontekstual yang termasuk konteks tempat, yang ditunjukan pada kalimat, naya ni ten gate tano wo karate kite, yang menujukan lokasi di gudang.
Anata to futari de ichido yukkuri
hanashi ga shitaino. Jyaa,
asoko dechaun desuka reikosan ?
‘Saya ingin berbicara perlahan berdua dengan Anda sekali. Nah, apakah Anda keluar kesana, Reiko-san?
ノルウェイの森 (上) 、2004 :
259
Data (9), Setsuzokushi Jyaa dapat menghubungkan kalimat 1 dengan kalimat. Kata shitai yang terletak sebelum Setsuzokushi Jyaa berasal dari kata suru yang merupakan verba bentuk jishokei dan termasuk golongan henkaku dooshi yang berakhiran dengan suru. Makna kontekstual yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah konteks tujuan mengajak berbicara, dimana pembicara datang ke Tokyo untuk bertemu dengan lawan bicara dan ingin mengajak lawan bicara untuk berbicara secara perlahan berdua.
Jyaa ore no jinsei ga urayamashiika?
Kalau begitu apakah hidup saya patut diirikan?’
ノルウェイの森 (上) 、2004 :
117
Data (10) Setelah setsuzokushi jyaa terletak kata benda yaitu ore yang termasuk golongan meishi. Data tersebut diceritakan bahwa pembicara berpikir apakah hidupnya pantas untuk diirikan karena pembicara merasa bahwa kehidupannya tidak sempurna. Makna yang terdapat dalam kalimat diatas adalah konteks orangan yang dapat dilihat pada kata ore menunjukan arti ‘saya’, yang biasanya dipakai oleh laki-laki dalam percakapan informal.
Berdasarkan data yang telah analisis, hasil penelitian ini menunjukan bahwa Setsuzokushi tonikaku dapat menghubungkan klausa pertama dengan klausa kedua, kalimat pertama dengan kalimat kedua. Data Setsuzokushi tonikaku terdapat makna seperti konteks situasi, konteks tempat, konteks orangan, konteks suasana hati, konteks tujuan, yang dianalisis dalam struktur yaitu godan doushi ditemukan sebanyak 7 data, sedangkan ichidan doushi ditemukan sebanyak 5 data, henkaku doushi sebanyak 3 data, meishi atau kata benda sebanyak 8 data, dan keiyoushi atau kata sifat sebanyak 4 data. Sedangkan Setsuzokushi tokorode terdapat konteks waktu, konteks orangan, konteks tempat, konteks tujuan, konteks situasi, konteks suasana hati,dapat menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua
ditemukan data sebanyak 12, serta dapat digabungkan dengan meishi atau kata benda sebanyak 11 data, namun dalam data yang di dapatkan keiyoushi tidak ditemukan. Data Setsuzokushi jyaa terdapat konteks suasana hati, konteks tujuan, konteks tempat, konteks situasi, konteks waktu, yang dianalisis dalam struktur yaitu godan doushi ditemukan sebanyak 5 data, sedangkan henkaku doushi sebanyak 3 data serta dapat digabungkan dengan meishi atau kata benda sebanyak 12 data. Konteks situasi paling banyak ditemukan dalam sumber data, karena alur yang dituliskan dalam cerita mengharuskan tokoh
mengungkapkan banyak ujaran yang maknanya berkaitan dengan situasi.
Murakami Haruki. 2004. Noruwei no
Mori (ノルウェイの森). Japan Koudansha
Murakami Haruki. 2006. Norwegian Wood. (Versi Indonesia). Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Ningtyas, Annisa Rahayu. 2017. “Analisis Setsuzokushi
dalam Novel Ame Furu Honya Karya Rieko Hinata.” Jurnal: Fakultas Pendidikan Bahasa, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Nusantari, Siska. 2016. “Penggunaan Gyakusetsu No Setsuzokushi dalam Novel Tobu Ga Gotoku Karya Ryoutarou Shiba.” Jurnal: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
Isao, Iori dkk. 2001. Nihon Go Bunpo Handobukku. Tokyo : Japan.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal.Jakarta: Rineka Cipta.
Prismayanti, Ni Wayan. 2016. “Penggunaan Setsuzokushi Uchi Ni, Aida Ni, Kagiri Dan Ijou Wa Dalam Novel Tobu Ga
Gotoku Karya Ryoutaro Shiba.”
Jurnal :Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Data Wacana University Press.
Sudjianto. 1996. Gramatika bahasa
Jepang modern seri a. Jakarta: Kesaint Blanc.
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004.
Pengantar Linguistik
Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint
Blanc.
Verhaar. J. W. M. 2012. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Sunagawa, Yuriko, dkk. 1998. Nihongo Bunkei Jiten, Japan : Kuroshio.
Tanimori, M., & Sato, E. 2012. Essential Japanese Grammar: A
Comprehensive Guide to
Contemporary Usage: Learn
Japanese Grammar and
Vocabulary Quickly and
Effectively. Tuttle Publishing.
Makino, Seiichi dan Michio Tsutsui. 1989. A Dictionary Of
Basic Japanese Grammar.
Tokyo: The Japan
Times.
Makino, Seiichi dan Michio Tsutsui. 1994. A Dictionary of Advanced
Japanese Grammar. Tokyo:
The Japan Times.
Discussion and feedback