Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug Karangasem; Analisis Struktur, Fungsi dan Makna
on
DOI: 10.24843/JH.2018.v22.i01.p34
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 22.1 Pebruari 2018: 228-235
Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug Karangasem; Analisis Struktur, Fungsi dan Makna
Made Dwi Andini1*, I Gde Nala Antara2
[12]Prodi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]]
*Corresponding Author
Abstrak
Penelitian ini berjudul “Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem; Analisis Struktur, Fungsi, dan Makna”.Penelitian ini menggunakan teori struktural, teori fungsi, dan teori semiotika.Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur naratif yang terdapat pada mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa serta menganalisis fungsi dan makna yang terkandung dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa.Tahap penyediaan data digunakan metode wawancara dan metode observasi dibantu dengan teknik rekam dan teknik catat, yaitu mencatat hal-hal yang penting yang diperoleh dari hasil wawancara.Selanjutnya ada tahap analisis data digunakan data kualitatif.Dalam tahap ini didukung oleh teknik deskriptif analitik.Pada tahap penyajian analisis, metode yang di gunakan metode informal.Dan sumber data menggunakan data sekunder dan data primer. Struktur naratif yang membangun mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem ada tujuh, yaitu sinopsis, insiden, alur/plot, tokoh, tema, amanat dan latar. Fungsi yang terkandung dalam mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, yaitu fungsi religius dan fungsi sosial.Sedangkan, makna yang terdapat di mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa adalah makna religius, makna pelestarian budaya.
Kata Kunci: Mitos, Dewi Hariti, Struktur, Fungsi, Makna.
Abstract
The title of this paper is “Mythical of Dewi Hariti in Candi Dasa Temple, Bugbug Village, Karangasem; Analyzeof Structure, Function and Meaning”. This paper is using structural theory, function theory and semiotics theory. The aims of this paper is to destribe narrative structure in Dewi Hariti’s mythical in Candi Dasa Temple and analysis the function and the meaning tht contained in Dewi Hariti’s mythical in Candi Dasa Temple. The step of provision the data are using method of interview and method of observation assisted with recording technique and take a note, is making a note for the important things that got from the observation. And then, we analyze the data by quali tative technique. In this stage, is supported by analytis dessritive method at the presentation stage of the data analysis the method is used informal method. Data source is using primary data and secondary data. The narrative structure in Dewi Hariti’s mythical in Candi Dasa Temple, Bugbug Village, Karangasem. There are 7 structure, synopsis, incident, plot, figures, theme, mandate and background. The function contained in Dewi Hariti’s mythical in Candi Dasa Temple are religious meaning and culture meaning.
Keywords: myth, structure, function, meaning, Dewi Hariti
Folklor sebagai satu disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.Oleh karena itu, secara etimologi kata folklor diartikan sebagai berikut.Kata folklor atau dalam bahasa Inggrisnya folklore merupakan kata majemuk, yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore.Folk adalah sinonim dengan kolektif yang juga memiliki ciri-ciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Yang dimaksud dengan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagaian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan maupun melalaui suatu contoh yang disertai dengan gerakan isyarat atau alat pembantu pengingat.Secara keseluruhan definisi folklor adalah sebagai kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1984:1- 2).
Menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984:50-51), cerita prosa rakyat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu; mitos (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale).Mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang mengetahui cerita.Mitos ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya.
Salah satu mitos yang terdapat di Bali adalah sebuah mitos yang berada di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Karangasem.Pura Candi Dasa adalah sebuah Pura peninggalan purbakala sejak zaman kerajaan yang dipimpin oleh Sri Aji Jayapangus, yang didirikan pada tahun 1112 saka.Pura ini merupakan penyatuan dari penganut “Siwa dan Buddha” pada masa itu. Pada Pura Candi Dasa terdapat dua bangungan pelinggih utama yaitu; pada halaman pertama (bahwa) terdapat Arca Buddha dalam bentuk Arca Hariti yang oleh masyarakat Desa Bugbug dikenal dengan sebutan Ida Ratu Ayu (Bathara Ayu), yang dilambangkan penyanyang, pelindung, penyelamat, dan pemberi kehidupan pada setiap kelahiran. Dan dibagian kedua (atas) terdapat Lingga Siwa yang dikenal masyarakat Desa Bugbug sebagai Bhatara Gde Sakti, yang merupakan lambang kesucian, kemulian, dan kedamaian yang abadi.Pura Candi Dasa merupakan Pura yang memiliki konsepsi Rwa Bhineda yakni Pradhana dan Purusa.Arca Hariti merupakan lambang Pradhana sedangkan Lingga Siwa merupakan lambang Purusa.
Alasan peneliti melakukan penelitian ini dalam bidang sastra untuk menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita yang disampaikan.Hal tersebut menegaskan mitos bisa digunakan untuk pembelajaraan bahasa dan sastra khususnya di bidang cerita rakyat. Penulis semakin tertarik untuk mengkaji mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa yang berada di Desa Bugbug, Karangasem karena belum ada yang meneiti mitos ini sebelumnya dan untuk melestarikan mitos yang ada karena mitos yang ada hampir punah karena pariwisata atau kemajuan zaman sekarang.
-
1. Bagaimanakah struktur (bentuk) mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Karangasem?
-
2. Bagaimanakah fungsi dan makna mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Karangasem?
Secara umum, penelitian ini dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca mengenai salah satu aspek
kebudayaan.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan melestarikan sebuah mitos sebagai salah satu warisan budaya melalui kebudayaan yang terdapat di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug. Selain itu juga untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sebuah mitos yang ada di Desa Bugbug, Karangasem.
-
1. Untuk mendeskripsikan struktur mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Karangasem.
-
2. Untuk mendeskripsikan fungsi dan makna mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, Desa Bugbug, Karangasem.
-
4. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam proses penelitian ini menggunakan metode observasi, metode wawancara dan teknik harafiah dan idiomatik. Metode wawancara yaitu pengumpulan datanya dilakukan dengan cara tanya jawab. Sesuai dengan cara kerja metode wawancara dalam penelitian tersebut langsung mengadakan tanya jawab
dengan narasumber yang mengetahui objek yang ingin kita kaji. Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung. Dimana dilakukan pengamatan atau pemusatan perhatian objek dengan menggunakan seluruh alat indra, jadi observasi dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Dalam penelitian ini peneliti terjun langsung mengamati objek penelitian yang ingin di kaji, pengamatan ini juga disertai dengan alat penyediaan data yang rekaman, gambar, dan catatan berkala.Kemudian menggunakan teknik penerjemahan yaitu teknik penerjemahan harafia dan teknik penerjemahan idiomatis.Penerjemahan harafiah
merupakan penerjemahan yang merubah urutan dan gramatikal bahasa sumber agar menjadi jelas dalam bahasa sasaran.Penerjemahan yang berdasarkan makna berusaha menyampaikan makna teks dengan bentuk bahasa sasaran yang wajar adalah penerjemahan idiomatis.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologi deskripsi dan analisis berarti menguraikan, meskipun begitu analisis yang sudah diberi arti tambahan sehingga tidak semata-mata menguraikan
melainkan memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2015:53).
Pada tahap ini menggunakan metode informal dan teknik
deduktif.Metode informal, cara
penyajiannya melalui kata-kata biasa atau kalimat biasa dalam bahasa Indonesia. Teknik deduktif adalah teknik penyajian dengan mengemukakan hal-hal yang
bersifat umum terlebih dahulu, kemudian hal-hal yang bersifat khusus sebagai penjelasannya.
-
5. Pembahasan
-
5.1 Stuktur Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug, Karangasem
-
Tahap plot pada alur/plot utama ini terbagi menjadi lima tahapan yaitu, (1) tahap Situatio, (2) tahap Generating Circumstances, (3) tahap Rising Action, (4) tahap Climax, dan (5) tahap Denoement (Nurgiyantoro, 1994:149150). Nurgiyantoro juga mengungkapkan perbedaan plot/alur berdasarkan kriteria kepadatan.Plot digolongkan menjadi dua bagian yaitu plot padat dan plot longgar. Yang dimaksud dengan plot padat adalah disamping cerita disajikan secara cepat, peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan ceapat, hubungan antaraperistiwa juga terjalin secara erat dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa terus-menerus mengikutinya. Sedangkan, plot longgar yaitu pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat di samping hubungan antaraperistiwa tersebut pun tidaklah erat benar (Nurgiyantoro, 1994:159-160).
Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa akan digunakan pendapat tasrif Nurgiyantoro yang membagi alur menjadi lima yaitu, (1) tahap Situation, (2) tahap Generating Circumstances, (3) tahapan Rising Action, (4) tahapan Climax, (5) tahapan Denoument. Apabila mencermati lebih jauh mengenai dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa memiliki alur yang sama yaitu alur lurus. Di mulai dari tahap Situation yaitu, ditunjukkan dengan pengenalan tokoh Sri Aji Jayapangus, beliau merupakan raja di Pulau Bali yang memiliki dua istri bernama Paduka Sri Prameswari
Indujaketana dan Paduka Sri Mahadewi Sasangkajacihna dan ada sebuah pelinggih Buddha di Pura Candi Dasa yang terkenal dengan Dewi Hariti, yang akan digambarkan pada kutipan berikut.Pada tahap kedua Generating Circumstances atau tahap pemunculan konflik.Pada Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa, disini memiliki dua yang mengakibatkan konflik.Yang pertama yaitu, saat Sri Aji Jayapangus memiliki seorang istri dari Negara China dan mengikuti aliran Buddha sedangkan Sri Aji Jayapangus mengikuti aliran Siwa.Dan yang kedua yaitu saat Dewi Hariti menjadi seorang yaksa yang gemar memakan dan menculik anak-anak.Tahap ketiga adalah Rising Action atau tahap peningkatan konflik.Pada Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa ditunjukan pada adanya bergejolaknya Siwa dan Buddha pada masa pemerintahannya Sri Aji Jayapangus.Dan ditambah lagi salah satu istri Sri Jayapangus merupakan orang China dan mengikuti aliran Buddha.Dan saat Dewi Hariti menjadi seorang yaksa banyak anak-anak yang hilang karna di culik dan dimakan oleh Dewi Hariti.Setelah itu tahap keempat adalah Climax, tahap klimaks Pada Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa ditandai oleh bergejolaknya aliran Buddah dan Siwa saat pemerintahan Sri Aji Jayapangus. Dan saat Dewi Hariti menjadi yaksa warga pun ketakutan dan cemas dengan prilaku Dewi Hariti ini karna selalu menculik dan memakan anak-anak. Warga yang gelisa pun akhirnya melaporkan Dewi Hariti kepada Buddha.Buddha pun memberikan pelajaran kepada Dewi Hariti dengan menculik anak kesayangnya.Tahap yang terakhir adalah tahap Denouement atau tahap penyelesaian.Pada tahap ini menceritakan mengenai Sri Aji Jayapangus akhirnya memutuskan untuk membangun Parhyangan Widdhi (Pura) Siwa-Buddha.Agar ajaran Siwa dan
Buddha menjadi satu agar tidak ada lagi bergejolakan, dan ini juga awal mula masuknya Siwa-Buddha di pulau Bali.Sedangkan, pemecahan konflik tentang Dewi Hariti seperti berikut, Buddha datang ke rumah Dewi Hariti yang lagi kosong hanya ada anak-anaknya saja di rumah.Buddha pun meculik salah satu anak Dewi Hariti.Agar dewi hariti mendapatkan pelajaran bahwa kehilangan anak sangat menyakitakan bagi seorang ibu.Akhirnya Dewi Hariti pun datang ke Buddha untuk meminta maaf dan bertobat.Dan dewi Hariti berjanji agar mengikuti ajaran-ajaran Buddha yang ada.
Tokoh dan penokohan sangat lah penting di dalam karya naratif.Tokoh menujuk pada orangnya atau pelaku cerita.Watak, perwatakan, dan karakter menunjukan pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjukan pada kulitas pribadi seorang tokoh.Penokohan sering juga disama artikan dengan karakter dan perwatakan menujukan pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. (Nurgiyanto,1994:164-165)
Tokoh Utama dalam mitos Dewi Hariti ini adalah Sri Aji Jayapangus dan Dewi Hariti.Sri Aji Jayapangus adalah seorang yang baik hati, ramah, masih muda, dan pandai di beberapa bidang seperti agama dan peperangan.Dan selama menjadi Raja, Sri Aji Jayapangus selalu ditemani oleh kedua istrinya dan para mentrinya.Karena sifat raja yang baik dan selalu merakyat pulau Bali pun menjadi tentram dan damai selama Sri Aji Jayapangus menjadi Raja di Bali.Dewi Hariti adalah seorang Yaksa gemar mengganggu atau memakan anak-anak.Tetapi setelah Dewi Hariti bertobat dan mengikuti ajaran agama Buddha, Dewi Hariti menjadi menyayangi dan
tidak pernah mengganggu anak-anak lagi. Sekarang banyak masyrakat yang percaya Dewi Hariti merupakan Dewi kesuburan dan kemakmuran.
Pada Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa terdapat pula tokoh sekunder yang bersamaan membangun cerita bersama tokoh utama.Dalam tokoh sekunder disini merupakan istri dari Sri Aji Jayapangus.Dalam cerita kedua istri raja Sri Aji Jayapangus selalu akur dan selalu menemani raja kemanapun pergi. Dan kedua istri Raja selalu menurut dengan peritah sang raja. Dalam pembangunan Pura Candi Dasa kedua istri raja pun ikut serta dalam rapat bagaimana baiknya pembuatan pura dan sebagainya.Ada juga tokoh Komplementer Pada Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa terdapat pula beberapa tokoh komplementer atau pelengkap demi menunjang kelancaran tokoh utama dan tokoh sekunder.Tokoh komplementer pada cerita ini beberapa tidak disebut namanya naman hanya disebutkan statusnya atau dimensi sosiologinya dan beberapa fisikologis.Dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa terdapat beberapa tokoh komplementer yaitu para mentri, para patih dan perwira.
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi (Nurgiyantoro, 1994:216-217).
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi
(Nurgiyantoro, 1994:227).Pada Mitos Dewi Hariti terdapat beberapa latar tempat yaitu pertama di Pura Candi Dasa. Latar kedua yaitu Banjar Samuh dan latar ketiga yaitu kolam yang ada di depan Pura merupakan tempat melukatnya para warga.
Tema merupakan hal yang paling terpenting dalam sebuah cerita.Suatu cerita yang tidak memiliki tema tentu tidak ada gunanya dan artinya. Pengarang tidak menjelaskan apa tema ceritannya secara eksplisit, hal itu harus dapat dirasakan dan disimpulkan oleh para pembaca (Tarigan,1988:125).
Tema yang terkandung dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa adalah Dewi Hariti di Pura Candi Dasa.Tema ini diambil berdasarkan cerita yang melatar belakangi tentang Dewi Hariti yang dipercaya oleh masyarakat sekitar merupakan seorang yaksa yang suka memakan dan menculik anak-anak.Namun setelah mendapatkan pencerahan ajaran Buddha, Dewi Hariti pun bertobat menjadi penyayang dan pelindung anak-anak.Dewi Hariti dipercaya merupakan ibu beranak banyak yang dapat memberikan kemakmuran dan kesuburan.Oleh karena itu, banyak pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan bisa memohon kepada Dewi Hariti di Pura Candi Dasa.Tidak ada ritual khusus untuk mendapatkan keturunan, biasannya pasangan suami istri ini hanya melakukan mekemit/menginap di Pura Candi Dasa dan sembahyang tiga kali sehari (Tri Sandya).
Amanat yang terkandung di dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa yaitu merupakan konsep Siwa-Buddha.Dimana Pura Candi Dasa merupakan Pura penyatuan Siwa dan
Buddha.Adanya persatuan antara aliran atau kepercayaan lainnya dapat menggabungkan prinsip kebersamaan, persatuan, persaudaraan diantara pemeluknya, sehingga mereka tidak merasa ditinggalkan.Pura Candi Dasa terkenal dengan Pura yang memiliki konsep Siwa-Buddha.Pura Candi Dasa terdapat dua pelinggih, pelinggih Buddha yaitu arca Dewi Hariti, sedangkan yang lagi satu pelinggih Siwa yaitu Lingga Yoni. Walaupun Candi Dasa terkenal dengan pariwisatanya tetapi Pura Candi Dasa masih menjaga tradisi yang ada, agar Pura peninggalan zaman dahulu kala ini tetap terjaga dan tidak terpengaruh oleh budaya asing yang sudah masuk ke Desa Bugbug.
-
5.2 Fungsi Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug Karangasem
Fungsi religius disini dikaitkan dengan nilai keagamaan. Untuk itu pembicaraan fungsi religious dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa tidak bisa dilepaskan dari tiga kerangka dasar Agama Hindu yaitu tattwa (filsafat), susila (etika), dan upacara (ritual). Secara sistematik ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling memberi fungsi atau sistem agama secara keseluruhan.
a.1. Tattwa (Filsafat)
Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa mempunyai fungsi tattwa yaitu percaya dengan konsep Rwabhineda dan konsep Desa Kala Patra. Desa artinya tempat, arah, letak; Kala artinya waktu, sifat buruk, dan Patra artinya keadaan, lukisan, ornament. Secara harafiah arti dari Desa Kala Patra adalah suatu proses penyesuaian diri menurut tempat, waktu dan keadaan (Mas, 2009:6-7). Sedangkan, Konsep Rwabhineda
merukapan dua konsepsi yang mereplesikan bahwa dalam hidup ini selalu ada kategori yang berlawanan, seperti baik dan buruk, pria dan wanita, tapi kedua kategori itu pada hakekatnya bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Kedua konsep ini digunakan untuk mempersatukan agama Hindu dan agama Buddha dengan menggabungkan prinsip kebersamaan, persatuan, persaudaraan di antarapemeluknya.
a.2. Susila(Etika)
Fungsi Etika dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa menurut kepercayaan Desa Bugbug yaitu adanya upacara memohon turunnya hujan untuk masyarakat lahan kering.Bagi Krama Sayan Samuh yang merupakan kelompok masyarakat petani lahan kering yang berada di lingkungan Banjar Adat Samuh diberikan kewenangan oleh Desa Pakraman Bugbug untuk melaksanakan upacara “Ngepik”.Di Pura Candi Dasa inilah tempatnya untuk memohon agar diberkati berkah kesuburan dan kemakmuran.
a.3. Upacara
Fungsi upacara dari Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa yaitu pelaksanaan piodalan di Pura Candi Dasa yang dilaksanakan pada bulan Juli pada saat Sasih Kasa dan Upacara memohon turunnya hujan yang dinamakan upacara “Ngepik”.Kelompok masyarakat petani lahan kering yang berada di Banjar Adat Samuh diberikan kewenangan oleh Desa Pakraman Bugbug untuk melaksanakan upacara “Ngepik”.Di Pura Candi Dasa lah tempat untuk memohon agar diberikan berkah kesuburan dan kemakmuran serta hasil panen yang berlimpah.
Fungsi sosial Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa yaitu sebagai
pemersatuan dengan cara gotong royong. Terlihat jelas pada saat menjelangnya piodalan dan upacara “Ngepik”, karena melibatkan banyak orang dalam melaksanakan seluruh upacara.Mereka bekerjasama dalam menyelesaikan upacara tersebut dengan sistem gotong royong serta dibantu oleh masyarakat lainnya dengan tulus iklas yang mencerminkan fungsi sosial.
-
5.3 Makna Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa
Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah keberadaan sastra itu sendiri.Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius.Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama sangat erat berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan (Nurgiyantoro,1994:327).
Masyarakat Desa Bugbug khususnya Banjar Samuh melaksanakan upacara “Ngepik” dan melaksanakan upacara piodalan dengan mempersembahkan sarana banten yang diperlukan.Pelaksanaan upacara dan persembahan dilaksanakan dengan hati yang tulus iklas Sradha Bhakti.Bhakti artinya pemahaman terhadap Ida Sang Yang Widhi Wasa (Tuhan) dan bhakti penyembah Tuhan dan perwujudan secara tulus ikhlas.Masyarakat Banjar Samuh Desa Bugbug dengan semangatnya mengapresiasi mitos itu kedalam bentuk ritual dan dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas.Hal ini menambah kepercayaan masyarakat Desa Bugbug terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) dan segala perwujudannya. Dan mereka tidak pernah memikirkan pengeluaran sebanyak apa yang mereka keluarkan ketika menjalani upacara tersebut mereka hanya
mengharapkan agar mereka selalu dilindungi, diberi keselamatan dan kelancaran untuk kedepannya. Hal inilah yang mendorong dilakukan upacara “Ngepik” dan piodalan yang dilaksanakan di Pura Candi Dasa serta dihaturkan oleh Jero Mangku Pura Candi Dasa.
Pelestarian kebudayaan dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa adalahseperti adanya arca Dewi Hariti yang diyakini sebagai Dewi kesuburan dan kemakmuran. Dimana pasangan suami istri yang susah mendapatkan anak bisa memohon/nunas kepada Dewi Hariti untuk mendapatkan anak. Dan terbukti banyak yang berhasil setelah memohon kepada Dewi Hariti.Selain itu, ada juga upacara memohon turunnya ujan yang sering disebut Upacara Ngepik.
Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug Karangasem memiliki alur maju atau plot lurus.Dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa memiliki tokoh utama, tokoh sekunder dan tokoh komplementer.Mitos ini juga memiliki latar tempat.Tema dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug adalah “Dewi Hariti di Pura Candi Dasa”.Fungsi dalam mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug Karangasem dalam kehidupan
masyarakat berkaian dengan fungsi religius dan fungsi sosial.Dan makna dalam Mitos Dewi Hariti di Pura Candi Dasa Desa Bugbug Karangasem meliputi makna religius dan makna pelesarian budaya.
Danandjaja, James. 1984. Folklor
Indonesia Ilmu Gosip, Dogeng, dan lain-lain.Jakarta: PT. Grafiti Pers.
Mas, Pinandita Arbawa Tanjung. 2009. Memahami Konsep Siwa Buddha di Bali. Surabaya: Paramita
Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Jogyakarta: Gadjah MadaUniversity Press
Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Jogyakarta : Pustaka
Belajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
235
Discussion and feedback